Ada sekian banyak orang di seluruh belahan dunia yg mengetahui hal-hal dlm semiotika justru bukan sebagai semiotika (Umberto Eco Travels in Hyperreality, 1986).
Istilah manakah yg lebih diminati, semiotika atau semiologi; semiotics atau semiology? Yang jelas, kata semiotika di samping kata semiologi sampai sekarang masih dipakai.
Selain istilah semiotika & semiologi dlm sejarah linguistik ada pula dipakai perumpamaan lain mirip semasiologi, sememik, & semik untuk merujuk pada bidang studi yg mempelajari makna atau arti dr suatu tanda atau lambang.
Tampaknya, pembahasan yg luas wacana nama bidang studi yg disebut “semiotika” sudah timbul di negara-negara Anglo-Saxon (Segers, 2000:5).
Seseorang menyebut semiologi jikalau ia berpikir perihal tradisi Saussurean. Dalam penerbitan-penerbitan Prancis, ungkapan-perumpamaan semiologie kerap dipakai. Elements de Semiologie, contohnya, yakni salah satu judul yg digunakan oleh Roland Barthes (1964).
Namun, ungkapan semiotics dipakai dlm kaitannya dgn karya Charles Sanders Peirce & Charles Morris.
Kaprikornus, sesungguhnya kedua istilah ini, semiotika & semiologi, mengandung pemahaman yg persis sama, walaupun penggunaan salah satu dr kedua perumpamaan tersebut biasanya menunjukkan pemikiran pemakainya: mereka yg bergabung dgn Peirce memakai kata semiotika, & mereka yg bergabung dgn Saussure menggunakan kata semiologi.
Namun yg terakhir, kalau dibandingkan dgn yg pertama, semakin jarang dipakai (van Zoest, 1993:2). Tommy Christomy (2001:7) menyebutkan, “Ada kecenderungan, ungkapan semiotika lebih populer dibandingkan dengan ungkapan semiologi sehingga para penganut Saussure pun sering menggunakannya.”
Baik semiotika maupun semiologi, keduanya kurang lebih dapat saling menggantikan alasannya adalah sama-sama dipakai untuk mengacu pada ilmu tentang tanda.
Para mahir biasanya cenderung tak begitu mau dipusingkan oleh kedua ungkapan tersebut, sebab mereka menganggap keduanya bergotong-royong sama saja.
Perbedaan antara keduanya
Satu-satunya perbedaan antara keduanya, berdasarkan Hawkes (dalam Sobur, 2001b:107) yakni bahwa istilah semiologi biasanya dipakai di Eropa, sementara semiotika cenderung digunakan oleh mereka yg berbahasa Inggris.
Dengan kata lain, seperti sudah disinggung, penggunaan kata semiologi memperlihatkan dampak kubu Saussure, sedangkan semiotika lebih tertuju pada kubu Peirce (van Zoest, 1996:2).
“Perbedaan perumpamaan itu,” kata Masinambow (2000b:iii), “menawarkan perbedaan orientasi: yg pertama (semiologi) mengacu pada tradisi Eropa yg bermula pada Ferdinand de Saussure (1857-1913), sedangkan yg kedua (semiotika) pada tradisi Amerika yg bermula pada Charles Sanders Peirce (1839-1914).”
Dalam definisi Saussure (Budiman, 1999a:107), semiologi merupakan “sebuah ilmu yg mengkaji kehidupan gejala di tengah masyarakat” dan, dgn demikian, menjadi kepingan dr disiplin psikologi sosial. Tujuannya adalah untuk memperlihatkan bagaimana terbentuknya gejala beserta kaidah-kaidah yg mengaturnya.
Para mahir semiotika Prancis tetap mempertahankan istilah semiologi yg Saussurean ini bagi bidang-bidang kajiannya. Dengan cara itu mereka ingin menegaskan perbedaan antara karyakarya mereka dgn karya-karya semiotika yg sekarang menonjol di Eropa Timur, Italia, & Amerika Serikat.
Sementara, ungkapan semiotika atau semiotik, yg dimunculkan pada selesai masa ke-19 oleh filsuf ajaran pragmatik Amerika, Charles Sanders Peirce, merujuk pada “iktikad formal ihwal gejala”.
Yang menjadi dasar dr semiotika yaitu rancangan perihal tanda: tak cuma bahasa & sistem komunikasi yg tersusun oleh gejala, melainkan dunia itu sendiri pun sejauh terkait dgn anggapan manusia-semuanya terdiri atas gejala alasannya, bila tak begitu, insan tak akan mampu menjalin hubungannya dgn realitas.
Bahasa itu sendiri merupakan tata cara tanda yg paling mendasar bagi insan, sedangkan tanda-tanda non verbal seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial konvensional yang lain, dapat dipandang sebagai sejenis bahasa yg tersusun dr tanda-tanda berarti yg dikomunikasikan menurut hubungan-relasi.
Dalam buku ini (Buku Memahami Semiotika), yg akan dipakai hanya istilah semiotika, mengikuti pola yg diberikan Umberto Eco. Maka itu, perbedaan implikasi filosofis & metodologis dr kedua ungkapan tersebut, setidaknya, mampu disingkirkan.
Keputusan untuk cuma memakai perumpamaan semiotika (semiotics), mirip dikatakan Eco (1975:9; lihat pula Segers, 2000:5), adalah sesuai dgn resolusi yg diambil oleh komite internasional di Paris bulan Januari 1969.
Pilihan ini lalu dikukuhkan oleh Association for Semiotics Studies pada kongresnya yg pertama tahun 1974. Dalam konteks ini, semiotics (dan ekuivalensinya dlm bahasa Prancis semiotique) menjadi istilah untuk semua peristilahan lama semiology dan semiotics.
Sumber:
Dari buku Semiotika Komunikasi (hal 11-13), 2003.
Penulis: Drs. Alex Sobur, M. Si.
Diterbitkan oleh Rosda