FILSAFAT HUKUM
Filsafat yakni observasi yang menelaah pertanyaan sejauh mana orang mampu memperoleh dan membuatkan pengetahuan tentang hukum dan materi-bahan terberi dan pemikiran -gagasan yang terkait, apa standar untuk keilmiahan dari wawasan tersebut. Penggolongan ke dalam bagian-bab dari banyak sekali jenis pengetahuan ihwal hukum.
Filsafat Hukum yaitu filsafat umum yang di terapkan pada hukum atau tanda-tanda– tanda-tanda hukum. Dalam filsafat pertanyaan–pertanyaan yang sering dibahas dalam relasi dengan makna, landasan, struktur dan sejenisnya dari realita. Dalam filsafat hukum pertanyaan–pertanyaan ini difokuskan secara yuridikal.
Dalam kepustakaan, Filsafat Hukum didefenisikan;
Dalam kepustakaan, Filsafat Hukum didefenisikan;
a. Sebagai sebuah disiplin spekulatif, yang berkenan dengan penalaran–akal sehat tidak senantiasa mampu diuji secara rasional, dan yang menyibukan diri dari latar belakang dengan fatwa (I. Tammelo).
b. Sebagai disiplin yang mencari wawasan tentang hukum yang “benar” aturan yang adil (J. Schmidt H. Kelsen).
c. Sebagai suatu refleksi atas dasar–dasar dari kenyataan (yuridikal), suatu bentuk dari berpikir sistematikal yang hanya akan merasa puas dengan hasil–hasil yang timbul dari dalam pemikiran (kegiatan berpikir) itu sendiri dan yang mencari sebuah hubungan teoritikal terefleksi yang didalamnya tanda-tanda-gejala hukum mampu dimengerti dan dipikirkan (D. Meuwissen)
d. Sebagai disiplin yang mencari wawasan tentang hakekat (sifat) dari keadilan. Pengetahuan wacana bentuk keberadaan transeden dan immanen dari aturan. Pengetahuan tentang nilai–nilai yang didalamnya hukum berperan dan dengan kekerabatan antara hukum dan keadilan. Pengetahuan ihwal tabiat dan dari ilmu aturan. Dan pengetahuan antara aturan dan sopan santun (J. Darbellay).
Filsafat Hukum mampu dibagi ke dalam sejumlah kawasan bab:
a. Ontology aturan ( aliran hal ada, zijnsleer): penelitian tentang “hakikat“ dari hukum. Tentang “hakikat” contohnya dari demokrasi, perihal kekerabatan antara aturan dengan sopan santun.
b. Aksiologi Hukum (pedoman nilai, waardenleer) : penentuan isi dan nilai–nilai seperti kelayakan, persamaan, keadilan, keleluasaan, kebenaran, penyalahgunaan hak.
c. Ideologi Hukum (harafiah: ajaran idea, ideenleer): pengolahan wawasan menyeluruh atas insan dan penduduk yang dapat berfungsi selaku landasan legitimasi bagi pranata – pranata hukum yang ada atau yang mau datang. Misalnya tatanan – tatanan hukum kodrat.
d. Epistemology aturan (fatwa pengetahuan, kennisleer: penelitian perihal pertanyaan sejauh mana wawasan wacana “hakikat” dari aturan atau persoalan– masalah fundamental yang lain.
e. Teleologi Hukum (fatwa finalitas, finaliteitsleer) : menentukan makna dan tujuan dari hukum.
f. Ajaran ilmu (wetenschapsleer) : meta-teori dari ilmu aturan yang di dalamnya menjawab pertanyaan – pertanyaan sejauh mana wawasan ilmiah dari hukum.
g. Logika Hukum (rechtslogika) : penelitian ihwal aturan-hukum berpikir hukum dan alasan yuridik, bangunan logikal serta struktur tata cara hukum.
Filsafat hukum mesti melaksanakan perenungan diri (zelfreflektie). Pada kawasan filsafat hukum tiap komponen ilmiah-aktual secara a priori akan tertutup. Filsafat hukum secara esensial mewujudkan sebuah anutan spekulatif maka filsafat hukum dapat bersifat rasional cuma atas dasar kriterianya sendiri, yang keberadaannya sendiri mampu didiskusikan.
Filsafat Hukum berada pada tataran yang lebih tinggi dari pada teori aturan dan ia mempunyai suatu cakrawala yang lebih luas, karena Filsafat Hukum mesti menunjukkan jawaban-jawaban yang untuk suatu tata aturan(rechtsbesial) atau tatanan aturan (rechtsorde) dapat memuaskan dan tuntas.
Filsafat Hukum harus menunjukkan atau menyediakan pemahaman–penertian dan nilai – nilai fundamental yang mau digunakan pada karya ilmiah empirikal, dalam dogmatik hukum dan teori aturan.
sumber :
(Wallahu’alam)