close

Materi Kuliah Perihal Hukum Etika

ISTILAH HUKUM ADAT
Istilah hukum budbahasa, terjemahan istilah Belanda “Adatrecht”. Pertama kali digunakan oleh Snouck Hurgronje, dipopulerkan oleh C. Van Vollenhoven. Istilah “Adatrecht” ini baru muncul pada tahun 1920, dalam perUUan Belanda. Istilah “Adatrecht” tidak terkenal di golongan banyak orang. Yang terkenal adalah ungkapan “Adat” yang berasal dari bahasa Arab, yang mempunyai arti “Kebiasaan”.
DEFINISI HUKUM ADAT
Van Vollenhoven:
Hukum Adat yakni hukum-hukum kelakuan yang berlaku bagi orang-orang pribumi dan timur abnormal, yang disatu pihak mempunyai hukuman (maka dibilang “hukum”) dan di lain pihak tidak dikodifikasikan (maka dikatakan adat).
Ter Haar Bzn :
Hukum Adat yakni keseluruhan peraturan yang bermetamorfosis dalam keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (kepala adat,hakim, rapat desa, wali tanah ) yang memiliki wibawa serta merta (impulsif) dan dipatuhi dengan sepenuh hati.
R. Soepomo :
Hukum Adat yakni persamaan kata dari hukum tidak tertulis didalam peraturan legislatif (unstatory law) , aturan yang hidup sebagai konvensi di badan-badan hukum negara, hukum yang muncul alasannya putusan-putusan hakim (judgemade law), aturan yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup, baik di kota-kota maupun di desa-desa (customary law).
Hazairin :
Hukum Adat yaitu redapan (endapan) kesusilaan dalam masyarakat, yakni bahwa kaidah-kaidah budpekerti itu berbentukkaidah-kaidah kesusilaan yang kebenarannya telah menerima pengukuhan biasa dalam penduduk itu.
R.M. Soeripto :
Hukum Adat adalah semua aturan-aturan etika tingkah laris yang bersifat aturan di segala kehidupan orang Indonesia yang pada umumnya tidak tertulis yang oleh masyarakat dianggap patut dan mengikat para anggota penduduk . Bersifat hukum alasannya ada kesadaran keadilan lazim, bahwa hukum-aturan itu mesti dipertahankan oleh para petugas aturan dan fungsionaris penduduk dengan upaya pemaksa atau bahaya hukuman (hukuman).
Seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional (1975):
Hukum Adat diartikan selaku Hukum Indonesia Asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-permintaan Republik Indonesia yang disana-sini mengandung bagian agama.
Untuk Pembinaan/penyusunan hukum nasional, Hukum Adat dapat mempunyai arti:
a. Penggunaan konsepsi-konsepsi dan asas-asas aturan adab untuk dirumuskan dalam norma-norma hukum yang memenuhi keperluan masyarakat.
b.  Penggunaan lembaga-lembaga hukum budbahasa yang dimodernisir dan diadaptasi dengan kebutuhan zaman.
c.    Memasukkan rancangan-rancangan dan asas-asas aturan adab ke dalam lembaga-lembaga aturan gres.
Peran Hukum Adat
–    Pembinaan aturan harta kekayaan ( Hukum Adat merupakan salah satu komponen)
–    Pembinaan hukum kekeluargaan dan hukum kewarisan (Hukum budpekerti yakni pada dasarnya).
UNSUR-UNSUR HUKUM ADAT

Teori Receptio in complexu :
Adat istiadat dan hukum sesuatu kalangan (aturan) penduduk adalah resepsi semuanya dari agama yang dianut oleh kalangan masyarakat itu. Hukum (budpekerti) sesuatu golongan (penduduk ) yaitu hasil penerimaan bulat-bundar dari aturan (agama) yang dianut oleh kalangan penduduk itu.
Teori ini mendapat tantangan dari Snouck Hurgronje dan van Vollenhoven. Alasannya: tidak semua bagian hukum agama diterima (diresepsi) dalam aturan budpekerti. Hanya beberapa bagian saja yang dipengaruhi oleh hukum agama (Islam), yaitu : Hukum keluarga, perkawinan dan waris. Pendapat Snouck Hurgronie disanggah oleh Ter Haar, dengan argumentasi Hukum Waris tidak dipengaruhi oleh Hukum Islam, tetap asli, mirip di Minangkabau.
Unsur Hukum Adat
–    Unsur asli (bagian paling besar), (bersifat bebuyutan)
–    Unsur agama (sebagian kecil).
SUMBER-SUMBER HUKUM ADAT

Menurut van Vollenhoven :
a. Tingkah laris yang tetap alasannya adalah kebiasaan dari anggota penduduk hukum akhlak;
b.Keputusan-keputusan (ketetapan-ketetapan) dari para kepala dalam menolong semoga peraturan-peraturan tingkah laris ditaati;
c. Keputusan-keputusan (ketetapan-ketetapan) kepala Indonesia dalam mengadili persengkataan;
d. Keputusan-keputusan (ketetapan-ketetapan) para pejabat hakim berdasarkan hukum etika.
Menurut Ter Haar :
a. Keputusan-keputusan (ketetapan-ketetapan) dari kepala rakyat di luar persengketaan, khususnya dalam pembantuan pada tindakan hukum.
b. Keputusan-keputusan (ketetapan-ketetapan) dari kepala rakyat di dalam persengketaan dan dari para hakim dan persekutuan-komplotan masyarakat aturan kecil.
c. Keputusan-keputusan (ketetapan-ketetapan) dari pada pejabat hakim, alat-alat kelengkapan atasan dari tata aturan pemerintah.
Menurut M.M.Djojodigoeno:

Ada dua  klasifikasi sumber hukum, yakni :
a.    Kekuasaan pemerintah engara atau salah satu sendinya:
1.    Peraturan, pernyataan kekuasaan legislatif;
2.    Putusan pejabat-pejabat kekuasaan lainnya, yaitu kekuasaan direktur dan kekuasaan yudikatif;
3.    Perjanjian internasional dan pernyataan perang.

b.    Kekuasaan masyarakat sendiri:
1.    Perbuatan rakyat sendiri dalam mengadakan dan melakukan tindakan pamrihnya, yang mungkin menebal menjadi adat kebiasaan;
2.    Putusan rakyat dalam peragaan tertentu, contohnya putusan RK,RT, dsb.
3.    Pemberontakan kepada penguasa yang ada.
Ciri Pembeda antara Adat dam Hukum Adat (menurut konsepsi L. Pospisil):
a. Ciri otoritas (Attribute of authority) hukum (budbahasa) itu ialah keputusan dari mekanisme yang memiliki wewenang dan kekuasaan di dalam masyarakat, keputusan mana berfungsi untuk memecahkan ketegangan sosial.
b. Ciri kewajiban (Attribute of obligation), bahwa hukum (adab) itu mengandung perumusan ihwal hak dan keharusan yang mesti dipenuhi para pihak yang masih hidup.
c. Ciri kelanggengan berlaku (Attribute of intention of universal application), bahwa hukum (budbahasa) itu dimaksudkan mampu berlaku dalam waktu lama dan harus mampu berlaku kepada insiden yang serupa di masa yang hendak datang.
d. Ciri penguat (Attribute of sanction), bahwa hukum itu mempunyai penguat (sanksi), baik hukuman jasmani berupa eksekusi badan, maupun hukuman rihani seperti rasa takut, malu, benci, dll.
CIRI-CIRI HUKUM ADAT
1. Keagamaan, adanya iman terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bahwa sesuatu yang terjadi alasannya adalah berkah dan hasratTuhan.
2. Kebersamaan (communal), artinya insan dalam aturan budpekerti ialah makhluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat. Seluruh lapangan hidup diliputi oleh rasa kebersamaan.
3. Serba konkrit, artinya hubungan-korelasi hukum yang dilaksanakan tidak serba sembunyi-sembunyi atau samar-samar, anatara  kata dan perbuatan berlangsung serasi, terperinci, nyata. Misalnya, perjanjian perdagangan.
4. Sangat visual, artinya perhubungan-perhubungan hukum itu dianggap cuma terjadi kalau telah ada ikatan yang nampak.
5. Tradisional, artinya bersifat bebuyutan, semenjak dahulu hingga kini tetap dipakai, diperhatikan, dan dihormati.
6. Dapat berganti, artinya walaupun bersifat tradisional namun wajar -normalnya tidak kaku, dapat mengikuti perkembangan zaman.
7. Mampu mengikuti keadaan, alasannya adalah sifat hukumnya tidak tertulis (tidak dikodifikasi) dan sifat keterbukaannya.
8. Terbuka dan sederhana, artinya dapat mendapatkan unsur dari luar, sepanjang tidak bertentangan dengan pandangan hidup masyarakat.
SISTEM HUKUM ADAT
Sistem ialah suatu tatanan yang merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bab-bagian atau komponen-usnur yang saling berhubungan akrab satu sama lain.
Sistem hukum adalah suatu kesatuan yang berisikan bagian-unsur yang memiliki interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.
Sistem aturan adab, terdiri atas dasar-dasar alam anggapan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan , yang tidak sama dengan alam asumsi yang menguasai tata cara aturan barat.
 
Beda Sistem Hukum Adat dengan Sistem Hukum Barat. Terdapat perbedaan fundamental dalam hal :
–    Pembeda hukum publik dan aturan privat.
–    Pembeda anatar hak kebendaan dan hak perseorangan.
–    Pembeda antara pelanggaran pidana dan perdata.
 
1.    Sistem Hukum Barat
– membedakan hukum publik (kepentingan aturan) dan hukum privat (hukum khusus). Hukum publik dipertahankan oleh pemerintah hukum privat oleh perorangan.
– membedakan antara hak atas sebuah barang yang bersifat kebendaan (berlaku untuk semua orang) dan hak perseorangan (berlaku untuk orang tertentu).
– membedakan pelanggaran pidana dan perdata.
 
2. Sistem Hukum Adat
– tidak mengenal perbedaan itu, aturan etika dapat dibedakan menurut objek yang diaturnya, bukan kepentingan dan siapa yang mempertahankannya konsekuensinya dari sifat komunal.
– tidak mengenal perbedaan itu, karena sifat kebersamaan, maka semua hak tidak ada yang bersifat mutlak “milikku” tetapi “milik kita”.
– Hukum adab tidak memedulikan perbedaan itu. Hakim tidak menyaksikan jenis pelanggarannya, tapi siapa 
yang bersalah, siapa yang dirugikan, dan bagaimana menyelesaikannya. Tugas hakim ialah memperbaiki aturan yang dilanggar.

  Bersembunyi Di Balik (Indonesia), Kehidupan Budaya, Etika Bermasyarakat Dan Agama ?

Sumber : Catatan kuliah 🙂


Wallahu ‘alam..