Masjid Raya Bandung

Masjid Raya Bandung yg dahulu diketahui sebagai Masjid Agung

Masjid Raya Bandung

Bandung merupakan kebanggaan warga Bandung & sekitarnya. Selain bersejarah & megah, masjid ini sudah menjadi landmark & penyeimbang segala faktor kehidupan bermasyarakat bagi warga ibukota Jawa Barat tersebut.

Bangunan yg terlihat saat ini merupakan hasil pembangunan kembali pada permulaan 2006 kemudian. Renovasinya tergolong penataan ulang alun-alun Kota Bandung & taman kota. Sepanjang sejarahnya, masjid ini sudah berkali-kali diubah. Pada masa ke-19 saja dilakukan tiga kali perombakan, kemudian lima kali pada era ke-20, & terakhir satu kali renovasi besar- besaran di era ke-21.

Sejumlah ahli sejarah menyatakan Masjid Raya Bandung diresmikan pada 1812 dgn bentuk bangunan panggung tradisional yg sederhana, bertiang kayu, berdinding anyaman bambu, beratap rumbia, & dilengkapi suatu kolam besar sebagai daerah mengambil wudhu.

Sumber lain menyatakan bahwa Masjid Raya Bandung dibangun serentak dgn pembangunan Pendopo Kabupaten Bandung di selatan alun-alun yg diresmikan pada 25 September 1810. Sebuah pertimbangan berdasar mengingat masjid raya, alun- alun, & pendopo kabupaten ialah salah satu elemen sentra kota tradisional di masa Hindia Belanda, sebagai simbol religiusitas pemerintahan & penduduk serta sebagai sentra keagamaan kota.

Raya Masjid BandungPada tahun 1826, Masjid Raya dengan-cara berangsur-angsur menjadi bangunan berkonstruksi kayu. Lalu, pada 1850 beberapa bangunan di alun- alun pula dirombak untuk meningkatkan mutu fisiknya. Bangunan Masjid Raya diganti dgn tembok watu bata & atap genting atas prakarsa Bupati R.A. Wiranatakoesoemah IV atau Dalem Bintang (1846-1874).

Pada masa ini Masjid Raya sudah dilengkapi pagar tembok setinggi dua meter bermotif sisik ikan yg ialah gaya ornamen khas Priangan.

  Masjid Agung Darussalam

Lalu, pada tahun 1900 Masjid Raya dibuat lebih representatif, lengkap dgn ciri khusus seperti masjid tradisional kebanyakan. Masjid dibuat berupa segi empat & beratap tumpang susun tiga. Tempat ibadah tersebut sudah dilengkapi mihrab, pawestren (ruang shalat untuk wanita), bedug, kentongan, & kolam, tetapi belum memiliki menara.

Baru pada tahun 1930, berdasarkan desain arsitek Maclaine Pont, Masjid Raya dilengkapi serambi atau pendopo depan & sepasang menara pendek beratap tumpang susun di kiri & kanan bangunan.

Pada tahun 1955, Masjid Raya kembali dirombak total. Perubahan drastis tampak pada bagian atap. Atap tumpang susun tiga yg digunakan semenjak 1850 diubah menjadi kubah model bawang bergaya Timur Tengah. Selain itu, kedua menara pendek pula dibongkar, serambi diperluas, & ruang panjang di kiri-kanan masjid dijadikan satu dgn bangunan induk. Sebuah menara tunggal diresmikan di halaman depan masjid serpihan selatan.

Setelah mengalami berulang kali perbaikan akhir kerusakan, baik karena faktor alam maupun usia, kesudahannya bentuk masjid menjadi seperti yg terlihat ketika ini. Dua menara kembar yg menjulang setinggi 81 meter menjadi ciri khas utama masjid.

Konon, menurut rencana menara tersebut akan dibentuk setinggi 99 meter sesuai jumlah nama-nama Allah dlm Asma’ul Husna. Namun, alasannya argumentasi keamanan kemudian lintas udara, ketinggian yg diizinkan hanya 81 meter. Akan namun, berdasarkan Ir. Gilang Nugroho selaku site manager, ketinggian menara kembar ini tetap 99 meter jikalau dihitung dr pondasi setinggi 18 meter.

Masjid Raya Bandung