Daftar Isi
Saksi Perjuangan Tumenggung Bahurekso
Masjid Nurut Taqwa terletak di Pegandon, Kendal, Jawa Tengah, tujuh kilo meter ke arah barat daya kota Kendal. Keberadaanya terlepas dr karisma seorang tokoh Kerajaan Mataram Islam, yakni Tumenggung Bahurekso yg pernah menyerang Batavia (Jakarta) untuk mengusir Kompeni Belanda tatkala Mataram diperintah oleh Sultan Agung.
Akibat kegagalan yg dialami oleh tentara Mataram, alhasil mereka mengundurkan diri & kembali ke Mataram. Namun, sebelumnya sempat tinggal usang di Pegandon & pengikut Tumenggung Bahureksa sempat berdakwah di daerah Pegandon. Di antaranya tentara Kiai Jumerto yg berdakwah di kawasan Jumerto, Kiai Jebeng di kawasan Jebeng, Kiai Srogo di tempat Srogo, Kiai Puguh di tempat Puguh, Kiai Ploso di kawasan Ploso yg seluruhnya masih berdekatan dgn daerah Pegandon.
Prajurit Tumenggung Bahurekso pula membangun bui (penjara) di selatan masjid. Namun, peninggalannya tak mampu dijumpai lagi akhir terjangan banjir.
Menurut penuturan Kiai Haya’ yg masih ada trah (keturunan) Tumenggung Bahurekso, di Pegandon, Tumenggung Bahurekso dikenal dgn sebutan Mbah Sulaiman. Tetapi, ada yg menyebutkan Singonegoro. Mbah Sulaiman atau Bahurekso atau Singonegoro bin Merah bin Batoro Katong (Sunan Katong) yg merupakan trah dr Brawijaya V, Raja Majapahit yg makamnya ada di Kaliwungu. Menurut Kiai Haya’ Masjid Nurut Taqwa lebih duhulu ada dibanding dgn Masjid Kramat Pakuncen yg dibangun oleh Sunan Bewono. Kiai Haya’ tak tahu pasti siapa yg membangun masjid tersebut, tetapi diyakini usianya lebih bau tanah dr Masjid Kramat Pekuncen. Bahkan, Sunan Bewono pun ketika-waktu mencar ilmu pada Mbah Sulaiman alias Tumenggung Bahurekso.
Keistimewaan
Wujud Masjid Nurut Taqwa yg sekarang sudah bukan asli lagi kerena sudah mengalami beberapa kali pemugaran. Wujud asli masjid ialah lebih kecil & yang dibuat dr kayu jati, mulai tiang hingga atapnya, sehingga cepat rusak terkena air hujan. Pada final tahun 1954 dijalankan renovasi besar-besaran & wujudnya mampu dilihat mirip sekarang. Yang masih tersisa hanya beduk saja, sedangkan benda-benda peninggalan Tumenggung Bahurekso yang lain, seperti arit & gentong, sudah raib. Bahkan, gentongnya sudah berpindah ke Masjid Pekuncen.
Salah satu keutamaan masjid ini, dahulu, meskipun terjadi banjir besar, namun air tak pernah menyentuh masjid. Kekhawatiran akan terjadinya banjir itu disinyalir sebab adanya peringatan dr Mbah Sulaiman untuk tak meninggikan masjid, alasannya adalah sekitar masjid akan terendam air kalau banjir. Tetapi, peringatan itu tak diindahkan & masjid tetap ditinggikan. Akibatnya, sungguh-sungguh hebat. Banjir sering mengganas lewat Sungai Bodri yg terletak di belakang masjid. Bahkan, sebuah hari sesudah Idul Adha, banjir kembali melanda & menghancurkan rumah-rumah penduduk. Apakah ini akibat perayaan Mbah Sulaiman yg tak digubris? Wallahu a’lam.
Lebih lanjut, Kiai Haya’ menerangkan, meskipun makam Tumenggung Bahurekso ada di mana-mana, tetapi yg ada jasadnya hanya yg ada di belakang masjid ini. Bahkan pejabat Kendal, mirip Bupati Kendal, sering mengunjungi makam Tumenggung Bahurekso tersebut. Menurut Kiai Haya’, berdasarkan nasihat sesepuh, sebelum ziarah ke Muria & Kaliwungu, hendaknya ke Pagandon dahulu, alasannya urutannya dr Pegandon lantas Kaliwungu & terakhir di Muria Kudus.
Untuk mengenang jasa-jasa Tumenggung Bahurekso, pada setiap tanggal 27 Syawal diadakan haul (perayaan kemangkatan). Para peziarah yg datang berasal dr aneka macam kawasan di Kendal. Bahkan, ada yg datang dr Malaysia & Singapura. Ini membuktikan bahwa Mbah Sulaiman tak hanya diketahui di Pegandon & Kendal saja, tetapi hingga ke luar negeri.
Meskipun sudah tak asli lagi, tetapi Masjid Nurut Taqwa menyimpan sejarah perjuangan & pengembangan Islam di Nusantara. Bahkan, hari jadi kota Kendal pun tak luput dr sejarah perjuangan Tumenggung Bahurekso yg gagah tangguhmenentang penjajah Belanda di Tanah Air.