Saksi Dakwah Sunan Bonang
Keberadaan kota Tuban bagaimanapun tak dapat dipisahkan dr nama besar salah seorang Wali Songo yg berjulukan Sunan Bonang. Meskipun kota Tuban bukan satu-satunya kota daerah Sunan Bonang berdakwah, namun karena ia dimakamkan di Tuban maka tak salah jika ia sering disebut Sunan Tuban.
Seperti para wali yg lain, Sunan Bonang pula mendirikan sebuah masjid selaku sentral dakwahnya. Masjid Astana itulah nama masjid yg didirikannya yg hingga sekarang masih berdiri kuat. Dari masjid kecil yg terletak di belahan kompleks makam Sunan Bonang inilah pada masa lampau menjadi tempat mengajar, ibadah, & sekaligus markas dakwahnya.
Dalam berdakwah, Raden Makdum Ibrahim nama lain Sunan Bonang, sering menggunakan alat musik tradisional yg disebut bonang. Bonang yakni sejenis gamelan yg terbuat dr besi atau kuningan yg pecahan tengahnya dibuat menonjol. Bila tonjolan itu dipukul dgn kayu yg lunak maka akan timbul suara yg merdu.
Pada waktu itu, bunyi demikian sudah sangat mengasyikkan pendengaran. Apalagi yg membunyikan bonang itu seorang wali maka bunyinya mempunyai pengaruh yg luar biasa, sehingga banyak penduduk yg berbondong-bondong ingin melihat & men dengar dr bersahabat.
Sunan Bonang yg bakir sudah memperhitungkan hal itu maka ia merencanakan kolam di depan masjid. Siapa yg mau masuk ke masjid mesti membasuh kakinya. Setelah mereka berkumpul di dlm masjid, ia pun mengajarkan tembang-tembang yg berisikan anutan Islam.
Sepulangnya dr masjid, tembang itu mereka hafalkan di rumah. Sanak saudara mereka pun turut menyanyikan tembang itu karena terpesona akan kemerduan lagunya. Demikianlah cara Sunan Bonang berdakwah sehingga santrinya tersebar di aneka macam penjuru Nusantara.
Selain Masjid Astana, di kompleks makam Sunan Bonang pula ada masjid yg dikenal sebagai Masjid Jami Tuban. Masjid yg terletak di samping kompleks makam menghadap ke alun-alun ini intinya tak ada sangkut-pautnya dgn Sunan Bonang. Banyak orang menyangka Masjid Jami Tuban inilah yg diresmikan Sunan Bonang. Padahal, bila dicermati dr tahun pembuatannya, terang terpaut empat kurun dgn masa hidup Sunan Bonang.
Untuk lebih jelasnya dapat disaksikan dlm prasasti yg terletak di kepingan depan masjid, berbunyi, “Batoe yg pertama dr inie missigit dipasang pada hari Akad tanggal 29 Djuli 1894 oleh R. Toemengoeng
Koesoemodiko Boepati Toeban. Inie missigit terbikin oleh Toewan Opzicter B.O.H.M. Toxopeus.” Di belahan atas bangunan pula terdapat tanggal & tahun pendiriannya yg ditulis dgn karakter Arab.
Meski Masjid Jami ini bukan diresmikan oleh Sunan Bonang, tetapi tetap kaya akan nilai-nilai sejarah. Paling tidak, hadirnya masjid ini sudah menjadi saksi sejarah kesuksesan Sunan Bonang mendakwahkan Islam di Tuban.
Bila bentuknya kita amati, Masjid Jami Tuban ini mempunyai cari khas tersendiri. Secara garis besar, bentuk bangunannya terdiri atas dua belahan, yakni serambi & ruang shalat utama. Bentuknya tak terpengaruh dgn kebiasaan bentuk masjid di Jawa yg atapnya bersusun tiga. Arsitektur masjid ini justru terpengaruh oleh corak Timur Tengah, India, & Eropa. Sekilas tampak ada kemiripan dgn Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.