Bersatu dgn Kerajaan
Inilah satu bukti lagi bahwa agama Islam masuk ke wilayah Nusantara dgn jalan tenang. Masjid Jami Kerajaan Sintang yg berlokasi di Kampung Kapuas Hilir, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ini, memang bersahabat sekali keterkaitannya dgn kemajuan umat Islam lokal. Bahkan, seringkali ia menjadi saksi bisu perjuangan kaum muslimin dlm menyebarkan agama Islam, yg penuh tantangan.
Usia masjid ini pun akrab kaitannya dgn sejarah perjalanan Kerajaan Sintang. Menurut sejarah, pada pertengahan kurun ke-17, Kerajaan Sintang diperintah oleh seorang raja bernama Pangeran Agung. Ia ialah keturunan Raja Sintang yg ke-17. Pada masa itu, efek agama Budha sungguh besar lengan berkuasa di kelompok raja-raja. Maka, Pangeran Agung pun menganut agama Budha.
Akan namun, imbas Kerajaan Kutai—diketahui sebagai Kerajaan Islam—dari hari ke hari semakin menawarkan kebesarannya sebagai kerajaan yg rajanya memeluk Islam. Maka, acara untuk lebih mengembangkan agama Islam setiap dikala senantiasa menjadi anggapan para juru dakwah dr Kerajaan Kutai.
Karena itu, tatkala dua orang mubalig, yaitu Muhammad Saman dr Banjar & Encik Somad dr Serawak, tiba ke Sintang untuk memberikan aliran-fatwa Islam, dgn kepiawaian dua orang dai tersebut, Pangeran Agung kesudahannya memeluk Islam.
Bagai gayung bersambut, dgn masuk Islamnya Pangeran Agung maka proses sosialisasi Islam di tempat Sintang tak banyak mengalami kendala yg memiliki arti. Pada masa itu, kegiatan keagamaan (keislaman) dipusatkan di Balai Kerajaan, sebab masjid belum dibangun.
Barulah pada ketika Kerajaan Sintang diperintah oleh Sultan Nata Muhammad Syamsudin (Raja Sintang ke-19) dibangunlah suatu masjid jami pada tanggal 12 Muharam 1083 H, walaupun ukurannya terbilang kecil & sederhana. Namun, sehabis Raja Sintang ke-21, yakni pada masa pemerintahan Sultan Abdurrasyid Muhammad Jamaludin, masjid tersebut direnovasi & diperbesar. Bahkan, masjid ini dijadikan sebagai sentra kesibukan keagamaan di Kerajaan Sintang.
Kemudian, pada masa Kerajaan Sintang diperintah oleh Raden Abdul Bahri Danu Perdana al-Mukaram (1935 M), masjid ini diperbesar dgn dibarengi dua menara yg posisinya di samping kanan & kiri, mengapit bangunan masjid.
Sampai sekarang, selain dipakai untuk kepentingan ibadah, Masjid Jami ini pula tetap menjadi pusat kegiatan dakwah Islam di Kabupaten Sintang. Melalui aktivitas pembinaan kader dakwah, masjid ini telah banyak melahirkan juru dakwah & mubalig yg siap diterjunkan ke daerah pedalaman untuk berbagi syiar Islam pada suku-suku pedalaman yg belum tersentuh dakwah Islam.