Masjid Jami Al Anwar Lampung

Dibangun oleh Keturunan Bugis

masjid jami al anwar lampung

Dalam sejarahnya, suku bangsa Bugis diketahui sebagai pelaut yg ulung & gigih. Selain itu, suku bangsa ini pula diketahui tak berkompromi pada bangsa penjajah. Karena itu, perilaku anti & menentang penjajah terus berkobar pada diri setiap orang Bugis.

Sikap anti-Belanda pula dilaksanakan oleh Muhammad Soleh bin Karaeng, seorang ulama & pejuang dr Kesultanan Bone. Akibat sikapnya itu, Muhammad Soleh menjadi buronan penjajah Belanda. Untuk menyingkir dari kejaran Belanda, ia menyelamatkan diri dgn mengembara ke banyak sekali pelosok Tanah Air. Akhimya, Muhammad Soleh singgah di penggalan selatan Pulau Sumatra, tepatnya di Lampung.

Bersama beberapa orang asal Bugis yang lain, di antaranya Daeng Sawijaya, Tumenggung Mohammad Ali, & Penghulu Besar Kiai Muhammad Said, Muhammad Soleh membangun sebuah surau kecil untuk tempat shalat.

Surau kecil yg dibangun tahun 1839 M itu oleh penduduk se- tempat, nelayan, danpedagang asal Bugis dijadikan tempat ibadah & tempat untuk membina mental spiritual.

Tahun 1883, Gunung Krakatau meletus. Surau yg dijadikan tempat menunjukkan panduan & ilmu tentang Islam itu, dgn datang- tiba hancur berkeping-keping. Selang lima tahun kemudian, yakni 1888 M, sesudah amukan Gunung Krakatau, Daeng Sawijaya melalui musyawarah dgn para saudagar dr Palembang, Banten, & Bugis, diikuti semangat yg tinggi, membangun kembali sarana ibadah itu. Mereka tak lagi mendirikan surau, tetapi langsung mendirikan masjid yg lebih permanen.

Dengan mengacu pada rukun kepercayaan, masjid tersebut ditopang enam tiang setinggi kurang lebih delapan meter tanpa menggunakan semen, melainkan adonan putih telur ayam dgn kapur. Oleh mereka, masjid ini kemudian diberi nama Masjid Al-Anwar, artinya yakni yg bercahaya. Penamaan masjid ini diharapkan menjadi sumber cahaya kehidupan yg mampu menerangi umat.

Markas Pejuang

Cerita heroik kaum pejuang kemerdekaan rakyat Lampung itu, sekarang mungkin terlalaikan atau hilang dlm ingatan sebagian besar masya- rakat Lampung. Namun, yg niscaya bahwa Masjid Al-Anwar menjadi saksi bisu dlm sejarah pergerakan rakyat Lampung tak mungkin tergilas oleh pertumbuhan zaman.

Sejak permulaan berdirinya, Masjid Al-Anwar selalu menjadi tempat mengatur seni manajemen usaha. Pertemuan antarpejuang & ulama serta penduduk kerap berjalan di masjid seusai shalat atau pengajian.

Perjuangan yangberbasis di masjid ini terdiri atas sejumlah tokoh & ulama. Di antaranya Haji Alamsyah Ratu Prawiranegara, Kapteri Subroto, Kiai Haji Nawawi, & Kiai Haji Thoha (keduanya ulama asal Palembang).

Ulama, pejuang, & penduduk pundak-membahu mempertahan- kan Tanah Air yg dikenal dgn Bumi Rui Jurai dr cengkeraman penjajah Belanda. Perjuangan yg berlandaskan agama ini terus berkobar hingga Indonesia merdeka.

Masjid Tua

Masjid yg berdiri pada abad ke-18 ini oleh pemerintah kawasan Lampung melalui Kantor Wilayah Departemen Agama Lampung di- menetapkan selaku masjid tertua & bersejarah di Bandar Lampung. Penetapan itu tertuang dlm SK No.: Wh/2/SK/147/1997.

Masjid Al-Anwar yg masih kokoh itu pula menyimpan Al- Qur’an & 700 buku-buku ajaran agama Islam berusia 150 tahun. Sebagian dr kumpulan buku fatwa agama Islam itu tak ada di kawasan lain. Buktinya, tatkala ada seseorang dr Malaysia mencari salah satu buku langka ihwal ajaran Islam, ia menemukannya di perpustakaan masjid itu.

Para pendirinya, seperti Tumenggimg Muhammad Ali & Penghulu Besar Kiai Muhammad Said yg wafat sebelum zaman kemerdekaan, dimakamkan di Pemakaman Gunung Kunyit, Jalan Yos Sudarso Telukbetung.

Masjid yg berdiri di atas lahan seluas 6.500 meter ini telah mengalami dua kali renovasi, yakni tahun 1962 & 1997. Semula masjid ini hanya mampu menampung 300-400 jamaah. Tahun 1962 masjid diperluas dgn komplemen serambi selatan, utara, & timur. Kini, mampu menampung 1.500 sampai 2.000jamaah. Terakhir, renovasi masjid ini dibutuhkan dana sekitar Rp400 juta.

  Masjid Agung Darussalam

Renovasi masjid ini diharapkan oleh pengurus yayasan mampu menjadi realita, alasannya Masjid Al-Anwar yg berusia bau tanah & bemilai sejarah mampu dijadikan barometer penegakan fatwa Islam di Bandar lampung.