Masjid Gang Bengkok Medan

Bukti Kerukunan Umat Beragama

masjid gang bengkok medan

Jika tanpa menara di sampingnya, barangkali Anda akan menyangk bangunan yg berlokasi di Gang Bengkok, Medan, ini yaitu sebual klenteng (tempat sembahyang orang Cina). Sepintas, kesan kecinaanny, amat menonjol. Apalagi kalau Anda perhatikan bentuk atapnya yanj agak berundak & agak melengkung. Tetapi, bantu-membantu inil sebuah masjid jami yg merupakan saksi bisu terjadinya sebuah pro akulturasi atau perpaduan budaya dengan-cara hening.

Medan selaku ibu kota Provinsi Sumatra Utara, merupakan kota paling besar di Sumatra. Sejak masih berkuasanya beberapa kerajaan Melayu sampai masuknya penjajah Belanda, kota Medan telah menjadi sentra pemerintahan & jual beli. Oleh karenanya, hampir semua suku bangsa di Nusantara & beberapa sukubangsa Timur Jauh (Cina, Arab, & India) berkumpul di tempat ini.

Latar belakang agama & budaya penduduknya yg amat bermacam-macam sering manjadikan kota Medan sebagai ajang pertentangan. Tidak tercatat berapa kali terjadi kerusuhan etnik & rasial di kota ini pada masa penjajahan Belanda. Tetapi, memang begitulah risiko suatu kota bandar (pelabuhan) dgn kompetisi hidup yg amat ketat.

Adalah Datok Haji Mohammad Adi, seorang pemuka Suku Melayu, tergerak untuk menjembatani pertentangan antaretnik/ras, khususnya yg melibatkan orang Melayu dgn orang-orang Cina. Atas musyawarah kedua belah pihak, disepakati untuk membangun sebuah masjid sebagai monumen bersejarah. Monumen yg akan menjadi simbol kerukunan umat beragama.

Tentu itu bukan bermaksud untuk melaksanakan suatu sinkretisme -arena bangunan itu cuma diperuntukan sebagai daerah ibadah kaum muslimin. Yang masih boleh dilakukan yaitu menggabungkan kedua budaya tadi: Melayu & Cina dlm segi arsitektur. Dalam hal ini arsitektur masjid.

  Masjid Agung Al Barkah

Maka, selaku pemuka orang melayu, Datok Haji Muhammad Adi mewakafkan sebidang tanahnya seluas 1600 meter persegi (40 m x 40 m) selaku lokasi bangunan masjid. Sedangkan mengenai pembiayaan, seorang Tionghoa kaya nonmuslim yg bemama Cong A Fie telah memenuhi untuk menanggulanginya.

Atas akad kedua pihak, pada tahun 1888 M dimulailah peletakanbatu pertama pembangunan masjid ini. Tidak hingga setahun, selesailah pekerjaan “proyek kerukunan umat beragama ini”. Sedang¬kan, masjid itu berskala 20 m x 20 m. Kedua pihak merasa puas karena aspirasinya cukup terwakili.

Orang Melayu yg notabene kaum muslimin merasa puas karena mereka telah menerima pengganti masjid yg lebih luas & terbilang mewah untuk ukuran waktu itu. Sedangkan, orang-orang Cina ju merasa puas sebab dgn arsitektur masjid yg didominasi arsitek Cina itu menandakan bahwa mereka pun memiliki saham dal proses membuat kerukunan umat beragama, khususnya di kota Medan.

Entah mengapa, masjid ini tidak punya nama mirip umumnjj masjid-masjid lain. Masyarakat cukup menyebutnya Masjid Jami Gang Bengkok, dinisbatkan pada nama jalannya