Masjid Datuk Abulung Martapura

Dibangun Sebagai Bukti Penyesalan

masjid datuk abulung 1

Masjid kuno yg terletak di Desa Sungai Batang, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, sekitar 25 km dr Banjarmasin ini, merupakan salah satu masjid yg paling banyak dikunjungi kaum muslimin.

Masjid yg usianya diperkirakan 200 tahun, dengan-cara tertulis memang susah dilacak, tetapi masyarakat tahu betul tentang kisah Datuk Abulung yg nama lengkapnya yaitu Syekh Abdul Hamid Abulung, salah satu tokoh agama Islam & hebat sufi yg pandai mengajarkan ilmu tasawuf.

Muridnya banyak, tetapi berdasarkan kisah dr ekspresi ke mulut & ini dibenarkan oleh penjaga makam Datuk Abulung yg lokasinya tak terlalu jauh dr lokasi masjid bahwa Datuk Abulung selain cerdik mengajar ilmu agama, utamanya ilmu tasawuf pula diketahui selaku “orang teguh”, orang besar lengan berkuasa yg tahan bacokan atau serbuan ilmu hitam.

Masih berdasarkan kisah dr mulut ke ekspresi, alasannya kehebatan sang sufi inilah menciptakan Raja Banjar kurang berkenan di hati. Namun, tatkala didesak siapa Raja Banjar itu maka mereka yg memberikan tak mampu menjawabnya.

Ketidaksenangan Raja Banjar tersebut dilatarbelakangi adanya sangka buruk ihwal ajaran sang wali yg dinilai menyesatkan masyarakat. Oleh karena itu, sambung cerita dr lisan ke ekspresi tersebut, raja telah memerintahkan pengawalnya untuk membunuh sang wali. Namun, usahanya selalu gagal lantaran sang wali mempunyai “ilmu teguh”.

Pada alhasil sang wali tahu kalau dirinya tak disenangi oleh raja maka dgn ketulusan hatinya datanglah sang wali menghadap raja, menyerahkan diri & siap untuk ditombak.

Sebelum para algojo melakukan “hukuman” kepada sang wali, tokoh sufi pada zaman ini sempat berucap, kalau nanti mati & darahnya berbau busuk maka ajarannya salah & tak perlu disertai lagi. Namun sebaliknya, jikalau darahnya berbau harum maka fatwa sang wali yakni benar.

  Masjid Air Mata Kupang

Konon, sesudah itu dilakukanlah “hukuman” dgn tombak yg dilaksanakan oleh para algojo raja. Ternyata darah sang wali berbau harum, bahkan darah segarnya membentuk karakter Allah.

Saat itulah raja menjadi sadar & menyesali dirinya sudah berbuat salah. Untuk itu, dlm rangka menebus dosa yg dilaksanakan, raja membangun suatu masjid di Desa Sei. Batang yg ketika ini dikenal selaku Masjid Jami Syekh Abdul Hamid Abulung atau masyarakat menyebutnya Masjid Datuk Abulung.

Makamnya pula ditempatkan di seberang sungai, tak jauh dr masjid. Oleh karena itu, para peziarah biasanya selalu mendatangi makam, kemudian melaksanakan shalat di Masjid Datuk Abulung. Tentang rentetan kisah di atas, hingga sekarang belum ada generasi muda yg melaksanakan observasi benar atau tidaknya. Wallahu a’lam bish-shawab.