Rumah Ibadah Sekaligus Cagar Budaya
Masjid Agung Brebes, Jawa Tengah, yg berada di sebelah barat alun-alun kota Brebes adalah masjid terbesar, bersejarah, & termegah di kota penghasil bawang merah tersebut. Masjid ini dibangun tahun 1836 pada zaman Bupati Raden Adipati Arya Singasari Pranatayuda 1 (Kyai Sura).
Bentuk masjid yg ada ketika ini telah direnovasi beberapa kali, antara lain pada tahun 1933,1979, & 2007. Namun, rangkaian renovasi itu tetap mempertahankan bangunan orisinil yg bergaya arsitektur Jawa kuno dgn kubah berbentuk limas. Usaha menjaga bentuk orisinil ini pula alasannya bangunan masjid telah menjadi cagar budaya.
Renovasi pertama pada tahun 1932- 1933 dikerjakan alasannya adalah bangunan kerap terkena luapan air dr Sungai Pemali. Kala itu masjid sempat diratakan & dibangun kembali di atas tanah seluas 666 m2. Pondasi masjid ditinggikan 1 m2 & kayu jati diseleksi selaku penopangnya.
Selain renovasi besar-besaran itu, sejarah Masjid Agung Brebes ini tak mampu dilepaskan dr sejarah bedug kembar yg pernah ada di dlm masjid tersebut. Menurut riwayat yg dapat dipercaya, bedug tersebut berasal dr kayu sawo raksasa yg diambil dr suatu desa di tepi pantai. Kayu sawo tersebut berjajar dua sehingga desa itu dinamakan Sawojajar. Sekarang bedug itu tinggal satu, sebab bedug yg satu lagi telah disumbangkan untuk suatu masjid di tempat Jatibarang.
Gaya arsitektur Masjid Agung ini merupakan variasi antara gaya arsitektur Masjid Persia & setempat Brebes. Bahan material granit untuk pintu masuk didatangkan khusus dr Italia. Sementara itu, lantai & lapisan pilar menggunakan marmer dr Makassar & Tulungagung.
Selain bentuk joglo, yg dipertahankan oleh masjid hasil renovasi terakhir pada 2007 kemudian itu ialah bentuk mimbar, mihrab, & mastaka atau hiasan yg ditaruh di atas kubah masjid. Bagian sisi kanan & kiri dinding yg ditinggikan sebanyak 1 m2.
Masjid Agung Brebes terletak di antara Pendopo Kabupaten & alun- alun. Adapun di sebelah timur pendopo terdapat lembaga pemasyarakatan. Hal ini mengandung falsafah tinggi, utamanya bagi umat Islam di Jawa.
Peraturan kehidupan bermasyarakat (kehidupan dunia) dilambangkan oleh Pendopo Kabupaten sebagai pusat pemerintahan. Keberadaan masjid melambangkan bahwa insan harus bertakwa untuk meraih kebahagiaan di dunia & akhirat. Selalu mengingat Allah & beribadah terhadap-Nya. Keberadaan forum pemasyarakatan ialah pelambang bahwa ada kalanya insan berbuat gegabah sehingga melanggar aturan & aturan yg berlaku. Lembaga pemasyarakatan pula merupakan simbol wahana bagi orang yg ceroboh akibat terkena bujukan setan.
Alun-alun yg luas membentang di hadapan masjid & Pendopo Kabupaten memiliki arti bahwa untuk meraih kehidupan dunia & alam baka yg bahagia, manusia mesti berpandangan luas & menatap ke depan, menyongsong kehidupan yg akan datang.