Makam Purwo Suci Kedinding

 Kabupaten Blora pada abad lampau ialah salah satu kawasan kekusasaan Kesultanan Pajang yang terletak di bab timur dari monarki tersebut. Di sudut paling timur dari Kabupaten Blora terdapat salah satu kadipaten paling dinamis di Kaesultanan Pajang periode itu, Kadipaten Jipang Panolan.

Kadipaten Jipang Panolan dikatakan dinamis alasannya adalah situasi jual beli dan pemerintahan di Kadipaten Jipang Panolan sendiri dipengaruhi oleh mengalirnya Sungai Bengawan Solo di sebelah timur kadipaten tersebut.

Selain itu, aroma perlawanan juga besar lengan berkuasa mengenang alasannya Adipati Jipang Panolan ialah Arya Penangsang, Putra Pangeran Sekar. Pangeran Sekar sendiri adalah Putra Kesultanan Demak yang dibunuh oleh penerus Sultan Trenggana (Sultan Demak) yang bernama Sunan Prawoto. Peristiwa pembunuhan Pangeran Sekar inilah yang membuat korelasi Pajang selaku penerus Kesultanan Demak dengan Jipang Panolan sarat dengan ketegangan. Mengahadapi kesempatanpemberontakan Kadipaten Jipang Panolan yang dapat meletus ketika – waktu,

Kesultanan Pajang melakukan kunjungan langsung ke daerah Kadipaten Jipang Panolan untuk meredam suasana tersebut. Dalam kunjungan “ tidak resmi “ tersebut utusan Pajang yang dipimpin oleh Sultan Pajang sendiri memilih daerah Kedinding – Kedungtuban sebagai daerah singgah.

Makam Pirwo Suci

Makam Purwo Suci Kedungtuban terletak di dukuh Kedinding Desa Ngarho kecamatan Kedungtuban + 43 Km kearah tenggara dari kota Blora, gampang dijangkau kendaraan roda dua ataupun roda empat hingga kejalan desa, serta jalan kaki sambil menikmati pemandangan alam untuk meraih ke makam + 500 m alasannya letaknya berada di puncak perbukitan dengan luas areal + 49 m2.

Menurut berita atau cerita dari masyarakat setempat, makam Purwo Suci yakni makam seorang Adipati Panolan sehabis Ario Penangsang berjulukan Pangeran Adipati Noto Wijoyo. Didalam halaman tersebut juga terdapat makam Nyai Tumenggung Noto Wijoyo.

  Kala Depan Teknologi Gosip

Karena jasa-jasanya yang hingga ketika ini masih dikunjungi masyarakat untuk tujuan tertentu bahkan pernah dipugar oleh Bupati Blora RT Tjakranegara II yang berkuasa pada 1857-1886, pada tahun 1864 dengan memakai sandi sengkolo, Karenya Guna Saliro Aji (1864) menurut kisah yang panjang makam ini cocok dikunjungi turis yang bahagia olah roso dan olah kebatinan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.