BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 wacana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) diterangkan bahwa Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan menangkal terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi penyusunan rencana, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Pada asasnya penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia didasarkan pada asas tanggung jawab Negara, asas berkelanjutan dan asas faedah yang bertujuan untuk merealisasikan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan penduduk Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa. Asas-asas ini kemudian berubah menjadi 14 asas pada UUPPLH yang meliputi tanggung jawab negara; kelestarian dan keberlanjutan; keharmonisan dan keseimbangan; keterpaduan; manfaat; kehati-hatian; keadilan; ekoregion; keragaman hayati; pencemar mengeluarkan uang; partisipatif; kearifan lokal; tata kelola pemerintahan yang baik; dan otonomi daerah
Persoalan pengelolaan lingkungan hidup, (hak dan kewajiban) bukan semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah. Keterlibatan (tugas serta) pihak swasta dan masyarakat juga sangat penting artinya dalam melaksanakan budi pengelolaan lingkungan hidup. Sebab setiap orang d a l a m h a l i n i memiliki hak dan kewajiban berperan serta yang serupa dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Berbagai instrumen peraturan memperlihatkan jaminan terhadap hak dan kewajiban untuk turut berperan serta.
Dalam pengelolaan lingkungan tersebut. Terutama dalam hal ini adalah, menaruh tugas serta penduduk (partisipasi) sabagai bagian dari hak atas lingkungan (turunan dari HAM), yang dengan demikian seharusnya berimplikasi pada adanya jaminan-jaminan hukum kepada pelaksanaannya.
Secara umum pengelolaan lingkungan yang mencakup perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum, lebih menonjolkan negara/pemerintah selaku pemegang hak(wewenang), pelaksana sekaligus penanggung jawab, akan tetapi dalam tataran pelaksanaannya, eksistensi masyarakat tak dapat dipinggirkan. Sangat terang, bahwa resiko-resiko yang muncul balasan tata kelola lingkungan hidup, justru lebih dirasakan oleh penduduk (kecil).
Dalam istilah lain adalah pengaruh negatif dari pengelolaan lingkungan hidup hanya dirasakan oleh masyarakat, dalam aneka macam faktor dan bentuknya. Sehingga menjadi satu permakluman kiranya bila para pemerhati lingkungan mengenal kalimat “dari menjadi korban pencemaran dan kerusakan lingkungan menjadi korban hukum” – bahkan korban nyawa.
Masyarakat merupakan salah salah bagian penting yang akan kuat terhadap tegaknya negara dan tercapainya tujuan nasional. Oleh alasannya itu, dalam diri penduduk harus berkembang sebuah kesadaran akan keberadaannya sehingga timbul hasrat untuk turut serta bersama pemerintah dalam membangun negara. Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan oleh seorang warga penduduk yakni dengan berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan pembangunan di daerahnya.
Kenyataan tersebut secara sederhana dapatlah dijadikan pegangan bahwa, keterlibatan masyarakat secara umum dalam kerangka pengelolaan lingkungan hidup justru menjadi kunci sentral, dan tidak dapat dihindari begitu saja, apalagi mengingat faktor-aspek dasar pengelolaan (asas, hak dan tujuan) menghendaki datangnya kesejahteraan/kesejahteraan bagi segenap penduduk .
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan persoalan dalam makalah ini ini adalah:
1. Bagaimana Peran Masyarakat dalam Perundang-usul dalam pelestarian Lingkungan Hidup?
2. Apa saja bentuk Peran Masyarakat dalam Perundang-seruan dalam pelestarian Lingkungan Hidup?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu:
1. Memahami dan menjelaskan Peran Masyarakat dalam Perundang-permintaan dalam pelestarian Lingkungan Hidup.
2. Memahami dan menerangkan bentuk Peran Masyarakat dalam Perundang-ajakan dalam pelestarian Lingkungan Hidup.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran Serta Masyarakat Secara Umum
Peran serta penduduk memiliki makna yang amat luas, dalam bahasan ini tugas serta penduduk senantiasa dikaitkan dengan partisipasi, yang oleh beberapa kelompok diartikan selaku sesuatu yang pada hakekatnya bertitik tolak dari perilaku dan perilaku meski batasannya tidak terang, akan tetapi gampang dicicipi, dihayati dan diamalkan tetapi sulit untuk dirumuskan.
Peran Serta penduduk atau partisipasi dapat diartikan selaku keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam suasana tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang mampu ikut serta jika ia mendapatkan dirinya dengan atau dalam kelompok, lewat berbagai proses menyebarkan dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bareng .
Partisipasi penduduk mampu pula diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di penduduk , penyeleksian dan pengambilan keputusan wacana alternatif penyelesaian untuk menangani persoalan, pelaksanaan upaya menanggulangi problem, dan keterlibatan masyarakat dalam proses menganalisa pergantian yang terjadi.
Secara sederhana partisipasi penduduk dapat pula diartikan selaku upaya bersiklus untuk melibatkan penduduk dalam proses pengerjaan kebijakan dan pengambilan keputusan. Partisipasi juga mampu diartikan selaku suatu proses dimana pihak yang hendak mendapatkan pengaruh (faktual dan/atau negatif) ikut mensugesti arah dan pelaksanaan kegiatan, dan tidak cuma mendapatkan akibatnya. Dengan demikian partisipasi ialah sebuah aktifitas yang melibatkan semua faktor, proses aktif dan inisiatif yang diwujudkan sebagai kegiatan aktual meliputi kemauan, kesanggupan dan adanya kesempatan untuk turut serta (berpartisipasi).
Dalam hal tersebut di atas tugas serta/partisipasi selaku sebuah upaya bekerjsama memberikan adanya dua pihak. Pihak pertama yakni warga atau kalangan penduduk yang mempunyai kemauan dan kemampuan (terkait hak dan kewajiban) berhadapan dengan adanya pihak luar (negara/pemerintah) yang membuka dan menawarkan peluang kepada masyarakat, baik selaku kelompok maupun sebagai orang perseorangan.
Peran serta/partisipasi di satu segi tidak akan terjadi jika cuma sekedar mengandalkan kemauan tanpa adanya peluang yang diberikan oleh penyelenggara negara/pemerintah (berikut perlindungannya), karena hal ini akan menjinjing (sedikit banyaknya) konsekuensi aturan terkait legal tidaknya upaya- upaya tersebut. Sementara di segi lain, kebijakan-kebijakan pemerintah akan sukar berlangsung optimal (jikalau tidak ingin dibilang mustahil) kalau tidak ada kemauan dan kemampuan masyarakat pada umumnya.
Dengan demikian hal-hal yang disebutkan sebagai peran serta/partisipasi masyarakat tidak akan pernah terjadi. Bahwa tujuan final dari proses pembangunan sudah menempatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagai indikator utamanya, maka yakni sebuah kewajiban logis bagi pemerintah untuk membuka potensi /melibatkan terhadap masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam mewujudkan tujuan tersebut, karena dalam hal ini tidak ada yang lebih mengetahui makna kemakmuran penduduk terkecuali masyarakat itu sendiri.
Sebegitu pentingnya melibatkan segenap bagian termasuk keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan, dapat disimak dari pandangan Conyers selaku berikut:
1. Partisipasi masyarakat ialah sebuah alat guna memperoleh berita mengenai keadaan, keperluan, dan sikap penduduk setempat, yang tanpa kehadirannya acara pembangunan serta proyek-proyek akan gagal;
2. Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jikalau merasa dilibatkan dalam proses antisipasi dan perencanaannya, alasannya adalah mereka akan lebih mengenali seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa mempunyai kepada proyek tersebut;
3. Bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila penduduk dilibatkan dalam pembangunan penduduk mereka sendiri.
Terkait pada hal tersebut di atas, maka partisipasi mencakup 6 (enam) Pengertian, yaitu :
1. Partisipasi ialah donasi sukarela dari masyarakat terhadap proyek tanpa berpartisipasi dalam pengambilan keputusan;
2. Partisipasi ialah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk mengembangkan kemauan menerima dan kesanggupan untuk merespon proyek-proyek pembangunan;
3. Partisipasi ialah keterlibatan sukarela oleh penduduk dalam pergantian yang ditentukannya sendiri;
4. Partisipasi ialah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau golongan yang terkait, mengambil inisiatif dan memakai kebebasannya untuk melakukan hal itu;
5. Partisipasi yakni pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan antisipasi, pelaksanaan, monitoring proyek, supaya supaya menemukan isu tentang konteks lokal, dan dampak-imbas sosial;
6. Partisipasi adalah keterlibatan penduduk dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.
Berdasarkan pemaparan di atas , dapat dibentuk kesimpulan bahwa partisipasi yaitu keterlibatan aktif dari seseorang, atau sekelompok orang (penduduk ) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring hingga pada tahap evaluasi.
B. Peran Serta Masyarakat Berdasarkan Undang-Undang Lingkungan Hidup
Pada hakikatnya, keseriusan dalam mengetahui problem lingkungan menuntut adanya akad yang besar lengan berkuasa dari banyak sekali pihak, termasuk penduduk dalam mematuhi dan mentaati berbagai instrumen kebijakan dan ketentuan formal. Penyelenggara negara dalam hal ini, mempunyai integritas dan dapat dipercaya yang menjadi dasar langkah-langkah dalam pengelolaan lingkungan hidup untuk tercapainya tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungan. Sementara, keterlibatan (peran serta) masyarakat justru menjadi penting untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya persoalan lingkungan, dalam artian terjaganya moralitas dan kesadaran masyarakat terkait pengelolaan lingkungan, menjadi penting agar hukum tersebut tidak terlanggar.
Peran dan partisipasi masyarakat dalam banyak sekali sektor publik telah banyak diakomodir dalam banyak sekali kebijakan publik di negeri ini. Sejak pengesahan partisipasi penduduk dalam perumusan kebijakan publik diakomodir dalam Pasal 53 UU No. 10/2004 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan, maka banyak UU yang lahir setelah itu yang menampung klausul khusus yang mengontrol tentang partisipasi penduduk , tergolong UU No. 32/2009 ihwal Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)
Secara umum bentuk partisipasi penduduk mampu dibedakan menjadi macam, yaitu partisipasi dalam:
1. Tahap pembuatan keputusan. Dalam hal ini, semenjak awal masyarakat telah dilibatkan dalam proses perencanaan dan perancangan kegiatan serta dalam pengambilan keputusan atas rencana yang mau dilaksanakan.
2. Tahap implementasi. Keterlibatan penduduk juga diupayakan pada tahap pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian, masyarakat dapat mengatur bagaimana aktivitas dikerjakan di lapangan.
3. Tahap evaluasi. Evaluasi secara periodik lazimnya dilaksanakan pada tahap pelaksanaan dan pada simpulan pelaksanaan acara.
4. Partisipasi untuk menemukan faedah suatu acara.
Sementara itu, berdasarkan sifatnya tugas serta penduduk dalam proses pengambilan keputusan berkaitan dengan lingkungan dibedakan menjadi dua adalah :
1. Konsultatif.
Pola partisipati yang bersifat konsultatif ini lazimnya dimanfaatkan oleh pengambilan kebijakan selaku suatu taktik untuk menerima dukungan masyarakat (public support). Dalam pendekatan yang bersifat konsultatif ini meskipun anggota penduduk yang berkepentingan mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan hak untuk diberitahu, tetapi keputusan akhir tetap ada ditangan kalangan pembuat keputusan tersebut (pemrakarsa). Pendapat penduduk di sini bukanlah merupakan aspek penentu dalam pengambilan keputusan. Selain selaku seni manajemen menemukan sumbangan dan legitimasi publik.
2. Kemitraan.
Pendekatan partisipatif yang bersifat kemitraan lebih menghargai masyarakat lokal dengan memperlihatkan kedudukan atau posisi yang sama dengan kalangan pengambil keputusan. Karena diposisikan sebagai kawan, kedua golongan yang berlawanan kepentingan tersebut membahas dilema, mencari alternatif pemecahan problem dan membuat keputusan secara tolong-menolong. Dengan demikian keputusan bukan lagi menjadi monompoli pihak pemerintah dan usahawan, tetapi ada bareng dengan penduduk .
Lothar Gundling mengemukakan dasar-dasar bagi peran serta masyarakat selaku berikut :
1. Memberi info kepada pemerintah.
Hal ini akan memperbesar dan memberikan wawasan khusus tentang persoalan lingkungan. Lebih jauh lagi, pemerintah mampu mengetahui adanya
2. Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan.
Setiap warga masyarakat yang memperoleh potensi berperan serta dalam pengambilan keputusan akan cendrung untuk menawarkan kesediaannya untuk menerima dan menyesuaikan diri dengan keputusan tersebut, dan akan meminimalkan kemungkinan timbulnya kontradiksi.
3. Membantu pertolongan hukum.
Jika keputusan diambil dengan memperhatikan berbagai keberatan yang timbul, maka kemungkinan untuk menuntaskan sebuah perkara lingkungan ke pengadilan menjadi menyusut.
4. Mendemokratisasikan pengambilan keputusan.
Satu pertimbangan menyatakan bahwa, tugas serta masyarakat dalam hal ini terkait dengan sistem perwakilan. oleh alasannya itu hak untuk melakukan kekuasaan ada pada wakil rakyat yang diseleksi oleh rakyat.
5. Wewenang pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam negara kemakmuran, maka pemerintah turut campur tangan pada segenap kegiatan penduduk , oleh karena itu masuk akal jikalau SDA dikuasai oleh negara dan pengaturannya diputuskan oleh negara.
Pemberian dan penyampaian info tersebut di atas (abjad a), terkait pada perlindungan gosip dua arah yaitu antara pemerintah dan masyarakat. Berdasar pada Pasal 5 ayat (2) yang menyatakan hak atas informasi lingkungan hidup berdampingan dengan ketentuan Pasal 6 (ayat 2) yang meletakkan keharusan pada penduduk untuk memperlihatkan gosip yang benar dan akurat terkait pengelolaan lingkungan.
Koesnadi Hardjasoemantri merumuskan syarat-syarat semoga partisipasi penduduk menjadi efektif dan berdaya guna, sebagai berikut:
1. Pemastian penerimaan gosip dengan mengharuskan pemrakarsa kegiatan mengumumkan planning kegiatannya;
2. Informasi lintas batas (transfrontier information); mengingat problem lingkungan tidak mengenal batas daerah yang dibentuk insan
3. Informasi tepat waktu (timely information); sebuah proses peran serta penduduk yang efektif memerlukan berita sedini dan seteliti mungkin, sebelum keputusan terakhir diambil sehingga masih ada potensi untuk memikirkan dan mengusulkan alternatif-alternatif pilihan;
4. Informasi yang lengkap dan menyeluruh (comprehensive information); dan
5. Informasi yang mampu dimengerti (comprehensible information).
C. Partisipasi Masyarakat Berdasarkan UU PPLH 2009
Sebelumnya, pengaturan mengenai partisipasi/ peran serta masyarakat di atur berdasarkan UUPLH No. 23 tahun 1997, baik yang secara jelas menyebutkan “tugas” maupun dengan kalimat lain yang terkait dan dapat difahami sebagai suatu bentuk tugas serta, misalnya dengan kalimat “menawarkan informasi, menyampaikan pertimbangan dll”.
Berperan serta (public participation) dalam UUPLH ialah rangkaian hak dan kewajiban warga masyarakat yang sekaligus ialah bentuk penghormatan kepada masyarakat. Secara tegas Pasal 5 ayat (3) yang dalam penjelasannya menyatakan bahwa yang di maksud dengan tugas mencakup tugas dalam proses pengambilan keputusan, maupun dengar usulan yang dikerjakan dengan prinsip keterbukaan. Juga pada Pasal 6 ayat yang mengatur wacana peran masyarakat dalam memperlihatkan gosip yang benar dan akurat dalam pengelolaan Lingkungan Hidup.
Selanjutnya Psl 7 (1 dan 2), menawarkan kesempatan yang luas untuk berperan serta dalam pengelolaan LH, yang dikerjakan dengan cara :
a. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan penduduk dan kemitraan;
b. Menumbuh kembangkan kesanggupan dan kepeloporan masyarakat;
c. Menumbuhkan ketanggap segeraan masyarakat untuk melaksanakan pengawasan sosial;
d. Memberikan rekomendasi pertimbangan ;
e. Menyampaikan informasi dan/atau memberikan laporan.
Pengaturan hak dan kewajiban berperan serta tersebut di atas oleh Sundari dianggap masih memerlukan klasifikasi lebih lanjut, melalui kanal-saluran dan fasilitas hukum, utamanya tentang tata laksana peran serta penduduk yang dikenal dengan istilah ”public participation”. Alasan yang coba diketengahkan adalah, adanya kegelisahan kepada asas keterbukaan dan peran serta penduduk , terkait kondisi masyarakat yang belum cukup “sampaumur” untuk diberi fleksibilitas memberikan usulan, disamping bentuk peran serta yang paling sesuai bagi masyarakat dalam rangka pengelolaan lingkungan masih memerlukan pengkajian yang lebih mendalam terkait beberapa aspek
Oleh alasannya adalah itu melihat banyaknya persoalan disekitar pemenuhan hak atas lingkungan (tergolong hak berperan serta), yang salah satunya adalah kurangnya jelasnya bentuk bentuk hak atas lingkungan tersebut, maka pada UUPPLH No. 32/2009 ditambahkanlah beberapa hak dasar insan yang dikaitkan dengan lingkungan hidup yakni :
Pasal 65
(1) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkunga hidup, jalan masuk info, saluran partisipasi, dan susukan keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang bagus dan sehat.
(2) Setiap orang berhak mengajukan seruan dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau aktivitas yang diperkirakan dapat menyebabkan dampak kepada lingkungan hidup.
(3) Setiap orang berhak untuk berperan dalam derma dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-seruan.
(4) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akhir praduga pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Lebih jauh lagi, pada UU No. 32/2009, peran masyarakat dalam derma dan pengelolaan lingkungan hidup diatur secara khusus pada Bab XI, Pasal 70. Dalam ayat (1) pasal tersebut dinyatakan bahwa masyarakat memiliki hak dan peluang yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam derma dan pengelolaan lingkungan hidup. Bentuk-bentuk tugas serta tersebut dikelola dalam ayat (2) berbentukpengawasan sosial; pemberian nasehat, usulan, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau penyampaian berita dan/atau laporan. Sementara tujuan tugas penduduk itu sesuai ayat (3) untuk: memajukan kepedulian dalam bantuan dan pengelolaan lingkungan hidup; meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; menumbuhkembangkan kesanggupan dan kepeloporan masyarakat; menumbuhkembangkan ketanggap-segeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan membuatkan dan mempertahankan budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Selain Pasal 70 yang mengendalikan tentang partisipasi masyarakat, pada Pasal 18 juga mengakui pelibatan masyarakat dalam pengerjaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Tata cara penyelenggaraan KLHS yang melibatkan partisipasi penduduk kemudian akan dikontrol dalam Peraturan Pemerintah (PP). Penegasan Pasal 18 lalu disebutkan dalam bagian klarifikasi kepada Pasal 70 abjad (b) tentang bantuan rekomendasi dan pendapat masyarakat dalam ketentuan No. 32/2009 tergolong dalam penyusunan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) dan amdal.
Penyusunan dokumen Amdal yang melibatkan partisipasi masyarakat juga disebutkan dalam Pasal 26. Dalam pasal yang terbagi atas 4 ayat tersebut menyebutkan bahwa dokumen amdal disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat (ayat 1). Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip sumbangan info yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum acara dilaksanakan. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: masyarakat yang terkena dampak; pemerhati lingkungan hidup; dan/atau yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mampu mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.
D. Bentuk Program Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengelolaan Lingkungan Buatan Tujuan program ini yaitu memajukan pengelolaan kawasan Lingkungan yang menjadi ruang bagi aktivitas sosial ekonomi penduduk sehingga tidak mengakibatkan penurunan kualitas Lingkungan, terutama pada Lingkungan perkotaan, Lingkungan perumahan dan lahan-lahan budidaya. Kegiatannya mencakup: penanganan penurunan mutu lahan Lingkungan perkotaan dan Lingkungan perumahan dan lahan-lahan budidaya.
Pengelolaan Lingkungan Sosial Tujuan acara ini ialah menggabungkan dan mesinergikan dimensi ekonomi, sosial budaya dan Lingkungan dalam acara pembangunan, dengan sasaran keterpaduan daya dukung Lingkungan alam, daya tampung Lingkungan produksi dan daya dukung Lingkungan sosial. Kegiatannya meliputi: (1) kenaikan kemitraan pengelolaan Lingkungan; (2) kenaikan kesadaran masyarakat; (3) mediasi solusi dilema.
Pengendalian Pencemaran Lingkungan Tujuan acara ini yaitu kenaikan pengendalian pencemaran Lingkungan baik secara pribadi maupun tidak eksklusif, khususnya pencemaran udara, limbah padat, limbah cair dan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3). Kegiatannya mencakup: (1) monitoring dan pengendalian kualitas udara, perairan, pembuangan limbah cair, padat dan bahan beracun dan berbahaya (B3); (2) mengembangkan penanganan kasus-masalah pencemaran.
Pengembangan Sistem Informasi Lingkungan Tujuan pembangunan ini yaitu tersedianya data lingkungan yang mudah diakses oleh masyarakat, swasta, dunia usaha dan Dinas/Instansi. Kegiatan program ini berupa pemgembangan sistem info lingkungan yang berkaitan dengan keperluan.
Penegakan Hukum Lingkungan Tujuan program ini yaitu memajukan pengaturan pengelolaan lingkungan hidup, dukungan hukuman yang tegas atas perusak lingkungan Iewat penegakan hukum lingkungan serta sosialisasi atas peraturan-peraturan yang ada. Kegiatannya meliputi: (1) pembuatan peraturanperaturan pengelolaan lingkungan yang berkaitan dengan keperluan; (2) upaya penindakan secara aturan kepada perusak lingkungan dan mempekerjakan pegawanegeri. aneka macam kepentingan yang terkait dengan rencana suatu acara, sehingga outputnya lebih bermutu.
Kebijaksanaan dalam acara-program tersebut di atas apabila dilakukan dengan baik pasti kondisi lingkungan hidup tidak akan seperti sekarang ini, di mana terjadi kerusakan dan pengrusakan. Tidak berjalannya program-program tersebut disebabkan oleh beberapa hal selaku berikut. (a) Implementasi dari desain pembangunan yang berwawasan lingkungan masih belum berjalan sebagaimana yang diperlukan. Indikasi ini terlihat dengan masih banyaknya kerusakan lingkungan dalam intensitas dan keragamannya
Partisipasi aktif masyarakat di bidang lingkungan hidup yang tumbuh cukup umur ini, kalau ditangkap secara nyata akan dapat membantu meringankan beban pemerintah, mirip memperbaiki perumusan kebijakan, memperluas alternatif perencanaan, pilihan investasi, dan keputusan administrasi. Peran masyarakat mampu pula membantu tugas pemerintah dalam perencanaan dan pengawasan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Untuk mewujudkan pengelolaan lingkungan hidup yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan maka diperlukan suatu kebijakan dan penetapan program-program pengelolaan lingkungan hidup yang melibatkan dan demi kemakmuran masyarakat banyak.
Adapun program pendukung dalam pengelolaan lingkungan hidup yakni: (1) Program observasi dan pengembangan lingkungan hidup. (2) Program pelatihan perambah hutan. (3) Program pengembangan gosip lingkungan hidup. (4) Program pembinaan dan pengembangan partisipasi generasi muda dan wanita. (5) Program pelatihan dan pengembangan organisasi lingkungan hidup. (6) Program penerapan dan pengembangan hukum lingkungan.
Program pokok pengelolaan lingkungan hidup yaitu: 1). Program inventarisasi dan evaluasi sumber daya alam dan lingkungan hidup. 2). Program evakuasi hutan, tanah, dan air. 3). Program rehabilitasi lahan kritis. 4). Program pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup. 5). Program pengendalian pencemaran lingkungan. 6). Program training kawasan pantai. 7). Program pengembangan sumber daya insan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 ihwal Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijabarkan bahwa penggunaan sumber daya alam harus selaras, harmonis, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, planning, dan/ atau program pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melaksanakan pelestarian lingkungan hidup dan merealisasikan tujuan pembangunan berkesinambungan.
Pengelolaan lingkungan hidup yang mencakup pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan berimplikasi pada perlunya dikembangkan banyak sekali perangkat kebijakan dan acara serta aktivitas yang didukung oleh metode penunjang pengelolaan lingkungan yang lain. Sifat keterkaitan (interdependensi) tersebut memberi makna bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk tata cara pendukungnya tidak mampu berdiri sendiri.
Masyarakat (manusia) dengan segala tingkah lakunya, selain sebagai bab dari lingkungan juga ialah penyandang hak dan kewajiban dalam pengelolaan lingkungan. Pada posisi yang strategis ini, keinginan terwujudnya kelestarian (fungsi) lingkungan mampu disematkan pada penduduk — bekerjasama dengan pemerintah. Usaha kearah tersebut terwujud dalam bentuk hak dan keharusan berperan serta yang secara konkret menghendaki adanya perangkat aturan. Perangkat aturan termaksud, termuat baik di dalam UUPLH No. 23 tahun 1997 yang selanjutnya coba dipertegas pada UUPPLH No. 32 tahun 2009, disamping undang-undang sektoral lainnya.
B. Saran
Sebagai warga negara perlunya menjaga serta melestarikan lingkungan hidup dan terlibat aktif dalam rangka menegakkan aturan UU sehingga tercipta lingkungan yang asri serta memberi faedah bagi penduduk
DAFTAR PUSTAKA
Ach. Wazir Ws., et al., ed. 1999. Panduan Penguatan Menejemen Lembaga Swadaya Masyarakat. Jakarta: Indonesia HIV/AIDS
Britha Mikkelsen, 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan: suatu buku pegangan bagi para praktisi lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Diana Conyers, 1991. Perencanaan Sosial di Dunia ketiga. Yogyakarta: UGM Press
Isbandi Rukminto Adi, 2007. Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju Penerapan. Jakarta:FISIP UI Press
Koesnadi Hardjasoemantri, 2002. Hukum Tata Lingkungan, Ed ketujuh Jokjakarta, Gadjah Mada University Press
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 ihwal Pengelolaan Lingkungan Hidup
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 ihwal Pengelolaan Lingkungan Hidup
Siti Sundari Rangkuti, 2000. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, ed. Kedua Surabaya; Airlangga University Press
Supriadi, 2005. Hukum Lingkungan di Indonesia Sebuah Pengantar, Jakarta; Sinar Grafika
Takdir Rahmadi, 2011. Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada