Makalah Pengelolahan Pulau-Pulau Kecil

1 PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi dan dapat dijadikan selaku modal dasar pelaksanaan pembangunan Indonesia di era yang mau tiba. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan tempat konservasi. Pulau-pulau kecil juga memberikan jasa lingkungan yang besar karena keindahan alam yang dimilikinya yang mampu menggerakkan industri pariwisata laut. Dilain pihak, pemanfaatan peluangpulau-pulau kecil masih belum maksimal akhir perhatian dan kebijakan Pemerintah selama ini yang lebih berorientasi ke darat.
Pengembangan daerah pulau-pulau kecil merupakan suatu proses yang mau menjinjing suatu perubahan pada ekosistemnya. Perubahan-pergeseran tersebut akan membawa dampak pada lingkungan. Semakin tinggi intensitas pengelolaan dan pembangunan yang dilaksanakan mempunyai arti semakin tinggi tingkat pemanfaatan sumberdaya, maka kian tinggi pula perubahan-pergeseran lingkungan yang mau terjadi di daerah pulau- pulau kecil. 
Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil menghadapi aneka macam bahaya baik dari aspek ekologi adalah terjadinya penurunan mutu lingkungan, seperti pencemaran, perusakan ekosistem dan penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) maupun dari faktor sosial ialah rendahnya aksesibilitas dan kurangnya penerimaan masyarakat lokal. Oleh karena itu, di dalam mengantisipasi pergantian-pergantian dan ancaman-ancaman tersebut, pengelolaan pulau-pulau kecil mesti dikerjakan secara komprehensif dan terpadu. Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) pengelolaan pulau-pulau kecil diperlukan mampu berfungsi selaku rujukan nasional (national reference) atau ajaran bagi aktivitas lintas sektor baik pusat maupun kawasan dalam berbagi dan mempergunakan pulau-pulau kecil. Sampai dikala ini belum ada acuan yang integratif dan disepakati secara nasional sebagai dasar kebijakan dan taktik pengelolaan pulau-pulau kecil, sehingga menimbulkan upaya pengelolaan pulau-pulau kecil belum maksimal.
Dalam mengembangkan kerjasama lintas sektor pusat dan daerah, masyarakat dan swasta/dunia usaha, maka Jakstranas menjadi contoh dalam penyusunan rencana strategis, rencana tata ruang dan zona, rencana pengelolaan, rencana aksi dan rencana bisnis.
1.2. RUANG LINGKUP
Dalam rangka pengelolaan pulau-pulau kecil maka diharapkan sebuah landasan yang berpengaruh dan terpadu sebagai anutan atau bimbingan bagi pemangku kepentingan dalam berbagi pulau-pulau kecil. Landasan tersebut haruslah merupakan kebijakan dan seni manajemen nasional, sehingga mampu diadopsi dan dilakukan baik oleh kelompok Pemerintah, penduduk maupun swasta/dunia usaha. Landasan tersebut menjadi sungguh strategis mengingat peraturan perundangan yang khusus tentang pengelolaan pulau-pulau kecil belum tersedia.
Pada dasarnya kebijakan dan seni manajemen nasional diarahkan untuk mampu menjawab aneka macam isu dan persoalan dalam pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia seperti keterbatasan sarana dan prasarana wilayah, kekurangan ketersediaan dana pembangunan, pertentangan antarpihak dan lain lain. 
Dokumen kebijakan dan strategi nasional pengelolaan pulau-pulau kecil ini tidak menghidangkan jenis-jenis pengelolaan pulau-pulau kecil yang spesifik tergolong rincian kegiatannya alasannya adalah hal tersebut merupakan putusan yang mesti diambil tempat disesuaikan dengan suasana, kondisi dan karakteristik pulau-pulau kecil bersangkutan. Dokumen ini lebih diarahkan terhadap para pemegang kebijakan di kawasan biar dapat mengorganisir pulau-pulau kecil di wilayahnya sesuai dengan peruntukannya dengan mengamati kepentingan daerah, regional dan nasional sehingga pengelolaannya berkesinambungan dan menyebabkan dampak kasatmata terhadap faktor sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan.
1.3. TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan dan sasaran penyusunan Jakstranas pengelolaan pulau-pulau kecil ialah menyediakan pedoman/tutorial dan teladan/rujukan bagi pemangku kepentingan (stakeholders) adalah : pemerintah, penduduk , dan swasta/dunia usaha dalam penyusunan planning strategis, planning tata ruang dan zona, rencana pengelolaan, planning agresi dan planning bisnis untuk meraih tujuan nasional dalam pengelolaan pulau-pulau kecil.

1 PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kawasan pulau-pulau kecil mempunyai peluangsumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi dan mampu dijadikan sebagai modal dasar pelaksanaan pembangunan Indonesia di masa yang mau datang. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam yang produktif mirip terumbu karang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan daerah konservasi. Pulau-pulau kecil juga memberikan jasa lingkungan yang besar alasannya keindahan alam yang dimilikinya yang mampu menggerakkan industri pariwisata bahari. Dilain pihak, pemanfaatan peluangpulau-pulau kecil masih belum optimal balasan perhatian dan kebijakan Pemerintah selama ini yang lebih berorientasi ke darat.
Pengembangan tempat pulau-pulau kecil ialah suatu proses yang hendak membawa suatu pergeseran pada ekosistemnya. Perubahan-perubahan tersebut akan menenteng efek pada lingkungan. Semakin tinggi intensitas pengelolaan dan pembangunan yang dilaksanakan memiliki arti kian tinggi tingkat pemanfaatan sumberdaya, maka makin tinggi pula pergeseran-pergantian lingkungan yang hendak terjadi di kawasan pulau- pulau kecil. 
Kegiatan pengelolaan pulau-pulau kecil menghadapi berbagai ancaman baik dari faktor ekologi adalah terjadinya penurunan mutu lingkungan, mirip pencemaran, perusakan ekosistem dan penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) maupun dari aspek sosial yaitu rendahnya aksesibilitas dan kurangnya penerimaan masyarakat lokal. Oleh sebab itu, di dalam mengantisipasi perubahan-perubahan dan ancaman-bahaya tersebut, pengelolaan pulau-pulau kecil mesti dilakukan secara komprehensif dan terpadu. Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) pengelolaan pulau-pulau kecil dibutuhkan dapat berfungsi selaku rujukan nasional (national reference) atau anutan bagi acara lintas sektor baik sentra maupun kawasan dalam menyebarkan dan memanfaatkan pulau-pulau kecil. Sampai saat ini belum ada acuan yang integratif dan disepakati secara nasional selaku dasar kebijakan dan strategi pengelolaan pulau-pulau kecil, sehingga menimbulkan upaya pengelolaan pulau-pulau kecil belum optimal.
Dalam mengembangkan koordinasi lintas sektor pusat dan kawasan, penduduk dan swasta/dunia usaha, maka Jakstranas menjadi contoh dalam penyusunan planning strategis, planning tata ruang dan zona, rencana pengelolaan, planning aksi dan rencana bisnis.
1.2. RUANG LINGKUP
Dalam rangka pengelolaan pulau-pulau kecil maka dibutuhkan sebuah landasan yang kuat dan terpadu selaku anutan atau panduan bagi pemangku kepentingan dalam menyebarkan pulau-pulau kecil. Landasan tersebut haruslah merupakan kebijakan dan taktik nasional, sehingga mampu diadopsi dan dilakukan baik oleh kelompok Pemerintah, penduduk maupun swasta/dunia perjuangan. Landasan tersebut menjadi sangat strategis mengenang peraturan perundangan yang khusus wacana pengelolaan pulau-pulau kecil belum tersedia.
Pada dasarnya kebijakan dan taktik nasional diarahkan untuk dapat menjawab aneka macam isu dan problem dalam pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia seperti keterbatasan fasilitas dan prasarana wilayah, keterbatasan ketersediaan dana pembangunan, konflik antarpihak dan lain lain. 
Dokumen kebijakan dan taktik nasional pengelolaan pulau-pulau kecil ini tidak menyajikan jenis-jenis pengelolaan pulau-pulau kecil yang spesifik tergolong rincian kegiatannya alasannya adalah hal tersebut merupakan putusan yang mesti diambil kawasan diadaptasi dengan suasana, keadaan dan karakteristik pulau-pulau kecil bersangkutan. Dokumen ini lebih diarahkan terhadap para pemegang kebijakan di kawasan agar dapat mengorganisir pulau-pulau kecil di daerahnya sesuai dengan peruntukannya dengan mengamati kepentingan tempat, regional dan nasional sehingga pengelolaannya berkesinambungan dan menimbulkan pengaruh nyata kepada faktor sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan.
1.3. TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan dan sasaran penyusunan Jakstranas pengelolaan pulau-pulau kecil ialah menawarkan aliran/tutorial dan pola/rujukan bagi pemangku kepentingan (stakeholders) yakni : pemerintah, masyarakat, dan swasta/dunia usaha dalam penyusunan planning strategis, rencana tata ruang dan zona, rencana pengelolaan, rencana agresi dan rencana bisnis untuk meraih tujuan nasional dalam pengelolaan pulau-pulau kecil.

2. GAMBARAN STRATEGIS PULAU-PULAU KECIL
2.1. PENGERTIAN UMUM PULAU-PULAU KECIL
Pulau-pulau kecil didefinisikan berdasarkan dua kriteria utama yakni luasan pulau dan jumlah masyarakatyang menghuninya. Definisi pulau-pulau kecil yang dianut secara nasional sesuai dengan Kep. Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41/2000 Jo Kep. Menteri Kelautan dan Perikanan No. 67/2002 yakni pulau yang berskala kurang atau sama dengan 10.000 km2 , dengan jumlah masyarakatkurang atau sama dengan 200.000 jiwa. Di samping standar utama tersebut, beberapa karakteristik pulau-pulau kecil yakni secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil dari habitat pulau induk, sehingga bersifat insular; mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi; tidak mampu mensugesti hidroklimat; memiliki daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar pemikiran air permukaan dan sedimen masuk ke laut serta dari sisi sosial, ekonomi dan budaya penduduk pulau-pulau kecil bersifat khas ketimbang pulau induknya.
Berdasarkan tipenya, pulau-pulau kecil dibedakan menjadi pulau benua, pulau vulkanik dan pulau karang. Masing-masing tipe pulau tersebut mempunyai kondisi lingkungan biofisik yang khas, sehingga perlu menjadi pendapatdalam kajian dan penentuan pengelolaannya supaya berkelanjutan. Hal ini akan kuat pula terhadap teladan permukiman yang meningkat di pulau-pulau kecil berdasarkan kegiatan yang cocok dengan keadaan lingkungan biofisik tersebut. Misalnya tipologi pulau kecil lebih lebih banyak didominasi ke arah pengembangan budidaya perikanan, maka kemungkinan besar contoh permukiman yang meningkat yakni masyarakat nelayan. 
2.2. POTENSI PULAU-PULAU KECIL
Kawasan pulau-pulau kecil mempunyai potensi pembangunan yang cukup besar alasannya adalah didukung oleh letaknya yang strategis dari faktor ekonomi, pertahanan dan keselamatan serta adanya ekosistem khas tropis dengan produktivitas hayati tinggi ialah terumbu karang (coral reef), padang lamun (seagrass), dan hutan bakau (mangrove). Ketiga ekosistem tersebut saling berinteraksi baik secara fisik, maupun dalam bentuk materi organik terlarut, materi organik partikel, migrasi fauna, dan acara manusia.
2.2.1. Potensi Sumberdaya Hayati Pulau-pulau Kecil
Terumbu karang
Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan massif kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang hermatipik) dari filum Cnidaria, Ordo Scleractinia yang hidup bersimbiose dengan alga bersel satu Zooxanthellae, dan sedikit tambahan dari algae berkapur serta organisme lain yang mensekresi kalsium karbonat.
Manfaat yang terkandung dalam terumbu karang sungguh besar dan beragam. Menurut Sawyer (1993) dan Cesar (1996) jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua, adalah manfaat eksklusif yakni sebagai habitat bagi sumberdaya ikan (daerah mencari makan, memijah dan asuhan), kerikil karang, pariwisata, wahana observasi dan pemanfaatan biota perairan yang lain dan manfaat tidak pribadi seperti fungsi terumbu karang sebagai penahan pengikisan pantai, keragaman hayati dan lain sebagainya.
Terumbu karang mampu menjadi sumber devisa yang diperoleh dari penyelam dan kegiatan rekreasi maritim yang lain. Bahkan sampaumur ini banyak sekali jenis biota yang hidup pada ekosistem terumbu karang ternyata banyak mengandung senyawa bioaktif sebagai materi obat-obatan, makanan dan kosmetika. Selain itu terumbu karang juga menjadi daya tarik tersendiri dan menjadi perhatian bagi para mahir, mahasiswa, perusahaan farmasi sebagai obyek observasi.
Ekosistem terumbu karang banyak menyumbangkan aneka macam biota maritim mirip ikan, karang, moluska dan krustasea bagi masyarakat di kawasan pesisir, dan bersama ekosistem pantai lainnya menyediakan masakan dan menjadi kawasan berpijah bagi berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. 
Di tempat pulau-pulau kecil, banyak ditemui karang dari berbagai jenis yang terdapat pada rataan terumbu tepi (fringing reef), sedangkan di kawasan Indonesia bagian timur sering dijumpai terumbu karang dengan tipe terumbu cincin (atoll).
Padang Lamun (Seagrass)
Lamun ialah satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam di dalam maritim. Lamun mengkolonisasi sebuah kawasan melalui penyebaran buah (propagule) yang dihasilkan secara sexual (dioecious). Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih mampu dijangkau oleh cahaya matahari untuk mendukung pertumbuhannya, umumnya hidup diperairan yang dangkal dan jernih pada kedalaman berkisar antara 2-12 meter, dengan sirkulasi air yang baik. Substrat lumpur-berpasir ialah substrat yang paling disukai oleh lamun dan berada diantara ekosistem mangrove dan terumbu karang. 
Secara ekologis, padang lamun memiliki beberapa fungsi penting bagi daerah pulau-pulau kecil yaitu sebagai produsen detritus dan zat hara; mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak dengan tata cara perakaran yang padat dan saling menyilang; sebagai tempat berlindung, mencari makan, berkembang besar, dan memijah bagi beberapa macam biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini; serta selaku tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari. Di samping itu, padang lamun juga dapat dimanfaatkan selaku kawasan kegiatan budidaya banyak sekali jenis ikan, kerang-kerangan dan tiram, kawasan wisata dan sumber pupuk hijau.
Di daerah pulau-pulau kecil banyak ditemui lamun dari jenis Enhalus dan Thalassia, alasannya di daerah ini kandungan sedimen organiknya relatif rendah dan didominasi oleh substrat pasir.
Hutan Mangrove
Hutan mangrove mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan erosi, amukan angin, taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya. Sedangkan secara irit berfungsi selaku pemasokkayu, materi baku obat-obatan dan lain-lain. Disamping itu, ekosistem hutan mangrove juga memperlihatkan faedah tidak eksklusif, khususnya selaku habitat bagi bermacam-macam binatang mirip binatang bahari (udang, kepiting, dan beberapa jenis ikan), dan binatang melata lainnya.
Di tempat pulau-pulau kecil jenis mangrove yang banyak didapatkan yaitu jenis Avicennia, alasannya daerah pulau-pulau kecil merupakan daerah yang ketersediaan air tawarnya terbatas, pasokan sedimen (bahan organiknya) relatif rendah dan mempunyai substrat pasir.
2.2.2. Sumberdaya Perikanan
Secara ekologis, pulau-pulau kecil di tempat tropis dan sub-tropis berasosiasi dengan terumbu karang. Dengan demikian di kawasan ini mempunyai spesies-spesies yang menggunakan karang selaku habitatnya yaitu ikan ekonomis penting mirip kerapu, napoleon, kima raksasa (Tridacna gigas), teripang dan lain-lain sehingga komoditas seperti ini dapat dibilang sebagai komoditas spesifik pulau kecil. Ciri utama komoditas tersebut yakni memiliki sifat penyebaran yang bergantung pada terumbu karang sehingga keberlanjutan stoknya dipengaruhi oleh kesehatan karang.
2.2.3. Potensi Sumberdaya Nir Hayati
Pertambangan
Aktivitas pertambangan banyak dilakukan di negara-negara pulau kecil di dunia maupun di Indonesia pada propinsi-propinsi tertentu. Dalam pemanfaatan potensi mineral di daerah pulau-pulau kecil harus dilaksanakan dengan penyusunan rencana yang ketat dan dikerjakan secara berkelanjutan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Struktur batuan dan geologi pulau-pulau kecil di Indonesia adalah struktur batuan renta yang diperkirakan mengandung deposit materi-bahan tambang/mineral penting seperti emas, mangan, nikel dan lain-lain.
Beberapa kegiatan pertambangan baik pada tahap penyelidikan lazim, eksplorasi maupun eksploitasi di pulau-pulau kecil antara lain : timah di P. Kundur, P. Karimun (Riau); nikel di P. Gag (Papua), P. Gebe (Maluku Utara), P. Pakal (Maluku); batubara di P. Laut, P. Sebuku (Kalsel); emas di P. Wetar, P. Haruku (Maluku) dan migas di P. Natuna (Riau).
Energi Kelautan
Dengan luas wilayah laut yang lebih besar dibandingkan darat maka peluangenergi kelautan memiliki kesempatan yang baik selaku energi alternatif untuk mengantisipasi berkurangnya minyak bumi, LNG, batubara, dan lain-lain sepanjang kesanggupan negara diarahkan untuk pemanfaatannya. Sumberdaya kelautan yang mungkin digunakan untuk pengelolaan pulau-pulau kecil yakni Konversi Energi Panas Samudera/Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), Panas Bumi (Geothermal), Ombak dan Pasang Surut.
2.2.4. Jasa-jasa Lingkungan
Pulau-pulau kecil menunjukkan jasa-jasa lingkungan yang tinggi nilai ekonomisnya ialah selaku daerah berlangsungnya aktivitas kepariwisataan, media komunikasi, tempat wisata, konservasi dan jenis pemanfaatan yang lain. Jenis-jenis pariwisata yang dapat dikembangkan di tempat pulau-pulau kecil yaitu :
Wisata Bahari
Kawasan pulau-pulau kecil ialah aset wisata bahari yang sungguh besar yang disokong oleh potensi geologis dan karaktersistik yang memiliki relasi sungguh dekat dengan terumbu karang (Coral Reef), terutama hard corals. Disamping itu, kondisi pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni, secara akal akan menawarkan mutu keindahan dan keaslian dari bio-diversity yang dimilikinya.
Berdasarkan rating yang dijalankan oleh lembaga kepariwisataan internasional, beberapa daerah di Indonesia dengan sumberdaya yang dimilikinya memiliki rating tertinggi jika ditinjau dari sisi daya tarik rekreasi bahari dibandingkan dengan daerah-tempat lain di dunia. Beberapa daerah wisata laut yang sungguh berhasil di dunia antara lain yakni tempat Great Barrier Reef, tempat negara-negara di Karibia, mirip Bahama, Kawasan Pasifik seperti Hawai, serta Kawasan Meditterranean. Belajar dari pengalaman di daerah tersebut, ternyata negara-negara tersebut ialah “Negara Pulau-pulau Kecil (Small Islands State)”, kecuali di Great Barrier Reef dan Meditterranea. 
Sebagian besar pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki peluangwisata bahari yang cukup berpeluang. Beberapa diantaranya telah dikembangkan sebagai tempat tujuan rekreasi bahari seperti Taman Nasional (TN) Taka Bone Rate (Sulsel), TN Teluk Cendrawasih, TN Kep. Wakatobi (Sultra), Taman Wisata Alam (TWA) Kep. Kapoposang (Sulsel), TWA Tujuh Belas Pulau (NTT), TWA Gili Meno, Ayer, Trawangan (NTB), TWA P. Sangiang (Jabar), dan lain-lain.
Wisata Terestrial
Pulau-pulau kecil memiliki kesempatanwisata terestrial yaitu wisata yang merupakan satu kesatuan dengan peluangwisata perairan bahari. Wisata terestrial di pulau-pulau kecil misalnya TN Komodo (NTT), sebagai lokasi Situs Warisan Dunia (World Herritage Site) merupakan kawasan yang memiliki potensi darat selaku habitat komodo, serta kesempatankeindahan perairan lautnya di P. Rinca dan P. Komodo. Contoh lain adalah Pulau Moyo yang terletak di NTB sebagai Taman Buru (TB), dengan kawasan hutan yang masih asri untuk rekreasi berburu dan rekreasi bahari (diving). Kondisi Pulau Moyo tersebut dimanfaatkan oleh para pengusaha pariwisata selaku daerah “Ekowisata Terestrial”. Dikawasan tersebut terdapat resort yang tarifnya relatif mahal, dengan kemudahan yang disediakan berbentuktenda-tenda, sehingga merupakan “rekreasi camping” yang dikemas secara glamor. Paket rekreasi di Kawasan Pulau Moyo ini sudah sungguh populer di luar negeri sehingga mampu menawarkan devisa bagi negara.
Wisata Kultural
Pulau-pulau kecil ialah sebuah prototipe konkrit dari sebuah unit kesatuan utuh dari suatu ekosistem yang terkecil. Salahsatu komponennya yang sungguh signifikan ialah unsur masyarakat setempat. Masyarakat ini telah lama sekali berinteraksi dengan ekosistem pulau kecil, sehingga secara realitas di lapangan, masyarakat pulau-pulau kecil tentunya mempunyai budaya dan kearifan tradisional (local wisdom) tersendiri yang merupakan nilai komoditas wisata yang tinggi.
Kawasan yang mampu dijadikan sebagai obyek rekreasi kultural, misalnya, di Pulau Lembata. Masyarakat suku Lamalera di Pulau Lembata mempunyai budaya heroik “Berburu Paus secara tradisional” (traditional whales hunter). Kegiatan berburu paus secara tradisional tersebut dikerjakan sehabis lewat ritual-ritual budaya yang sungguh khas, yang cuma di miliki oleh suku Lamalera tersebut. Keunikan budaya dan kearifan tradisional tersebut, menjadi pesona bagi para turis.
2.3. ARTI PENTING PULAU-PULAU KECIL
2.3.1. Fungsi Pertahanan dan Keamanan
Dari sudut pertahanan dan keselamatan, pulau-pulau kecil khususnya di perbatasan memiliki arti penting sebagai pintu gerbang keluar masuknya anutan orang dan barang contohnya di Sabang, Sebatik dan Batam yang juga rawan terhadap penyelundupan barang-barang ilegal, narkotika, senjata, dan obat-obatan terlarang. Sebanyak 92 buah pulau kecil terletak di perbatasan dengan negara lain yang mempunyai arti bahwa pulau-pulau kecil tersebut memiliki arti penting selaku garda depan dalam menjaga dan melindungi keutuhan NKRI. 
2.3.2. Fungsi Ekonomi
Wilayah pulau-pulau kecil mempunyai kesempatan yang besar untuk dikembangkan sebagai daerah bisnis-bisnis memiliki potensi yang berbasis pada sumberdaya (resource based industry) seperti industri perikanan, pariwisata, jasa transportasi, industri olahan dan industri-industri yang lain yang ramah lingkungan. Di samping itu, pulau-pulau kecil juga mampu dimanfaatkan dan dikembangkan selaku pendukung kemajuan daerah.
2.3.3. Fungsi Ekologi
Secara ekologis, ekosistem pesisir dan maritim pulau-pulau kecil berfungsi selaku pengatur iklim global, siklus hidrologi dan bio-geokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah, sumber energi alternatif, dan sistem penunjang kehidupan yang lain. Hal ini terkait dekat dengan potensi/karakteristik penting pulau-pulau kecil, yang ialah habitat dan ekosistem (terumbu karang, lamun, mangrove) yang menawarkan barang (ikan, minyak, mineral logam) dan jasa lingkungan (penahan ombak, rekreasi maritim) bagi penduduk .
2.4. ISU-ISU PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL
Pengelolaan pulau-pulau kecil perlu mempertimbangkan isu-gosip yang sedang meningkat baik dari segi politik, pertahanan, keamanan, lingkungan, maupun sosial, ekonomi dan budaya.
2.4.1. Isu Global
Beberapa Konvensi Internasional menjadi dasar dalam pengelolaan pulau-pulau kecil mirip konvensi yang berhubungan dengan pertolongan spesies tertentu, penetapan kawasan terlarang dan/atau kawasan terbatas, emisi senyawa kimia yang mampu menjadikan iklim global, hukum pengendalian pencemaran balasan transportasi di laut dan lain lain.
Hasil-hasil KTT Bumi pada tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil sudah menciptakan beberapa dokumen penting antara lain ; Prinsip-prinsip Rio, Konvensi Perubahan Iklim dan Konvensi Keanekaragaman Hayati, Prinsip-prinsip Kehutanan, dan Agenda 21. Pertemuan World Summit on Sustainable Development (WSSD) yang diprakarsai oleh PBB juga menghasilkan dokumen-dokumen penting yang menjadi dasar dan tutorial upaya bareng penduduk dunia melakukan pembangunan yang berkesinambungan.
Dalam Sidang Khusus Majelis Umum PBB ke-22 tahun 1999 yang membahas pelaksanaan Program Aksi Barbados tentang Pembangunan Berkelanjutan di Negara-negara Berkembang Kepulauan Kecil (SIDS), telah menghasilkan State of Progress and initiatives for the Future Implementation of the Programme of Action for Sustainable Development of Small Island Developing States, untuk rentang waktu 5 tahun (1999-2004). Beberapa duduk perkara prioritas yang memerlukan perhatian khusus yaitu : a) pergeseran iklim dan naiknya permukaan air bahari, b) petaka dan kerusakan lingkungan, c) sumberdaya air higienis, d) ekosistem pesisir dan terumbu karang, e) sumberdaya energi terbarukan, dan f) pariwisata untuk melindungi lingkungan dan budaya.
Kenaikan suhu permukaan bumi yang diketahui dengan fenomena pemanasan global (global warming) sudah menimbulkan naiknya permukaan air laut sebab ekspansi thermal permukaan air maritim dan terjadinya pencairan es di kutub akhir aneka macam acara di daratan seperti industrialisasi, penebangan dan kebakaran hutan, pencemaran udara dan penggunaan gas/materi-materi kimia lainnya. Kecenderungan global naiknya permukaan air laut meraih 13 cm per 10 tahun, sedangkan kenaikan suhu dunia mencapai 0,019 oC per tahun. Di Indonesia, gejala kenaikan permukaan air bahari meraih 1-3 cm per tahun dan peningkatan suhu meraih 0,03 oC per tahun.
Naiknya permukaan air maritim dapat menimbulkan imbas yang serius kepada eksistensi pulau-pulau kecil, karena sebagian besar pulau-pulau kecil di Indonesia berupa dataran rendah dan mempunyai ketinggian cuma beberapa meter di atas permukaan bahari (dpl). Dengan naiknya permukaan bahari beberapa cm, akan berefek pada berkurangnya luasan daratan pulau-pulau kecil secara signifikan.
Isu tempat perdagangan bebas (Free Trade Zone/FTZ) akan memacu percepatan pengembangan pulau-pulau kecil, terutama di daerah perbatasan sebab sungguh strategis dalam menarik penanam modal luar negeri sehingga arus barang dan jasa meningkat. Sebagai pola, peluangKawasan Sabang sebagai daerah perdagangan dan pelabuhan bebas.
2.4.2. Isu Regional
Pengelolaan pulau-pulau kecil yang kurang mengamati faktor lingkungan dan mempunyai keterkaitan dengan daerah lain dalam lingkup regional, contohnya kegiatan penambangan pasir di maritim yang tidak terkendali mampu mengakibatkan lenyapnya pulau-pulau kecil terluar (misalnya Pulau Nipa, di Riau) sehingga akan menghipnotis eksistensi titik dasar (TD) yang merugikan dalam penetapan batas maritim dengan negara tetangga.
Dengan akan diberlakukannya pasar bebas ASEAN dan Asia Pasifik serta meningkatnya koordinasi ekonomi sub-regional IMT-GT, IMS-GT, BIMP-EAGA, dan AIDA, maka akan memacu pengembangan pulau-pulau kecil terutama dalam aktivitas investasi.
Masalah geo-politik yang berkaitan dengan belum tuntasnya penetapan sebagian perbatasan laut dengan negara tetangga, sampai saat ini masih menjadi peluangsumber sengketa. Penetapan batas bahari antar negara dan pemeliharaan Titik Dasar (Base Point) di pulau-pulau perbatasan yang menjadi titik acuan bagi penarikan batas bahari negara mesti secepatnya dituntaskan. Dengan demikian akan mereduksi peluangproblem perbatasan dengan negara lain.
2.4.3. Isu Nasional
Dengan jumlah pulau dan peluangsumberdaya alamnya yang besar serta lokasinya yang tersebar sehingga sukar untuk mencapainya, maka sudah saatnya Pemerintah memberi perhatian yang lebih besar terhadap info nasional yang berhubungan dengan pengelolaan pulau-pulau kecil, ialah :
  1. Belum terkoordinasinya bank data (database) pulau-pulau kecil yang berisi nama, luas, potensi, karakteristik, peluang usaha, persoalan dan lain lain;
  2. Sebagian besar pulau-pulau kecil ialah daerah tertinggal, belum berpenghuni atau jarang penduduknya namun memiliki kesempatansumberdaya alam yang baik;
  3. Terbatasnya sarana dan prasarana perhubungan maritim yang mampu menghubungkan dengan pulau induk (mainland) dan antara pulau-pulau kecil;
  4. Beberapa pulau kecil telah menjadi sengketa antar propinsi dan kabupaten/kota;
  5. Belum jelasnya kewenangan pengelolaan pulau-pulau kecil di kawasan perbatasan antara Pemerintah dan Pemerintah Propinsi/ Kabupaten/ Kota ;
  6. Sebagian pulau-pulau kecil terluar yang memiliki fungsi strategis alasannya adalah berkaitan dengan batas antar Negara terancam hilang alasannya penambangan pasir yang tak terkendali;
  7. Terjadinya pencemaran di sekeliling perairan pulau-pulau kecil akhir meningkatnya pembuangan limbah padat dan cair;
  8. Pulau-pulau kecil potensial menjadi kawasan acara yang dapat mengancam stabilitas dan keselamatan nasional;
  9. Masih terbatasnya sistem pemantauan, patroli dan pengawasan (Monitoring, Controling dan Surveillance/MCS) di pulau-pulau kecil.
  Pengertian Kebutuhan Primer
Beberapa Undang-undang yang berhubungan dengan pengelolaan pulau-pulau kecil sering kali masih bersifat sektoral sehingga potensial untuk memicu pertentangan kepentingan, contohnya UU Nomor 9 Tahun 1985 ihwal Perikanan, UU Nomor 21 Tahun 1992 wacana Pelayaran, UU Nomor 23 Tahun 1997 wacana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 41 Tahun 1999 ihwal Kehutanan. Untuk itu dibutuhkan peraturan perundang-usul yang lebih terintegrasi.
2.4.4. Isu Daerah
Diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sudah memunculkan beberapa info dalam pengelolaan pulau-pulau kecil yakni:
  1. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta kelembagaan tempat dan masyarakat dalam rangka pengelolaan pulau-pulau kecil;
  2. Tekanan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan dalam rangka peningkatan pendapatan tempat;
  3. Ketersediaan data, info dan peraturan yang dibutuhkan dalam pengambilan kebijakan terkait dengan pengelolaan pulau-pulau kecil
  4. Kerjasama antar daerah dalam pengelolaan pulau-pulau kecil di bidang keamanan, pemanfaatan sumberdaya, dan kenaikan mutu lingkungan;
  5. Terjadinya sengketa antar kawasan perihal status kepemilikan dan kewenangan pengelolaan pulau-pulau kecil.
Dalam rangka mengantisipasi berita daerah yang berkembang maka dibutuhkan identifikasi ketentuan dan peraturan hukum yang bersifat lintas kawasan yang mengontrol aspek pesisir dan pulau-pulau kecil serta identifikasi acara-kegiatan yang dampaknya dinikmati melalui batas administratif, misalnya kegiatan di Kep. Seribu (Propinsi DKI Jakarta dan Propinsi Banten). 
2.5. PERMASALAHAN PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL
Disamping memiliki peluangyang besar, pulau-pulau kecil mempunyai kendala dan masalah yang cukup kompleks yaitu :
(1). Belum Jelasnya Definisi Operasional Pulau-pulau Kecil
Definisi pulau-pulau kecil di Indonesia dikala ini masih mengacu pada definisi internasional yang pendekatannya pada negara benua, sehingga kalau dipraktekkan di Indonesia yang notabene ialah negara kepulauan menjadi tidak operasional alasannya pulau-pulau di Indonesia luasannya sangat kecil jika dibandingkan dengan pulau-pulau yang berada di negara benua. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri bagi pembangunan pulau-pulau kecil di Indonesia. Apabila mengikuti definisi yang ada, maka pilihan acara-acara yang boleh dikerjakan di kawasan pulau-pulau kecil sungguh terbatas, yang tentu saja akan menyebabkan pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia menjadi pelan.
(2). Kurangnya Data dan Informasi wacana Pulau-pulau Kecil
Data dan Informasi tentang pulau-pulau kecil di Indonesia masih sungguh terbatas. Sebagai teladan, pulau-pulau kecil di Indonesia masih banyak yang belum bernama, hal ini menjadi masalah tersendiri dalam acara kenali dan inventarisasi pulau-pulau kecil. Lebih jauh lagi akan menghalangi pada proses penyusunan rencana dan pembangunan pulau-pulau kecil di Indonesia. Permasalahan lain dalam pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia ialah belum jelasnya jumlah pulau dan panjang garis pantai, yang sangat besar lengan berkuasa dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan sektor kelautan dan perikanan.
(3). Kurangnya Keberpihakan Pemerintah terhadap Pengelolaan Pulau-pulau Kecil
Orientasi pembangunan pada masa lalu lebih difokuskan pada daerah daratan (mainland) dan belum diarahkan ke kawasan laut dan pulau-pulau kecil. Masih rendahnya kesadaran, akad dan political will dari Pemerintah dalam mengurus pulau-pulau kecil inilah yang menjadi hambatan utama dalam pengelolaan peluangpulau-pulau kecil.
(4). Pertahanan dan Keamanan
Pulau-kecil di perbatasan masih menyisihkan masalah di bidang pertahanan dan keamanan. Hal ini disebabkan antara lain oleh belum terselesaikannya persoalan penetapan sebagian perbatasan maritim dengan negara tetangga, banyaknya pulau-pulau perbatasan yang tidak berpenghuni, sungguh terbatasnya sarana dan prasarana fisik serta rendahnya kesejahteraan penduduk setempat. Kondisi tersebut mengakibatkan kekalutan adanya okupasi negara lain dan mengakibatkan berkembangnya persoalan yang sangat kompleks, tidak saja berhubungan dengan bagaimana upaya memeratakan hasil pembangunan, tetapi juga aspek pertahanan keselamatan dan bahaya kepada keutuhan NKRI. 
(5). Disparitas Perkembangan Sosial Ekonomi
Letak dan posisi geografis pulau-pulau kecil yang sedemikian rupa menyebabkan timbulnya disparitas perkembangan sosial ekonomi dan persebaran masyarakatantara pulau-pulau besar yang menjadi pusat kemajuan kawasan dengan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
(6). Terbatasnya Sarana dan Prasarana Dasar
Pulau-pulau kecil susah dijangkau oleh jalan masuk perhubungan alasannya letaknya yang terisolir dan jauh dari pulau induk. Terbatasnya sarana dan prasarana seperti jalan, pelabuhan, sekolah, rumah sakit, pasar, listrik, media isu dan komunikasi menimbulkan tingkat pendidikan (mutu SDM), tingkat kesehatan, tingkat kesejahteraan dan pendapatan penduduk pulau-pulau kecil rendah.
(7). Konflik Kepentingan
Pengelolaan pulau-pulau kecil akan memiliki pengaruh pada lingkungan, baik positif maupun negatif sehingga harus diupayakan semoga imbas negatif dapat dihemat dengan mengikuti pemikiran-pemikiran dan peraturan-peraturan yang dibuat. Di samping itu, pengelolaan pulau-pulau kecil dapat menjadikan pertentangan budaya lewat industri rekreasi yang cenderung bertentangan dengan kebudayaan lokal; dan menjadikan terbatasnya atau tidak adanya kanal penduduk utamanya pulau-pulau kecil yang sudah diatur oleh investor.
(8). Degradasi Lingkungan Hidup
Pemanfaatan sumberdaya yang berlebih dan tidak ramah lingkungan yang disebabkan oleh lemahnya penegakan aturan, belum adanya kebijakan yang terintegrasi lintas sektor di sentra dan tempat serta rendahnya kesejahteraan penduduk sudah mempunyai pengaruh pada meningkatnya kerusakan lingkungan hidup. 
3 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL
3.1. VISI DAN MISI
Sebagai sebuah proses yang melibatkan banyak sektor dan kepentingan, maka pengelolaan pulau-pulau kecil mensyaratkan adanya kesamaan dan penyatuan visi dalam setiap tahap pelaksanaannya. Visi tersebut haruslah terukur, mampu dievaluasi, bersifat holistik, berkesinambungan dan bisa mengintegrasikan semua bidang terkait.
Visi pengelolaan pulau-pulau kecil adalah “Terwujudnya Pemanfaatan dan Pelestarian Pulau-pulau Kecil bagi Kesejahteraan, Keamanan Masyarakat dan Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”.
Untuk merealisasikan visi tersebut, maka misi pengelolaan pulau-pulau kecil ialah :
  1. Mempertahankan keutuhan daerah NKRI, keselamatan nasional dan ketahanan bangsa khususnya di kawasan pulau-pulau kecil perbatasan antar negara; 
  2. Meningkatkan kemakmuran dan peranserta penduduk setempat dan dunia usaha untuk meminimalisir disparitas sosial ekonomi dan persebaran masyarakatantar pulau; 
  3. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah pulau-pulau kecil melalui pemberdayaan penduduk dan berkembangnya investasi swasta yang diikuti dengan upaya pelestarian dan tunjangan lingkungan; 
  4. Meningkatkan nilai tambah dan dampak ganda (multiplier effect) dari setiap proses pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil terutama dalam menghadapi abad perdagangan bebas dengan akulturasi budaya dan penguasaan teknologi;
  5. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) di pusat dan daerah dalam rangka pengelolaan pulau-pulau kecil; 
  6. Mempertahankan fungsi konservasi pada pulau-pulau kecil yang memiliki karakteristik unik (unique);
  7. Menyediakan perangkat hukum yang memadai bagi upaya pengelolaan pulau-pulau kecil disertai upaya penegakannya.
3.2. SASARAN
Pengelolaan pulau-pulau kecil diarahkan untuk mencapai target jangka pendek (sampai tahun 2005) dan sasaran jangka panjang (hingga tahun 2010). 
Sasaran jangka pendek dalam pengelolaan pulau-pulau kecil mencakup:
  1. Terciptanya kerjasama program dan acara dalam pengelolaan pulau-pulau kecil prioritas antara Pemerintah dan Pemda;
  2. Tersusunnya profil, data base dan planning pengelolaan pada pulau-pulau kecil prioritas;
  3. Terselesaikannya penetapan status dan pengukuran ulang Titik Dasar (TD) pada pulau-pulau kecil tertentu di daerah perbatasan;
  4. Meningkatnya peranserta dan terusan masyarakat dan swasta/dunia usaha dalam pengelolaan pulau-pulau kecil
Sasaran jangka panjang dalam pengelolaan pulau-pulau kecil meliputi :
  1. Terselesaikannya penamaan pulau-pulau kecil (toponimi pulau); 
  2. Terlaksananya pengelolaan pulau-pulau kecil secara terpadu dan berbasis daya dukung lingkungan ;
  3. Terwujudnya status dan kepastian batas kawasan administratif dan pengelolaan pulau-pulau kecil di perbatasan antar negara;
  4. Tumbuhnya perilaku patriotisme dan rasa memiliki di kelompok penduduk terutama di pulau-pulau kecil perbatasan antarnegara kepada keberadaan NKRI;
  5. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat pulau-pulau kecil;
  6. Terwujudnya peningkatan mutu SDM, teknologi dan iklim investasi dalam pengelolaan pulau-pulau kecil;
  7. Terwujudnya penataan dan pentaatan aturan serta hukum dalam pengelolaan pulau-pulau kecil. 
3.3. KEBIJAKAN
Berbagai inisiatif pengelolaan pulau-pulau kecil harus dilihat dalam kaitan dengan pemenuhan keperluan hidup insan dan kepentingan pembangunan ekonomi serta geopolitik nasional secara lebih luas yang memenuhi prinsip-prinsip pembangunan berkesinambungan. Prinsip-prinsip pengelolaan pulau-pulau kecil yang mesti dijalankan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan dunia usaha/swasta ialah : eksistensi pulau kecil harus dipertahankan sesuai dengan karakteristik dan fungsi yang dimilikinya, efisien dan optimal secara ekonomi (economically sound), berkeadilan dan mampu diterima secara sosial-budaya (socio-culturally just and accepted), dan secara ekologis tidak melampaui daya dukung lingkungan (environmentally friendly).
Berdasarkan misi yang telah ditetapkan, maka pengelolaan pulau-pulau kecil secara berkesinambungan, dijalankan melalui beberapa kebijakan, yakni:
  • Meningkatkan pengelolaan pulau-pulau kecil di perbatasan untuk menjaga integritas NKRI;
  • Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil secara terpadu, optimal dan lestari untuk kemakmuran masyarakat berbasis pelestarian dan sumbangan lingkungan;
  • Meningkatkan pengembangan ekonomi kawasan berbasiskan pemberdayaan penduduk melalui kenaikan kesanggupan SDM, teknologi dan iklim investasi yang kondusif;
  • Meningkatkan sinkronisasi peraturan perundangan dan penegakan hukum.
  Pemahaman Dan Jenis-Jenis Rancangan Struktur Organisasi
3.4. STRATEGI
3.4.1. Strategi Umum
Mengacu pada kebijakan yang sudah ditetapkan, maka taktik biasa yang dilakukan dalam pengelolaan pulau-pulau kecil adalah :
(1) Mewujudkan keterpaduan dari aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam dan kelembagaan; 
Pengelolaan sumberdaya pulau-pulau kecil dijalankan secara menyeluruh/komprehensif dari aneka macam faktor pembangunan sehingga terwujud suatu mekanisme pengelolaan pulau-pulau kecil yang maksimal dan berkelanjutan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan, misalnya, faktor perikanan (tangkap dan budidaya), pariwisata, perhubungan, pemukiman, pertanian dan lain-lain. 
(2) Melaksanakan penataan dan penguatan kelembagaan Pemerintah, Pemda, penduduk dan swasta/dunia perjuangan;
Kelembagaan Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan swasta/dunia usaha secara biasa masih perlu ditingkatkan baik kualitas maupun tugas sertanya dalam proses pembangunan. Peningkatan kemampuan pemangku kepentingan lewat penyuluhan, training dan pendidikan baik formal maupun non formal sangat dibutuhkan agar pengelolaan pulau-pulau kecil terlaksana dengan baik. Peningkatan kelembagaan pemerintah di kawasan diarahkan dalam rangka kerjasama yang harmonis antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah kabupaten/kota, serta peningkatan kemampuan daerah dalam rangka pengelolaan pulau-pulau kecil secara mandiri.
(3) Melakukan penyusunan basis data (database) dan penataan ruang (laut, pesisir dan pulau-pulau kecil);
Ketersediaan database pulau-pulau kecil masih tersebar di aneka macam instansi baik di sentra maupun di daerah. Oleh alasannya itu diharapkan sebuah kerjasama dalam menginventarisir dan menghimpun semua data dan isu dalam bentuk database sehingga pemanfaatan pulau-pulau kecil mampu dilaksanakan secara efisien dan efektif karena disokong oleh data yang akurat. Dalam rangka penanganan dan pengelolaan pulau-pulau kecil, maka penataan ruang bahari, pesisir dan pulau-pulau kecil mencakup aktivitas perencanaan, pelaksanaan (pemanfaatan), dan pengendalian perlu dilakukan. Hal ini mampu menolong Pemerintah dalam memilih alokasi dan pemanfaatan sumberdaya, sehingga secara konseptual, pengelolaan pulau-pulau kecil dapat mengintegrasikan semua kepentingan di wilayah darat, pesisir dan maritim selaku satu kesatuan ekosistem yang saling mensugesti.
(4) Melakukan pengembangan dan penataan sarana dan prasarana dengan mengamati daya dukung lingkungan;
Salah satu hambatan dalam pengelolaan pulau-pulau kecil yaitu masih minimnya ketersediaan fasilitas dan prasarana transportasi mirip kapal reguler, ketersediaan tambatan/dermaga, mercu suar untuk keamanan pelayaran, listrik, air bersih dan lain lain. Oleh sebab itu derma dan tugas Pemda dalam penyediaan fasilitas dan prasarana sosial dan ekonomi dengan memperhatikan daya dukung lingkungan sungguh diperlukan
(5) Menyusun planning pengelolaan pulau-pulau kecil berbasis masyarakat dan sumberdaya setempat dengan mengamati hukum etika/ kearifan setempat;
Pengelolaan pulau-pulau kecil terutama bertujuan untuk mengembangkan kesejahteraan masyarakat penghuninya. Oleh alasannya itu keterlibatan aktif penduduk sejak tahap perencanaan sampai dengan tahap monitoring dan penilaian sangat dibutuhkan sehingga kegiatan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan peluangsumberdaya setempat yang berikutnya akan terbangun rasa memiliki terhadap sumberdaya yang ada.
(6) Melaksanakan training kawasan dan peningkatan kualitas SDM untuk kepentingan pertahanan negara secara terpadu dan terus menerus;
Pembinaan daerah dan mutu SDM secara optimal dikerjakan kepada berbagai aspek kehidupan yang dinamis. Pembinaan tersebut dikerjakan lewat pendidikan formal dan non formal, penyuluhan, training dan pendampingan masyarakat oleh aparat keselamatan, guru sekolah, pemuka agama dan pegawapemerintah pemerintahan kawasan secara tolong-menolong. Hal ini bermaksud untuk membangun kesamaan teladan pikir, acuan sikap dan pola tindak untuk mencegah gangguan-gangguan dan bahaya dalam membangun stabilitas keselamatan tempat pulau-pulau kecil, termasuk di dalamnya pulau-pulau kecil perbatasan, sekaligus selaku upaya dalam peningkatan mutu SDM di pulau-pulau kecil.
(7) Meningkatkan partisipasi dan kanal penduduk kepada gosip, modal, pemasaran dan teknologi;
Dalam pengelolaan pulau-pulau kecil, keterlibatan/partisipasi penduduk sejak proses penyusunan rencana sampai dengan pelaksanaan serta penilaian sungguh dibutuhkan. Hal ini dijalankan biar pengelolaan pulau-kecil lebih akuntabel dan sesuai dengan proses demokratisasi. Salah satu persoalan yang dihadapi penduduk pulau-pulau kecil yaitu terisolasinya kawasan tersebut dari saluran informasi dan teknologi yang disebabkan belum tersedianya akomodasi angkutandan komunikasi. Oleh karena itu perlu dibangun sarana dan prasarana yang mencukupi sehingga perkembangan berita dan teknologi dapat dinikmati masyarakat. Yang pada gilirannya akan memajukan arus modal dan pemasaran. Dengan demikian akan merangsang minat para investor untuk berinvestasi di pulau-pulau kecil.
(8) Mewujudkan potensi dan iklim perjuangan yang aman bagi investasi;
Pengembangan investasi di pulau-pulau kecil diperlukan bisa memberikan terobosan dalam memajukan donasi sektor kelautan bagi kemajuan ekonomi nasional. Dalam perspektif ekonomi makro, peranan investasi ditentukan oleh kebijakan yang mengatur tingkat investasi dan pengembalian sosial serta perembesan tenaga kerja. Dalam kerangka otonomi kawasan, adanya ajaran dan peraturan investasi mutlak dibutuhkan untuk mempertahankan kesalahan dalam pengelolaan pulau-pulau kecil.
Pembangunan pulau-pulau kecil bergotong-royong ialah upaya membangun ekonomi setempat maka komoditas yang hendak dikembangkan harus berbasis pada permintaan pasar lokal, nasional dan regional. Hal ini perlu didukung dengan sumbangan fasilitas dalam berinvestasi, penyediaan fasilitas dan prasarana, fasilitas manajemen, adanya kejelasan peraturan dan kepastian hukum, sampai pada tersedianya jaminan kelayakan investasi.
(9) Melaksanakan inventarisasi, kajian, pengelolaan dan pengembangan tempat konservasi;
Ekosistem pulau-pulau kecil cenderung memiliki spesies endemik yang tinggi, memiliki resiko lingkungan yang tinggi, dan terbatasnya daya dukung pulau (ketersediaan air tawar dan flora pangan), sehingga sungguh rentan terhadap segala bentuk perubahan baik disebabkan faktor alam maupun manusia. Adanya inventarisasi dan kajian terhadap penetapan kawasan konservasi gres sangat menolong dalam menjaga kelestarian ekosistem pulau-pulau kecil yang bersifat khas tersebut. Perencanaan pengembangan dan pengelolaan daerah konservasi bahari di daerah pulau-pulau kecil perlu dilaksanakan secara terpadu antara sentra dan kawasan. Kajian kebutuhan pengembangan kawasan konservasi perlu dilakukan secara nasional, dengan menimbang-nimbang karakteristik alamiah biofisik dan keterkaitan fungsi dukungan biologis dari beberapa kawasan perairan yang dapat dipandang sebagai suatu kesatuan daerah ekologis (eco-region). Sebagai pola untuk mendukung kawasan eco-region bahari Sulu – Sulawesi (antara Indonesia, Malaysia dan Filipina), di pihak Indonesia diperlukan pengembangan beberapa tempat konservasi yang meliputi pesisir dan pulau-pulau kecil di propinsi Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur
(10) Menyediakan perangkat hukum yang memadai dan melaksanakan penegakan hukum dengan mengamati aturan budbahasa dan hak ulayat;
Guna menghindari terjadinya ketimpangan dan konflik kepentingan serta optimalisasi pelaksanaan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan pulau-pulau kecil, maka perlu adanya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dan peraturan perundangan di pusat dan daerah serta memperhatikan aturan budbahasa dan hak ulayat di kawasan. Dalam mewujudkan pembangunan Indonesia yang berbasis kelautan, adanya perangkat hukum, derma dan kesepakatan institusi-institusi negara seperti Tentara Nasional Indonesia, POLRI, kejaksaan dan pengadilan selaku lembaga penegak hukum dan peraturan di maritim mutlak diperlukan. Penegakan hukum mesti dikerjakan secara holistik, menghindari tumpang tindih kebijakan dan kepentingan, serta seminimal mungkin menyingkir dari konflik horisontal dan vertikal. Dengan adanya perangkat aturan yang mencukupi dan penegakan hukum yang tegas, maka akan menjinjing efek yang kasatmata secara ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
3.4.2. Strategi Khusus
Sebagian besar pulau-pulau kecil ialah daerah tertinggal dilihat dari aspek-aspek geografis, ketersediaan sumberdaya alam dan keterbatasan sumberdaya insan baik jumlah maupun kualitasnya. 
Sebagai klasifikasi dari kebijakan pengelolaan pulau-pulau kecil pada beberapa tempat tertentu maka dikerjakan seni manajemen khusus yang bervariasi menurut pada tipologi, pembentukan dan pengelolaan pulau-pulau kecil yaitu : (1) kawasan pengembangan ekonomi; (2) kawasan perbatasan; (3) tempat rawan tragedi; dan (4) daerah konservasi
Kawasan Pengembangan Ekonomi
Pengembangan kesempatanekonomi pulau-pulau kecil diarahkan pada pengembangan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif dari sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dimiliki oleh pulau tersebut. 
Beberapa kegiatan yang mampu dijalankan di tempat ini adalah di bidang pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, kepariwisataan, industri dan perdagangan, perhubungan dan telekomunikasi, serta energi dan sumberdaya mineral.
Strategi dalam pengelolaan tempat pengembangan ekonomi mencakup :
(1) Pengembangan kesempatanpertanian, peternakan dan perikanan ;
Pengembangan pertanian dan peternakan secara berkelanjutan di wilayah pulau-pulau kecil dilakukan dengan memperhatikan daya dukung dan berbasis pada pemberdayaan penduduk . Kegiatan tersebut dikembangkan melalui pembuatan tanah dan pemeliharaan ternak yang seminimal mungkin mampu mengganggu kualitas perairan di sekitarnya. 
Potensi sumberdaya ikan bahari yang cukup besar baik dari segi kuantitas maupun keragamannya perlu dikembangkan baik dari sisi penangkapan maupun budidayanya. Dengan demikian, stok ikan yang secara alami ialah salahsatu aspek pembatas dalam kenaikan produktivitas perjuangan dalam kegiatan penangkapan dapat dihindarkan.
(2) Pengelolaan potensi kehutanan berwawasan lingkungan;
Pengelolaan dan pemanfaatan potensi kehutanan mesti dilakukan secara bijaksana dan berkelanjutan. Sebagian dari pulau- pulau kecil memiliki peluangsumberdaya hutan yang kalau dikontrol dengan baik dapat meningkatkan kemakmuran penduduk di sekitarnya. Namun bila pengelolaannya tidak terkontrol, maka akan menyebabkan degradasi lingkungan baik di daerah darat maupun perairannya. Degradasi lingkungan darat dapat menimbulkan rusaknya habitat tanaman dan fauna, terutama yang bersifat endemik dan yang berada dalam ambang kepunahan. Degradasi lingkungan laut selaku akhir pencemaran, penangkapan ikan tidak ramah lingkungan, dan sebagainya risikonya bermuara pada bertambahnya desa-desa nelayan yang miskin.
(3) Pengelolaan peluangpariwisata;
Kekayaan sumber daya alam bahari pulau-pulau kecil dengan mutu keindahan dan keasliannya berpotensi menjadi tujuan wisata seperti cruising, yachting, diving, surfing, dan fishing serta marine eco-tourism. Di samping itu, kawasan pulau-pulau kecil juga mempunyai potensi wisata terrestrial, ialah rekreasi dengan pemanfaatan lahan daratannya. Wisata terrestrial pulau-pulau kecil ialah pesona tersendiri bagi penikmat pariwisata, mengingat kawasan pulau-pulau kecil adalah pulau-pulau yang sangat sepi (bahkan tidak terjamah oleh penduduk), sehingga alamnya masih sungguh asri, disamping itu juga akan banyak ditemui tumbuhan – fauna endemik di kawasan tersebut
Dengan memikirkan peran irit dan fungsi ekologis serta kesempatansumberdaya pulau-pulau kecil tersebut maka aktivitas kepariwisataan dilakukan melalui pendekatan ekosistem, pemberdayaan penduduk lokal, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan.
(4) Pengembangan industri dan jual beli;
Kegiatan pengembangan industri dan jual beli di wilayah pulau-pulau kecil diarahkan pada kegiatan yang cocok dengan jenis dan skala ekonomi, ketersediaan sumberdaya setempat, daya dukung daerah, imbas kepada lingkungan, jumlah dan kualitas sumberdaya manusia yang tersedia, pasar lokal dan regional yang akan dituju, sarana dan prasarana perhubungan yang menunjang dan lain lain.
Kegiatan ini dibutuhkan dapat meminimalisir kesenjangan antar daerah dan antar pelaku serta untuk mengembangkan peresapan tenaga kerja dan memperluas basis ekonomi sehingga dapat memberikan donasi yang bermakna dalam kenaikan ekonomi kawasan, ketahanan ekonomi nasional, dan integritas wilayah NKRI
(5) Perhubungan dan telekomunikasi;
Sektor perhubungan dan telekomunikasi ialah pendukung bagi sektor riil dalam pelayanan jasa transportasi dan telekomunikasi. Penyediaan sistem perhubungan perintis dalam mendukung stabilitas, pengembangan daerah dan kemajuan ekonomi serta pemerataan pembangunan yang berkelanjutan di kawasan pulau-pulau kecil sungguh penting.
Pengembangan perhubungan dan telekomunikasi di pulau-pulau kecil diperlukan akan mengembangkan aksesibilitas penduduk kepada jasa pelayanan fasilitas dan prasarana pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Selain itu juga akan mendorong penataan peluangkemampuan fasilitas angkutandarat, maritim, udara, pos dan telekomunikasi.
(6) Pengelolaan energi dan sumberdaya mineral (ESDM).
Kegiatan perjuangan sektor ESDM pada kawasan yang remote termasuk di daerah pulau-pulau kecil merupakan pelopor utama (prime mover) pembangunan, adalah dengan membangun infrastruktur, membuka lapangan kerja dan kesempatan berupaya baik secara langsung maupun tidak pribadi sebagai multiplying effect acara ESDM. Kegiatan sektor ESDM bersifat temporer sebab dibatasi oleh umur tambang, maka paradigma pembangunan berkesinambungan ialah transformasi sumberdaya tidak terbarukan menjadi sumberdaya terbarukan yang berkelanjutan, dengan mempertahankan keseimbangan, keuntungan komunitas dan bisnis, serta harmonis dengan lingkungan alam. Keberlanjutan roda aktivitas ekonomi pada wilayah pasca tambang akan berdaya-guna dan sukses-guna dengan perencanaan secara terpadu, sinergi dan optimal diantara pemangku kepentingan. Dengan demikian kemanfaatan sektor ESDM bukan saja dinikmati karena ada kegiatan pertambangan, namun juga alasannya adalah pernah adanya penambangan.
Kawasan Perbatasan
Pengelolaan pulau-pulau kecil di tempat perbatasan utamanya pulau-pulau yang memiliki batas langsung dengan negara tetangga dilaksanakan dalam rangka menjaga keutuhan NKRI, mempertahankan pertahanan dan keamanan negara, memajukan kemakmuran penduduk , dan mengembangkan peluang usaha melalui koordinasi bilateral dan menghemat disparitas pengelolaan antar kawasan. Pulau-pulau kecil di tempat ini riskan kepada bahaya ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya. 
Strategi dalam pengelolaan tempat perbatasan meliputi: 
(1) Meningkatkan pengawasan dan pengawalan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan;
Pulau-pulau kecil di perbatasan sangat rentan terhadap efek negara tetangga baik secara politik, pertahanan, keselamatan, maupun sosial, ekonomi dan budaya, sehingga perlu mendapat perhatian khusus terutama dari sisi pengawasan dan penjagaan. Upaya yang dapat dikerjakan antara lain dengan membangun pilar-pilar yang lebih monumental di pulau-pulau perbatasan, misalnya rambu suar, menara suar, mercusuar, pos-pos penjagaan, mengembangkan patroli pengawasan dan penjagaan pulau–pulau kecil, menempatkan masyarakatpada pulau-pulau kecil memiliki potensi yang belum berpenghuni sekaligus sebagai pengawas dan pengaman pulau tersebut.
Hal ini perlu dilaksanakan untuk mengatasi setiap bentuk gangguan dan bahaya utamanya di daerah perbatasan yang membahayakan kelancaran hidup bangsa dan keutuhan negara. Oleh karena itu, penetapan dan penegasan batas negara sangat mendesak untuk dikerjakan.
(2) Meningkatkan koordinasi bilateral di bidang pengelolaan sumberdaya alam (SDA);
Pengelolaan pulau-pulau kecil tidak dapat dilakukan pada satu pulau saja tetapi mesti mengamati keterkaitan antara pulau yang satu dengan yang yang lain, dengan gugus pulau dan daratan induknya (mainland) bahkan dengan negara tetangga utamanya dalam aspek teknologi dan pemasaran. Dengan demikian, pemasaran komoditas antar pulau mampu berlangsung tanpa kendala dan rantai penjualan mampu berkembang sehingga multiplier effect baik secara sosial, ekonomi maupun budaya mampu memajukan nilai tambah bagi pulau yang bersangkutan.
(3) Mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan penduduk setempat.
Beragamnya karakteristik yang dimiliki pulau-pulau kecil baik secara fisik, sosial, ekonomi, maupun budaya dan tingginya aspek penghambat yang ada, maka penduduk setempat perlu didorong kemandiriannya lewat pendidikan dan pembinaan yang aplikatif sehingga dapat memajukan pendapatannya. Masyarakat lokal juga perlu dibina dalam upaya pencapaian susukan terhadap isu, modal dan teknologi pengembangan kegiatan dan usaha di wilayah pulau-pulau kecil.
Kawasan Rawan Bencana
Secara alami pulau-pulau kecil yang berada di tengah lautan atau samudera rentan terhadap musibah, seperti angin kencang, tsunami, dan gunung meletus, sehingga diharapkan pelatihan, pengawasan dan penanggulangan.
Strategi di bidang penanganan daerah beresiko musibah meliputi : 
(1) Identifikasi potensi peristiwa pada pulau-pulau kecil;
Bencana yang terjadi di pulau-pulau kecil dapat berupa musibah mirip tsunami, topan, abrasi, gunung meletus, gempa, atau bencana balasan ulah manusia mirip tumpahan minyak, tanah longsor, dan lain-lain. Semua potensi peristiwa ini hendaknya mampu diidentifikasi baik besaran maupun kemungkinan terjadinya.
(2) Peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap tragedi;
Penanggulangan tragedi yang efektif ialah dengan mengembangkan wawasan dan kewaspadaan masyarakat kepada potensi tragedi yang ada. Oleh alasannya itu pada kawasan beresiko peristiwa perlu dijalankan kegiatan penyuluhan serta pemasangan tanda-tanda perayaan.
(3) Kesiapan kondisi tanggap darurat;
Masyarakat serta Pemda pada pulau-pulau kecil riskan tragedi hendaknya memiliki perangkat tanggap darurat dan selalu melakukan training-pelatihan bagi kesiapan tanggap darurat.
(4) Pemanfaatan teknologi perayaan dini dan mitigasi bencana;
Pemerintah dan Pemda mampu memanfaatkan teknologi peringatan dini dan mitigasi tragedi untuk meminimalisir imbas atau daya rusak dari tragedi yang kemungkinan akan menimpa pulau atau masyarakat.
(5) Meningkatkan upaya rehabilitasi ekosistem.
Kerusakan ekosistem pulau-pulau kecil balasan aktivitas yang tidak ramah lingkungan seperti penangkapan ikan dengan menggunakan racun dan bom serta pencemaran dapat menimbulkan menurunnya jumlah dan jenis ikan. Oleh alasannya adalah itu upaya rehabilitasi yang komprehensif dan terpadu baik oleh pemerintah maupun masyarakat dibutuhkan untuk meminimalkan tekanan terhadap ekosistem dengan mendorong pengembangan mata pencaharian alternative.
Kawasan Konservasi 
Kawasan konservasi berisikan Kawasan Suaka Alam (KSA) yang berisikan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang berisikan Taman Nasional dan Taman Wisata Alam sesuai dengan UU No. 5 tahun 1990 wacana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Strategi di bidang pengelolaan kawasan konservasi mencakup :
(1) Identifikasi dan reidentifikasi potensi keanekaragaman hayati selaku kawasan konservasi;
Kegiatan identifikasi dan reidentifikasi sumberdaya alam terutama potensi keanekaragaman hayati pulau-pulau kecil perlu dilaksanakan alasannya adalah kawasan ini sering dimanfaatkan untuk kegiatan tambak, pertambangan, industri dan jual beli, pariwisata, perhubungan dan lain-lain. Selain itu, perlu dilakukan kegiatan identifikasi potensi daerah konservasi kawasan, mirip tempat perlindungan maritim di Talise, Blongko, dan tempat suaka perikanan yang lain, selaku daerah konservasi dengan tujuan untuk perlindungan biota maritim -termasuk ikan- sebagai spawning ground, nursery ground, dan feeding ground atas dasar kesepakatan penduduk . Dengan demikian, perlu dilaksanakan upaya penataan wilayah lewat pembagian fungsi tempat sesuai dengan kemampuan dan penggunaannya. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh calon tempat konservasi bahari gres untuk mendukung upaya sumbangan, pelestarian dan evakuasi sumberdaya alam.
(2) Memantapkan kawasan konservasi lewat regulasi;
Penetapan daerah konservasi mampu dilaksanakan oleh Pemerintah dengan mengamati beberapa patokan yakni keterwakilan, keaslian dan kealamian, keunikan, kelangkaan, laju kepunahan serta ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya di sekitarnya baik eksklusif maupun tidak pribadi dengan mengamati aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Kegiatan pemantapan daerah konservasi (KSA dan KPA) dijalankan lewat penataan batas maritim, dengan mengamati aneka macam anjuran dan masukan dari Pemda, Perguruan Tinggi dan lain-lain. Selanjutnya, dikeluarkan SK penetapan tempat oleh Menteri Kehutanan. Sedangkan untuk Kawasan Konservasi Daerah dan Suaka Perikanan perlu diperkuat dengan regulasi yang mampu diterbitkan di tingkat desa (Perdes), SK Bupati atau Perda.
(3) Meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengelolaan daerah konservasi;
Pengelolaan daerah konservasi melalui partisipasi aktif masyarakat lokal (community based management) dikerjakan dengan melibatkan penduduk lokal mulai dari tahap penyusunan rencana hingga tahap pengawasan. Partisipasi aktif masyarakat lokal dan pemangku kepentingan lainnya khususnya dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya kehidupan dan pembangunan yang berkesinambungan serta terpeliharanya fungsi lingkungan hidup dari langkah-langkah dan bahaya pemanfaatan dan perusakan lingkungan oleh masyarakat dan atau nelayan desa/luar desa sehingga mampu menjadikan kesadaran untuk melindungi sumberdaya.
(4) Mengembangkan pengelolaan kolaboratif bersama pemangku kepentingan, sesuai kewenangan masing-masing;
Konflik kepentingan di bidang konservasi yang sering timbul adalah persaingan antara kepentingan pembangunan/ekonomi dan konservasi/lingkungan. Untuk mengantisipasi pertentangan tersebut, maka dikembangkan pengelolaan kolaboratif lewat akad formal antara pemerintah dan masyarakat bahkan antar Pemerintah (Departemen Kelautan dan Perikanan dengan Departemen Kehutanan dan Departemen ESDM). Kesepakatan tersebut pada prinsipnya mengatur hak-hak dan kewajiban penduduk dalam menggunakan sumberdaya alam daerah konservasi.
(5) Meningkatkan upaya pengawasan dan penegakan hukum.
Pengawasan dan penegakan aturan harus dilakukan secara holistik dan terpadu untuk menghindari tumpang tindih kebijakan dan kepentingan serta seminimal mungkin menyingkir dari pertentangan horisontal dan vertikal. Dengan adanya perangkat aturan yang mencukupi dan penegakan aturan yang tegas, maka akan mengurangi acara manusia yang tidak bertanggung jawab yang hendak menurunkan nilai dan fungsi kawasan konservasi.
4 PELAKSANAAN DAN KELEMBAGAAN
Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil ialah pola bagi pengelolaan pulau-pulau kecil yang pelaksanaannya membutuhkan akad dan kerjasama yang terpadu, dan konsisten dari para pemangku kepentingan baik di pusat maupun di tempat. Dengan demikian untuk pencapaian kesuksesan pelaksanaan Jakstranas tersebut diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
4.1. PROGRAM PRIORITAS
Pengelolaan pulau-pulau kecil dikerjakan lewat penentuan program prioritas yang dirumuskan atas dasar kebijakan dan taktik nasional pengelolaan pulau-pulau kecil, target-sasaran yang ingin diraih, dan program lain yang ditetapkan oleh sektor baik di sentra maupun kawasan sesuai dengan dinamika pembangunan
Penentuan acara prioritas tersebut didasarkan pada pertumbuhan dan pergantian lingkungan strategis dengan memperhatikan prinsip-prinsip selaku berikut:
  1. Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. Keterpaduan lintas sektor dan tempat;
  3. Pembangunan yang berkesinambungan;
  4. Keberpihakan terhadap penduduk dan ekonomi setempat;
  5. Otonomi Daerah;
  6. Kemitraan.
  Pengertian Bioma Tundra
4.2. PENYUSUNAN RENCANA TINDAK (ACTION PLAN)
Setiap acara prioritas dijabarkan dalam bentuk rencana tindak yang menampung kegiatan, kawasan, instansi terkait, dan sumber pendanaannya. Penyusunan planning tindak ini dijalankan oleh:
  • Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) terkait diubahsuaikan dengan tupoksinya dan dijalankan lewat mekanisme penyusunan rencana pembangunan; 
  • Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota yang apalagi dahulu memutuskan tipologi/karakteristik pulau-pulau kecil di wilayahnya sebelum melaksanakan pengelolaan menurut Jakstranas Pengelolaan Pulau-pulau Kecil.
Rencana tindak yang disusun oleh departemen/LPND di tingkat pusat dibutuhkan menjadi teladan dalam penyusunan planning tindak di tempat. Dengan demikian terjadi sinkronisasi dalam pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil sesuai kebijakan dan seni manajemen nasional.
4.3. PENYUSUNAN RENCANA BISNIS (BUSINESS PLAN)
Rencana bisnis dibuat oleh swasta/dunia usaha yang berisi ihwal rencana kegiatan baik dari faktor teknis maupun finansial. Penyusunan planning bisnis (business plan) mesti menyanggupi beberapa tolok ukur, contohnya AMDAL yang dimaksudkan agar tidak terjadi kerusakan lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Selanjutnya, rencana tersebut dipresentasikan kepada Pemerintah untuk menemukan kesepakatan. Ijin diberikan oleh Pemda dengan mengamati berbagai kepentingan tergolong aspirasi masyarakat setempat.
4.4. PEMBIAYAAN
Pembiayaan dalam pengelolaan pulau-pulau kecil mampu bersumber dari : (a) Pemerintah, lewat dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); (b) Swasta, lewat penyertaan modal baik Nasional maupun Asing; dan (c) Masyarakat.
4.5. KELEMBAGAAN
Kewenangan dan tanggungjawab pemerintah dalam pengelolaan pulau-pulau kecil dipilah menjadi Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Koordinasi yang jelas dan tegas antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, sangat penting dalam efektivitas pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil yang mekanismenya dikontrol dalam sebuah pedoman.
4.5.1. Pemerintah
Secara biasa , kewenangan dan tanggungjawab Pemerintah dalam rangka penguatan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan adalah pada penetapan kebijakan yang bersifat norma, kriteria, kriteria, dan prosedur.
Sedangkan kewenangan pelaksanaan Pemerintah cuma kewenangan yang bermaksud untuk:
  • Mempertahankan dan memelihara identitas dan integritas bangsa dan Negara;
  • Menjamin stabilitas ekonomi dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat;
  • Menjamin mutu dan efisiensi pelayanan umum yang setara bagi semua warganegara;
  • Menjamin keamanan fisik dan non fisik secara setara bagi semua warganegara;
  • Menjamin pengadaan teknologi dan SDM yang berkualitas;
  • Menjamin supremasi hukum nasional. 
Secara khusus, peran Pemerintah dalam pengelolaan pulau-pulau kecil meliputi kebijakan biasa dan fasilitasi. Fasilitasi yang dijalankan Pemerintah mencakup:
  1. Penyediaan fasilitas dan prasarana dasar dan sosial, mirip sarana, permukiman, kesehatan dan pendidikan;
  2. Pengembangan prasarana perhubungan maritim dan udara serta wilayah strategis;
  3. Pengembangan daerah pertumbuhan lewat ekspansi jaringan komunikasi dan berita serta kerjasama dengan negara tetangga;
  4. Pengembangan rencana tata ruang pulau-pulau kecil secara nasional dibarengi pemetaan pulau-pulau kecil dengan skala 1 : 100.000 atau lebih besar ;
  5. Penyediaan anutan pendataan dan penamaan serta info profil pulau-pulau kecil;
  6. Penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi laut nasional;
  7. Fasilitasi kerjasama investasi di pulau-pulau kecil.
Kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah diantaranya menunjukkan ketegasan mengenai penanganan pulau-pulau kecil terluar di daerah perbatasan dengan negara lain. Penyusunan Keputusan Presiden untuk pulau-pulau kecil tersebut sangat mendesak untuk dilakukan khususnya dalam kerangka mempertahankan keutuhan NKRI. Dalam pengelolaannya, maka Pemerintah berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah (lewat asas dekonsentrasi dan peran pembantuan) baik dalam pelaksanaan kerjasama antar negara, kerjasama penataan ruang, dan fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana angkutanmaupun pemberdayaan penduduk .
4.5.2. Pemerintah Propinsi
Kewenangan dan tanggungjawab Propinsi sesuai kedudukannya selaku Daerah Otonom mencakup penyelenggaraan kewenangan pemerintahan otonom yang bersifat lintas Kabupaten/Kota dan kewenangan pemerintahan bidang lainnya. Sedangkan kewenangan Propinsi selaku daerah administratif ialah pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang didekonsentrasikan terhadap Gubernur.
Secara lazim, kewenangan Pemerintah Propinsi mencakup :
(1) Pelayanan lintas Kabupaten/Kota.
Kewenangan pemerintahan Propinsi yang menyangkut penyediaan pelayanan lintas Kabupaten/Kota di dalam daerah suatu propinsi dengan memperhatikan keseimbangan pembangunan dan pelayanan pemerintah yang lebih efisien;
(2) Penanganan konflik kepentingan antara Kabupaten/Kota.
Kewenangan propinsi dalam penanganan pertentangan mencakup :
  • Identifikasi masalah dan kesempatankonflik;
  • Fasilitasi penyelesaian konflik.
4.5.3.Pemerintah Kabupaten/ Kota
Kewenangan dan tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengelolaan pulau-pulau kecil diluar daerah tertentu (contohnya tempat perbatasan) ialah:
  1. Menyusun planning pengelolaan (management plan), rencana agresi (action plan), rencana bisnis (business plan) dan penataan ruang tempat;
  2. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian pembangunan;
  3. Meningkatkan kemampuan penduduk dan penguatan kelembagaan lewat sosialisasi, pendidikan dan latihan;
  4. Melaksanakan koordinasi dengan pihak swasta baik nasional maupun abnormal sesuai ketentuan yang berlaku.
4.5.4.Peran Masyarakat dan Swasta/Dunia Usaha
Masyarakat dan swasta/dunia perjuangan dilibatkan secara aktif dalam pengelolaan pulau-pulau kecil yang diatur dalam suatu Pedoman Umum yang akan disusun oleh Pemerintah.
4.6. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pemerintah berafiliasi dengan Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota melaksanakan prosedur pelatihan dan pengawasan dalam rangka akuntabilitas aktivitas pengembangan pulau-pulau kecil secara periodik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk mampu melakukan program pelatihan dengan baik dan tepat target, dibutuhkan sebuah guideline, modul atau semacam kurikulum pelatihan yang sistematis, terarah dan berjenjang. Selain itu untuk mendukung mekanisme pengawasan monitoring dan evaluasi, diperlukan juga indikator-indikator patokan penilaian yang terukur dan disesuaikan dengan keadaan tempat lokal.
5 PENUTUP
Pengelolaan pulau-pulau kecil memerlukan kebijakan yang komprehensif, integral dan tepat, sesuai dengan keberadaannya selaku daerah yang mempunyai permasalahan, kesempatandan karakteristik yang khas. Kebijakan tersebut pastinya harus didukung dengan pengertian yang utuh kepada konsepsi kebijakan, acara, strategi yang sinergis, koordinasi yang efektif dan metode info yang terpadu dari aneka macam pihak/pelaku acara pengelolaan pulau-pulau kecil.
Untuk menyikapi duduk perkara dan keperluan tersebut, diperlukan upaya peningkatan kapasitas (capacity building) banyak sekali pihak yang terkait dengan program pengelolaan pulau-pulau kecil. Dengan capacity building ini, dibutuhkan mampu dihindari terjadinya bias, baik dalam pemahaman kepada kebijakan dan seni manajemen maupun dalam penyusunan acara yang disokong antara lain oleh sebuah piranti kelembagaan (institutional arrangement) yang mencakup struktur organisasi pemerintah dan non pemerintah termasuk prosedur untuk menjembatani antar organisasi dan instansi yang bertanggung jawab; kumpulan hukum, aturan, konvensi, keputusan dan kriteria mutu; dan kumpulan norma sosial dan tradisi mirip aturan adab dan hak ulayat.
Saat ini, sebagian besar instansi/dinas tempat pengelola acara bagi pengembangan dan pemanfaatan daerah maritim, pesisir, dan pulau-pulau kecil berada di instansi/dinas yang berlawanan, sehingga menyusahkan koordinasi baik antara Pusat dan Daerah maupun antar Daerah sehingga eksistensi naskah Jakstranas pengelolaan pulau-pulau kecil ini menjadi sungguh penting. Di samping itu, dengan adanya Jakstranas pengelolaan pulau-pulau kecil ini diharapkan pembangunan dan pengelolaan pulau-pulau kecil akan lebih terarah dan lebih maksimal untuk tujuan pertahanan keamanan, pengembangan ekonomi dan konservasi lingkungan
GLOSSARY
Abrasi
Proses pengikisan pada material yang massif, pasir dan tanah, yang terjadi akhir ombak/ gelombang pantai.
AIDA
(Australia-Indonesia Development Area);
Kerjasama sosial ekonomi antara 8 (delapan) propinsi di Kawasan Timur Indonesia dengan propinsi Northern Territory di Australia
BIMP-EAGA
(Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia and Philippines-East Asia Growth Area);
Kerjasama ekonomi sub-regional antara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Filipina di bidang (1) pertanian, perikanan dan kelautan; (2) keuangan, investasi dan perdagangan; (3) pariwisata; (4) perhubungan dan komunikasi; (5) pertambangan dan energi; (6) pengembangan sumberdaya manusia; dan (7) pengembangan industri.
IMS-GT
(Indonesia-Malaysia-Singapura-Growth Triangle);
Kerjasama ekonomi sub-regional antara daerah Sumatera bagian tengah (Indonesia) dengan Malaysia dan Singapura yang merupakan pengembangan dari acara koordinasi segitiga Singapura-Johor-Riau (SIJORI).
IMT-GT
(Indonesia-Malaysia-Thailand- Growth Triangle);
Kerjasama ekonomi sub-regional antara wilayah Sumatera bagian tengah (Indonesia) dengan Malaysia dan Thailand.
Jasa Lingkungan
Potensi pulau-pulau kecil yang jika diatur secara berkesinambungan mampu memberikan jasa bagi masyarakat, contohnya ekowisata.
Kawasan
Wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya
Kawasan Konservasi
Kawasan yang ditetapkan (sesuai ketentuan yang berlaku) sebagai kawasan yang berfungsi untuk konservasi (perlindungan; pengawetan dan pemanfaatan) biar mampu memajukan kemakmuran masyarakat dan mutu hidup.
Kawasan Pelestarian Alam
Kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang memiliki fungsi pemberian sistem penyangga kehidupan, pengawetan keragaman jenis biota serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Kawasan Perbatasan
Kawasan pulau-pulau kecil perbatasan dan maritim di sekitarnya 
Kawasan Rawan Bencana Alam
Kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami musibah mirip letusan gunung berapi, gempa bumi dan tanah longsor
Kawasan Suaka Alam
Kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok selaku daerah pengawetan keanekaragaman jenis tanaman dan satwa beserta ekosistemnya yang juga berfungsi selaku kawasan metode penyangga kehidupan.
Kawasan Tertentu
Kawasan yang ditetapkan secara nasional memiliki nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan. 
Kawasan Tertinggal
Bagian daerah propinsi/kabupaten/kota yang relatif kurang berkembang ketimbang keadaan rata-rata daerahnya dilihat dari indikator dan patokan yang sudah ditentukan
Konservasi
Pengelolaan pemanfaatan oleh manusia terhadap biosfer sehingga dapat menghasilkan faedah berkelanjutan yang paling besar terhadap generasi sekarang dengan menjaga potensinya untuk memenuhi keperluan dan aspirasi generasi akan datang (suatu variasi definisi pembangunan berkesinambungan)
Pemberdayaan Masyarakat
Upaya yang dimaksudkan untuk memfasilitasi, mendorong atau menolong agar penduduk pesisir dan pulau-pulau kecil bisa menentukan yang terbaik bagi mereka dalam mempergunakan dan mengurus sumberdaya pesisir secara lestari. 
Pengelolaan
Rangkaian aktivitas terhadap sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dikerjakan secara swadaya dengan partisipasi aktif dari, oleh dan untuk penduduk disertai koordinasi aktif pihak-pihak terkait yang mencakup perencanaan, dukungan dan pemanfaatan secara berdayaguna bagi masyarakat.
Perairan
(UU No. 5/1990)
Perairan Indonesia yang meliputi perairan pedalaman (sungai, danau, waduk, rawa, genangan air), Laut Wilayah Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif
Preservasi (dukungan)
Suatu proses pengelolaan yang membiarkan habitat seperti apa adanya dengan menyingkir dari atau mencegah campur tangan insan.
Pulau
Wilayah daratan yang terbentuk secara alamiah, dikelilingi air dan selalu berada di atas air pada saat air pasang tinggi (UNCLOS, 1982).
Pulau Benua (Kontinental)
Pulau yang letaknya menjadi satu rangkaian dan berhubungan dengan benua, contohnya: pulau Sumatera dengan Semenanjung Malaya dan daratan Asia.
Pulau Karang
Pulau yang terbentuk dari batu kapur karang-karang mati di perairan laut dangkal tropis, contohnya: pulau-pulau di Kepulauan Seribu.
Pulau Vulkanik
Pulau yang terbentuk dari lava yang menumpuk dan menggunung ke atas dari dasar samudera oleh erupsi gunung api lautan, misalnya: Kepulauan Aleution
Pulau kecil
Pulau yang memiliki luas daratan kurang atau sama dengan 10.000 km2 dan jumlah orangnya kurang atau sama dengan 200.000 orang (Kepmen. Kelautan dan Perikanan No. 41/2000 Jo Kepmen. Kelautan dan Perikanan No. 67/2002)
Pulau di Perbatasan
Pulau yang memiliki Titik Dasar (Base Point) dan digunakan sebagai acuan dalam penentuan batas negara
Suaka Perikanan
Kawasan perairan tertentu baik tawar, payau atau bahari dengan kondisi dan ciri khas tertentu sebagai daerah berkembang biak dan/ atau berlindung jenis-jenis Sumber Daya Ikan tertentu, yang berfungsi selaku tempat sumbangan dan pemanfaatan secara lestari
Titik Dasar (TD)
Titik yang berada pada garis air rendah dan digunakan selaku penentuan garis pangkal.
Titik Referensi (TR)
Titik yang secara fisik berbentuk pilar di darat dan digunakan selaku contoh dalam penentuan TD