BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Deretan daftar tentang kerusakan lingkungan seakan tiada henti merangkak, sampai angka telah sangat susah untuk dikenang. Berbagai dampak negative kian dirasa insan, mulai dari gatal, sesak nafas, hingga banjir yang selalu menghadang saat animo hujan serta kekeringan ketika kemarau tiba. Bahkan final-tamat ini menjadi gosip hangat di aneka macam media adalah mencairnya es Kutub Utara akhir global warmning yang berimbas terhadap makin panasnya bumi ini. Adalah sempurna adanya acara pemerintah One Man One Tree yang dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka untuk menghalangi bumi kian panas. Namun tidak cukup itu saja, lebih penting dalam hal ini yaitu menumbuhkan kesadaran pada warga penduduk akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup.
Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan penegakan aturan lingkungan. Rusaknya lingkungan tidak lain sebab sikap dari insan sebagai penghuni bumi yang kurang mengamati keseimbangan dalam mempergunakan kekayaan bumi ini. Betapa banyak terjadi langkah-langkah illegal logging yang bedampak tanah longsor juga banjir pada demam isu penghujan.,hal ini sering kali diabaikan oleh pelakunya. Penambangan pasir liar, penjaringan ikan dengan racun, penangkapan satwa liar yang dilindungi sebab keterbatasan jumlah, itu adalah fakta yang sehari-hari kita lihat.
Seakan manusia kembali pada prinsip hukum lingkungan klasik, yang menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan utamanya sekali untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian insan guna mencapai hasil semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. 1 Use oriented law ini menjadi tidak sempurna jikalau jadinya kerugian yang diderita manusia beserta alam seisinya justru lebih besar dan berjangka panjang disbanding keuntungan yang diperoleh. Padahal semenjak Konferensi Internasional di Stockholm Juni 1972, perhatian terhadap (hukum) lingkungan semakin meningkat. Sejak itu aturan lingkungan modern sudah dianggap lahir. Sejak ketika itu ramai diciptakan undang-undang yang khusus mengatur lingkungan.
Sebelumnya Amerka Serikat membuat undang-undang yang dinamai NEPA (National Environmental Policy Act) tahun 1969. Permasalahan lingkungan Permasalahan lingkungan sudah menjadi bagian dari duduk perkara masyarakat dunia. Semua fihak perlu untuk memperhatikan hal tersebut, agar dampak negative tidak berkepanjangan. Adalah tepat ketika PBB menyelenggarakan Konferensi Lingkungan Hidup pada tanggal 5-16 Juni 1972 di Stockholm yang dihadiri oleh wakil dari 110 negara. Sekalipun sebenarnya penanganan maslah lingkungan bukan dimulai setelah diadakannya konferensi tersebut, namun jauh sebelumnya masing-masing Negara sudah melaksanakan dengan tata cara sendiri-sendiri.
Seperti jika kita amati di Indonesia,masyarakat kita telah tahu bagaimana memelihara lingkungan, mirip jika di tempat pedesaan yang mana tiap keluarga masih mempunyai lahan yang cukup luas, di halaman umumnya mereka menciptakan lubang sebagai daerah sampah, yang nanti kalau sudah penuh ditutup dengan tanah galian dari lubang selanjutnya. Lama-kelamaan sampah itu akan membusuk dan menjadi kompos yang mampu menyuburkan Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada tahun 2000 rata-rata buatan sampah masyarakat Indonesia per orang meraih 1 kg sampah per hari. Tahun 2020 jumlah sampah diperkirakan berkembangmenjadi 2,1 kg per orang per hari sehingga total sampah yang dihasilkan mencapai 500 juta kg/hariatau 190.000 ton/tahun. Jika setiap 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metan, bermakna total gas metan yang dihasilkan mencapai 9.500 ton per hari.
Di samping itu, kita mengenal adanya acara higienis desa yang mewajibkan secara periodik masyarakat bersama-sama membersihkan lingkungan. Bahkan yang sungguh populer, di Bali ada pembagian air yang dilaksanakan lewat organisasi Subak. Demikian juga di kawasan dan negara lain, bantu-membantu juga telah mempunyai cara sendiri, hanya saja karena efek dari suatu kegiatan yang mampu mencemari dan merusak lingkungan tidak mampu dilokalisif efeknya secara keseluruhan, maka perlu adanya kesatuan pandangan untuk menyelesaiakannya. Seperti contohnya terjadi kebakaran hutan di Kalimantan, efeknya bisa saja memasuki wilayah Malaysia, Brunai atau negara lain.
Demikian juga sumber kerusakan lingkungan dari negara lain sangat mungkin dirasakan pula karenanya di Indonesia. Untuk periode kini sudah tidak ada alasan lagi bagi setiap negara di dunia ini untuk menghindar dari pembahasan tentang pengelolaan lingkungan yang bagus, alasannya ini merupakan tanggung jawab bareng Berkait dengan aneka macam hal kerusakan lingkungan tersebut, dalam hal ini sangat diperlukan adanya ketegasan dalam penegakan aturan.
Penegakan aturan lingkungan dapat ditinjau dari aneka macam aspek aturan, namun dalam hal ini penulis lebih condong melihat kepada bagaimana penegakan aturan lingkungan melalui instrument Hukum Administrasi alasannya adalah ini berkait akrab dengan policy dari pemerintah. Di lain pihak, penerapan instrument Hukum Administrasi terutama dimaksudkan untuk pemulihan kondisi atau perbaikan kerusakan atau dengan kata lain ditujukan kepada perbuatannya, sementara banyak orang hanya menatap hukuman fisik berkait dengan telah rusaknya lingkungan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Penegakan aturan lingkungan Hidup?
2. Bagaimana Konsep Konservasi Lingkungan Hidup?
3. Bagaimana Implementasi UUD 1945 wacana Lingkungan Hidup?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami serta menjelaskan Penegakan hukum lingkungan Hidup.
2. Memahami serta menerangkan Konsep Konservasi Lingkungan Hidup.
3. Memahami serta menjelaskan Implementasi Undang-Undang Dasar 1945 perihal Lingkungan Hidup .
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Lingkungan
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud Lingkungan Hidup adalah “ Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kemakmuran insan serta makhluk hidup lain”.
Makara, insan cuma salah satu komponen dalam lingkungan hidup, namun perilakunya akan menghipnotis kelangsungan perikehidupan dan kemakmuran insan serta makhluk hidup lain.
Dengan demikian sudah seharusnya setiap langkah-langkah yang akan dijalankan insan harusnya dipertimbangkan dampaknya bagi semuanya, baik insan sebagai pelaku maupun tergolong tanaman dan fauna serta unsur alam yang yang lain. Berangkat dari pemahaman ihwal lingkungan hidup tersebut di atas, berikutnya tinjauan akan diarahkan pada pemahaman dari aturan lingkungan. Hukum lingkungan dikenal dengan perumpamaan environmental law (Inggris), Milieurecht (Belanda), Umwelrecht (Jerman), Droit de Environment (Perancis), Hukum Alam Sekitar (Melayu). Ada bebrapa definisi wacana aturan lingkungan yang dikemukakan oleh para jago, antara lain:
1. Drusteen mengemukakan, bahwa Hukum Lingkungan (Milieurecht) ialah hukum yang berafiliasi dengan lingkungan alam (natuurlijk milieu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berhubungan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Dengan demikian aturan lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan.
2. Siti Sundari Rangkuti menyatakan bahwa Hukum Lingkungan menyangkut penetapan nilai-nilai yang sedang berlaku dan nilai-nilai yang diharapkan diberlakukan di periode mendatang serta mampu disebut “aturan yang mengendalikan tatanan lingkungan hidup.” Hukum Lingkungan adalah hukum yang mengendalikan korelasi timbal balik antara insan dengan makhluk hidup yang lain yang jika dilanggar dapat dikenakan sanksi.
3. Hukum lingkungan adalah keseluruhan peraturan yang mengontrol tingkah laku orang wacana apa yang semestinya dikerjakan atau tidak dijalankan terhadap “lingkungan,” yang pelaksanaan peraturan tersebut dapat dipaksakan dengan sebuah hukuman oleh pihak yang berwenang.
4. Menurut St. Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan Hidup ialah instrument yuridis yang memuat kaidah-kaidah perihal pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk menangkal penyusutan dan kemerosotan kualitas lingkungan.
5. Hukum Lingkungan Hidup adalah konsep studi lingkungan hidup yang mengkhususkan pada ilmu aturan, dengan obyek hukumnya yakni tingkat kesdaran dan pengertian penduduk terhadap faktor sumbangan selaku kebutuhan hidup.
Penegakan Hukum Lingkungan Dalam rangka menyingkir dari kerusakan pada lingkungan hidup, perlu untuk adanya penegakan hukum terutama di bidang lingkungan hidup. Inti penegakan hukum yakni keselarasan hubungan antara nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan berwujud dengan perilaku sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap selesai untuk membuat, memelihara dan menjaga kedamaian pergaulan hidup. Penegakan aturan bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan undang-undang, walaupun realita di Indonesia kecenderungannya adalah demikian.
Penegakan hukum di sini dalam pemahaman yang luas tidak sekeda rpada pelaksanaan undang-undang namun diperluas pada nilai-nilai yang tersebar dalam penduduk . Sementara itu, Satjipto Rahardjo menyampaikan bahwa penegakan hukum adalah sebuah proses untuk mewujudkan cita-cita-keinginan atau pandangan baru-pandangan baru aturan menjadi kenyataan.
Penegakan aturan, yang sering disebut dengan law enforcement (Inggris) ataupun rechtshandeling (Belanda), sering kali cuma dikaitkan dengan force sehingga hanya bersangkutan dengan hukumpidana saja. Pikiran mirip ini diperkuat dengan kebiasaan yang menyebut penegak hukum itu hanya polisi, jaksa dan hakim.
Handhaving berdasarkan Notitie Handhaving Millieurecht, 1981 yakni pengawasan dan penerapan (atau dengan ancaman) penggunaan instrument administrative, kepidanaan atau keperdataan dicapailah penataan ketentuan hokum dan peraturan yang berlaku umum dan perorangan.
B. Pengertian Konservasi
Konservasi ialah upaya pelestarian lingkungan, namun tetap memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh pada saat itu dengan tetap menjaga eksistensi setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan abad depan.
Konsep konservasi adalah kegiatan pelestarian sesuai dengan komitmen yang telah dirumuskan dalam acara tersebut. Konservasi ialah desain proses pengeloalaan suatu ruang atau daerah atau obyek makna kultural yang terkandung di dalamnya terpelihara dengan baik.
Konservasi sumber daya alam adalah pengurangan penggunaan sumber daya alam dan memperlakukannya menurut hukum alam. Pengertian konservasi yaitu suatu upaya atau tindakan untuk mempertahankan keberadaan sesuatu secara terus menerus berkelanjutan baik kualitas maupun jumlah.
Sementara, menurut UU. No.32 Tahun 2009, konservasi sumber daya alam yaitu pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan mengembangkan mutu nilai serta keanekaragamannya.
Perlindungan proses ekologis selaku sistem penyangga kehidupan, alasannya tata cara penyangga kehidupan mesti dalam kondisi yang seimbang. Lingkungan orisinil/alam (telah dalam keseimbangan yang stabil) dan lingkungan buatan (dalam keadaan tidak stabil).
C. Konservasi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam
Lingkungan hidup yakni kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk insan dan perilakunya, yang mensugesti alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 bab I pasal 2 perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yakni upaya sistematis dan terpadu yang dilaksanakan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan menghalangi terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi penyusunan rencana, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan aturan.
Pelestarian fungsi lingkungan hidup yakni rangkaian upaya untuk memelihara kelancaran daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup ialah kesanggupan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya. Daya tampung lingkungan hidup ialah kesanggupan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau bagian lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang berikutnya disebut UKL-UPL, yaitu pengelolaan dan pemantauan kepada perjuangan dan/atau kegiatan yang tidak mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan wacana penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Baku kualitas lingkungan hidup yakni ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau unsur yang ada atau mesti ada dan/atau komponen pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai komponen lingkungan hidup.Pencemaran lingkungan hidup ialah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau bagian lain ke dalam lingkungan hidup oleh aktivitas manusia sehingga melebihi baku mutu lingkungan hidup yang sudah ditetapkan.
Sumber daya alam yaitu bagian lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem. Sumber daya alam adalah modal dasar pembangunan yang mesti dimanfaatkan baik selaku obyek maupun subyek pembangunan.Konservasi sumber daya alam yaitu pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan memajukan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
D. Tujuan dari acara Konservasi
Tujuan dari aktivitas konservasi, antara lain:
1. Memelihara dan melindungi daerah-kawasan yang indah dan berharga, biar tidak hancur atau berganti hingga batas- batas yang wajar.
2. Menekankan pada penggunaan kembali bangunan usang, supaya tidak terlantar. Apakah dengan menghidupkan kembali fungsi lama, ataukah dengan mengubsh fungsi bangunanlama dengan fungsi gres yang diharapkan.
3. Melindungi benda-benda cagar budaya yang dikerjakan secara pribadi dengan cara membersihkan, memelihara, memperbaiki, baik secara fisik maupun khemis secara eksklusif dari dampak banyak sekali aspek lingkungan yang merusak.
4. Melindungi benda-benda (peninggalan sejarah dan purbakala) dari kerusakan diakibatkan oleh alam, kimiawi, dan mikroorganisme.
E. Klasifikasi Pencemaran Lingkungan
Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun hingga ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak mampu lagi berfungsi sesuai peruntukannya.
Dari definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga bagian dalam pencemaran, adalah : Sumber perubahan oleh acara manusia atau proses alam, bentuk perubahannya yakni berubahnya fokus sebuah bahan (hidup/mati) pada lingkungan, dan merosotnya fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan.
Pencemaran mampu diklasifikasikan dalam beragam bentuk menurut teladan pengelompokannya :
1. pengelompokan menurut bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya
2. pengelompokan berdasarkan medium lingkungan menciptakan bentuk pencemaran udara, air, tanah, kuliner, dan sosial
3. pengelompokan berdasarkan sifat sumber menciptakan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder
Namun apapun penjabaran dari pencemaran lingkungan, pada dasarnya terletak pada esensi kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya kerusakan yang merugikan penduduk banyak dan lingkungan hidupnya.
F. Menyikapi Pencemaran Lingkungan
Konferensi PBB ihwal lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972, telah menetapkan tanggal 5 Juni setiap tahunnya untuk diperingati sebagai Hari lingkungan Hidup Sedunia. Kesepakatan ini berjalan didorong oleh keresahan akibat tingkat kerusakan lingkungan yang sudah sangat memprihatinkan.
Di Indonesia perhatian tentang lingkungan hidup telah dikerjakan sejak tahun 1960-an. Tonggak pertama sejarah tentang urusan lingkungan hidup dipancangkan lewat pelatihan ihwal Pengelolaan lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional yang diselenggarakan di Universitas Padjajaran pada tanggal 15 – 18 Mei 1972. Hasil yang mampu diperoleh dari pertemuan itu yakni terkonsepnya pengertian biasa permasalahan lingkungan hidup di Indonesia. Dalam hal ini, perhatian terhadap perubahan iklim, insiden geologi yang bersifat mengancam kepunahan makhluk hidup dapat dipakai sebagai isyarat munculnya problem lingkungan hidup.
Pada saat itu, pencemaran oleh industri dan limbah rumah tangga belumlah dipermasalahkan secara khusus kecuali di kota-kota besar. Saat ini, persoalan lingkungan hidup tidak cuma bekerjasama dengan gejala-gejala perubahan alam yang sifatnya evolusioner, tetapi juga menyangkut pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri dan keluarga yang menghasilkan berbagai rupa barang dan jasa selaku pendorong perkembangan pembangunan di banyak sekali bidang.
Pada Pelita V, aneka macam upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dijalankan dengan memperkuat hukuman dan memperluas jangkauan peraturan-peraturan perihal pencemaran lingkungan hidup, dengan lahirnya Keppres 77/1994 ihwal Organisasi Bapedal sebagai contoh bagi pembentukan Bapeda/Wilayah di tingkat Propinsi, yang juga berguna bagi arah pembentukan Bapeda/Daerah. Peraturan ini dikeluarkan untuk memperkuat Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 ihwal Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dianggap perlu untuk diperbaharui.
G. Implementasi Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 terhadap Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam rangka pengelolaan lingkungan demi untuk kesejahteraan penduduk , maka telah sepatutnya pemerintah ambil bagian dalam pengaturan, khususnya berkait dengan masalah pembangunan sebab sering ada fikiran bahwa pembangunan ialah penyebab rusaknya lingkungan. Pembangunan berkelanjutan menurut Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 yaitu upaya sadar dan terencana yang menggabungkan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam taktik pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kesanggupan, kemakmuran, dan mutu hidup generasi era sekarang dan generasi kurun depan. Hal ini perlu digunakan selaku landasan pembangunan di Indonesia, karena sesuai Pasal 33ayat (3) Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 bahwa :”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Berkait dengan hal tersebut, perizinan menjadi aspek penting dalam rangka acara pembangunan, agar tujuan awal bahwa alam ini diciptakan demi untuk memajukan kemakmuran manusia maka hendaknya dalam pengelolaan mesti dikerjakan secara bijaksana. Perizinan merupakan kewenangan dari pemerintah untuk mengadakan pengaturan semoga muncul adanya ketertiban. Berdasar ketentuan pasal 36 ayat (1) Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 bahwa setiap perjuangan dan/atau acara yang wajib mempunyai amdal atau UKL-UPL (upaya pengelolaan lingkungan hidup – upaya pemantauan lingkungan hidup ) wajib memiliki izin lingkungan, mengenang pengaruh yang mampu muncul balasan acara insan kepada lingkungan dapat mencakup:
1. Perubahan iklim,
2. Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati,
3. Peningkatan intensitas dan cakupan kawasan peristiwa banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hujtan dan lahan,
4. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam,
5. Peningkatan alih fungsi daerah hutan dan/atau lahan,
6. Peningkatan jumlah masyarakatmiskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau
7. Peningkatan risiko kepada kesehatan dan keamanan insan.
Untuk itu Pemerintah menurut undang undang ini diwajibkan untuk membuat kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkesinambungan sudah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau acara. Dengan perkataan lain, hasil KLHS harus dijadikan dasar bagi kebijakan, planning dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah . Apabila hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya tamping sudah terlampaui, kebijakan, planning, dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan nasehat KLHS dan segala usaha dan/atau aktivitas yang telah melebihi daya dukung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.
Sebagaimana diterangkan dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1999 wacana Analisis Mengenai imbas Lingkungan, bahwa dengan dimasukkannya analisis tentang pengaruh lingkungan ke dalam proses perencanaansuatu usaha dan/atau acara, maka pengambil keputusan akan menemukan pandangan yang lebih luas dan mendalam tentang berbagai alternative yang tersedia. Analisis perihal pengaruh lingkungan hidup merupakan salah satu alat bagi pengambil keputusan untuk mempertimbangkan akhir yang mungkin ditimbulkan oleh suatu planning usaha dan/atau aktivitas kepada lingkungan hidup guna menyiapkan langkah untuk mengatasi efek negative dan membuatkan pengaruh nyata.
Penanggulangan duduk perkara lingkungan membutuhkan biaya yang besar di samping penguasaan teknologi dan administrasi. Dalampenegakan aturan lingkungan perlu diketahui, bahwa peraturan perihal lingkungan mempunyai dua segi. Sisi yang pertama ialah kaidah atau norma, sedangkan segi lainnya yakni instrument, yang ialah alat untuk menjaga, mengontrol, dan menegakkan kaidah (norma) itu.
Belum mampu dibilang para penegak hukum sudah menguasai seluk beluk hukum lingkungan, bahkan mungkin pengenalan aturan (law acquaintance), lingkungan pun masuh kurang. Hal ini mampu tertuntaskan dengan pendidikan dan latihan di samping orangnya harus belajar sendiri dengan membaca buku, mengikuti konferensi ilmiah, seperti seminar dan lain-lain. Pengetahuan yang luas biasanya menenteng kepada meningkatnya akidah diri sendiri dan selanjutnya akan memiliki kecenderungan kepada kejujuran. Di samping itu belum ada seorang ahli di bidang ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan pemerintah ini diharapkan menjadi pegangan bagi warga masyarakat dikala akan melakukan usaha dan/atau acara yang diperlukan membawa keuntungan bukan justru menyebabkan kerugian dan menghindari diterapkannya hukuman, baik sanksi pidana, perdata maupun manajemen yang itu semua menimbulkan ketidaknyamanan bagi pelaku itu sendiri.
Pemanfaatan kekayaan alam hendaknya dilakukan secara bijaksana dengan mendasarkan terhadap peraturan perundangan yang sudah dibuat dalam rangka terwujudnya kemakmuran bagi bangsa Indonesia. Untuk itu adalah sempurna ketika pelaku usaha dan/atau acara di dalam mengelola lingkungan hidup ini senantiasa mendasarkan pada ketentuan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, serta peraturan perundangan lainnya, sementara pemerintah juga mesti menyeimbangkan diri dengan selalu bertindak cermat dan hati-hati dikala akan member izin bagi penduduk yang mau mengelola ala mini. Pemerintah tidak mampu cuma mendasarkan contohnya cuma pada laba segi ekonomi semata tetapi juga mengamati kelestarian lingkungan dengan dilakukannya usahada/atau aktivitas.
B. Saran
Kami menyadari, dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kelemahan dan kesalahan baik dari sisi isi, tata bahasa, sistematika, maupun sumbernya. Karena kami menyadari, tak ada gading yang tak retak.
Kami membuka sebesar-besarnya kritik dan saran dari para pembaca, semoga dapat memperbaiki kesalahan penyusunan makalah ini. Dan atas kritik dan usulan yang diberikan, kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Danusaputro,Munajat, ST, 1980, Hukum Lingkungan Buku I: Umum, Binacipta, Bandung.
Danusaputro,Munajat, ST, 1985, Hukum Lingkungan Buku II: Nasional, Binacipta, Bandung.
Hamzah,Andi, 2005, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta.
Koesnadi Hardjasoemantri,Koesnadi, 1996, Hukum Tata Lingkungan, edisi keenam cetakan keduabelas, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang AMDAL
Rahardjo, Satjipto, tt,Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, Bandung.
Soekanto, Soerjono, 1986, Faktor-aspek yang mensugesti Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta.
Soemartono, R.M Gatot P. 2004, Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Sundari rangkuti, Siti, 2000,Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya.
Taufik Makarao,Mohammad, 2006 Aspek-aspek Hukum Lingkungan, PT Indeks .
Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 ihwal Perlindungan dan Pengelolaaan Lingkungan Hidup
UUD 1945