BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan panjang pantai lebih dari 81.000 km, dimana 2/3 wilayah kedaulatannya berupa perairan laut. Laut ialah sumber kehidupan alasannya adalah mempunyai peluangkekayaan alam hayati dan nir-hayati berlimpah. Sumber kekayaan alam tersebut, berdasarkan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar-1945 mesti dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Indonesia-pun ialah negara laut. Namun, mengutip ungkapan Pramudya Anantatur (Tempo), beliau menyatakan bahwa ada sedikit kesalahan paradigma yang di set oleh dan menyebabkan Indonesia gagal dalam pembangunan, yaitu meninggalkan maritim. Padahal menurutnya, di saat masih kanak-kanak kita bahagia sekali menyanyikan lagu “nenek moyangku seorang pelaut…”. Kesalahan contoh pikir yang diterapkan balasannya berbuah tertinggalnya Indonesia dalam upaya mengoptimalkan hasil lautnya, pencurian-pencurian ikan dan hasil laut Indonesia-pun kerap terjadi, terutama daerah timur Indonesia.
Oentoro Surya (14/6 2009) menyampaikan bahwa Bangsa Indonesia mestinya bisa berjaya di bidang kelautan. Potensi bahari kita hebat, tapi alasannya adalah banyak golongan yang masih menyepelekan kepada kekayaan alam yang sangat besar itu, maka pengelolaan hasil kelautan Indonesia belum maksimal. Dengan daerah laut Indonesia yang sungguh luas ini, banyak sekali potensi ekonomi yang bisa dikembangkan, mirip untuk keperluan pelayaran, pelabuhan, perikanan, perkapalan, pariwisata, dan pertambangan, yang tentu saja bakal membuka lapangan kerja gres.
Mengingat potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang dimiliki pemanfaatannya masih rendah, maka upaya untuk menumbuhkan aktivitas perjuangan penangkapan ikan di sub sektor perikanan dalam peningkatan pemasukan regional masih memiliki potensi yang cukup besar.
B. Rumusan duduk perkara
1. Bagaimana Potensi Sumber Daya Kelautan di Indonesia?
2. Bagaimana Pengolahan Sumber Daya Kelautan di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini yakni Memahami dan mendalami materi wacana Potensi Sumber Daya Kelautan di Indonesia serta Pengolahan Sumber Daya Kelautan di Indonesia.
D. Manfaat Penulisan
1. Menambah rujukan atau wawasan tentang Potensi Sumber Daya Kelautan di Indonesia.
2. Menjadi materi Informasi dalam Pengolahan Sumber Daya Kelautan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Profil Laut Indonesia
Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,6 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan potensi sumberdaya, terutama perikanan laut yang cukup besar, baik dari sisi kuantitas maupun diversitasnya. Selain itu Indonesia tetap berhak untuk berpartisipasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam di bahari lepas di luar batas 200 mil bahari ZEE, serta pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dasar maritim perairan internasional di luar batas landas kontinen.Nampak bahwa kepentingan pembangunan ekonomi di Indonesia lebih memanfaatkan kesempatansumberdaya daratan dibandingkan dengan peluangsumberdaya perairan laut.
Memperhatikan konfigurasi Kepulauan Indonesia serta letaknya pada posisi silang yang sungguh strategis, juga dilihat dari kondisi lingkungan serta keadaan geologinya, Indonesia memiliki 5 (lima) keunggulan komparatif dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, adalah:
1. Marine Mega Biodiversity; kawasan perairan Indonesia memiliki keragaman hayati yang tidak terhitung nilainya baik dari sisi komersial maupun saintifiknya yang mesti dikelola dengan bijaksana.
2. Plate Tectonic; Indonesia ialah daerah konferensi tiga lempeng tektonik, sehingga kawasan tersebut kaya akan kandungan sumberdaya alam dasar maritim, tetapi juga merupakan daerah yang relatif riskan kepada terjadinya musibah.
3. Dynamic Oceanographic and Climate Variability , perairan Indonesia ialah daerah melintasnya pemikiran arus lintas antara samudera Pasifik dan samudera Indonesia, sehingga ialah kawasan yang memegang peranan penting dalam sistem arus global yang memilih variabilitas iklim nasional, regional dan global dan besar lengan berkuasa terhadap distibusi dan kelimpahan sumberdaya hayati.
Indonesia dengan desain Wawasan Nusantara, sebagaimana diakui dunia internasional sesuai dengan hukum laut internasional (UNCLOS 82), menawarkan konsekuensi kepada negara dan rakyat Indonesia untuk mampu mengorganisir dan memanfaatkannya secara optimal dengan tetap mengamati hak-hak tradisional dan internasional.
Indonesia selaku negara kepulauan sudah memutuskan alur perlintasan pelayaran internasional, yakni yang dikenal dengan Alur Lintas Kepulauan Indonesia (ALKI), hal ini mewajibkan kita untuk berbagi kesanggupan teknik pemantauannya serta kesanggupan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan sekitarnya.
Pembangunan kelautan dan perikanan dimasa datang dibutuhkan menjadi sektor andalan dalam menopang perekonomian negara dalam pemberdayaan masyarakat yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan. Menyadari hal tersebut, maka tugas ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dan perikanan menjadi sungguh penting dan perlu dioptimalkan serta diarahkan semoga mampu melakukan riset yang bersifat strategis yang dapat diaplikasikan oleh penduduk luas utamanya oleh para pelaku industri dan penduduk pesisir pada umumnya.
B. Kekayaan Laut Indonesia
Tiga per empat dari keseluruhan kawasan Indonesia yaitu lautan. Di dalamnya terdapat lebih dari 17.500 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia sehabis Kanada. Banyak sekali kekayaan laut yang dimiliki negara kita.
Laut kita mengandung banyak sumber daya yang beragam baik yang dapat diperbaharui mirip perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan plasma nutfah yang lain atau pun sumber daya yang tidak mampu diperbarui seperti minyak dan gas bumi, barang tambang, mineral, serta energi kelautan seperti gelombang, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) yang sedang ulet dikembangkan saat ini.
Terdapat 7,5% (6,4 juta ton/tahun) dari potensi lestari total ikan bahari dunia berada di Indonesia. Kurang lebih 24 juta hektar perairan bahari dangkal Indonesia cocok untuk perjuangan akal daya laut (marine culture) ikan kerapu, kakap, baronang, kerang mutiara, dan biota maritim yang lain yang bernilai ekonomis tinggi dengan potensi produksi 47 ton/tahun.
Selain itu lahan pesisir (coastal land) yang cocok untuk perjuangan budidaya tambak udang, bandeng, kerapu, kepiting, rajungan, rumput maritim, dan biota perairan lainnya diperkirakan 1,2 juta hektar dengan potensi produksi sebesar 5 juta per tahun. Hampir 70% buatan minyak dan gas bumi Indonesia berasal dari tempat pesisir dan bahari.
Selain itu, Indonesia juga memiliki keragaman hayati maritim pada tingkatan genetik, spesies, maupun ekosistem tertinggi di dunia. Akan tetapi, saat ini gres 4 juta ton kekayaan maritim Indonesia yang dimanfaatkan. Jika kita telusuri kembali sebetulnya masih banyak peluangkekayaan laut yang dimiliki Indonesia.
Prakiraan nilai ekonomi peluangdan kekayaan bahari Indonesia yang telah dihitung para spesialis dan forum terkait dalam setahun meraih 149,94 miliar dollar AS atau sekitar Rp 14.994 triliun.
Potensi ekonomi kekayaan laut tersebut mencakup perikanan senilai 31,94 miliar dollar AS, wilayah pesisir lestari 56 miliar dollar AS, bioteknologi bahari total 40 miliar dollar AS, rekreasi laut 2 miliar dollar AS, minyak bumi sebesar 6,64 miliar dollar AS dan transportasi laut sebesar 20 miliar dollar AS.
C. Konsep Pemetaan Potensi Sumber Daya Kelautan
Disampaikan oleh Tridoyo Kusumastanto, bahwa dalam mengatasi isu-isu kelautan dibutuhkan perencanaan tindakan strategis termasuk mengetahui potensi-kesempatanyang sudah dimiliki oleh Indonesia. Potensi-potensi tersebut meliputi:
Potensi Fisik
Potensi kawasan pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri dari : Perairan Nusantara seluas 2.8 juta km2, Laut Teritorial seluas 0.3 juta km2. Perairan Nasional seluas 3,1 juta km2, Luas Daratan sekitar 1,9 juta km2, Luas Wilayah Nasional 5,0 juta km2, luas ZEE (Exlusive Economic Zone) sekitar 3,0 juta km2, Panjang garis pantai lebih dari 81.000 km dan jumlah pulau lebih dari 18.000 pulau.
1. Potensi Pembangunan
Potensi Wilayah pesisir dan bahari Indonesia dipandang dari sisi Pembangunan adalah sebagai berikut:
a. Sumberdaya yang mampu diperbarui seperti; Perikanan (Tangkap, Budidaya, dan Pascapanen), Hutan mangrove, Terumbu karang, Industri Bioteknologi Kelautan dan Pulau-pulau kecil.
b. Sumberdaya yang tidak dapat diperbarui mirip; Minyak bumi dan Gas, Bahan tambang dan mineral lainnya serta Harta Karun.
c. Energi Kelautan seperti; Pasang-surut, Gelombang, Angin, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion).
d. Jasa-jasa Lingkungan mirip; Pariwisata, Perhubungan dan Kepelabuhanan serta Penampung (Penetralisir) limbah.
2. Potensi Sumberdaya Pulih (Renewable Resource)
Potensi wilayah pesisir dan lautan lndonesia dipandang dari sisi Perikanan mencakup; Perikanan Laut (Tuna/Cakalang, Udang, Demersal, Pelagis Kecil, dan lainnya) sekitar 4.948.824 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 15.105.011.400, Mariculture (rumput maritim, ikan, dan kerang-kerangan serta Mutiara sebanyak 528.403 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 567.080.000, Perairan Umum 356.020 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 1.068.060.000, Budidaya Tambak 1.000.000 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 10.000.000.000, Budidaya Air Tawar 1.039,100 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 5.195.500.000, dan Potensi Bioteknologi Kelautan tiap tahun sebesar US$ 40.000.000.000, secara total peluangSumberdaya Perikanan Indonesia senilai US$ 71.935.651.400 dan yang gres sempat digali sekitar US$ 17.620.302.800 atau 24,5 %. Potensi tersebut belum tergolong hutan mangrove, terumbu karang serta energi terbarukan serta jasa mirip transportasi, pariwisata bahari yang mempunyai peluang besar untuk dikembangkan.
3. Potensi Sumberdaya Tidak Pulih (Non Renewable Resource)
Pesisir dari Laut Indonesia memiliki cadangan minyak dan gas, mineral dan materi tambang yang besar. Dari hasil observasi BPPT (1998) dari 60 cekungan minyak yang terkandung dalam alam Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut. Dari 40 cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif, 11 baru diteliti sebagian, sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40 cekungan itu potensial menghasilkan 106,2 miliar barel setara minyak, tetapi baru 16,7 miliar barel yang dikenali dengan pasti, 7,5 miliar barel di antaranya sudah dieksploitasi.
Sedangkan sisanya sebesar 89,5 miliar barel berupa kekayaan yang belum terjamah. Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 57,3 miliar barel terkandung di lepas pantai, yang lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8 miliar barel terdapat di bahari dalam. Sementara itu untuk sumberdaya gas bumi, cadangan yang dimiliki Indonesia sampai dengan tahun 1998 mencapai 136,5 Triliun Kaki Kubik (TKK). Cadangan ini mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun 1955 yang cuma sebesar 123,6 Triliun Kaki Kubik. Sedangkan Potensi kekayaan tambang dasar maritim mirip aluminium, mangan, tembaga, zirconium, nikel, kobalt, biji besi non titanium, vanadium, dan lain sebagainya yang hingga sekarang belum teridentifikasi dengan baik sehingga dibutuhkan teknologi yang maju untuk mengembangkan potensi tersebut.
4. Potensi Geopolitis
Indonesia memiliki posisi strategis, antar benua yang menghubungkan negaranegara ekonomi maju, posisi geopolitis strategis tersebut menunjukkan kesempatan Indonesia selaku jalur ekonomi, contohnya beberapa selat strategis jalur perekonomian dunia berada di kawasan NKRI yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Makasar dan Selat Ombai-Wetar. Potensi geopolitis ini dapat dipakai Indonesia sebagai kekuatan Indonesia dalam percaturan politik dan ekonomi antar bangsa.
5. Potensi Sumberdaya Manusia
Potensi kawasan pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi SDM yaitu sekitar 60 % penduduk Indonesia bermukim di daerah pesisir, sehingga pusat kegiatan perekonomian seperti: Perdagangan, Perikanan tangkap, Perikanan Budidaya, Pertambangan, Transportasi bahari, dan Pariwisata bahari. Potensi masyarakatyang berada menyebar di pulau-pulau ialah aset yang strategis untuk peningkatan acara ekonomi antar pulau sekaligus pertahanan keselamatan negara.
D. Masalah-duduk perkara yang di hadapi dalam Pemanfaatan Kekayaan Laut
Dengan kekayaan maritim yang melimpah ini, sayangnya belum termanfaatkan secara optimal. Sumber daya kelautan yang begitu melimpah ini hanya dipandang “sebelah mata”, Kalaupun ada kegiataan pemanfaatan sumber daya kelautan, maka dilakukan kurang profesional dan ekstraktif, kurang mengindahakan faktor kelestariannya. Bangsa Indonesia kurang siap dalam menghadapi segala konsekuensi jati dirinya sebagai bangsa nusantara atau negara kepulauan terbesar di dunia sebab tidak disertai dengan kesadaran dan kapasitas yang seimbang dalam mengurus kekayaannya.
Di satu segi Indonesia memposisikan diri sebagai negara kepulauan dengan kekayaan lautnya yang melimpah, namun di segi lain Indonesia juga memposisikan diri secara kultural sebagai bangsa agraris dengan puluhan juta petani yang masih berada di bawah garis kemiskinan, sedangkan dalam industri terbaru, negara kita kalah berkompetisi dengan negara lain. Semua ini mempunyai efek juga kepada sektor industri kelautan sehingga mengakibatkan banyak persoalan berhubungan dengan pemanfaatan kekayaan bahari.
Diantaranya para nelayan Indonesia masih miskin dan tertinggal dalam pertumbuhan teknologi kelautan. Kemiskinan dan kemiskinan yang menyelimuti mereka alasannya adalah tata cara yang sungguh menekan seperti pembelian perlengkapan untuk menangkap ikan yang masih harus melalui rentenir alasannya adalah jika lewat Bank, prosesnya yang berbelit-belit dan terlalu birokrasi. Juga dengan buatan industri kelautan yang keadaannya setali tiga uang, terlihat dari rendahnya peranan industri domestik mirip nelayan.
Selain itu, banyak nelayan gila yang mencuri ikan di daerah perairan kita, tiap tahunnya jutaan ton ikan di perairan kita dicuri oleh nelayan aneh yang rata-rata peralatan tangkapan ikan mereka jauh lebih mutakhir dibandingkan para nelayan tradisional kita. Kerugian yang diderita negara kita mencapai Rp 18 trilyun-Rp36 trilyun tiap tahunnya. Hal ini memang kurang mampu dicegah oleh Tentara Nasional Indonesia AL selaku lembaga yang berwenang dalam mengamankan wilayah laut Indonesia, karena mirip kita ketahui keadaan alut sista (alat utama metode senjata) seperti kapal perang yang dimiliki Tentara Nasional Indonesia AL jauh dari mencukupi. Untuk mengamankan seluruh daerah perairan Indonesia yang mencapai 5,8 km2, Tentara Nasional Indonesia AL setidaknya harus memiliki 500 unit kapal perang berbagai jenis. Memang jikalau kita menengok kembali sejarah, di zaman Presiden Soekarno Angkatan Laut kita pernah menjadi keempat paling besar di dunia setelah Amerika Serikat, Uni Soviet,dan Iran. Akan namun semuanya cuma bersifat sementara sebab tidak dibangun atas kesanggupan sendiri, tetapi alasannya pertolongan Uni Soviet dalam rangka permainan geopolitik.
Sebenarnya apa yang salah dari pengelolaan laut Indonesia. Ada beberapa aspek yang menyebabkan pemanfaatan laut selaku kesempatanbangsa yang dahsyat itu terabaikan di antaranya yakni lemah penjagaan, lemah pengawasan, dan lemah kerjasama dari negara. Sebenarnya Indonesia memiliki Maritime Surveillance System (sistem pengamatan laut) pada sebuah institusi militer yang domainnya memang laut.
Maritime Surveillance System dititikberatkan pada pembangunan stasiun radar pantai dan pemasangan perlengkapan surveillance di kapal patroli, untuk lalu data-data hasil observasi dari perlengkapan yang terpasang tersebut diantarke pusat data melalui media komunikasi data tertentu untuk ditampilkan sebagai monitoring dan untuk dimasak lebih lanjut. Karena itu, sistem ini lebih cenderung berlaku sebagai alat bantu penegakan keselamatan di bahari, meski sungguh mungkin dikembangkan lebih lanjut sebagai alat bantu pertahanan.
E. Potensi Sumber Daya Kelautan di Indonesia
Potensi Sumberdaya Kelautan Potensi dan potensi pengembangan kelautan mencakup (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan dan perikanan, (5) pengembangan pulau-pulau kecil, (6) pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam, (7) deep sea water, (8) industri garam rakyat, (9) pengelolaan pasir bahari, (10) industri penunjang, (11) pengembangan tempat industri perikanan terpadu, dan (12) keragaman hayati bahari.
1. Perikanan
Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,8 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan potensi sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia), yang terbagi dalam sembilan wilayah perairan utama Indonesia.
Di samping itu terdapat kesempatanpengembangan untuk (a) budidaya bahari berisikan budidaya ikan (antara lain kakap, kerapu, dan gobia), budidaya moluska (kerang-kerangan, mutiara, dan teripang), dan budidaya rumput maritim, dan (e) bioteknologi kelautan untuk pengembangan industri bioteknologi kelautan mirip industri bahan baku untuk makanan, industri materi pakan alami, benih ikan dan udang, industri bahan pangan.
Luas laut Indonesia mencakup 2/3 dari seluruh luas daerah Indonesia, adalah 5,8 juta km2. Di dalam maritim tersebut, tersimpan kekayaan alam yang luar biasa besarnya. Potensi sumber daya bahari Indonesia tidak cuma berupa ikan, tetapi juga bahan tambang seperti minyak bumi, nikel, emas, bauksit, pasir, bijih besi, timah, dan lain-lain yang berada di bawah permukaan maritim. Kekayaan yang dapat dimanfaatkan dari sumber daya laut yang lain adalah sumber daya alam berbentukmangrove, terumbu karang, dan lain-lain. Sumber daya tersebut dikenal dengan sumber daya pesisir.
a. Perikanan
Budi Daya Ikan Sumber daya perikanan maritim adalah salah satu potensi sumber daya laut di indonesia yang semenjak dahulu telah dimanfaatkan penduduk. Laut Indonesia memiliki angka kesempatanlestari yang besar, ialah 6,4 juta ton per tahun. Yang dimaksud dengan peluanglestari yakni peluangpenangkapan ikan yang masih memungkinkan bagi ikan untuk melaksanakan regenerasi hingga jumlah ikan yang ditangkap tidak mengurangi populasi ikan. Berdasarkan aturan internasional, jumlah tangkapan yang diperbolehkan yakni 80% dari kesempatanlestari tersebut atau sekitar 5,12 juta ton per tahun.
Kenyataannya, jumlah hasil tangkapan ikan di Indonesia belum mencapai angka tersebut. Ini berarti masih ada kesempatan untuk mengembangkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan. Jika dibandingkan sebaran potensi ikannya, tampakadanya perbedaan secara biasa antara wilayah Indonesia bab Barat dan Timur. Di Indonesia bagian Barat dengan rata-rata kedalaman maritim 75 meter, jenis ikan yang banyak dtemukan adalah ikan pelagis kecil. Kondisi agak berlawanan terdapat di tempat Indonesia Timur dengan rata-rata kedalaman laut mencapai 4.000 m.
Di daerah Indonesia bagian Timur, banyak didapatkan ikan pelagis besar seperti cakalang dan tuna. Selain ikan yang tersedia di lautan, penduduk Indonesia juga banyak yang melakukan akal daya ikan, terutama di kawasan pesisir. Di pantai utara Pulau Jawa, banyak masyarakat yang mengembangkan usaha budi daya ikan dengan menggunakan tambak. Jenis ikan yang dikembangbiakkan disana adalah ikan bandeng dan udang. Selain ikan, kekayaan maritim Indonesia juga berada di wilayah-wilayah pesisir berbentukhutan mangrove, rumput laut, padang lamun, dan terumbu karang. Indonesia mempunyai lebih dari 13 ribu pulau sehingga garis pantainya sangat panjang.
Garis pantai Indonesia panjangnya mencapai 81.000 km, ukuran ini ialah panjang pantai kedua terpanjang di dunia sehabis Kanada. Oleh alasannya itu, kesempatansumber daya alam di kawasan pesisir sangat penting bagi Indonesia. Tidak salah kalau pemerintah di bawah pemerintahan presiden Jokowi memfokuskan pembangunan maritim di Indonesia. Kekayaan alam kita yang berbentukikan malah banyak diambil oleh oknum-oknum dari negara lain berbentukpraktik pencurian ikan atau illegal fishing. Ada beberapa kawasan perairan Indonesia yang riskan dengan kegiatan illegal fishing. Wilayah yang paling beresiko dengan praktik pencurian ikan ialah Laut Arafuru (Papua) di Timur perairan Indonesia.
b. Hutan Mangrove
Hutan mangrove (hutan bakau) yaitu tipe hutan yang berada di tempat pasang surut air laut. Saat air pasang, hutan mangrove digenangi oleh air bahari, sedangkan pada saat air surut, hutan mangrove bebas dari genangan air maritim. Umumnya hutan mangrove berkembang baik pada pantai yang terlindung, muara sungai, atau laguna. Tumbuhan yang hidup di habitat hutan mangrove tahan kepada garam yang terkandung di dalam air bahari. Ada dua fungsi hutan mangrove sebagai potensi sumber daya maritim di indonesia adalah fungsi ekologis dan irit. Fungsi ekologis hutan mangrove yaitu selaku habitat (daerah hidup) binatang laut untuk berlindung, mencari makan, dan berkembang biak.
Fungsi ekologis lainnya dari hutan mangrove yaitu untuk melindungi pantai dari abrasi air laut. Fungsi irit hutan mangrove berupa nilai hemat dari kayu pepohonan dan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Biasanya penduduk mempergunakan kayu sebagai bahan kayu bakar atau bahan pembuat arang. Kayu bakau juga dapat dijadikan bahan pembuat kertas. Selain kayu, hutan mangrove juga dihuni oleh beragam jenis fauna yang bernilai ekonomis, misalnya udang dan jenis ikan yang lain yang berkembang biak dengan baik di daerah ini.
Di mana sajakah sebaran hutan mangrove di Indonesia? Hutan mangrove tersebar di pesisir sebelah barat Pulau Sumatra, beberapa bab ada di pantai utara Pulau Jawa, sepanjang pesisir Pulau Kalimantan, Pesisir Pulau Sulawesi, Pesisir sebelah Selatan Papua, dan beberapa pulau kecil yang lain. Jumlah hutan mangrove di Indonesia mencapai angka 3.716.000 ha (data dari UNESCO).
Hutan mangrove Indonesia tidak tersebar secara merata. Luas paling besar hutan mangrove berada di Pulau Papua yang meraih 3,7 juta ha. Berikutnya ialah Kalimantan (165 ribu ha), Sumatra (417 ribu ha), Sulawesi (53 ribu ha), Jawa (34,4 ribu ha), Bali dan Nusa Tenggara (3,7 ha).
c. Terumbu Karang
Terumbu karang adalah terumbu (batuan sedimen kapur di maritim) yang terbentuk dari kapur yang sebagian besar dihasilkan dari koral (hewan yang menghasilkan kapur untuk kerangka tubuhnya). Jika ribuan koral membentuk koloni, koral-koral tersebut akan membentuk karang. Sebagai negara kepulauan, Indonesia merupakan negara yang mempunyai terumbu karang terluas di dunia. Luas terumbu karang Indonesia mencapai 284,3 ribu km2 atau setara dengan 18% dari terumbu karang yang ada di seluruh dunia. Kekayaan terumbu karang Indonesia tidak hanya dari luasnya, akan tetapi juga keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya.
Keanekaragaman hayati terumbu karang sebagai kesempatansumber daya laut di indonesia juga yang tertinggi di dunia. Di dalamnya terdapat 2.500 jenis ikan, 2.500 jenis moluska, 1.500 jenis udang-udangan, dan 590 jenis karang. Mengapa terumbu karang banyak ditemukan di daerah Indonesia? Terumbu karang akan dapat tumbuh dengan baik pada suhu perairan bahari antara 21O – 29O C. Pada suhu lebih besar atau lebih kecil dari itu, perkembangan terumbu karang menjadi kurang baik.
Karena Indonesia berada di tempat tropis dan suhu perairannya hangat, pantaslah bila terumbu karang banyak didapatkan di Indonesia. Pertumbuhan terumbu karang juga akan baik pada kondisi air yang jernih dan dangkal. Kedalaman air yang bagus untuk tumbuhnya terumbu karang tidak lebih dari 18 meter. Jika lebih besar dari kedalaman tersebut, kemajuan terumbu karang juga akan menjadi kurang baik. Selain tolok ukur tersebut, terumbu karang juga mensyaratkan salinitas (kandungan garam air bahari) yang tinggi. Oleh sebab itu, terumbu karang sulit hidup di sekitar muara sungai alasannya adalah kadar garam air lautnya menurun balasan bercampurnya air sungai ke laut. Mengapa terumbu karang wajib dilindungi dari kerusakan? Terumbu karang mempunyai banyak faedah, baik faedah yang bersifat ekonomis, ekologis, maupun sosial ekonomi.
Adapun citra dari faedah terumbu karang tersebut adalah selaku berikut.
1) Manfaat ekonomi : sebagai sumber kuliner, obat-obatan, dan objek rekreasi maritim.
2) Manfaat ekologis : mengurangi hempasan gelombang pantai yang mampu berakibat terjadinya pengikisan.
3) Manfaat sosial ekonomi : sebagai sumber perikanan yang mampu memajukan pemasukan para nelayan. Terumbu karang juga dapat menjadi daya tarik objek rekreasi yang mampu meningkatkan pendapatan penduduk sekitar dari kegiatan pariswisata. Terumbu karang banyak ditemukan di bab tengah kawasan Indonesia mirip di Sulawesi, Bali, Lombok, dan Papua. Konsentrasi terumbu karang juga didapatkan di Kepulauan Riau, pantai barat dan ujung barat Sumatra.
2. Pertambangan dan energi
Potensi sumberdaya mineral kelautan tersebar di seluruh perairan Indonesia. Sumberdaya mineral tersebut diantaranya adalah minyak dan gas bumi, timah, emas dan perak, pasir kuarsa, monazite dan zircon, pasir besi, agregat bahan konstruksi, posporit, nodul dan kerak mangan, kromit, gas biogenic kelautan, dan mineral hydrothermal.
3. Perhubungan Laut
Transportasi laut berperan penting dalam dunia jual beli internasional maupun domestik. Transportasi maritim juga membuka jalan masuk dan menghubungkan daerah pulau, baik kawasan sudah yang maju maupun yang masih terisolasi. Sebagai negara kepulauan (archipelagic state), Indonesia memang amat memerlukan transportasi laut, tetapi, Indonesia ternyata belum memiliki armada kapal yang mencukupi dari sisi jumlah maupun kapasitasnya.
Data tahun 2001 menawarkan, kapasitas share armada nasional kepada transportasi mancanegara yang mencapai 345 juta ton hanya meraih 5,6 persen. Adapun share armada nasional kepada angkutan dalam negeri yang meraih 170 juta ton cuma meraih 56,4 persen. Kondisi seperti ini pasti sangat mengkhawatirkan khususnya dalam menghadapi kala perdagangan bebas. Selain dibutuhkan sebuah kebijakan yang kondusif untuk industri pelayaran, maka Peningkatan mutu SDM yang menangani angkutansangatlah diperlukan.
Karena negara Indonesia adalah negara kepulauan maka kebutuhan fasilitas transportasi maritim dan angkutanudara dibutuhkan. Mengingat jumlah pulau kita yang 17 ribu buah lebih maka sangatlah dibutuhkan industri bahari dan dirgantara yang bisa menolong memproduksi sarana yang menolong kelangsungan transportassi antar pulau tersebut. Potensi pengembangan industri maritim Indonesia sangat besar, mengingat secara geografis Indonesia ialah negara kepulauan yang berisikan ribuan pulau. Untuk menjangkau dan mengembangkan assesbilitas pulau mampu dihubungkan melalui peran dari sarana transportasi udara (pesawat kecil) dan sarana transportasi laut (kapal, perahu, dan sebagainya).
Industri Dan Jasa Maritim
a. Galangan (pembuatan) kapal dan dock-yard.
b. Industri mesin dan peralatan kapal.
c. Industri alat penangkapan ikan (fishing gears) seperti jaring, pancing, fish finders, tali tambang, dll.
d. Industri kincir air tambak (pedal wheel), pompa air, dll.
e. Offshore engineering and structures.
f. Coastal engineering and structures.
g. Kabel bawah laut dan fiber optics.
h. Remote sensing, GPS, GIS, dan ICT yang lain.
4. Pariwisata Bahari
Indonesia mempunyai kesempatanpariwisata laut yang memiliki daya tarik bagi wisatawan. Selain itu juga potensi tersebut disokong oleh kekayaan alam yang indah dan keragaman tumbuhan dan fauna. Misalnya, daerah terumbu karang di seluruh Indonesia yang luasnya mencapai 7.500 km2 dan umumnya terdapat di kawasan taman maritim. Selain itu juga disokong oleh 263 jenis ikan hias di sekeliling terumbu karang, biota langka dan dilindungi (ikan banggai cardinal fish, penyu, dugong, dll), serta migratory species.
Potensi kekayaan maritim yang mampu dikembangkan menjadi komoditi pariwisata di bahari Indonesia antara lain: wisata bisnis (business tourism), rekreasi pantai (seaside tourism), wisata budaya (culture tourism), wisata pesiar (cruise tourism), rekreasi alam (eco tourism) dan rekreasi olah raga (sport tourism).
F. Isu dan Masalah Pengelolaan
1. Isu Kerusakan Ekosistem
Kerusakan ekosistem yang sungguh besar lengan berkuasa pada tingkat produktivitas sumber daya kelautan mencakup: ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, padang lamun dan estuaria, serta ekosistem budidaya maritim. Kondisi terumbu karang dikala ini mencapai kerusakan rata-rata 40% dengan rincian : rusak berat 40,14%, rusak sedang 29,22%, dan baik 6,41-24,23%. Di Indonesia Barat keadaan membuat puas tinggal 3,93%, di Indonesia Tengah tinggal 7,09%, sedangkan di Indonesia Timur kondisi membuat puas tinggal 9,80%.
Permasalahan kerusakan ekosistem juga terjadi akibat terjadi pemanfaatan sumberdaya ikan yang berlebih (overfishing) di beberapa kawasan perairan Indonesia.
Masalah tersebut memiliki pengaruh pada ketidakberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan. Kerusakan ekosistem juga terjadi akibat pencemaran ekosistem maritim yang bersumber dari imbas kegiatan-aktivitas manusia di darat dan di laut dan berakibat pada penurunan mutu dan daya dukung ekosistem maritim. Kegiatan manusia di maritim yang mampu mencemari ekosistem laut diantaranya aktivitas perkapalan dengan arus transportasi lautnya, acara pertambangan, penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, rekreasi pantai, dan lain sebagainya. Sedangkan acara insan di darat yang mencemari ekosistem bahari diantaranya yaitu acara pertanian, pemukiman, industri, acara pertambangan, dan lain-lain.
2. Isu Sosial Ekonomi
Laut sebagai media kontak sosial dan budaya menunjukkan citra terhadap kita bahwa dengan terbukanya susukan perhubungan di maritim akan terjadi kemudahan interaksi secara sosial antar kawasan bahkan antar negara. Kemudian interaksi tersebut dapat berimplikasi faktual dan dapat juga sebaliknya yang mengakibatkan susukan tindakan criminal seperti illegal logging, perompakan, pencurian sumberdaya, jual beli illegal dan perdagangan insan.
Selain itu, masalah ekonomi yang terjadi ialah kemiskinan nelayan yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya di bahari. Kemiskinan nelayan ini memperlihatkan bahwa pemanfaatan sumberdaya maritim dan potensi-potensi pendukungnya belum dimanfaatkan secara maksimal dan bijaksana
3. Isu Hukum dan Kelembagaan
Isu hukum yang terjadi baik di level nasional maupun kawasan antar sektor berhubungan dengan penanganan pengendalian sumberdaya seperti pengawasan, MCS, pengendalian pencemaran lingkungan bahari. Beberapa instansi telah memiliki peraturan mengenai penanganan ini, sedangkan beberapa instansi lainnya belum ada dan masih mengacu pada peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian LH yang masih bersifat lazim dan tidak mengendalikan secara teknis tentang acara kegiatan yang merupakan instansi teknis.
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas, perkapalan dan kepelabuhan serta pariwisata pantai dan maritim memerlukan peraturan perundangan rincian dan teknis dari masing-masing instansi tersebut. Isu kelembagaan berhubungan dengan permasalahan koordinasi baik secara horizontal maupun vertical. Koordinasi secara horizontal dimana implementasi koordinasi yang terjadi pada instansi horizontal mirip antar instansi teknis dalam satu level pemerintahan yang masing-masing masih terdapat perbedaan pandangan dan pelaksanaan dalam pengelolaan kelautan. Koordinasi secara vertical dimana implementasi kerjasama yang terjadi pada instansi vertical yaitu pusat, propinsi dan kabupaten/kota yang dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dapat diimplementasikan sebagaimana diamanatkan UU No.32/2004.
4. Isu Pemanfaatan Ruang
Laut dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, contohnya area perikanan, pertambangan, jalur transportasi, jalur kabel komunikasi dan pipa bawah air, rekreasi maritim dan area konservasi. Artinya bahari sebagai ruang dimungkinkan adanya terdapat beberapa jenis pola pemanfaatan dalam satu ruang yang sama. Konflik pemanfaatan ruang mampu saja terjadi bila penetapan teladan-acuan pemanfaatan pada ruang yang sama atau berdekatan saling memberikan pengaruh yang negatif.
Ketidakselarasannya peraturan atau produk hokum dalam pola-pola pemanfaatan maritim antar sektor mampu mengembangkan kerentanan pertentangan kepentingan. Selain itu, kepentingan pemerintah kawasan ketika ini yang diberikan kewenangan untuk mengelola kawasan lautnya masing-masing banyak disalah tafsirkan, sehingga bahari dianggap milik sendiri dan dilarang dimanfaatkan oleh orang lain atau pemanfaatan sumberdaya laut dijalankan hanya sekedar untuk menambah devisa tanpa menyaksikan aneka macam faktor keberlanjutannya.
G. Upaya Pengelolaan yang Optimal
1. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkesinambungan ialah salah satu amanat dari konferensi Bumi (Earth Summit) yang diselenggarakan tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil. Dalam lembaga global tersebut, pemahaman perihal perlunya pembangunan berkelanjutan mulai disuarakan dengan menunjukkan definisi selaku pembangunan yang bertujuan untuk menyanggupi kebutuhan generasi kini dengan tanpa mengabaikan kesanggupan generasi mendatang untuk menyanggupi kebutuhannya.
Pengelolaan sumberdaya bahari perlu diarahkan untuk mencapai tujuan pendayagunaan potensi untuk meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi nasional dan kemakmuran pelaku pembangunan kelautan khususnya, sertauntuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya kelautan khususnya sumberdaya pulih dan kelestarian lingkungan.
Secara biasa , target pembangunan yang ingin dicapai yaitu mulai membaiknyasistem pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sasaran yang akan diraih dalam pembangunan kelautan adalah:
a. Menurunnya acara ilegal dan menghancurkan di kawasan maritim dan pesisir;
b. Meningkatnya kualitas pengelolaan eksosistem pesisir, maritim, dan pulau-pulau kecil secara terpadu, lestari, dan berbasis masyarakat;
c. Meningkat dan berkembangnya daerah konservasi bahari, antara lain melalui pengembangan kawasan derma laut;
d. Terwujudnya ekosistem laut dan pesisir yang higienis, sehat, dan produktif;
e. Terintegrasinya pembangunan laut, pesisir, dan daratan dalam satu kesatuan pengembangan kawasan;
f. Berkembangnya riset dan teknologi di bidang kelautan;
g. Percepatan solusi batas laut dengan negara tetangga, utamanya Singapura, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea, dan Filipina; dan
h. Meningkatnya upaya mitigasi petaka maritim dalam rangka melindungi keselamatan masyarakat yang bekerja di bahari dan masyarakatyang tinggal di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
Untuk meraih target sebagaimana disebutkan di atas, arah kebijakan pembangunan diutamakan untuk mengarusutamakan prinsip-prinsip pembangunan berkesinambungan ke seluruh bidang pembangunan. Pembangunan kelautan diarahkan untuk:
a. Mengelola dan mendayagunakan peluangsumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil secara lestari berbasis penduduk ;
b. Memperkuat pengendalian dan pengawasan dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan;
c. Meningkatkan upaya konservasi laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil serta merehabilitasi ekosistem yang rusak, mirip terumbu karang, mangrove, padang lamun, dan estuaria.
d. Mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di daerah pesisir, maritim,perairan tawar (danau, situ, perairan umum), dan pulau-pulau kecil;
e. Menjalin koordinasi regional dan internasional dalam rangka solusi batas laut dengan negara tetangga;
f. Mengembangkan upaya mitigasi lingkungan laut dan pesisir dalam rangka peningkatkan pertolongan keselamatan melakukan pekerjaan dan menghemat resiko kepada musibah maritim bagi penduduk yang tinggal di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil;
g. Mendorong kemitraan dalam rangka memajukan tugas aktif masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil.
2. Keterpaduan
Sifat keterpaduan dalam pembangunan kelautan menginginkan koordinasi yang mantap, mulai tahapan penyusunan rencana sampai terhadap pelaksanaan dan pemantauan serta pengendaliannya. Untuk itu , diperlukan visi, misi, taktik, kebijakan dan perencanaan program yang mantap dan dinamis. Melalui kerjasama dan sinkronisasi dengan aneka macam pihak baik lintas sektor maupun subsektor, tentu dengan mengamati target, tahapan dan keselarasan antara rencanan pembangunan kelautan nasional dengan regional, dibutuhkan diperolah keharmonisan dan keterpaduan perencanaan dari bawah (bottom up) yang bersifat fundamental dengan penyusunan rencana dari atas ( top down) yang bersifat policy, sebagai suatu kombinasi dan sinkronisasi yang lebih mantap.
Keterpaduan dalam pengelolaan sumberdaya kelautan mencakup (1) keterpaduan sektoral yang mensyaratkan adanya kerjasama antar sektor dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan, (2) keterpaduan pemerintahan lewat integrasi antara penyelenggara pemerintahan antarlevel dalam suatu konteks pengelolaan kelautan tertentu, (3) keterpaduanspasial yang menawarkan arah pada integrasi ruang dalam suatu pengelolaan daerah bahari, (4) keterpaduan ilmu dan administrasi yang menitikberatkan pada integrasi antarilmu dan wawasan yang terkait dengan pengelolaan kelautan, dan (5) keterpaduan internasional yang mensyaratkan adanya integrasi pengelolaan pesisir dan bahari yangmelibatkan dua atau lebih negara, seperti dalam konteks Transboundary species, high migratory species maupun efek polusi antar ekosistem.
3. Desentralisasi Pengelolaan
Dari 400-an lebih kabupaten dan kota di Indonesia, maka 240-an lebih mempunyai daerah laut. Memperhatikan hal ini maka dalam bab kesungguhan mengelola kekayaan laut Diharapkan stabilitas politik di negara kita mampu ditingkatkan, penegakan hukum dapat segera dikerjakan sehingga segala upaya dalam pembangunan SDM, pembangunan ekonomi mampu mendapatkan hasil yang maksimal. Budaya negeri kita paternalistik, sehingga sikap pemimpin nasional dan tempat, sikap pejabat sentra dan kawasan akan menjadi refleksi penduduk luas.
Usaha pertolongan otonomi yang aktual dan bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dan pembangunan ialah gosip pemerintahan yang lebih santer di kurun-kurun yang akan datang. Proses penyusunan rencana dan penentuan kecerdikan pembangunan yang sekarang masih nampak sentralistis di pemerintahan pusat kiranya perlu didorong untuk mendesentralisasikan ke daerahdaerah.
Selain itu, peranan kawasan juga sangat besar dalam proses pemberdayaan penduduk untuk ikut serta secara aktif dalam proses pembangunan, tergolong di dalamnya pembangunan daerah pesisir dan lautan. Namun tugas tersebut masih perlu ditingkatkan di abad mendatang mengingat peranan sumberdaya pesisir dan lautan dalam pembangunan di masa mendatang kian penting. Peranan tempat juga kian penting, khususnya kalau dikaitkan dengan pelatihan kawasan, baik yang berhubungan dengan pemanfaatan dan bantuan sumberdaya alam maupun penduduk di kawasan, utamanya yang berada di kawasan pesisir, yang kehidupannya sungguh tergantung pada lingkungan di sekitarnya (lingkungan pesisir dan lautan).
Daerah juga harus dapat mengembangkan peranannya lewat pelatihan dunia usaha di tempat untuk menyebarkan usahanya di bidang kelautan. Artinya proses pemberdayaan bukan cuma diperuntukkan bagi penduduk pesisir atau masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor kelautan (nelayan), namun juga para pengusaha (contohnya perikanan) mengantisipasi kesempatanpasar dalam negeri maupun luar negeri yang cenderung meningkat. Di sektor lain, misalnya budidaya bahari juga ialah potensi untuk mendorong pembangunan baik secara nasional maupun untuk kepentingan penduduk pesisir.
Secara empiris, isu terkini menuju otonomisasi pengelolaan sumberdaya kelautan ini pun di beberapa negara telah teruji dengan baik. Contoh cantik dalam hal ini yakni Jepang. Dengan panjang pantai kurang lebih 34.590 km dan 6.200 pulau besar kecil, Jepang menerapkan pendekatan otonomi lewat prosedur “coastal fishery right”-nya yang terkenal itu. Dalam konteks ini, pemerintah pusat hanya memperlihatkan “basic guidelines” dan kemudian kebijakan lapangan diserahkan kepada provinsi atau kota lewat FCA (Fishebry Cooperative Association). Dengan demikian, terdapat mozaik pengelolaan yang bersifat site-spesific menurut kondisi lokasi di kawasan pengelolaan masing-masing.
4. Pengelolaan Berbasis Masyarakat
Pendekatan pembangunan tergolong dalam konteks sumberdaya kelautan, sering kali menghapus keberadaan organisasi lokal (local organization). Meningkatnya perhatian terhadap aneka macam variabel local mengakibatkan pendekatan pembangunan dan pengelolaan beralih dari sentralisasi ke desentralisasi yang salah satu turunannya yaitu desain otonomi pengelolaan sumberdaya kelautan.
Dalam konteks ini pula, kemudian rancangan CBM (community based management) dan CM (Co-Management) timbul selaku “policy badies” bagi semangat ”kebijakan dari bawah” (bottom up policy) yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam. Hal ini diarahkan sesuai dengan tujuan pengelolaan sumberdaya kelautan yang dilaksanakan untuk mencapai kemakmuran bareng sehingga orientasinya adalah pada keperluan dan kepentingan penduduk sehingga tidak cuma menjadi objek, melainkan subjek pengelolaan
5. Isu Global
Memasuki kala ke-21, Indonesia dihadapkan pada tantangan internasional sehubungan dengan mulai diterapkannya pasar bebas, mulai dari AFTA (pasar bebas ASEAN) sampai APEC (pasar bebas Asia Pasifik). Seiring dengan itu, terjadi aneka macam pertumbuhan lingkungan strategis internasional, antara lain (1) proses globalisasi, (2) regionalisasi blok perdagangan, (3) gosip politik jual beli yang menciptakan non-tariff barier, dan (4) info tarifikasi dan tariff escalation bagi produk agroindustri, dan (5) perkembangan kelembagaan perdagangan internasional.
Terdapat dua aspek globalisasi yang terkait dengan sektor kelautan dan perikanan, yakni aspek ekologi dan ekonomi. Secara ekologi, terdapat berbagai kaidah internasional dalam pengelolaan sumberdaya perikanan (fisheries management), seperti adanya Code of Conduct for Responsible Fisheries yang dikeluarkan FAO (1995). Aturan ini menuntut adanya praktek pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan, dimana setiap negara dituntut untuk memenuhi kaidah-kaidah tersebut, berikutnya dijabarkan di tingkat regional melalui organisasi/komisi-komisi regional (Regional Fisheries Management Organizations-RFMOs) mirip IOTC (Indian Ocean Tuna Comission) yang menertibkan penangkapan tuna di perairan India, CCSBT, dll. Selain itu, Committee on Fisheries FAO sudah menyepakati tentang International Plan of Action on Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing yang menertibkan mengenai (1) praktek ilegal seperti pencurian ikan, (2) praktek perikanan yang tidak dilaporkan atau laporannya salah, atau laporannya di bawah tolok ukur, dan (3) praktek perikanan yang tidak dikontrol sehingga mengancam kelestarian stok ikan global.
Sementara itu dalam faktor ekonomi, liberalisasi jual beli ialah ciri utama globalisasi. Konsekuensinya yaitu ketatnya kompetisi produk-produk perikanan pada kurun datang. Oleh kesudahannya produk-produk perikanan akan sungguh diputuskan oleh aneka macam patokan, mirip (1) produk tersedia secara terstruktur dan berkesinambungan, (2) produk harus mempunyai mutu yang baik dan seragam, dan (3) produk mampu disediakan secara masal. Selain itu, produk-produk perikanan harus dapat pula mengantisipasi dan mensiasati segenap isu jual beli internasional, tergolong: berita kualitas (ISO 9000), informasi lingkungan (ISO 14000), info property right, info responsible fisheries, precauteonary approach, informasi hak asasi insan (HAM), dan gosip ketenagakerjaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah kesempatandan pembuatan sumber daya kelautan adalah:
1. Sumber daya Kelautan memiliki peluangyang besar untuk pengembangan ekonomi nasional menyongsong kurun 21, tetapi demikian pemanfaatannya harus dilakukan secara hati-hati semoga tidak terjadi kerusakan ekosistemnya mirip yang terjadi pada sumberdaya daratan, Sektor perikanan, pariwisata maritim, pertambangan maritim, industri maritim, perhubungan bahari, bangunan kelautan, dan jasa kelautan, merupakan andalan dalam menjawab tantangan dan potensi tersebut.
2. Selama ini pembangunan yang mempergunakan potensi sumberdaya kelautan tidak dikerjakan oleh satu kerjasama forum negara namun dilaksanakan secara parsial oleh beberapa lembaga negara mirip departemen pertahanan, dalam negeri, luar negeri, perhubungan, energi, pariwisata, industri dan perdagangan, lingkungan hidup, kelautan dan Perikanan.
3. Departemen tersebut hanya bertanggungjawab pada masing-masing sektor tersebut, dengan demikian menjadi agak rancu bila mengetahui standar pembangunan kelautan hanya dilihat dan kinerja perdepartemen seperti dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan.
B. Saran
Masih banyak yang perlu dikaji dan dipelajari dalam bidang ini, namun keterbatasan penulis dalam mencari data dan isu yang lebih valid menjadi salah satu kendala dalam penulisan karya tulis ini. Namun, ada satu kesimpulan yang dapat kita ambil dari goresan pena ini yaitu perlunya berbagai pihak berperan aktif dalam penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya kelautan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Nuha, Uta Ulin. 2009. Optimalisasi Potensi Laut Melalui Sistem Informasi.
Soesilo, Indroyono. 2007. Profil Laut Indonesia, (Online), www.dkp.go.id
https://katobaserak.wordpress.com/marine/pengelolaan-sumber-daya-maritim/
http://ekonomi.metrotvnews.com/mikro/3NOraJzK-minim-pemanfaatan-potensi-kelautan-indonesia
https://travel.kompas.com/read/2009/11/06/15004486/potensi.kekayaan.maritim.indonesia.capai.rp.14.994.triliun