MAKALAH PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
By: Mey, dkk.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Maju nya perekonomian Indonesia di tambah mudah nya susukan ke luar negeri maka remaja ini penghasilan dari mancanegara kian banyak ini menjadi suatu potensi bagi Negara untuk menerima pendapatan. Mungkin untuk sebagian besar masyarakat Indonesia masih enggan melaporkan seluruh keuntungan usahanya baik yang di dalam negeri maupun mancanegara. Banyak argumentasi yang diberikan wajib pajak untuk tidak melaporkan bisnisnya. Sebenarnya dengan kita melaporkan perjuangan kita khususnya atas penghasilan dari Luar Negeri akan menunjukkan keuntungan bagi Wajib Pajak sebab atas pajak yang sudah di bayar di Luar Negeri dapat dikreditkan pada kahir tahun pelapoan SPT Tahunan Badan / Perorangan.
Pajak dapat dengan leluasa dibilang selaku tanggung jawab warga negara dalam tugas sukarela dan kasat mata. Warga negara dalam tugas sukarela oleh anggota penduduk untuk mendukung banyak sekali kebutuhan negara dalam pembangunan nasional, tanpa kompensasi pribadi, dalam hukum perpajakan untuk kemakmuran bangsa dan negara. Dengan demikian perbaikan kondisi perjuangan di tingkat nasional dan internasional akan memajukan pemasukan WP Badan Dalam Negeri (DN). PPh pasal 24 yang telah dipungut di Luar Negeri (LN) untuk penghasilan WPLN. Objek pajak ini akan di atur pemerintah dalam PPh pasal 24.
Adapun Pajak mancanegara yang dikenakan atas penghasilan wajib pajak daerah (WPDN) dapat dijumlah atas pajak yang dibayarkan untuk tahun pajak berlangsung, pada jumlah pajak yang dipungut di luar negeri namun dihentikan melebihi perhitungan pajak yang dibayarkan berdasarkan Undang-undang No. 10 /1994.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian PPh Pasal 24 ?
2. Bagaimana Penggabungan PPh Pasal 24 ?
3. Bagaimana batas maksimum kredit pajak ?
4. Bagaimana batas maksimum kredit pajak untuk setiap negara ?
5. Bagaimana rugi usaha di mancanegara ?
6. Bagaimana cara melaksanakan kredit pajak LN ?
C. Tujuan
1. Untuk mengenali pemahaman PPh Pasal 24
2. Untuk mengetahui bagaimana Penggabungan PPh Pasal 24
3. Untuk mengenali bagaimanabatas maksimum kredit Pajak
4. Untuk mengenali bagaimana batas maksimum kredit pajak untuk setiap negara
5. Untuk mengenali bagaimana rugi usaha diluar negeri
6. Untuk mengenali bagaimana cara melakukan kredit pajak LN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak penghasilan Pasal 24
Pajak penghasilan pasal 24 yakni pajak yang terutang atau dibayarkan diluar negeri atau penghasilan yang diterima atau diperoleh dari mancanegara yang mampu dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri. Pengkreditan pajak pasal 24 ini dijalankan dengan syarat bahwa hutang pajak tersebut harus dari sumber penghasilannya[1]. Contohnya : Pajak dividen saham, cuma dapat di kreditkan bila diiris di Negara yang mempublikasikan usaha tersebut.
Pajak penghasilan pasal 24 ialah pajak yang dibayar atau terutang diluar negeri atas penghasilan dari mancanegara yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri, PPh pasal 24 ini boleh dikreditkan kepada total pajak penghasilan terutang dalam satu tahun pajak[2]. Pada dasarnya wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, baik penghasilan yang diterima atau diperoleh didalam negeri maupun penghasilan yang diterima atau diperoleh diluar negeri, bila negara lain daerah wajib pajak dalam negeri tersebut akan membayar atau terutang pajak atas penghasilannya itu di negara yang bersangkutan.
Pajak penghasilan pasal 24 mengendalikan tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang mampu dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri, pengkreditan pajak luar negeri dijalankan untuk menghindarkan pajak berganda, tapi jumlah yang dikreditkan dibatasi[3]. Pengkreditan pajak luar negeri dikerjakan dalam tahun digabungkan penghasilan dari mancanegara dengan penghasilan di indonesia, pengkreditan ini betujuan untuk menghindarkan pajak berganda yang jumlah yang
dikreditkan tidak melebihi perkiraan pajak yang terutang berdasarkan UUM PPh 24.
Adapun beberapa suasana dimana seorang wajib pajak memiliki keharusan mengeluarkan uang pajak, tidak cuma di indonesia tetapi juga diluar negeri, oleh alasannya adalah itu PPh pasal 24 mungkin dapat berlaku buat anda[4]. Jika nilai pajak diluar negeri telah digunakan selaku kredit pajak di indonesia, sudah berkurang atau dikembalikan terhadap anda, sehingga nilai kredit anda menyusut untuk menutup pajak terutang anda disini, maka anda mesti mengeluarkan uang jumlah terutang tersebut.
Pada dasarnya PPh Pasal 24 menertibkan ihwal besarnya kredit pajak yang dapat diperhitungkan atas pemotongan pajak/ pajak yang dibayar/ pajak yang terutang di luar negeri. Hal ini sesuai dengan ayat 1 dan 2 Pasal 24 UU PPh [5]:
1. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari mancanegara yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan kepada pajak yang terutang menurut Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
2. Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di mancanegara namun tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
B. Penggabungan Penghasilan
Untuk memperhitungkan pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan yang diterima wajib pajak dalam negeri, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, maka seluruh penghasilan yang diperoleh tersebut mampu digabungkan. Tata cara pengambilan penghasilan dijalankan dengan langkah-langkah berikut [6]:
1. Atas penghasilan dari kegiatan usaha dijalankan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut.
2. Atas penghasilan lainnya dilaksanakan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut.
3. Penghasilan berupa deviden (pasal 18 ayat (2) UU No. 36 tahun 2008) dari pernyataan modal sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor atau secara bantu-membantu dengan WP dalam negeri yang lain sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor pada tubuh usaha diluar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan dibursa efek, dikerjakan dalam tahun pajak dimana deviden tersebut diperoleh. Saat perolehan deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Contoh Soal:
PT. Perlak menerima dan memperoleh beberapa penghasilan netto dari sumber LN dalam tahun pajak 2013, sebagai berikut:
1. Penghasilan dari hasil perjuangan di Bosnia dalam tahun pajak 2013 sebesar Rp 500.000.000,00.
2. Dividen atas pemilikan saham pada Rome Co. di Italia sebesar Rp 75.000.000,00 yang berasal dari keuntungan tahun 2009 yang ditetapkan dalam rapat pemegang saham tahun 2012 dan baru dibayarkan tahun 2013.
3. Dividen atas penyertaan saham sebesar 50% pada Zurich Corp. di Swiss yang sebesar Rp 175.000.000,00 yang berasal dari keuntungan tahun 2011, tetapi berdasarkan KMK baru diperoleh tahun 2013.
4. Bunga kuartal I tahun 2013 sebesar Rp 35.000.000,00 dari Vienna GmBH. di Austria yang baru akan diterima bulan Januari 2014.
Ditanya : Penghasilan mana sajakah yang mampu digabungkan di tahun fiskal 2013 ?
Jawaban :
Penghasilan dari sumber LN yang digabungkan di tahun fiskal 2013 meliputi:
Penghasilan dari hasil perjuangan di Bosnia.
Dividen atas pemilikan saham di Italia.
Dividen atas penyertaan saham di Swiss.
Adapun penghasilan bunga Austria akan digabungkan di tahun fiscal 2014.
Penggabungan penghasilan yang berasal dari mancanegara dilaksanakan dengan ketentuan selaku berikut [7]:
1. Penggabungan penghasilan dari perjuangan dilaksanakan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis).
2. Untuk penghasilan lainnya, dijalankan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash basis).
3. Penggabungan penghasilan berupa dividen yang diperoleh wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sedikitnya 50% dari jumlah saham disetor atau secara bantu-membantu dengan wajib pajak dalam negeri lainnya sedikitnya 50% dari jumlah saham disetor pada badan usaha di luar negeri yang sahamya tidak diperdagangkan di bursa efek, dijalankan dalam tahun pajak di mana dividen tersebut diperoleh. Penjelasan lebih lanjut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.256/PMK.03/2008.
4. Kerugian yang diderita di luar negeri dilarang digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.
Contoh:
PT Dahlia Indah di Jakarta dalam tahun pajak 2015 menerima dan mendapatkan penghasilan neto dari sumber luar negeri selaku berikut:
1. Hasil usaha di negara Thailand dalam tahun pajak 2015 sebesar Rp 900.000.000.
2. Di negara Singapura, mendapatkan dividen atas kepemilikan sahamnya di X Ltd. sebesar Rp1.000.000.000, ialah berasal dari laba saham tahun 2013 yang ditetapkan dalam RUPS tahun 2014 dan baru dibayarkan tahun 2015.
3. Di negara Hong Kong, mendapatkan dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% di Y Corp. sebesar Rp 2.000.000.000. Saham tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek. Dividen tersebut berasal dari laba saham 2014 dan diperoleh tahun 2014.
4. Penghasilan bunga kuartal IV tahun 2015 sebesar Rp 300.000.000 dari Kuala Lumpur Bank di Malaysia. Penghasilan tersebut gres akan diterima pada bulan Juli 2016.
Penghasilan dari mancanegara yang mampu digabungkan dengan penghasilan dalam negeri PT Dahlia Indah dalam tahun pajak 2015 yakni penghasilan pada angka 1, 2, dan 3. Sedangkan, penghasilan pada angka 4 mampu digabungkan dengan penghasilan PT Dahlia Indah untuk tahun pajak 2016.
C. Batas Maksimum Kredit Pajak
Dalam menjumlah batas jumlah pajak yang dibolehkan dikreditkan, sumber penghasilan diputuskan selaku berikut [8]:
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas yang lain adalah negara daerah badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
2. Penghasilan berbentukbunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak yakni negara daerah pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut kedudukan.
3. Penghasilan berbentuksewa sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak yaitu negara tempat harta tersebut terletak.
4. Penghasilan berbentukimbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan acara adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan.
5. Penghasilan bentuk usaha tetap yaitu negera daerah bentuk usaha tetap tersebut melakukan usaha atau melaksanakan acara.
6. Keuntungan karena pengalihan harta tetap yaitu negara tempat harta tetap berada.
7. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bab dari suatu bentuk usaha tetap yaitu negera tempat bentuk perjuangan yang berada.
Batas maksimum kredit pajak dapat diambil dari yang terendah diantara 3 unsur/ perhitungan berikut ini [9]:
1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di mancanegara
2. (Penghasilan luar negeri/ seluruh penhasilan kena pajak) × PPh atas seluruh yang dikenakan tariff pasal 17.
3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak ( dalam hal penghasilan kena pajak yakni leboh kecil ketimbang penghasilan mancanegara)
Contoh :
PT Anugerah Sejahtera menemukan penghasilan netto dalam tahun pajak 2014 selaku berikut:
· Penghasilan dari mancanegara Rp5.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 35%.
· Penghasilan perjuangan di Indonesia Rp3.000.000.000.
Maka jumlah penghasilan nettonya yaitu: Rp 5.000.000.000 + Rp3.000.000.000 = Rp 8.000.000.000
Batas maksimum kredit pajak diambil yang paling rendah dari 3 komponen/perkiraan berikut:
1. PPh terutang atau dibayar di mancanegara ialah: 35% x Rp 5.000.000.000 = Rp 1.750.000.000
2. (Rp 5.000.000.000/Rp 8.000.000.000) x Rp 2.000.000.000 = Rp1.250.000.000
3. PPh terutang (berdasarkan tarif pasal 17) = Rp 8.000.000.000 x 25% = Rp2.00000.000
Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan yaitu pada poin 2 sebesar Rp 1.250.000.000.
D. Batas Maksimum Kredit Pajak Untuk Setiap Negara (Per Country Limitation)
Apabila penghasilan mancanegara berasal dari beberapa negara, maka penghitungan batas maksimum kredit pajak dijalankan untuk masing-masing negara[10].
Contoh:
PT Makmur Abadi menemukan penghasilan netto dalam tahun 2015 selaku berikut:
· Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) 000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 35%.
· Di negara B, menemukan penghasilan (keuntungan) Rp 3.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 20%.
· Penghasilan usaha di Indonesia Rp 5.0000.000
Perhitungan kredit pajak mancanegara ialah sebagai berikut:
Jumlah penghasilan netto atau penghasilan kena pajaknya = (Rp2.000.000.000 + Rp3.000.000.000) + Rp5.000.000.000 = Rp10.000.000.000
PPh terutang (berdasarkan pasal 17) = Rp10.000.000.000 x 25% = Rp2.500.000.000
Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara yaitu:
· Negara A: (Rp2.000.000.000/Rp10.000.000.000) x Rp2.500.000.000 = Rp500.000.000
Pajak terutang di negara A sebesar Rp700.000.000, maka maksimum kredit pajak yang mampu dikreditkan yaitu Rp500.000.000.
· Negara B: (Rp3.000.000.000)/Rp10.000.000.000) x Rp2.500.000.000 = Rp750.000.000
Pajak terutang di negara B sebesar Rp600.000.000, maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan yaitu Rp750.000.000. Kaprikornus, jumlah kredit pajak mancanegara yang dikenakan yakni sebesar Rp500.000.000 + Rp750.000.000 = Rp1.250.000.000.
E. Rugi Usaha di Luar Negeri
Perhitungan PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha di Luar Negeri[11].
Kasus dan Pertanyaan:
PT Selaras Abadi pada tahun 2013 memperoleh penghasilan neto selaku berikut: Di Thailand memperoleh penghasilan berupa keuntungan perjuangan sebesar Rp300.000.000 (tarif pajak yang berlaku 40%). Di Jerman menderita kerugian sebesar Rp500.000.000 (tarif pajak yang berlaku 25%). Di dalam negeri menemukan keuntungan usah sebesar Rp500.000.000
Hitunglah PPh Pasal 24 atau kredit pajak luar negeri dari PT Sinar Gemilang tahun 2014?
Jawaban: Penghitungan PPh pasal 24 yaitu sebagai berikut:
1. |
Menghitung total penghasilan kena pajak : |
|
|
Penghasilan dalam negeri |
Rp 300.000.000 |
|
Penghasilan dari luar negeri |
Rp500.000.000 |
|
Jumlah penghasilan neto |
Rp800.000.000 |
2. |
Menghitung total PPh terutang : |
|
|
Pajak terhutang 25%× Rp 800.000.000 = |
Rp200.000.000 |
3. |
Menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan : |
|
|
(Penghasilan Luar negeri : total penghasilan)×total PPh terutang |
|
|
(Rp300.000.000 : Rp 800.000.000)×Rp200.000.000 = |
Rp75.000.000 |
4. |
Menghitung PPh yang terutang atau diiris di mancanegara |
|
|
40% ×Rp300.000.000= |
Rp120.000.000 |
Dari perhitungan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa PPh pasal 24 yang mampu dikreditkan adalah Rp75.000.000.
F. Cara Melaksanakan Kredit Pajak LN
Pajak yang dibayar atau terutang di mancanegara (PPh Pasal 24) atas penghasilan dari mancanegara yang mampu dikreditkan hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Dalam UU PPh, metode kredit yang dipakai ialah sistem kredit
terbatas (ordinary/normal tax credit method), yakni metode kredit pajak yang menawarkan dispensasi pajak berganda internasional, di mana jumlah pajak yang dibayar di mancanegara mampu dikurangkan tetapi dilarang melampaui jumlah penghematan pajak yang dijumlah berdasarkan undang-undang domestik.
Mekanisme pengkreditan PPh yang dibayar di mancanegara diterangkan lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 (KMK 164/2002) tentang Kredit Pajak Luar Negeri. Teknis proses pengkreditan pajak luar negeri diatur dalam Pasal 2, yakni sebagai berikut:
· PPh Pasal 24 mampu dikreditkan dengan PPh yang terutang di Indonesia.
· PPh Pasal 24 dikerjakan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
· Jumlah kredit pajak yang boleh dikreditkan paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di mancanegara, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu.
· Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud di atas dijumlah berdasarkan perbandingan antara penghasilan dari luar negeri kepada Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikalikan dengan pajak yang terutang atas PKP, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas PKP dalam hal PKP lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
· Apabila penghasilan dari mancanegara berasal dari beberapa negara, maka penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
· PKP yang dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat 1 dan 4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 wacana Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
· Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di mancanegara melebihi PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan, keunggulan tersebut tidak mampu diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai ongkos, dan tidak mampu direstitusi.
Pengurangan atau Pengembalian PPh Pasal 24
Dalam hal terjadi penghematan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di mancanegara, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil daripada kredit pajak luar negeri semula, maka selisihnya disertakan pada pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri pada tahun terjadinya pengurangan atau pengembalian tersebut.
Sementara itu, dalam Pasal 4 KMK 164/2002, dibilang bahwa untuk melakukan pengkreditan PPh Pasal 24, wajib pajak diharuskan menyampaikan permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) serempak dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, dilampiri dengan:
· Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
· Foto kopi SPT yang disampaikan di luar negeri
· Dokumen pembayaran PPh di mancanegara.
Atas permintaan wajib pajak, Kepala KPP mampu memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran di atas, alasannya adalah alasan-argumentasi di luar kekuasaan wajib pajak. Kemudian, Pasal 6 KMK 164/2002 menjelaskan dalam hal terjadi pergantian besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka wajib pajak mesti melaksanakan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan pergeseran tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pajak penghasilan pasal 24 adalah pajak yang terutang atau dibayarkan diluar negeri atau penghasilan yang diterima atau diperoleh dari mancanegara yang dapat dikreditkan kepada pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri. Pengkreditan pajak pasal 24 ini dijalankan dengan syarat bahwa hutang pajak tersebut harus dari sumber penghasilannya. Contohnya : Pajak dividen saham, hanya dapat di kreditkan jikalau dipotong di Negara yang menerbitkan usaha tersebut. Penggabungan penghasilan ialah Atas penghasilan dari acara usaha, Atas penghasilan yang lain, Penghasilan berupa deviden.
Batas Maksimum Kredit Pajak dapat diambil dari yang terendah diantara 3 bagian/ perkiraan berikut ini :
1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di mancanegara
2. (Penghasilan luar negeri/ seluruh penhasilan kena pajak) × PPh atas seluruh yang dikenakan tariff pasal 17.
3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak ( dalam hal penghasilan kena pajak yakni leboh kecil daripada penghasilan mancanegara).
B. SARAN
Sesuai dengan pembahasan makalah ini, penulis menyarankan setiap terhadap pembaca semoga dapat memahami ihwal pajak penghasilan pasal 24 dan bagaimana perhitungannya. Serta mengetahui apa saja sistem hak pemajakan di banyak sekali Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Diana, Anastasia, (2010). Perpajakan Indonesia (Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Mudah). Yogyakarta: ANDI YOGYAKARTA
Melatnebar, Benyamin. “Pengkreditan Pajak Penghasilan Pasal 24 Sebagai Perencanaan Pajak Yang Efektif”, Jurnal Akuntansi Manajerial, Volume 6, No. 1, Januari-Juni 2021, Hlm. 1-24.
Peraturan Menteri Keuangan No. 107 / PMK.03 / 2017
Peraturan Menteri Keuangan No. 192 / PMK.03 / 2018
Slide AKT, 204. Perpajakan, 1-3
Tjahjono, Achmad, (2009). Perpajakan. Yogyakarta: STIM YKPN
Wijayanto, Andi. Tax Department found inefficient.
[1] Tjahjono, Achmad, (2009). Perpajakan. Yogyakarta: STIM YKPN
[2] Wijayanto, Andi. Tax Department found inefficient.
[3] Ibid
[4] Perpajakan, Lesson VIII. Pajak Penghasilan.
[5] Diana, Anastasia, (2010). Perpajakan Indonesia (Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Mudah). Yogyakarta: ANDI YOGYAKARTA
[6] Tjahjono, Achmad, (2009). Perpajakan. Yogyakarta: STIM YKPN
[7] Wijayanto, Andi. Tax Department found inefficient.
[8] Diana, Anastasia, (2010). Perpajakan Indonesia (Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis). Yogyakarta: ANDI YOGYAKARTA
[9] Wijayanto, Andi. Tax Department found inefficient.
[10] Wijayanto, Andi. Tax Department found inefficient.
[11] Wijayanto, Andi. Tax Department found inefficient.