Makalah Menjangkau Prestasi

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam proses mencar ilmu, akseptor ajar atau anak asuh mengalami aneka macam duduk perkara dalam meraih prestasi belajarnya. Ada anak yang sering menerima prestasi yang memuaskan ada pula yang sebaliknya. Banyak faktor yang menghipnotis berguru anak, sehingga menentukan prestasinya. Baik faktor internal dari diri anak itu sendiri maupun aspek eksternal dari luar anak asuh mirip lingkungan dan lain sebagainya. Bahkan ada pula pendidik yang tidak mengetahui bagaimana agar anak didiknya menerima prestasi yang memuaskan. Hanya mengajar di kelas tanpa mengenali mirip apa keadaan anak didik, baik psikologis maupun fisiknya.
Semua ini menjadi tantangan seorang pendidik dalam proses belajar mengajar. Guna menghadapi murid yang merepotkan menjangkau prestasi yang bagus kami akan mengulas mengenai prestasi mencar ilmu anak asuh serta faktor-aspek yang mensugesti dan menghalangi seorang anak dalam berprestasi.
Dengan demikian penulis berharap semoga kiranya kita lebih memahami terkait dengan hal demikian maka penulis akan menguraikan dalam karya tulis ilmiah ini tentang “Meraih Prestasi’.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini yaitu sebagai berikut :
1.        Apakah yang dimaksud dengan Prestasi Belajar?
2.        Bagaimanakah Proses untuk Berprestasi?
3.        Aspek-faktor apa sajakah yang terdapat dalam Prestasi Belajar?
4.        Apa sajakah Faktor-Faktor Pencapaian Prestasi Belajar?
5.        Faktor apa saja yang mampu menghambat Pencapaian Prestasi Belajar?
C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah selaku berikut :
1.      Untuk mengetahui definisi Prestasi Belajar
2.      Untuk mengetahui Proses untuk Berprestasi
3.      Untuk mengenali Aspek-aspek yang terdapat dalam menjangkau prestasi
4.      Untuk mengenali Faktor-Faktor dalam menjangkau prestasi
5.      Untuk mengenali Faktor yang mampu menghambat dalam meraih prestasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi berguru (achievement or performance) ialah hasil pencapaian yang diperoleh seorang pelajar (siswa) sehabis mengikuti cobaan dalam suatu pelajaran tertentu. Prestasi berguru diwujudkan dengan laporan nilai yang tercantum pada buku rapor (report book), atau kartu hasil studi (KHS). Hasil laporan belajar ini diberikan setiap tengah semester, setiap semester, ataupun setiap tahun. Setiap pelajar (siswa) berhak memperolehlaporan hasil prestasi belajar sehabis mengikuti aneka macam rangkaian aktivitas pelajaran di kelas.
Dalam pendidikan menengah (SMP/MTS, SMA, atau Sekolah Menengah kejuruan) setiap guru mata pelajaran (subject teacher) berperan penting dalam memberikan hasil mencar ilmu yang di peroleh setiap siswa dikelas yang diajarnya. Dalam pendidikan sekolah dasar (SD) terutama guru kelas 1 atau 2, dikenal guru kelas yang mengajar semua pelajaran. Namun demikian, ada sekolah-sekolah yang menghendaki keutamaan mata pelajaran yang harus diajarkan oleh masing-masing guru. Tujuannya untuk memberi keluasan setiap guru dalam mengaktualisasikan kompetensinya dalam mengajar suatau mata pelajaran keahliannya terhadap para siswa di kelas.
Setiap kurun tertentu (tengah semester, setiap semester, atau setiap tahun), siswa akan mengetahui bagaimana laporan hasil prestasi belajarnya. Hasil prestasi belajar ini dapat dimanfaatkan untuk memantau bagaimana taraf pertumbuhan atau kemunduran, yang dialami setiap siswa selama mereka mengikuti pengajaran yang diasuh oleh guru-guru mata pelajaran.
B.     Proses untuk menjangkau Prestasi
Dalam meraih sebuah hasil mencar ilmu yang membuat puas tidak dengan cara yang mudah, tetapi membutuhkan sebuah proses untuk mencapai sebuah prestasi. Proses-proses tersebut yakni sebagai berikut :
1.      Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik
Motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation) adalah melakukan sesuatu untuk menerima sesuatu yang lain (sebuah cara untuk meraih suatu tujuan). Motivasi ekstrinsik kerap kali dipengaruhi oleh insentif eksternal mirip penghargaan dan eksekusi, pujian, peraturan/tata tertib sekolah, suri tauladan orang tua, guru, dan lain-lain merupakan acuan positif motivasi ekstrinsik yang dapat membantu siswa untuk belajar. Sebagai teladan seorang siswa dapat mencar ilmu dengan keras untuk suatu cobaan dengan tujuan untuk menerima nilai manis di mata pelajaran tersebut.
Motivasi intrinsik (intrinsic motivation) yakni motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi hal itu sendiri (sebuah tujuan itu sendiri). Sebagai acuan seorang siswa mampu mencar ilmu dengan keras untuk suatu cobaan karena beliau menggemari bahan mata pelajaran tersebut.
2.      Determinasi Diri dan Pilihan Personal
Para peneliti sudah menemukan bahwa motivasi internal dan minat intrinsic siswa dalam peran sekolah meningkat ketika siswa memiliki sejumlah opsi dan peluang untuk memikul tanggungjawab personal untuk pembelajaran mereka (Grolnick dkk., 2002; Stipek, 2002). Sebagai acuan, dalam satu studi, siswa ilmu wawasan sekolah menengas atas yang didorong untuk mengorganisasi eksperimen mereka sendiri menunjukkan lebih banyak perhatian dan minat laboratorium dibandingkan sahabat mereka yang mesti mengikuti pembelajaran dan aba-aba secara jelas (Rainey, 1965).
Sebuah pandangan dari motivasi intrinsik menekankan determinasi diri (Deci, Koestner, & Ryan, 2001). Dalam persepsi ini, siswa ingin meyakini bahwa mereka melaksanakan sesuatu atas impian mereka sendiri, bukan alasannya adalah keberhasilan atau penghargaan eksternal. Dibandingkan dengan sebuah kalangan pembanding, siswa dalam kalangan motivasi intrinsik/ determinasi diri ini menerima prestasi yang lebih tinggi dan lebih berkemungkinan lulus dari sekolah menengah atas.
3.      Minat
Psikolog pendidikan juga telah mengusut desain minat, yang telah digolongkan sebagai sesuatu yang lebih spesifik dibandingkan motivasi intrinsic (Blumenfeld, Kempler & Krajick, 2006; Wiegfield dkk., 2006). Riset pada minat utamanya sudah berfokus pada hubungan antara minat dengan pembelajaran.  Minat dihubungkan dengan langkah-langkah pembelajaran mendalam, seperti ingatan atas gagasan pokok dan respons terhadap pertanyaan pengertian yang lebih sulit, dibandingkan pembelajaran yang cuma pada permukaan, mirip respons pertanyaan yang sederhana dan ingatan kata demi kata atas teks (Sciefele, 1996).
4.      Penghargaan Ekstrinsik dan Motivasi Intrinsik
Dalam satu studi, siswa yang telah mempunyai minat berpengaruh dalam seni & tidak menghendaki penghargaan, menghabiskan waktu lebih usang untuk menggambar dibandingkan siswa yang juga sudah memiliki minat berpengaruh dalam seni, tetapi mengenali bahwa mereka akan diberi penghargaan untuk menggambar (Lepper, Greene, & Nisbett, 1973). Bagaimanapun, penghargaan kelas mampu memiliki kegunaan yakni sebagai insentif untuk terlibat pada tugas, yang maksudnya untuk mengontrol sikap siswa dan menyampaikan info mengenai kemampuan untuk menguasai sesuatu.Ketika penghargaan yang ditawarkan menyampaikan informasi mengenai kemampuan untuk perihal sesuatu, perasaan kompetensi siswa kemungkinan akan meningkat.
Dalam suatu analisis disebutkan bahwa penghargaan secara verbal (pujian dan umpan balik faktual) dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi intrinsik siswa. Ketika penghargaan dikaitkan dengan kompetensi, maka cenderung mengiklankan motivasi dan minat. Ketika tidak, penghargaan mungkin tidak akan memajukan motivasi atau mampu menghilangkannyasetelah penghargaan dihilangkan (Schunk, 2004). 
5.       Atribusi
Teori atribusi (attribution theory) menyatakan bahwa individu termotivasi untuk mengungkap penyebab yang mendasari kinerja dan sikap mereka sendiri. Atribusi ialah penyebab-penyebab yang menentukan hasil. Ahli-jago teori atribusi menyampaikan bahwa siswa yakni seperti ilmuwan intuitif, yang mencari penjelasan penyebab dibalik apa yang terjadi. Sebagai acuan, seorang siswa mengajukan pertanyaan, “Mengapa saya tidak berhasil baik dalam kelas ini?” atau “Apakah saya menerima nilai cantik alasannya adalah aku berguru dengan keras atau guru menciptakan cobaan yang mudah, atau keduanya?” Pencarian atas penyebab atau penjelasan paling mungkin terpicu ketika peristiwa tidak terduga dan penting selsai dengan kegagalan, seperti ketika seorang siswa yang baik menerima nilai rendah. Beberapa dari penyebab kesuksesan dan kegagalan yang paling sering ditarik kesimpulan yakni kesanggupan, usaha, kemudahan atau kesulitan peran, keberuntungan, suasana hati, dan perlindungan atau gangguan dari orang lain.
Adapun strategi terbaik yang mampu dilaksanakan oleh guru dalam membantu siswa meningkatkan cara mereka memiliki masalah dengan atribusi mereka, yakni sebagai berikut :
a.       Berkonsentrasi pada peran yang ditangani daripada mengkhawatirkan kegagalan
b.      Mengatasi kegagalan dengan mempelajari hal-hal terdahulu yang sudah mereka lakukan untuk memperoleh kesalahan mereka atau dengan menganalisis masalahnya untuk memperoleh pendekatan lainnya
c.       Menghubungkan kegagalan mereka kepada kurangnya perjuangan ketimbang kurangnya kesanggupan.
6.      Efikasi Diri
Efikasi diri ialah iman bahwa “Saya mampu”; sedangkan keputusasaan yakni keyakinan “Saya tidak mampu” (Maddux, 2002; Lodewyk & Winne,2005). Siswa dengan efikasi diri tinggi oke dengan pernyataan seperti “Saya tahu bahwa saya akan bisa mempelajari materi dalam kelas ini” dan “Saya rasa saya bisa mempelajari bahan dalam kelas ini” dan “Saya rasa saya bisa melakukan acara ini dengan baik”. Efikasi diri mempunyai banyak kemiripan dengan motivasi kemampuan menguasai sesuatu dan motivasi intrinsik. Dale Schunk (1991, 1999, 2001, 2004) telah menerapkan rancangan efikasi diri pada banyak faktor dari prestasi. Kemampuan untuk mentransfer materi pelajaran ialah salah satu aspek dari efikasi diri pengajaran, tetapi efikasi diri pengajaran juga mencakup keyakinan bahwa seseorang mampu memelihara kelas yang tertib yang ialah daerah yang menyenangkan untuk mencar ilmu dan kepercayaan kepada kemungkinan untuk menerima sumber-sumber serta menciptakan orang renta terlibat secara nyata dalam pembelajaran bawah umur (Bandura, 1997).
7.      Penetapan Tujuan, Perancanaan, dan Pemantauan Diri
Para peneliti sudah menemukan bahwa efikasi diri dan prestasi meningkat ketika siswa memutuskan tujuan yang spesifik, bersifat jangka pendek, dan menantang (Bandura, 1997; Zimmerman & Schunk, 2004). Satu seni manajemen manis lainnya yakni mendorong siswa untuk menetapkan tujuan yang menantang. Sebuah tujuan yang menantang merupakan komitmen kepada kemajaun diri. Dalam sebuah studi riset, baik guru maupun siswa melaporkan bahwa tujuan yang berfokus pada kinerja ialah hal yang lebih biasa dan tujuan yang berfokus pada tugas kurang biasa di kelas sekolah menengah dibandingkan di sekolah dasar (Midgley, Anderman, & Hicks, 1995). Menjadi seorang perencana yang baik berarti merencanakan waktu secara efektif, menetapkan prioritas, dan terorganisasi.
Para peneliti sudah memperoleh bahwa siswa yang berprestasi tinggi acap kali ialah pelajar yang mempunyai pengaturan diri (Boekaerts, 2006; Pressley& Harris, 2006; Schunk & Zimmerman, 2006). Sebagai pola, siswa yang berprestasi tinggi lebih banyak memonitor sendiri pembelajaran mereka dan lebih banyak mengecek secara sistematis kemajuan mereka menuju suatu tujuan dibandingkan siswa yang berprestasi rendah. Mendorong siswa untuk memonitor sendiri pembelajaran mereka, menyampaikan pesan bahwa siswa bertanggungjawab kepada sikap mereka sendiri serta pembelajaran mewajibkan partisipasi siswa yang aktif dan penuh dedikasi (Boekaerts, 2006). 
8.      Ekspektasi
Ekspektasi dapat memiliki efek yang besar lengan berkuasa pada motivasi seseorang. Seberapa keras siswa melakukan pekerjaan mampu tergantung pada seberapa banyak yang mereka inginkan untuk tercapai. Jacqueline Eccles (1987, 1993) mendefinisikan ekspektasi pada keberhasilan siswa selaku iman mengenai seberapa sukses mereka dalam menuntaskan peran, dalam jangka pendek atau jangka panjang.
Ekspektasi guru menghipnotis motivasi dan kinerja siswa. Ketika guru mempertahankan ekspektasi lazim yang tinggi bagi prestasi siswa dan siswa mencicipi ekspektasi ini,siswa akan lebih berprestasi, mengalami rasa memiliki harga diri dan kompetensi yang lebih besar selaku pelajar, serta menolak keterlibatan dalam sikap bermasalah baik selama masa kanak-kanak maupun kala dewasa (Wingfield, 2006). Guru kerap kali mempunyai ekspektasi kasatmata lebih besar untuk siswa dengan kemampuan tinggi dibandingkan untuk siswa dengan kesanggupan rendah dan ekspektasi ini akan mempengaruhi sikap mereka pada siswa. Sebuah taktik pengajaran yang penting yakni untuk memonitor ekspektasi dan memutuskan bahwa terdapat ekspektasi kasatmata untuk siswa-siswa dengan rendah di dalamnya.
C.    Aspek-faktor yang terdapat dalam Prestasi Belajar
Prestasi berguru mesti mencakup faktor-faktor kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga faktor ini tidak bangun sendiri, tetapi ialah satu kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan
1.        Tipe Prestasi Belajar Bidang Kognitif
Tipe-tipe prestasi berguru bidang kognitif mencakup sebagai berikut :
a.         Tipe Prestasi Belajar Pengetahuan Hafalan (knowledge)
Pengetahuan ini meliputi faktor-aspek faktual dan kenangan (sesuatu hal yang mesti diingat kembali) mirip batasan, peristilahan, pasal, aturan, bab, ayat, rumus, dan lain-lain. Tipe ini ialah tingkatan tipe prestasi mencar ilmu yang paling rendah. Namun demikian, tipe prestasi belajar ini penting selaku prasyarat untuk mengusai dan mempelajari tipe-tipe prestasi mencar ilmu yang lebih tinggi. Sebagai teladan, bagaimana mungkin seorang siswa mampu melaksanakan shalat dengan baik tanpa dia hafal bacaan-bacaan dan urutan-urutan acara yang terkait dengan shalat. Demikian juga untuk ibadah-ibadah lainnya mirip wudhu, tayamum, haji, dan sebagainya.
b.      Tipe Prestasi Belajar Pemahaman (comprehention)
Tipe ini lebih tinggi satu tingkat dari tipe sebelumnya. Pemahaman memerlukan kesanggupan menangkap makna atau arti dari sebuah rancangan.
c.       Tipe Prestasi Belajar Penerapan (Aplikasi)
Tipe ini ialah kesanggupan menerapkan dan mengabtraksikan sebuah konsep, inspirasi, rumus, aturan dalam suasana yang baru. Misalnya memecahkan duduk perkara matematika dengan menggunakan rumus-rumus tertentu.
d.      Tipe Prestasi Belajar Analisis
Tipe ini merupakan kemampuan memecahkan, menguraikan suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bab yang mempunyai arti. Analisis merupakan kesanggupan menalar yang mempergunakan komponen pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi.
e.       Tipe Prestasi Belajar Sintesis
Sintesis ialah laan analisis. Analisis tekanannya yaitu pada kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian yang berarti, sedangkan pada sintesis ialah kesanggupan menyatukan komponen atau bagian-bab menjadi satu integritas. Sintesis juga membutuhkan hafalan, pemahaman, aplikasi dan analisis. Melalui sintesis dan analisis maka berpikir inovatif untuk menemukan sesuatu yang gres (penemuan) akan lebih mudah dikembangkan.
f.       Tipe Prestasi Belajar Evaluasi
Tipe ini ialah kemampuan memperlihatkan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkanjudgment yang dimilikinya dan patokan yang digunakannya. Tipe prestasi mencar ilmu ini dikategorikan paling tinggi. Untuk mampu melakukan evaluasi, dibutuhkan wawasan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis. 
2.        Tipe Prestasi Belajar Bidang Afektif
Bidang afektif berkenan dengan sikap dan nilai. Tipe prestasi berguru afektif terlihat pada siswa dalam berbagai tingkah laku mirip atensi atau perhatian kepada pelajaran, disiplin, motivasi mencar ilmu, menghargai guru dan sobat, kebiasaan mencar ilmu, dan lain-lain. Tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe prestasi belajar meliputi antara lain :
a.       Receiving atau attending, ialah kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang pada siswa.
b.      Responding atau tanggapan, yakni reaksi yang diberikan seorang siswa terhadap stimulus yang datang dari luar.
c.       Valuing (evaluasi), yakni berkenaan dengan evaluasi dan iman kepada gejala atau stimulus.
d.      Organisasi, yaitu pengembangan nilai ke dalam suatu sistem organisasi, tergolong memilih hubungan suatu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, prioritas nilai yang telah dimilikinya.
e.       Karakteristik dan internalisasi nilai, yaitu keterpaduan dari semua tata cara nilai yang sudah dimiliki seseorang yang menghipnotis acuan kepribadiannya.
3.        Tipe Prestasi Belajar Bidang Psikomotor
Tipe ini tampak dalam bentuk kemampuan (skill), dan kesanggupan bertindak seseorang. Dalam praktik belajar mengajar di sekolah-sekolah, tipe-tipe prestasi berguru kognitif cenderung lebih lebih banyak didominasi dari tipe-tipe prestasi berguru afektif dan psikomotor. Misalnya, seorang siswa secara kognitif (penilaian kognitifnya) dalam mata pelajaran shalat baik, namun dari sisi afektif dan psikomotor kurang, karena banyak diantara mereka yang tidak bisa mempraktikkan gerakan-gerakan shalat secara baik.
D.    Faktor-Faktor dalam Meraih Prestasi
Terdapat 2 aspek utama yang menghipnotis pencapaian prestasi belajar siswa adalah sebagai berikut :
a.      Faktor Internal
Faktor internal yakni faktor yang berhubungan akrab dengan segala keadaan siswa:
1)   Kesehatan fisik
Kesehatan fisik yang prima akan mendukung seseorang siswa untuk melaksanakan aktivitas berguru dengan baik, sehingga ia akan mampu menjangkau prestasi mencar ilmu yang baik pula. Sebaliknya, siswa yang sakit, apalagi kondisi sakitnya sungguh parah dan harus dirawat secara intensif di rumahsakit, maka dia tidak dapat berkonsentrasi mencar ilmu dengan baik. Tentu saja dia pun tidak akan mampu meraih prestasi mencar ilmu dengan baik bahkan mampu berakibat pada kegagalan berguru (learning failure). 
2)   Psikologis
a)    Intelegensi (intelligence)
Taraf intelegensi yang tinggi (high average, superior, genius) pada seorang siswa, akan mempermudah bagianya dalam memecahkan problem-masalah akademis di sekolah. Dengan kesanggupan intelegensi yang baik tersebut, maka mereka pun akan mampu meraih prestasi mencar ilmu terbaik. Sebaliknya siswa yang memiliki taraf intelegensi rendah, di tandai dengan ketidakmampuan dalam mengetahui masalah-persoalan pelajaran akademis, sehingga besar lengan berkuasa pada prestasi mencar ilmu yang rendah.
Intelegensi seseorang diyakini sungguh berpengaruh pada kesuksesan belajar yang dicapainya. Berdasarkan hasil observasi prestasi mencar ilmu umumnya berkorelasi searah dengan tingkat intelegensi, artinya kian tinggi tingkat intelegensi seseorang , maka makin tinggi prestasi mencar ilmu yang dicapainya. Bahkan menurut sebagian besar mahir, intelegensi merupakan modal utama dalam berguru dan mencapai hasil yang optimal. Perbedaan intelegensi yang dimiliki oleh siswa bukan berarti menciptakan guru mesti menatap rendah pada siswa yang kurang, akan tetapi guru mesti mengupayakan biar pembelajaran yang beliau berikan mampu membantu semua siswa, pastinya dengan perlakuan metode yang beragam.
b)   Bakat siswa
 Secara umum, talenta (aptitude) ialah kemampuan memiliki potensi yang dimiliki seseorang untuk meraih keberhasilan pada periode yang akan datang. Dengan demikian, bergotong-royong setiap orang memiliki bakat dalam arti memiliki peluang untuk meraih prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi secara global bakat itu mirip dengan intelegensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berintelegensi sangat pintar(superior) atau pandai luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.
c)    Minat 
Minat adalah ketertarikan secara internal yang mendorong individu untuk melaksanakan sesuatu atau kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau cita-cita yang besar terhadap sesuatu. Sifat minat bisa temporer, tetapi mampu menetap dalam jangka panjang. Minat temporer(temporary interest) cuma bertahan dalam rentang waktu pendek, dalam hal ini bisa dibilang minat yang rendah (low interest). Minat yang besar lengan berkuasa (high interest), pada umumnya bisa bertahan lama karena seseorang betul-betul memiliki semangat, gairah dan keseriusan yang tinggi dalam melakukan sesuatu hal dengan baik. Bila dikaitkan dengan suatu mata pelajaran, maka beliau akan betul-betul dalam mempelajari materi pelajaran tersebut. Hal ini mengakibatkan seseorang mampu meraih prestasi mencar ilmu yang tinggi. Namun mereka yang tidak memiliki minat (minatnya rendah) terhadap sebuah pelajaran, maka beliau tidak akan serius dalam belajar, alhasil prestasi belajarnya pun rendah.
d)   Kreativitas 
Kreativitas yaitu kesanggupan untuk berpikir alternatif dalam menghadapi suatu masalah, sehingga ia dapat menuntaskan dilema tersebut dengan cara yang baru dan unik. Kreatifitas dalam belajar memberi pengaruh positif bagi individu untuk mencari cara-cara terbaru dalam menghadapi suatu masalah akademis. Ia tidak akan terpaku dengan cara-cara klasik namun berusaha mencari terobosan gres, sehingga ia tidak akan putus asa dalam mencar ilmu.
3)   Motivasi 
Motivasi yakni dorongan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu dengan benar-benar. Motivasi berguru (learning motivation) ialah dorongan yang menggerakkan seorang pelajar untuk benar-benar dalam belajar menghadapi pelajaran di sekolah. Motivasi berprestasi (achievement motivation) yaitu otivasi yang hendak mendorong individu untuk meraih prestasi belajar yang setinggi-tingginya. Mereka yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi , pada umumnya ditandai dengan karakteristik bekerja keras atau mencar ilmu secara serius, menguasai bahan pelajaran, tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan , jikalau menghadapi sebuah dilema maka ia berupaya mencari cara lain.
Tujuan motivasi yaitu untuk menggerakkan atau menggugah seseorang semoga timbul harapan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat menemukan hasil atau mencapai tujuan tertentu.
4)   Kondisi Psikoemosional yang stabil
Kondisi emosi yaitu bagaiman keadaan perasaan suasana hati yang dialami oleh seseorang. Kondisi emosi kadang kala dipengaruhi oleh pengalaman dalam hidupnya. Misalnya : putus korelasi dengan kekasihnya, maka membuat seorang pelajar tidak berangasan dalam belajarnya karena merasa duka, atau tertekan, sehingga berakibat rendahnya prestasi belajarnya.
b.   Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah aspek yang berasal dari luar individu, baik berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
1.        Lingkungan fisik sekolah (school physical environmental) adalah lingkungan yang berupa fasilitas dan prasaranayang tersedia di sekolah yang bersangkutan. Sarana dan prasarana di sekolah yang mencukupi mirip ruang kelas dengan penerangan, ventilasi udara yang cukup baik, tersedianya AC (penyejuk ruangan), Overhead Projector (OHP) atau LCD, papan tulis (whiteboard), spidol, perpustakaan lengkap, laboratorium, dan fasilitas pendukung belajar yang lain. Kelengkapan sarana dan prasarana akan besar lengan berkuasa faktual bagi siswa dalam menjangkau prestasi berguru.
2.        Lingkungan sosial kelas (Class Climate environment) yaitu situasi psikologis dan sosial yang terjadi selama proses berguru mengajar antara guru dan murid di dalam kelas. Iklim kelas yang aman memacu siswa untuk kasar dalam berguru dan mempelajari materi pelajaran yang baik.
3.        Lingkungan sosial keluarga (Family sosial environment) ialah situasi interaksi sosial antara orang renta dengan anak-anak dalam lingkungan keluarga. Orangtua yang tidak bisa dalam mengasuh belum dewasa dengan baik, karena orangtua condong diktatorial sehingga anak-anak bersikap patuh semu (pseudo obedience) dan memberontak kalau di belakang orang renta. Pengasuhan permisif yang serba memperbolehkan seorang anak untuk bertingkah apa saja, tanpa ada kendali orang bau tanah, akibatnya anak tidak tahu akan permintaan dan tanggung jawab dalam hidupnya selaku pelajar. Kedua pengasuhan ini akan memiliki pengaruh jelek pada pencapaian prestasi mencar ilmu anak disekolah. Namun orang bau tanah yang menerapkan pengasuhan demokratis yang ditandai dengan komunikasi aktif orang renta/anak, memutuskan hukum dan tanggung jawab yang terang bagi anak, orang renta yang mendorong anak untuk berprestasi terbaik, maka pengasuhan yang aman ini akan berpengaruh positif dalam pencapaian prestasi berguru anak di sekolah.
E.     Faktor Penghambat Pencapaian Prestasi Belajar
Sifat-sifat buruk yang menempel pada diri seorang individu yang mampu menghalangi pencapaian prestasi belajar di sekolah antara lain:
1.        Malas yaitu sifat keengganan yang menyebabkan seseorang tidak mau untuk melaksanakan sesuatu. Malas mencar ilmu yaitu sifat keengganan (ketidakmauan) yang menjadikan seseorang tidak inginuntuk mencar ilmu dalam upaya meraih prestasi demi kala depan hidupnya. Orang yang malas menilai berguru selaku sebuah hal yang tidak penting, orang malas juga sering kali memperlihatkan sikap prokrastinasi ialah menangguhkan -nunda sebuah pekerjaan yang seharusnya dapat dilakukan dalam waktu secepatnya. Oleh karena itu orang malas akan besar lengan berkuasa buruk pada prestasi belajarnya.
2.        Sifat keterpaksaan adalah sebuah sifat yang mudah mengeluh, mengomel dan tidak mau melakukan suatu peran yang harus dilakukan oleh siswa. Sifat ini dianggap selaku penghambat alasannya seorang pelajar tidak memiliki kesadaran untuk belajar.
3.        Persepsi diri yang buruk. Seorang siswa yang memiliki persepsi yang buruk (bad perception)terhadap diri sendiri, pada umumnya berasal dari lingkungan keluarga yang tidak mendukung kesuksesan dalam sebuah pelajaran dan senantiasa memperlakukan secara jelek terhadap seorang anak. Persepsi jelek ditandai dengan suatu perasaan bahwa dirinya yakni orang yang kurang pandai, tidak mampu, dan tidak bisa berbuat apa-apa dalam mengikuti pelajaran di sekolah. 
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Prestasi berguru (achievement or performance) yaitu hasil pencapaian yang diperoleh seorang pelajar (siswa) setelah mengikuti ujian dalam suatu pelajaran tertentu. Prestasi belajar diwujudkan dengan laporan nilai yang tercantum pada buku rapor (report book), atau kartu hasil studi (KHS).
Terdapat beberapa proses untuk berprestasi, ialah Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik yakni Determinasi Diri dan Pilihan Personal, Minat, Penghargaan Ekstrinsik dan Motivasi Intrinsik, Atribusi, Efikasi Diri, Penetapan Tujuan, Perancanaan, dan Pemantauan Diri, dan Ekspektasi. 
Terdapat tiga aspek dalam Prestasi Belajar, adalah Tipe Prestasi Belajar Bidang Kognitif, tipe ini meliputi Tipe Prestasi Belajar Pengetahuan Hafalan (knowledge), Tipe Prestasi Belajar Pemahaman (comprehention), Tipe Prestasi Belajar Penerapan (Aplikasi), Tipe Prestasi Belajar Analisis, Tipe Prestasi Belajar Sintesis, Tipe Prestasi Belajar Evaluasi, Tipe Prestasi Belajar Bidang Afektif, tipe ini berkenan dengan perilaku dan nilai dan Tipe Prestasi Belajar Bidang Psikomotor, Tipe ini terlihat dalam bentuk kemampuan (skill), dan kemampuan bertindak seseorang.
Faktor-aspek yang menghipnotis pencapaian prestasi belajar, dibagi menjadi dua, adalah faktor internal dan faktor eksternal, aspek internal mencakup kesehatan fisik, psikologis (intelegensi, bakat siswa, minat, kreativitas), motivasi, dan keadaan psikoemosional yang stabil. Sedangkan faktor eksternal mencakup faktor dari luar individu yaitu Lingkungan fisik sekolah (school physical environmental), Lingkungan sosial kelas (Class Climate environment), Lingkungan sosial keluarga(Family sosial environment).
Selain aspek yang menghipnotis pencapaian prestasi belajar, juga terdapat aspek yang menghalangi pencapaian prestadi belajar, diantaranya ialah ; malas, sifat keterpaksaan, dan persepsi diri yang buruk.
B.     Saran
Demikianlah Karya Tulis Ilmiah ini kami sampaikan terhadap kalian, banyak salah dan kelemahan dari kami tentunya, kami berharap ada masukan berupa kritik dan rekomendasi alasannya itu sangat menolong untuk perbaikan makalah kami dan seluruhnya dipertemuan selanjutnya, terimakasih atas perhatiannya supaya berfaedah.


DAFTAR PUSTAKA
Dariyo, Agoes. Dasar-Dasar Pedagogi Modern. 2013.Jakarta : PT Indeks Permata Puri Media.
Khodijah, Nyayu. Psikologi Pendidikan. 2014. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Purwanto, M. Ngalim Psikologi Pendidikan. 1996. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Santrock, John W. Educational Psychology Buku 2. 2009. Jakarta : Salemba Humanika.
Syah, Muhibbin. Psikologi-Cet.1. 1999. Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu.
Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. 2006 Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.