BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Alquran diturunkan kepada insan sebagai ajaran. Diantaranya pernikahan antar musuh jenis, laki-laki dengan wanita, tidak semata untuk menyanggupi keinginan biologis namun selaku ikatan suci untuk membuat ketenangan hidup dengan membentuk keluarga sakinah dan membuatkan keturunan umat insan yang berakhlak mulia. Perkawinan yang dijalankan kaum homoseksual dan lesbian tidak akan menciptakan anak, selain itu akan mengancam kepunahan generasi manusia. Melakukan seks sesama jenis semata-mata untuk menyalurkan kepuasan nafsu syahwat yang menyimpang.
Adapun pemahaman LGBT sendiri ialah Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender. Lesbian yakni perumpamaan bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan, Gay ialah suatu istilah bagi pria yang biasanya dipakai untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual, biseksual (bisexual) yakni individu yang mampu menikmati relasi emosional dan seksual dengan orang dari kedua jenis kelamin baik pria ataupun wanita. Transgender merupakan ketidaksamaan identitas gender seseorang kepada jenis kelamin yang ditunjuk terhadap dirinya. Seseorang yang transgender dapat mengidentifikasi dirinya selaku seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual maupun seksual. Lesbian dan Gay telah mengukir sejarah tersendiri dalam perjalanan umat insan. Sejarah mengatakan, bahwa seks sesama jenis pada zaman dahulu memang ada dan menjadi salah satu bab dari pola seks insan. Berbagai kitab suci seperti Al-Alquran, Injil, dan Taurat telah menjelaskan perihal kaum Nabi Luth AS.
Satu hal yang menjadi pertanyaan ialah “Bagaimana perspektif aturan, utamanya Islam, selaku agama dominan di negara Indonesia dalam menanggapi kaum dengan ciri khas bendera pelangi tersebut?
Muncul berbagai pro dan kontra mengenai kalangan LGBT. Tak jarang, mereka yang menghendaki biar LGBT dilegalkan di Indonesia mengakibatkan hak asasi manusia (HAM) selaku tameng utama. Kemerdekaan berekspresi ialah salah satu hak fundamental yang diakui dalam sebuah negara hukum yang demokratis dan menjunjung tinggi HAM.
Memang benar bahwa setiap insan memiliki kebebasannya masing-masing, namun bila ditelaah lebih dalam telah terang dikatakan bahwa keleluasaan yang dimiliki berbanding lurus dengan batas-batas-batas-batas yang mesti dipenuhi pula mirip; apakah melanggar agama, kesusilaan, kepentingan biasa , hingga keutuhan bangsa?
Pada kenyataannya, dengan banyaknya desas-desus yang memperbincangkan perihal status kaum bendera pelangi ini mengarahkan pada satu kesimpulan bergotong-royong penduduk Indonesia merasa keselamatan dan ketertiban mereka terancam. Bahkan, dengan cuma satu kata: “LGBT” mampu mengakibatkan benih–benih keretakan keutuhan bangsa ini.
Para pihak yang kontra merasa bahwa dengan adanya kaum LGBT yang tak umum berkembang di tengah masyarakat Indonesia dengan etika dan agamanya yang kental sehingga ketentraman mereka untuk bersosialisasi dengan bebas pun terenggut. Masyarakat satu sama lain bersikap lebih waspada dan meragukan terhadap kehadiran kaum LGBT. Seolah-olah masyarakat sebuah negara terbagi menjadi dua kelompok, kaum LGBT dan non-LGBT.[1]
Di Indonesia banyak organisasi yang berkecimpung dalam informasi LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) seperti Gaya Nusantara di Surabaya, Ardhanary Institute di Jakarta yang berkonsentrasi pada gosip-gosip LBT perempuan, Institut Pelangi Perempuan di Jakarta yang berfokus pada gosip-informasi lesbian muda, Us Comunity di Surabaya yang berfokus pada pemberdayaan Lesbian dan Gay di Surabaya, Arus Pelangi Banyumas di Purwokerto, Komunitas Sehati Di Makasar (Triawan, 2008 :26). Di Yogyakarta ada PLU-Satu Hati (People Like Us artinya orang orang mirip kita Satu Hati) disingkat PLUSH, organisasi yang bergerak pada ranah advokas pada gosip-gosip LGBT. PLUSH merupakan organisasi LGBT yang memfasilitasi golongan LGBT untuk mendapatkan hak yang sama dengan masyarakat yang lain dan anti perlakukan diskriminatif. Munculnya banyak organisasi LGBT ini disebabkan kalangan LGBT sering tidak menerima perlindungan oleh negara dan langkah-langkah diskriminatif sering terjadi pada kelompok LGBT mirip tidak mendapatkan pelayanan publik, layanan kesehatan, dikucilkan, dan lainlain. Adanya organisasi ini bermaksud memperjuangkan hak-hak LGBT selaku insan dan warga negara di Indonesia sehingga mendapatkan hak dan kewajiban yang serupa dalam aneka macam aspek kehidupan. Isu mengenai orientasi seksual dan identitas seksual diperjuangkan agar bunyi minoritas menerima tempat pada aneka macam bidang mirip kesehatan, pendidikan,
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian LGBT?
2. Bagaimana sejarah LGBT?
3. Mengapa terjadi LGBT?
4. Bagaimana persepsi islam terhadap LGBT dan pengaruhnya dalam kehidupan sosial
5. Apa solusi untuk menangkal dan mengatasi LGBT?
6. Apa hukuman bagi para pelaku LGBT?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa pengertian LGBT.
2. Mengetahui bagaimana sejarah LGBT.
3. Mengetahui penyebab terjadinya LGBT.
4. Mengetahui LGBT berdasarkan pandangan Islam dan pengaruhnya kepada kehidupan sosial.
5. Mengetahui solusi untuk menangkal dan menangani LGBT.
6. Mengetahui eksekusi bagi para pelaku LGBT menurut pandangan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian LGBT
LGBT atau GLBT yaitu kependekan dari “lesbian, gay, biseksual, dan transgender“. Istilah ini dipakai sejak tahun 1990-an dan mengambil alih frasa “komunitas gay”sebab ungkapan ini lebih mewakili golongan-kelompok yang telah disebutkan. Akronim ini dibentuk dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman “budaya yang menurut identitas seksualitas dan gender“.[2]
Istilah LGBT sangat banyak dipakai untuk penugasan diri. Istilah ini juga dipraktekkan oleh mayoritas komunitas dan media yang berbasis identitas seksualitas dan gender di Amerika Serikat dan beberapa negara berbahasa Inggris yang lain. Berikut adalah klarifikasi pengertian mengenai LGBT:[3]
1. Lesbian :Seorang homo seksual wanita; wanita yang mengalami pencintaan atau terpesona seksual terhadap perempuan lain.
2. Gay : Istilah yang merujuk kepada seorang (pria) homosexual, yaitu pria yang bekerjasama dengan sesama sejenis atau pria yang berhubungan dengan sesama sejenis atau pria yang bekerjasama seks dengan laki-laki. Bila ditelusuri secara gramatikal, tidak ada perbedaan penggunaan kata antara homoseksual dan lesbian. Dalam bahasa arab kedua-duanya dinamakan al-liwath. Pelakunya dinamakan al-luthiy. Namun Imam Al-Mawardi dalam kitabnya al-Hawi al-Kabir menyebut homoseksual dengan liwath, dan lesbian dengan sihaq atau musaahaqah.
3. Biseksual : Pada dasarnya perumpamaan bisexual biasanya dipakai untuk menggambarkan ketertarikan rimantisme atau ketertarikan sexual dalam konteks manusia terhadap orang lain tanpa membedakan laki-laki dan perempuan.
4. Transgender : istilah ini digunakan untuk seseorang yang dirinya merasa naluri, jiwa, kepribadiannya, tidak sama dengan jenis kelamin yang beliau miliki semenjak lahir, misal terlahir laki-laki namun beliau merasa dirinya perempuan, dan sebaliknya.
B. Sejarah Terjadinya LGBT
Al-qur’an bahu-membahu telah membicarakan perbuatan ini dan menamakannya dengan perbuatan yang keji. Sebagai Muslim kita niscaya tahu ihwal perbuatan kaum Nabi Luth, yakni kaum sodom yang mendatani pasangan sejenisnya untuk mengeluarkan keinginan seksualnya, maka Allah ﷻ azab mereka akibat dari perbuatan hina dan keji yang mereka kerjakan. Sebagaimana yang dituangkan dalam surat Asy –syu’aro ayat 160-166 : “Mengapa kau tidak bertakwa?”– Sesungguhnya saya yaitu seorang Rasul dogma (yang diutus) kepadamu,–Maka bertakwalah terhadap Allah dan taatlah kepadaku.
Dan saya sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas seruan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semeta alam.–Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara insan,– Dan kamu lewati istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kau adalah orang-orang yang melebihi batas.” (QS. Asy Syu’ara: 160-166) Umat insan berbondong-bondong menyerukan dukungannya terhadap kaum ini, yang mana menciptakan kerancuan masal dan kekalutan yang mendalam akan rusaknya generasi penerus bangsa dan negara.
Para politikus, agamawan, penggerak dipaksa untuk berdasarkan di bawah tekanan masyarakat yang membabi-buta dalam berekspresi, para orang bau tanah dipaksa untuk terus memantau pertumbuhan anak-anaknya semoga terhindar dari virus bahaya ini. Efek dari doktrinisasi memang sungguh membahayakan, sesuatu yang salah dapat dianggap selaku kebenaran dan juga sebaliknya.Dan mirisnya lagi, umat Muslim pun tanpa sadar ikut-ikutan dalam mendukung dan mensupport atas nama keleluasaan dan kesetaraan HAM.
Generasi muda umat muslim sengaja dihancurkan oleh propaganda dan doktrinisasi yang terus menerus di gencarkan oleh Orientalis, di Indonesia sendiri banyak bantuan dalam bentuk ekspresi dan tulisan yang dibuat oleh orang muslim sendiri. Ketika seseorang telah jauh dari agamanya, jauh dari kitab sucinya dan tidak menuruti lagi pesan yang tersirat dan petuah ulamanya, itulah dasar dari perusakan masal yang ditimbulkan dari kebebasan berekspresi. Ketika seseorang lebih mengedepankan fatwa dan kata hati, serta imajinasi yang liar daripada berpegang dengan hukum-hukum baku yang telah di tetapkan oleh agamanya, dapat dikatan beliau sudah menjadi Sekuler tanpa disadari dan seorang liberalis sejati jika telah melepaskan identitas agamanya demi meluruskan pemikirannya. Takutlah dengan azab Allah ﷻ, cukuplah satu kaum yang dibinasakan oleh Allah ﷻ. Allah Ta’ala berfirman: “Maka dikala tiba azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,–Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS. Huud: 82-83).
Sebelum revolusi seksual pada tahun 1960-an, tidak ada kosakata non-peyoratif untuk menyebut kaum yang bukan heteroseksual. Istilah terdekat, “gender ketiga“, sudah ada sejak tahun 1860-an, tetapi tidak banyak disetujui.
Istilah pertama yang banyak dipakai, “homoseksual“, dibilang mengandung konotasi negatif dan condong digantikan oleh “homofil” pada abad 1950-an dan 1960-an, dan lalu gay pada tahun 1970-an. Frase “gay dan lesbian” menjadi lebih umum setelah identitas kaum lesbian semakin terbentuk.
Pada tahun 1970, Daughters of Bilitis menyebabkan isu feminisme atau hak kaum gay selaku prioritas. Maka, alasannya adalah kesetaraan didahulukan, perbedaan tugas antar pria dan wanita dipandang bersifat patriarkal oleh feminis lesbian. Banyak feminis lesbian yang menolak melakukan pekerjaan sama dengan kaum gay. Lesbian yang lebih berpandangan esensialis merasa bahwa usulan feminis lesbian yang separatis dan beramarah itu merugikan hak-hak kaum gay. Selanjutnya, kaum biseksual dan transgender juga meminta akreditasi dalam komunitas yang lebih besar. Setelah euforia kerusuhan Stonewall mereda, dimulai dari simpulan 1970-an dan awal 1980-an, terjadi perubahan persepsi; beberapa gay dan lesbian menjadi kurang menerima kaum biseksual dan transgender.
Kaum transgender dituduh terlampau banyak menciptakan stereotip dan biseksual hanyalah gay atau lesbian yang takut untuk mengakui identitas seksual mereka. Setiap komunitas yang disebut dalam abreviasi LGBT sudah berjuang untuk berbagi identitasnya masing-masing, mirip apakah, dan bagaimana bersekutu dengan komunitas lain; pertentangan tersebut terus berlanjut sampai kini.
Akronim LGBT adakala dipakai di Amerika Serikat dimulai dari sekitar tahun 1988. Baru pada tahun 1990-an perumpamaan ini banyak dipakai. Meskipun komunitas LGBT menuai kontroversi tentang penerimaan universal atau kelompok anggota yang berbeda (biseksual dan transgender adakala dipinggirkan oleh komunitas LGBT), perumpamaan ini dipandang positif. Walaupun kependekan LGBT tidak mencakup komunitas yang lebih kecil (lihat bagian Ragam di bawah), kependekan ini secara umum dianggap mewakili kaum yang tidak disebutkan. Secara keseluruhan, penggunaan perumpamaan LGBT sudah membantu mengirimkan orang-orang yang terpinggirkan ke komunitas biasa .
Aktris transgender Candis Cayne pada tahun 2009 menyebut komunitas LGBT sebagai “minoritas besar terakhir”, dan menyertakan bahwa “Kita masih bisa diusik secara terbuka” dan “disebut di televisi.”[4]
Tidak siapa saja yang disebutkan baiklah dengan ungkapan LGBT atau GLBT. Contohnya, ada yang beropini bahwa pergerakan transgender dan transeksual tidak sama dengan lesbian, gay, dan biseksual (LGB). Argumen ini bertumpu pada ide bahwa transgender dan transeksualitas berkaitan dengan identitas gender yang terlepas dari orientasi seksual. Isu LGB dipandang selaku persoalan orientasi atau rangsangan seksual. Pemisahan ini dikerjakan dalam tindakan politik: tujuan LGB dianggap berlainan dari transgender dan transeksual, seperti akreditasi akad nikah sesama jenis dan perjuangan hak asasi yang tidak menyangkut kaum transgender dan interseks. Beberapa interseks ingin dimasukkan ke dalam kalangan LGBT dan lebih menyukai ungkapan “LGBTI”, sementara yang yang lain meyakini bahwa mereka bukan bagian dari komunitas LGBT dan lebih memilih tidak diliputi dalam istilah tersebut.
Ada pula kepercayaan “separatisme lesbian dan gay” (tidak sama dengan “separatisme lesbian“), yang meyakini bahwa lesbian dan gay sebaiknya membentuk komunitas yang terpisah dari kalangan-golongan lain dalam lingkup LGBTQ. Meskipun jumlahnya tidak cukup besar untuk disebut pergerakan, kaum separatis berperan penting, vokal, dan aktif dalam komunitas LGBT. Dalam beberapa kasus separatis menolak eksistensi atau hak kesetaraan orientasi non-monoseksual dan transeksualitas.
Hal ini dapat meluas menjadi bifobia dan transfobia. Separatis punya lawan yang berpengaruh – Peter Tatchell dari kelompok hak LGBT berpendapat bahwa memisahkan transgender dari LGB ialah “kegilaan politik”. Banyak orang menjajal mengganti singkatan LGBT dengan istilah biasa . Kata mirip “queer” dan “pelangi” telah dicoba namun tidak banyak digunakan. “Queer” mengandung konotasi negatif bagi orang bau tanah yang mengingat pengunaannya selaku hinaan dan usikan dan penggunaan (negatif) semacam itu masih terus berlanjut. Banyak pula orang muda yang mengetahui queer sebagai ungkapan yang lebih politis dibanding “LGBT”. “Pelangi” punya konotasi yang berhubungan dengan hippies, pergerakan Zaman Baru, dan organisasi mirip Rainbow/PUSH Coalition di Amerika Serikat.
Bagaimana kemajuan LGBT di Indonesia?
Lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) sekarang kian marak diperbincangkan, baik itu di Indonesia pada khususnya maupun dunia pada umumnya.Satu hal yang menjadi pertanyaan yaitu “Bagaimana perspektif aturan, utamanya Islam, selaku agama mayoritas di negara Indonesia dalam menyikapi kaum dengan ciri khas bendera pelangi tersebut? Dibenarkankah jika LGBT dilegalkan di Indonesia? Muncul berbagai pro dan kontra mengenai kelompok LGBT.
Tak jarang, mereka yang menginginkan agar LGBT dilegalkan di Indonesia menimbulkan hak asasi manusia (HAM) selaku tameng utama. Kemerdekaan berekspresi merupakan salah satu hak mendasar yang diakui dalam sebuah negara aturan yang demokratis dan menjunjung tinggi HAM.
Di Jakarta, lesbian, gay, biseksual dan transgender secara hukum diberi label selaku “Cacat” atau cacat mental dan karenanya tidak dilindungi oleh aturan. Sementara Indonesia telah memungkinkan hubungan seksual eksklusif dan konsensus antara orang-orang dari jenis kelamin yang sama sejak tahun 1993, mempunyai usia yang lebih tinggi dari kesepakatan untuk relasi sesama jenis dari korelasi heteroseksual (17 untuk heteroseksual dan 18 untuk homoseksual). Konstitusi tidak secara eksplisit membicarakan orientasi seksual atau identitas gender. Itu menjamin semua warga dalam banyak sekali hak hukum, termasuk persamaan di depan hukum, potensi yang sama, perlakuan yang manusiawi di tempat kerja, keleluasaan beragama, keleluasaan berpendapat, berkumpul secara tenang, dan berserikat. Hak tersebut semua terperinci dibatasi oleh undang-undang yang dirancang untuk melindungi ketertiban lazim dan moralitas agama.
Indonesia selaku salah satu negara hukum, jaminan mengenai kebebasan berekspresi diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amendemen II, yakni dalam Pasal 28 E Ayat (2) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan anggapan dan perilaku, sesuai dengan hati nuraninya”. Selanjutnya dalam ayat (3) dinyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan usulan”.
Selain itu, UU RI No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia secara lebih dalam mengendalikan mengenai keleluasaan berekpresi tersebut, dalam Pasal 22 Ayat (3) UU tersebut menyebutkan bahwa “Setiap orang bebas memiliki, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara mulut atau goresan pena lewat media cetak maupun media cetak elektronik dengan mengamati nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan lazim, dan keutuhan bangsa”.
Memang benar bahwa setiap manusia memiliki kebebasannya masing-masing, tetapi jikalau ditelaah lebih dalam sudah jelas dibilang bahwa kebebasan yang dimiliki berbanding lurus dengan batas-batas-batas-batas yang mesti dipenuhi pula seperti; apakah melanggar agama, kesusilaan, kepentingan lazim, sampai keutuhan bangsa?
Pada kenyataannya, dengan banyaknya desas-desus yang memperbincangkan perihal status kaum bendera pelangi ini mengarahkan pada satu kesimpulan sesungguhnya penduduk Indonesia merasa keamanan dan ketertiban mereka terancam. Bahkan, dengan hanya satu kata: “LGBT” dapat mengakibatkan benih–benih keretakan keutuhan bangsa ini.
Sebagaimana menurut UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada amendemen yang II telah secara tegas memasukkan hak atas rasa aman ini di dalam pasal 28A-28I. Juga, diatur dalam Pasal 30 UURI No 39 Tahun 2009 perihal HAM yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas rasa kondusif dan tenteram serta pinjaman terhadap bahaya ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu”.
Pasal 35 bahwa “Setiap orang berhak hidup di dalam tatanan penduduk dan kenegaraan yang hening, kondusif, dan nyaman yang menghormati, melindungi, dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi insan dan kewajiban dasar insan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”.
Para pihak yang kontra merasa bahwa dengan adanya kaum LGBT yang tak lazim berkembang di tengah penduduk Indonesia dengan akhlak dan agamanya yang kental sehingga ketentraman mereka untuk bersosialisasi dengan bebas pun terenggut. Masyarakat satu sama lain bersikap lebih waspada dan mewaspadai kepada kehadiran kaum LGBT. Seolah-olah masyarakat suatu negara terbagi menjadi dua kalangan, kaum LGBT dan non-LGBT.
Kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Indonesia akan menghadapi tantangan hukum dan prasangka yang tidak dialami oleh masyarakatnon-LGBT. Adat istiadat tradisional kurang menyetujui homoseksualitas dan berlintas-busana, yang mempunyai dampak terhadap kebijakan publik. Misalnya, pasangan sesama jenis di Indonesia, atau rumah tangga yang dikepalai oleh pasangan sesama jenis, dianggap tidak memenuhi syarat untuk menerima derma aturan yang lazim diberikan kepada pasangan musuh jenis yang menikah.
Pentingnya di Indonesia untuk menjaga keselarasan dan tatanan sosial, mengarah terhadap aksentuasi lebih penting atas kewajiban daripada hak langsung, hal ini bermakna bahwa hak asasi insan beserta hak homoseksual sungguh ringkih. Namun, komunitas LGBT di Indonesia telah terus menjadi lebih tampakdan aktif secara politik.
Status bencong, transeksual atau transgender lainnya di Indonesia sungguh kompleks. Diskriminasi, pelecehan, bahkan kekerasan yang ditujukan pada orang-orang transgender tidak jarang terjadi. Orang transgender yang tidak menyembunyikan identitas gender mereka sering merasa sulit untuk mempertahankan pekerjaan yang sah dan dengan demikian sering dipaksa menjadi pelacur dan melaksanakan aktivitas ilegal lainnya untuk bertahan hidup.
Majelis Ulama Indonesia memutuskan bahwa kaum transgender mesti tetap pada jenis kelamin pada dikala mereka dilahirkan. “Jika mereka tidak mau menyembuhkan diri secara medis dan agama,” kata anggota Majelis, mereka harus rela “untuk menerima nasib mereka untuk ditertawakan dan dilecehkan.”
Amerika Serikat dan Eropa menginginkan Indonesia menganut pelegalan LGBT sebagaimana yang sudah dilegalkan di banyak sekali negara Barat. Jika golongan LGBT tetap ingin mempertahankan pilihannya tanpa ada impian untuk memperbaiki keadaannya menjadi manusia normal seutuhnya, mengapa harus berusaha menghendaki LGBT menjadi keperluan sosial? Sedangkan, penduduk Indonesia sungguh tegas dan keras melarang segala bentuk praktik LGBT berdasar ketentuan aturan, perundang-seruan, nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan biasa , dan keutuhan bangsa.
C. Sebab-alasannya adalah Terjadinya LGBT
Ada banyak aspek yang menjadikan seorang pria menjadi gay atau penyuka sesama jenis. Menurut psikolog Elly Risman Musa, faktor pemicu itu di antaranya ialah dia berada di lingkungan di mana homoseksual dianggap sesuatu yang umum atau biasa . Karena tidak ada nilai-nilai tabiat atau agama yang membekali pengetahuannya sehingga dia memiliki wawasan yang tidak lurus tentang relasi antara laki-laki dan wanita.
Seseorang mampu berkembang menjadi seorang gay sebab pengalaman buruk dengan pengasuhan keluarga mirip memiliki ibu yang lebih banyak didominasi sehingga anak tidak mendapatkan gambaran seorang tokoh laki-laki, atau sebaliknya. Faktor lain yang mungkin membuat seseorang keluar dari fitrahnya yaitu pengalaman seks dini, yang disebabkan sebab menyaksikan gambar-gambar porno dari televisi, DVD, Internet, komik ataupun media lain di sekitarnya. Kemudian salah satu rujukan mengatakan bahwa terjadinya LGBT disebabkan sebab beberapa hal sebagai berikut:
1. Tidak bepegang teguh terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di dalam Al-Qur’an dalam banyak ayat memerintahkan kita untuk menjaga diri, menundukkan pandangan dan mempertahankan kehormatan, di dalam As-Sunnah pun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyuruh kita saat akan tidur di antara sesama jenis biar membuat pembatas yang mau membatasi kita dikala diluar kesadaran dalam tidur.
2. Bodoh terhadap Islam dan aturan-hukum yang ada di dalamnya, bodoh terhadap syari’at yaitu pemicu utama seseorang untuk berani berbuat dosa, dan merupakan kasus yang disepakati bagi orang yang mempunyai nalar sehat.
3. Mempelajari agama bukan pada ahlinya, dan pemicu utama kerusakan terbesar dan kebinasaan alasannya bermuara pada bergampangan berguru dari orang yang tidak terperinci jati dirinya, sampai hingga ada yang menghalalkan LGBT dan aneka macam kemaksiatan lainnya, bila jika dipelajari ilmu dari orang seperti ini maka kemungkinan terjatuh pada tindakan tersebut akan gampang sebab telah diyakini boleh-boleh saja.
4. Mengikuti hawa nafsu. Hawa nafsu yaitu kecenderungan jiwa kepada kasus yang haram. Dinamakan hawa alasannya adalah menyeret pelakunya di dunia kepada kehancuran dan di alam baka terhadap neraka Hawiyah”
5. Tasyabbuh (menyerupai) sesama jenis, terutama ini terjadi pada “bencong” yang mulanya mereka yaitu pria tetapi kemudian mereka melelang harga diri mereka dan berdandan seperti wanita yang alhasil berani melakukan liwath.
6. Membujang. Hidup membujang memiliki nilai tersendiri dikalangkan sufyisme, yang tak maukalah tanding dengan para biarawan dan biarawati, tidak heran jikalau di dapati ada dari mereka “tidak cuma terjangkiti” bahkan pemain utama homoseks.
7. Merasa bahwa dirinya kondusif dari fitnah. Orang yang merasa dirinya aman dari fitnah alias “PD” bahwa dia tidak mungkin akan terjatuh pada perbuatan semisal homoseks maka ini bertanda kalau justru ia yang akan condong ke arah sana, sebab ini bentuk perilaku besar hati diri, angkuh dan angkuh, kalau sifat mirip ini telah merasuki dirinya maka dia akan jauh dari muhasabah (intropeksi) diri, dan ia merasa seolah-oleh tidak butuh lagi dengan hidayah dari Allah SWT.
8. Berkurangnya keimanan. Sudah menjadi doktrin bagi setiap muslim, bekerjsama dogma bertambah dan berkurang, bertambah dengan keta’atan dan menyusut dengan maksiat. Dan lenyapnya keimanan kaum Luth terhadap Allah dan Nabi-Nya (Luth ‘Alaihis salam) disebabkan karena berbuat fahisy (homoseks).
9. Hilangnya rasa takut terhadap Alloh SWT, jika rasa takut sudah lenyap dari seseorang maka ia akan semakin gagah berani berbuat dosa walaupun terang-terangan melakukannya, baik dosa kecil maupun dosa besar dia terjang tanpa peduli apapun hasilnya.
10. Tidak menundukkan persepsi. Pandangan yakni faktor yang paling mendominasi adanya harapan untuk berbuat yang diingini oleh hati, LGB berawal dari persepsi dan lalu berakhir dengan pembenaran dengan seks.
11. Tasyabbuh dengan orang-orang kafir. Pelaku utama LGBT ialah dari orang-orang yang kafir terhadap Allah, banyak dari kaum muslimin terbawa arus perkembangan teknologi, mereka melihat para pelaku LGBT di sinetron, di internet dan di banyak sekali macam media yang kemudian menuntut mereka untuk memperaktekkannya.
12. Adanya iman bahwa beliau telah terbebas dari beban syari’at, ia boleh melakukan apa saja yang dia kehendaki. Apabila iktikad seperti ini sudah menjalar pada diri seseorang maka dosa sebesar apapun teranggap sebuah mainan umumyang tidak ada apa-apanya.
13. Merasa dirinya pasti akan diampuni meskipun terus menerus di atas maksiat dengan dalil hadits Mu’adz bin Jabal: …….dan hak hamba atas Alloh yakni Allah tidak akan mengazab orang yang tidak menyekutukan dengan-Nya seseuatu apapun.”Akhirnya dengan pemahamannya yang dangkal kepada dalil tersebut ia kian giat bermaksiat yang pada akibatnya iapun binasa.
14. Kebiasaan menjima’i isteri pada dubur (anal), yang lalu disaat-dikala tidak ada istrinya iapun mencari pengganti dengan prinsip “yang penting berdubur atau berlubang” yang balasannya laki-laki lain, bawah umur, orang tua jompo, hewan bahkan sesuatu yang berlubang menjadi obyek prakteknya.
15. Putus asa, merupakan pemicu utama seseorang makin giat berbuat LGB, sebagaimana hal ini terjadi pada pelaku transgender, karena mereka sudah diperdaya oleh kondisi yang pada balasannya mereka frustasi dan kemudian mereka meneruskan pekerjaan keji mereka dengan terus menerus. LGBT dapat juga ialah sebuat penyakit balasan faktor kelainan otak dan genetik maupun karena faktor psikologi.
D. LGBT Menurut Pandangan Islam Dan Pengaruhnya Dalam Kehidupan Sosial
Dalam Islam LGBT diketahui dengan dua perumpamaan, yaitu Liwath (gay) dan Sihaaq (lesbian). Liwath (gay) ialah perbuatan yang dilaksanakan oleh laki-laki dengan cara memasukan dzakar (penis)nya kedalam dubur laki-laki lain. Liwath yakni sebuah kata (penamaan) yang dinisbatkan terhadap kaumnya Luth ‘Alaihis salam, alasannya adalah kaum Nabi Luth ‘Alaihis salam ialah kaum yang pertama kali melaksanakan perbuatan ini (Hukmu al-liwath wa al-Sihaaq, hal. 1). Allah SWT menamakan perbuatan ini dengan perbuatan yang keji (fahisy) dan melampaui batas (musrifun). Sebagaimana Allah terangkan dalam al Quran yang artinya :
“Dan (Kami juga telah menyuruh) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata terhadap mereka: “Mengapa kamu menjalankan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan terhadap wanita, bahkan kamu ini ialah kaum yang melebihi batas.” (TQS. Al ‘Araf: 80 – 81)
Sedangkan Sihaaq (lesbian) yaitu kekerabatan cinta birahi antara sesama wanita dengan image dua orang perempuan saling menggesek-gesekkan anggota tubuh (farji’)nya antara satu dengan yang lainnya, sampai keduanya merasakan kelezatan dalam berafiliasi tersebut.[5]
Hukum Sihaaq (lesbian) adalah haram. Berdasarkan dalil hadits Abu Said Al-Khudriy yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (no. 338), At-Tirmidzi (no. 2793) dan Abu Dawud (no. 4018) bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Janganlah seorang laki-laki menyaksikan aurat laki-laki lain, dan jangan pula seorang perempuan melihat aurat perempuan lain. Dan janganlah seorang pria memakai satu selimut dengan pria lain, dan jangan pula seorang wanita menggunakan satu selimut dengan wanita lain”
Terhadap pelaku homoseks, Allah swt dan Rasulullah saw benar-benar melaknat perbuatan tersebut. Al-Imam Abu Abdillah Adz-Dzahabiy-Rahimahullah- dalam Kitabnya “Al-Kabair” telah memasukan homoseks selaku dosa yang besar dan beliau berkata: “Sungguh Allah telah menyebutkan terhadap kita kisah kaum Luth dalam beberapa kawasan dalam Al-Qur’an Al-Aziz, Allah telah membinasakan mereka akibat perbuatan keji mereka. Kaum muslimin dan selain mereka dari golongan pemeluk agama yang ada, bersepakat bahwa homoseks tergolong dosa besar”.
Hal ini ditunjukkan bagaimana Allah swt menghukum kaum Nabi Luth yang melaksanakan penyimpangan dengan azab yang sangat besar dan dahsyat, membalikan tanah tempat tinggal mereka, dan diakhiri hujanan watu yang membumihanguskan mereka, sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Hijr ayat 74:
“Maka kami jadikan bab atas kota itu terbalik ke bawah dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras”
Sebenarnya secara fitrah, insan diciptakan oleh Allah swt berikut dengan dorongan jasmani dan nalurinya. Salah satu dorongan naluri ialah naluri melestarikan keturunan (gharizatu al na’u) yang diantara manifestasinya ialah rasa cinta dan dorongan seksual antara musuh jenis (laki-laki dan perempuan).
Pandangan pria terhadap perempuan begitupun perempuan kepada pria ialah pandangan untuk melestarikan keturunan bukan pandangan seksual semata. Tujuan diciptakan naluri ini ialah untuk melestarikan keturunan dan cuma mampu dilaksanakan diantara pasangan suami istri. Bagaimana kesannya kalau naluri melestarikan keturunan ini akan terwujud dengan korelasi sesama jenis? Dari sini jelas sekali bahwa homoseks berlawanan dengan fitrah insan.
Oleh alasannya itu, telah ditentukan akar problem hadirnya penyimpangan kaum LGBT ketika ini adalah alasannya ideologi sekularisme yang dianut kebanyakan penduduk Indonesia. Sekularisme yaitu ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan (fash al ddin ‘an al hayah).
Masyarakat sekular menatap pria ataupun perempuan cuma sebatas hubungan seksual semata. Oleh karena itu, mereka dengan sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindera dan asumsi-anggapan yang mengundang keinginan seksual di hadapan laki-laki dan wanita dalam rangka membangkitkan naluri seksual, semata-mata mencari pemuasan. Mereka menilai tiadanya pemuasan naluri ini akan menjadikan bahaya pada manusia, baik secara fisik, psikis, maupun akalnya. Tindakan tersebut merupakan suatu keharusan alasannya adalah sudah menjadi bagian dari metode dan gaya hidup mereka.
Tidak puas dengan musuh jenis, hasilnya fikiran liarnya berusaha mencari pemuasan melalui sesama jenis bahkan dengan hewan sekalipun, dan hal ini merupakan keleluasaan bagi mereka. Benarlah Allah swt berfirman:
“Dan bekerjsama Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam pada umumnya dari jin dan manusia, mereka memiliki hati, namun tidak dipergunakannya untuk mengetahui (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (gejala kekuasaan Allah), dan mereka memiliki indera pendengaran (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu selaku binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang teledor.” (TQS Al ‘Araf : 179)
Pada masa Nabi Luth kaum homoseks/gay langsung menerima siksa dibalik buminya dan dihujani batu panas dari langit. Selain zina dan pemerkosaan, pelanggaran seksual berdasarkan Islam tergolong LGBT, incest (persetubuhan sesama muhrim) dan menjimak binatang. Sanksi bagi pelaku semua pelanggaran seksual tersebut adalah hukuman mati, Rasulullah SAW bersabda: “dari Ibnu Abbas, bergotong-royong Rasulullah SAW bersabda:” Barang siapa menjumpai kalian orang yang melaksanakan tindakan kaum Luth, maka bunuhlah orang yang mengerjakan dan orang yang dikerjai”.[Hadist Ibnu Majah No. 2561 Kitabul Hudud]. Dalam hadits lain Rasulallah SAW bersabda: “Ibnu Abbas meriwayatkan: “Barang siapa menjimak muhrimnya maka bunuhlah, dan barang siapa menjimak hewan maka bunuhlah pelaku dan hewan yang dijimak”. [Hadist Ibnu Majah No. 2564 Kitabul Hudud].
Didalam Al Alquran, Allah SWT mengabadikan bagaimana dahsyatnya laknat dan azab langsung dari Allah SWT terhadap pelaku homoseksual/gay ini di jaman Nabi Luth AS. Pelanggaran seksual berbentukhomoseks umat Nabi Luth mampu dilihat dalam Al-Quran: Surat An-Naml ayat 54-55, Ash-Syu’araa’ ayat 165 – 166 dan Huud ayat 77-82.
Hal ini adalah aneka macam teladan yang bisa dijadikan pelajaran tentang apa yang terjadi dan kesemuanya itu dipandang jauh dari syariat Islam. Berikut ini adalah LGBT menurut persepsi agama Islam:
1. Lesbian : LGBT menurut pandangan agama Islam, sebagian besar ulama menerangkan perihal eksekusi Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap para perempuan kaum Luth serempak dengan para lelaki mereka, yakni dikala para lelaki merasa cukup dengan kaum lelaki maka hukumannya pun telah diketahui, tidaklah samar bagi seorang pun. Sesuai dengan firman Allah Ta’ala: “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan kerikil dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim,” (QS. Hud: 82-83).
Bila ditelusuri secara gramatikal, tidak ada perbedaan penggunaan kata antara homoseksual dan lesbian. Dalam bahasa arab kedua-duanya dinamakan al-liwath. Pelakunya dinamakan al-luthiy. Namun Imam Al-Mawardi dalam kitabnya al-Hawi al-Kabir menyebut homoseksual dengan liwath, dan lesbian dengan sihaq atau musaahaqah. Imam Al-Mawardi berkata, “Penetapan hukum haramnya praktik homoseksual menjadi ijma’, dan itu diperkuat oleh nash-nash Al-Quran dan Al-Hadits”.
2. Gay : LGBT menurut persepsi agama Islam, diantaranya gay adalah salah satu penyelewengan seksual, sebab menyalahi sunnah Allah, dan menyalahi fitrah makhluk ciptaanNya. Lebih kurang empat belas kala yang kemudian, al-Qur’an telah memperingatkan umat manusia ini, semoga tidak mengulangi tindakan kaum Nabi Luth. Allah Swt berfirman: “Mengapa kau mengunjungi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu lewati istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu yakni orang-orang yang melampaui batas,” (QS. Asy Syu’ara: 165-166).
Setelah Rasulullah mendapatkan wahyu tentang gosip kaum Luth yang menerima kutukan dari Allah dan merasakan azab yang diturunkanNya, maka ia merasa khawatir sekiranya peristiwa itu terulang kembali kepada umat di masa beliau dan sesudahnya. Sebuah kemaksiatan yang menjijikkan dibandingkan dengan zina atau seks bebas.
Rasulullah bersabda, “Sesuatu yang paling aku takuti terjadi atas kau yakni tindakan kaum Luth dan dilaknat orang yang memperbuat seperti perbuatan mereka itu, Nabi mengulangnya sampai tiga kali, “Allah melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth; Allah melaknat orang yang berbuat mirip perbuatan kaum Luth; Allah melaknat orang yang berbuat seperti tindakan kaum Luth,” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi dan Al Hakim).
3. Biseksual : Biseksualitas ialah ketertarikan romantis, ketertarikan seksual, atau kebiasaan seksual kepada pria maupun wanita. Istilah ini biasanya dipakai dalam konteks ketertarikan manusia untuk menawarkan perasaan romantis atau seksual terhadap pria maupun wanita sekaligus. Istilah ini juga didefinisikan sebagai meliputi ketertarikan romantis atau seksual pada semua jenis identitas gender atau pada seseorang tanpa mempedulikan jenis kelamin atau gender biologis orang tersebut, yang kerap kali disebut panseksualitas.
Semua tindakan LGBT yakni maksiat dan haram, tak ada satu pun yang dihalalkan dalam agama Islam. Biseksual ialah perbuatan zina jikalau dijalankan dengan musuh jenis dan sesama jenis. Jika dilakukan dengan sesama jenis, tergolong homoseksual jikalau dilaksanakan di antara sesama pria, dan termasuk lesbianisme jika dijalankan di antara sesama wanita.
LGBT dalam Islam, hukumannya diubahsuaikan dengan perbuatannya. Jika tergolong zina, hukumnya rajam (dilempar kerikil hingga mati) jikalau pelakunya muhshan (sudah menikah) dan dicambuk seratus kali jika pelakunya bukan muhshan. Jika termasuk homoseksual, hukumannya hukuman mati. Jika termasuk lesbian, hukumannya ta’zir.
4. Transgender : Pada dasarnya Allah membuat insan ini dalam dua jenis saja, yaitu pria dan perempuan, sebagaimana firman Allah SWT: ”Dan Dia (Allah) membuat dua pasang dari dua jenis laki-laki dan wanita,” (QS. An Najm: 45). “Wahai insan Kami membuat kamu yang berisikan laki-laki dan wanita,” (QS. Al Hujurat: 13). Kedua ayat ini atas, dan ayat-ayat Al Alquran yang lain memperlihatkan bahwa insan di dunia ini hanya terdiri dari dua jenis saja, pria dan wanita, dan tidak ada jenis yang lain. Namun kenyataannya, seseorang tidak memiliki status yang terang, bukan pria dan bukan perempuan.
Jika penggantian kelamin dikerjakan oleh seseorang dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengganti-ubah ciptaan Allah), maka identitasnya sama dengan sebelum operasi dan tidak berganti dari sisi hukum. Dari segi waris seorang wanita yang melaksanakan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak akan mendapatkan bab warisan laki-laki (dua kali bagian perempuan) demikian juga sebaliknya.
LGBT berdasarkan pandangan agama Islam pada umumnya menyamakan perbuatan homoseksual dengan perbuatan zina. Karena itu, segala implikasi aturan yang berlaku pada zina juga berlaku pada kasus homoseksual. Bahkan pembuktian aturan pun mengacu pada kasus-masalah yang terjadi pada zina. Sementara operasi kelamin yang dijalankan pada seorang yang mengalami kelainan kelamin (contohnya berkelamin ganda) dengan tujuan tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan sesuai dengan hukum akan menciptakan identitas kelamin tersebut menjadi terperinci.
Dalam mengetahui perilaku individu, sosiologi memusatkan perhatian pada korelasi antara efek perilaku seorang individu kepada lingkungan dan imbas lingkungan kepada individu itu sendiri. Lingkungan merupakan kawasan sikap seorang individu dikembangkan, tetapi sikap individu itu sendiri juga mempengaruhi lingkungan tempat si individu itu berada.
Sosiologi menyaksikan sosialisasi yang timbul pada kala lalu seorang gay ataupun lesbian bisa menjadi faktor pembentuk sikap menyimpang individu tersebut, hal inilah yang mensugesti perubahan orientasi seksualnya menjadi homoseksual.
Kecenderungan menggemari sesama jenis bisa terjadi pada siapa saja dengan kecenderungan dan waktu yang berlainan beda. Secara biasa , hal pertama yang dinikmati adalah kegelisahan. Homoseksual atau ‘binaan’ ini akan merasa sangsi dengan kecenderungannya ini. Kemudian pada umumnya dari mereka berusaha mencari jati dirinya dengan mencari sobat yang telah lebih dulu menjadi seorang ‘binaan’. Untuk mendapatkan teman banyak dilaksanakan di dunia maya atau sekedar jalan ke tempat tempat lazim seperti mall. Saling bertukar cerita dan pengalaman, sehingga relasi antar homoseks atau gay akan lebih akrab.
Seseorang menjadi homoseksual karena dampak orang-orang sekitarnya, mirip aspek keluarga dan lingkungan yang kurang mendukung. Sikap-tindaknya yang lalu menjadi contoh seksualnya dianggap sebagai sesuatu yang dominan sehingga memilih segi-sisi kehidupan lainnya. Selain itu, homoseksual juga dapat disebabkan sering mengalami kegagalan dalam menjalin relasi dengan lawan jenis sehingga mereka melampiaskan kekecewaan itu dengan menjalin korelasi dengan sesama jenisnya.
Lingkungan mampu memengaruhi kemajuan seseorang untuk menjadi homoseksual. Menurut Kartono (1989:248), penjara dan asrama-asrama putra, kawasan para cowok dan kaum laki-laki berdiam terpisah dengan kaum wanita, banyak menghasilkan peristiwa homoseksual.
Dalam desain fungsionalisme struktural yang diterangkan oleh Tallcot Parsons, masyarakat dilihat selaku sebuah hal yang terdiri dari sistem maupun unsur dalam sistem (sub-sistem) yang hendak memilih bagaimana kehidupan sosial dalam suatu penduduk dapat berjalan dengan baik. Menurut teori fungsionalisme struktural, maka saat salah satu metode maupun sub-metode dalam penduduk tidak berfungsi sebagaimana mestinya mampu menyebabkan terciptanya penyimpangan dalam diri seorang individu yang terkait dengan tata cara maupun sub-metode tersebut. Perilaku menyimpang seksual yang muncul dalam diri seorang gay/lesbian diakibatkan oleh sosialisasi dari metode maupun sub-sistem dalam penduduk yang berlangsung tidak semestinya. Beberapa komponen penduduk yang dapat dikatakan sebagai metode yang membentuk penduduk antara lain ialah lingkungan keluarga dan pergaulan.
Dalam sudut pandang sosiologi, penyimpangan dimungkinkan terjadi karena seseorang menerapkan peranan sosial yang mengambarkan perilaku menyimpang. Bagaimana seseorang dapat memainkan tugas sosial yang menyimpang sungguh terkait dengan sosialisasi yang dia dapat dalam sistem penduduk kawasan dia berada. Seperti sudah dijelaskan diatas, keluarga dan lingkungan pergaulan akan sungguh mensugesti pembentukan peranan sosial seorang individu, hal ini dikarenakan keluarga dan lingkungan pergaulan merupakan salah satu sistem penopang penduduk dimana seorang individu mempunyai intensitas interaksi yang tinggi terhadapnya. Dalam konteksnya selaku salah satu bentuk penyimpangan sosial seorang homoseksual pada awalnya mendapatkan sosialisasi untuk menjadi homoseksual dari lingkungan dan keluarganya.
Pada proses kemajuan anak remaja yang wajar , biseksualitas dewasa akan bermetamorfosis heteroseksual. Sebaliknya, jika proses tersebut menjadi abnormal yang mampu disebabkan oleh faktor-faktor eksogen atau endogen tertentu, maka biseksualitas tersebut akan berubah menjadi homoseksualitas. Oleh sebab itu, yang menjadi objek erotiknya adalah benar-benar seorang dengan jenis kelamin yang sama (Kartono, 1989:249).
Sosialisasi yang timbul dalam lingkungan masyarakatnya akan menerangkan mengapa seseorang menjadi homoseksual, hal ini alasannya mereka sudah biasa dengan lingkungan atau pergaulannya yang mendukung dirinya untuk menjadi seorang homoseksual. Contohnya ialah orang normal yang telalu sering bergaul dengan komunitas homoseksual, sehingga dirinya terbawa dengan kebiasaan dan gaya hidup mereka.
E. Solusi untuk Mencegah dan Mengatasi LGBT
Beberapa penyelesaian mampu dikerjakan berdasarkan faktor penyebab munculnya LGBT. Penanganan terhadap mereka dibedakan dari faktor penyebabnya antara lain aspek genetik, psikologis maupun kultural.Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut, maka diperlukan mampu dirumuskan solusi yang sempurna untuk seseorang yang mengidap penyakit LGBT tersebut. Secara umum, solusi untuk penyembuhan penyakit LGBT ini terbagi menjadi 2 (dua) adalah solusi internal dan penyelesaian eksternal. Solusi internal contohnya perlu adanya kesadaran dan kemauan untuk sembuh, serta kesungguhan melakukan perubahan. Sedangkan solusi eksternal dapat berupa pertolongan keluarga dan orang-orang akrab, serta membebaskan diri dari lingkungan LGBT. Diantara upaya penanggulangan LGBT yakni:[6]
1. Kembali terhadap pemikiran Islam dan mewujudkan konsekuensinya, sehingga tertanamlah pada diri aqidah shohihah, akhlakul karimah dan sifat-sifat yang terpuji yang lain. saat seseorang sudah melakukan hal ini, ia akan mendapatkan obat penyembuh yang paling ampuh, yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit [tergolong didalamnya penyakit homoseks], Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wa sallam– berkata:“Tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan Allah menurunkan obatnya”. (Lihat “Shohihul Jami’”: 5558-5559).
2. Membuat penyuluhan dan pengobatan bagi mereka yang sudah terlanjur terserang penyakit LGBT agar dapat kembali wajar menjadi manusia dengan fitrah yang bergotong-royong.
3. Menumbuhkan kesadaran Individual Pelaku LGBT dengan mengenal Musuh dan Strategi Melawan Musuh Abadi.
Tak dibantah bahwa setan menjadi musuh awet manusia yang mau terus menyesatkan dan menjerumuskan manusia ke dalam lembah kebinasaan.
Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu sekali-kali dipalingkan oleh setan; sebenarnya setan itu yaitu lawan yang nyata bagimu.” (Q.S. Az-Zukhruf: 62)
Cara setan dalam menyesatkan manusia ialah dengan memoles tindakan maksiat dan jahat sehingga tampak indah dalam persepsi insan. “Iblis berkata: Ya Rabbi, alasannya adalah Engkau telah menetapkan bahwa saya sesat, maka niscaya saya akan mengakibatkan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di paras bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (Q.S. Al-Hijr: 39)
4. Para Pemimpin dan tokoh-tokoh umat Islam perlu banyak melakukan pendekatan terhadap para pemimpin di media massa, terutama media televisi, semoga menghalangi dijadikannya media massa sebagai ajang kampanye penyebaran paham dan praktik LGBT.
5. Giat menghadiri majlis ilmu, memperbanyak membaca Al-Qur’an, menghayati dan merenungi makna-makna yang terkandung didalamnya dan memperbanyak mebaca siroh (perjalanan hidup umat terdahulu).
6. Apabila tidur dibuat pembatas dengan sobat-temannya, hal ini untuk mengantisipasi adanya penyelewengan dan ini dalam rangka melaksanakan perkataan acuan kita Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wa sallam– dari Abu Said Al-Khudriy yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (no. 338), At-Tirmidzi (no. 2793) dan Abu Dawud (no. 4018) bahwa Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata:
“Janganlah seorang laki-laki menyaksikan aurat pria lain, dan jangan pula seorang perempuan melihat aurat perempuan lain. Dan janganlah seorang laki-laki memakai satu selimut dengan laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita memakai satu selimut dengan perempuan lain.”
7. Menghindari ikhtilath, menundukkan pandangan dan menikah.
8. Pemberantasan kemungkaran-kemungkaran yang diindikasikan akan mengakibatkan adanya LGBT, dan ini yaitu wewenang penguasa, alasannya adalah jikalau setiap individu melaksakan hal ini maka akan mengakibatkan madhorat yang lebih besar, diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudry, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa diantara kalian melihat sebuah kemungkaran maka hendaklah beliau merubahnya dengan tangannya; kalau ia tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika juga tidak mampu maka dengan hatinya. Dan yang demikian itu yakni selemah-lemahnya doktrin”.
F. Hukuman bagi para pelaku LGBT menurut pandangan islam
Pertama, Hukumannya yakni dengan dibunuh, baik pelaku (fa’il) maupun obyek (maf’ul bih) bila keduanya telah baligh. Berkata Al-Imam Asy-Syaukani Rahimahullah dalam “Ad-Darariy Al-Mudhiyah” (hal. 371-372): Adapun keberadaannya orang yang menjalankan tindakan liwath dengan dzakar (penis)nya hukumannya adalah dibunuh, walaupun yang melakukannya belum menikah, sama saja baik itu fa’il (pelaku) maupun maf’ul bih. Telah mengkabarkan terhadap kami Abdul Aziz bin Muhammad, dari ‘Amr ibnu Abi ‘Amr,dari Ikrimah, dari Ibu Abbas, berkata Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang kalian mendapati melaksanakan tindakan kaum Luth (liwath), maka bunuhlah fa’il (pelaku) dan maf’ul bih (partner)nya[7]
Kedua, Hukumannya dirajam, hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Baihaqy dari Ali bahwa dia pernah merajam orang yang berbuatliwath. Imam Syafi’y mengatakan: “Berdasarkan dalil ini, maka kita memakai rajam untuk menghukum orang yang berbuat liwath, baik itu muhshon (telah menikah) atau selain muhshon. Hal ini senada dengan Al-Baghawi, kemudian Abu Dawud [dalam “Al-Hudud” Bab 28] dari Sa’id bin Jubair dan Mujahid dari Ibnu Abbas: Yang belum menikah bila didapati melaksanakan liwathmaka dirajam (Lihat “Ad-Darariy Al-Mudhiyah”, hal. 371).
Ketiga, hukumannya sama dengan eksekusi berzina. Pendapat ini seperti ini disampaikan oleh Sa’id bin Musayyab, Atha’ bin Abi Rabbah, Hasan, Qatadah, Nakha’i, Tsauri, Auza’i, Imam Yahya dan Imam Syafi’i (dalam usulan lainnya), mengatakan bahwa hukuman bagi yang melakukan liwath sebagaimana hukuman zina. Jika pelaku liwath muhshon maka dirajam, dan kalau bukan muhson dijilid (dicambuk) dan diasingkan. [“Ad-Darariy Al-Mudhiyah”, (hal. 371)].
Keempat, hukumannya dengan ta’zir, sebagaimana telah berkata Abu Hanifah: Hukuman bagi yang melaksanakan liwath adalah di-ta’zir, bukan dijilid (cambuk) dan bukan pula dirajam [“Ad-Darariy Al-Mudhiyah”, (hal. 372)]. Abu Hanifah memandang sikap homoseksual cukup dengan ta‘zir. Hukuman jenis ini tidak mesti dijalankan secara fisik, tetapi bisa lewat penyuluhan atau terapi psikologis supaya mampu pulih kembali. Bahkan, Abu Hanifah menganggap sikap homoseksual bukan masuk pada definisi zina, alasannya zina hanya dilakukan pada vagina (qubul), tidak pada dubur (sodomi) sebagaimana dilaksanakan oleh kaum homoseksual. (Ahkam As-Syar’iyyah, Darul Ifaq Al-Jadidah).
Sedangkan bagi para pelaku lesbian, hukumannya ialah ta’zir. Al-Imam Malik Rahimahullah beropini bahwa wanita yang melakukan sihaq, hukumannya dicambuk seratus kali. Jumhur ulama berpendapat bahwa perempuan yang melakukan sihaq tidak ada hadd baginya, cuma saja beliau di-ta‘zir, alasannya hanya melakukan hubungan yang memang tidak mampu dengan dukhul (menjima’i pada farji), beliau tidak akan di-hadd sebagaimana laki-laki yang melaksanakan korelasi dengan perempuan tanpa adanya dukhul pada farji, maka tidak ada had baginya. Dan ini ialah usulan yang rojih (yang benar) [Lihat “Shohih Fiqhus Sunnah” Juz 4/Hal. 51)].
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. LGBT dalam persepsi Islam, sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulullah dalam Al-Alquran dan Sunah, homoseks/gay ialah perbuatan hina dan pelanggaran berat yang merusak harkat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah paling mulia. Maka dari itu Haram hukumnya seseorang masuk ke dalam golongan LGBT.
2. Pengaruh LGBT dalam kehidupan sosial, Seperti sudah diterangkan, keluarga dan lingkungan pergaulan akan sangat mempengaruhi pembentukan peranan sosial seorang individu, hal ini dikarenakan keluarga dan lingkungan pergaulan merupakan salah satu tata cara penopang penduduk dimana seorang individu memiliki intensitas interaksi yang tinggi terhadapnya. Dalam konteksnya selaku salah satu bentuk penyimpangan sosial seorang homoseksual pada mulanya mendapatkan sosialisasi untuk menjadi homoseksual dari lingkungan dan keluarganya.
3. Masyarakat Indonesia sangat tegas dan keras melarang segala bentuk praktik LGBT berdasar ketentuan hukum, perundang-undangan, nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan biasa , dan keutuhan bangsa.
4. Solusi menangkal LGBT. Para Pemimpin dan tokoh-tokoh umat Islam perlu banyak melakukan pendekatan kepada para pemimpin di media massa, utamanya media televisi, biar menghalangi dijadikannya media massa selaku ajang kampanye penyebaran paham dan praktik LGBT.
5. Solusi menghalangi LGBT. Cara mencegahnya yaitu memberi pengarahan sejak dini biar pengetahuan anak tentang seks tidak menyimpang, Giat menghadiri majlis ilmu, memperbanyak membaca Al-Qur’an, Apabila tidur dibuat pembatas dengan sahabat-temannya, Menghindari ikhtilath.
6. Solusi mengatasi LGBT. menangani LGBT dengan perlu adanya kesadaran dan kemauan untuk sembuh, serta kesungguhan melaksanakan pergantian, derma keluarga dan orang-orang akrab, serta membebaskan diri dari lingkungan LGBT.
B. Saran
1. Menolak adanya legalisasi yang mendukung sikap menyimpang seksual yang mampu merusak budpekerti generasi muda Indonesia.
2. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT serta kesadaran akan bahaya Penyakit Menular Seksual (PMS) yang diakibatkan karena pergaulan bebas.
3. Sebaiknya orang renta lebih memperhatikan pergaulan anaknya alasannya LGBT ini bias menyerang/menghipnotis semua orang lewat berbagai media.
4. Sebaiknya orang renta melaksanakan pembatasan antara anak pria dan anak perempuan semenjak dini untuk menghindari terkena virus LGBT.
5. Sebaiknya kita selaku ummat Islam mampu memilih sesuatu yang benar bukan yang salah
6. Sebaiknya pemerintah lebih bertindak tegas dan berani menyampaikan bahwa hal tersebut salah dan tidak boleh di Indonesia sebab hal tersebut lebih banyak mengandung kejelekan jika ketimbang kebaikannya.
7. Sebaiknya kita mengajak orang yang kadung berada di kelompok LGBT untuk kembali ke jalan yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Dan Al Hadis
Dictionary, reference .com
ABD. Madjid Ahmad. “Masa’il Fiqhiyyah (membahas Masalah Fiqih yang Aktual”. PT. Garuda Buana Indah, Pasuruan – Jatim 1994.
Jay P. Paul, Bisexual and Homosexual Identities, New York: Haword Press, 1984
Kompasiana.com
[3] Jay P. Paul, Bisexual and Homosexual Identities, New York: Haword Press, 1984
[5] ABD. Madjid Ahmad. “Masa’il Fiqhiyyah (membahas Masalah Fiqih yang Aktual”. PT. Garuda Buana Indah, Pasuruan – Jatim 1994.