Makalah Kkl Izin Mendirikan Bangunan (Imb)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Laporan KKL
Pembenahan pelayanan birokrasi yang selama ini cenderung dicitrakan buruk terus menjadi duduk perkara baik ditingkat publik maupun dilingkungan pemerintahan itu sendiri. Pada level publik contohnya muncul permintaan yang sungguh berpengaruh semoga pemerintah konsisten untuk melaksanakan reformasi birokrasi dengan memberikan pelayanan prima terhadap publik. Sedangkan ditingkat pemerintahan sendiri, mesti diakui pula bahwa secara legal formal pembenahan pelayanan publik terus mendapat perhatian khusus. Sejumlah kebijakan diterbitkan supaya penyelenggaraan pelayanan prima secepatnya terealiasi. Keinginan tersebut setidaknya sejalan dengan apa yang mengenjala di ranah mudah, hampir seluruh pejabat publik, menyebabkan info pelayanan prima sebagai icon kepemimpinan. Apa yang terjadi tersebut lalu menerima sumbangan teoritis. Bahwa terus menguatnya gosip reformasi birokrasi, tidak mampu dilepaskan dari pelaksanaan otonomi kawasan. Secara teoritis pelaksanaan otonomi daerah akan memiliki pengaruh pada tiga pergeseran yakni; (1) political equlaity, adalah sebuah kondisi di mana terbukanya ruang bagi publik untuk relatif gampang mendapatakan saluran ke ruang-ruang birokrasi. Keterbukan tersebut pada akibatnya menciptakan checks and balances; (2) local accountability, berkaitan dengan transparansi dan mekanisme akuntabilitas kepada apa yang telah dilakukan; dan (3) local responsibility, ialah adanya jaminan untuk menunjukkan pelayanan publik yang prima.
Berkaitan dengan pelayanan jasa perizinan ini, pemerintah melakukan terobosan yang layak dapat pujian yaitu dikeluarkannya Permendagri nomor 24 wacana Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP). Dalam Permendagri itu permerintahan kabupaten/ kota diwajibkan mempunyai forum PPTSP. Tidak sebatas formalitas kelembagaan dalam artian institusi tetapi juga forum dalam artian prosedur dan nilai. Kebijakan nasional ini mampu dikategorikan selaku loncatan kuantum dalam reformasi birokrasi terutama dalam pelayanan jasa perizinan. Namun pantas dicatat, baik berupa perihal maupun dalam penerapannya, konsep PPTSP sudah cukup usang berkembang dan diimplementasikan oleh Pemkab/Pemkot, bahkan jauh sebelum desain PPTSP diluncurkan. Sekarang ini setidaknya tercatat 29 pemerintah kabupaten/kota yang telah menerapkan penerbitan izin perjuangan melalui satu pintu. Beberapa PPTSP yang sering ditampilkan media antara lain: Kabupaten Jembrana (2000), Kababupaten Sragen (2002), Kota Yogyakarta (2005), dan Kababupaten Kebumen (2006). Daerah yang dinilai cepat menanggapi lahirnya PPTSP yakni Provinsi Jawa Barat. Terdaftar sedikitnya 4 Pemkab/Pemkot yang sudah mencoba menerapkan inisiatif PPTSP (diantaranya Kota Cimahi, Kab. Indramayu, Kab. Majalengka & Kab. Purwakarta). Walau termasuk baru keempat tempat tersebut sudah melakukan pergantian fundamental. Kota Cimahi misalnya, untuk mendukung kerja PPTSP, forum ini didukung dengan budget dan tidak dibebani dengan traget PAD.
Pada konteks ini, budaya organisasi di PPTSP masih mengikuti budaya organisasi dalam birokrasi yang selama ini masih menganut paradigma dilayani, dan berorientasi “asal bapak senang” . Sedangkan budaya organisasi PPTSP sebaiknya menganut paradigma melayani dan berorientasi kepuasan pengguna jasa. Kondisi tersebut setidaknya tergambar dari pengembangan PPTSP yang masih sebatas usaha pembentukan forum dan sangat rendah mengamati terbentuknya dan tumbuhnya budaya baru. Berkaca dari pengembangan budaya organisasi yang umumnya digunakan oleh sebuah perusahaan, ada satu profil konfigurasi budaya yang cenderung terabaikan ialah highly integrative cultur. Budaya highly integrative memperlihatkan perhatian yang besar kepada pengembangan karyawan, yang memfasilitasi internal integration, berorientasi kepada kepuasan konsumen, kepekaan sosial dan inovasi. Disamping tipe budaya ini menunjukkan ketentraman bagi karyawannya sehingga perusahaan juga bisa menerima akad yang tinggi dari karyawannya daripada budaya hirarcy. Pada konteks ini eksistensi PPTSP masih dipandang sebagai lahan yang tidak basah, tidak mampu menyebarkan karir dan tempat pembuangan staf yang tidak lagi produktif atau memiliki visi yang berbeda dengan pimpinan. Artinya, untuk keluar dari kondisi tersebut butuh ada perubahan pengertian kepada esensi kehadiran PPTSP.
Kecenderungan biasa yang terjadi adalah sulitnya mengawali perjuangan formal di Indonesia. Walaupun, semua pihak menyadari bahwa dunia usaha, terutama Usaha Kecil Menengah (UKM) yakni salah satu pilar utama ekonomi bangsa. Bahkan keperkasaan UKM sebagai unit usaha yang menempel eksklusif dalam urat nadi perekonomian rakyat setidaknya sudah terbukti semasa krisis ekonomi 1998. Permasalahan pengurusan izin usaha selama ini tidak mampu dilepaskan dari proses pengakuan ditingkat birokrasi. Prosedur yang berbelit-belit, banyak dan tumpang tindihnya kriteria, ketidak jelasan biaya, dan rata-rata waktu solusi perizinan yang lama (dalam artian tidak adanya kepastian waktu), ditambah tidak tersedianya info yang cukup memadai merupakan keadaan pengurusan perizinan usaha di negeri ini. Maka masuk akal kalau banyak usahawan menjadi enggan untuk mengelola izin usaha. Berdasarkan data Badan Pusat Stratistik cuma 20% pengusaha yang memiliki surat izin usaha. Selanjutnya hasil observasi Bank Dunia menandakan, bahwa untuk mengawali usaha di Indonesia rata-rata diperlukan 151 hari, melewati 12 prosedur, dan membutuhkan biaya sekitar 130,7% pendapatan perkapita. Data tersebut menawarkan bagaimana potret pelayanan birokrasi di Indonesia yang masih jauh dari bentuk pelayanan efektif dan prima.
Lebih menyederhanakan prosedur perizinan. Dilakukan dengan cara mewakilkan izin tertentu kepada kecamatan atau penyederhanaan rekomendasi. Misalnya, mewakilkan izin mendirikan bangunan (IMB) dalam skala tertentu kepada kecamatan. Satu daerah sukses memangkas rantai perizinan yang sudah sederhana. Di kawasan ini, untuk pemutihan IMB tidak lagi dibutuhkan rekomendasi dari kecamatan. Namun, cukup dari RT dan RW. Begitu pula untuk IMB rumah berlantai dua, tidak dibutuhkan anjuran dari Dinas Kimpraswil. Tetapi, cukup dengan jaminan konstruksi. Izin gangguan (HO) juga menjadi lebih sederhana. Sebelumnya, diperlukan waktu dua hingga tiga bulan untuk mengurus izin ini. Sekarang, mampu selesai dalam waktu delapan hari. Reformasi penyederhanaan perizinan ini diperkuat dengan dikeluarkannya peraturan kepala kawasan lokal.
Adapun standar permohonan pengerjaan Izin Mendirikan Bangunan dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Mengisi formulir permohonan IMB ditandatangani pemohon dan dimengerti lurah dan camat setempat.
  2. Keterangan Rencana Kota (KRK) Asli untuk lampiran IMB ditambahkan.
  3. Foto copy surat-surat penguasaan tanah yang sah (pertanda asli atau poto copy dilegalisir oleh pejabat yang berwenang).
  4. Bila tanah bukan miliknya sendiri dilampiri surat tidak keberatan dari pemilik tanah dan ditandatangani diatas materai cukup.
  5. Foto copy KTP Pemohon dan/ atau Pemilik Tanah.
  6. Foto copy pembayaran PBB tahun terakhir atau informasi dari instansi yang berwenang bila tidak terkana PBB.
  7. Bila pemohon merupakan badan aturan dilampiri foto copy akta Pendirian Badan Hukum (PT, CV, Firma, Yayasan).
  8. Gambar teknis rencana bangunan meliputi: Denah, Tampak 2 segi, 2 potongan, planning atap, rencana pondasi, dan sumur resapaan skala 10100/10200.
  9. Perhitungan kontruksi (lengkap dengan gambar-gambarnya) dilengkapi foto copy ijazah dan KTP penanggung jawab yang ditandatanggani di atas materai cukup jika:a. Bangunan berlantai 2 atau lebihb. Bangunan dengan kontruksi bentang atap lebih dari 10m
  10. Penyelidikan tanah untuk bangunan berlantai lebih.
  11. Surat pernyataan ditandatangani diatas meterai cukup
  12. Dokumen lain yang disyaratkan sesuai ketentuan yang berlaku :
  Membangun Pendidikan Karakter Anak Berbasis Keteladanan
  • Kajian lingkungan (SPPL/UKL-UPL/AMDAL)
  • Rekomendasi ketinggian bangunan dari instansi teknis yang berwenang
  • Persetujuan prinsip dari Walikota untuk pembangunan daerah ibadah serta bangunan lain sesuai ketentuan yang berlaku
  • Rekomendasi instalasi pencegah bahaya kebakaran untuk bangunan berlantai 4 atau lebih.
Berdasarkan uraian di atas maka punulis mengambil judul penelitian sebagai berikut: Analisis Pelayanan Publik Dalam Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.
1.2 Identifikasi Masalah
Memperjelas fokus problem yang akan diteliti dalam observasi ini, peneliti menyusun kenali problem selaku berikut: 
  1. Bagaimana acara pertolongan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.? 
  2. Bagaimana interaksi antara pelanggan dengan aparatur dalam pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.? 
  3. Bagaimana cara aparatur dalam memecahkan urusan dalam pengerjaan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.?
1.3 Maksud dan Tujuan Laporan KKL
Maksud dari penelitian ini yakni untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana Kepala Perizinan Dalam Meningkatkan Kinerja Pelayanan Perizinan Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi. Dan Tujuan yang diteliti adalah: 
  • Untuk mengetahui aktivitas pemberian pembuata Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.? 
  • Untuk mengetahui interaksi antara konsumen dengan aparatur dalam pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.? 
  • Untuk mengenali cara aparatur memecahkan problem dalam pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi? 
  Kesimpulan Dalam Hakikat Kepemimpinan
1.4 Kegunaan Laporan KKL
Hasil observasi ini diharapkan memiliki keguanaan yang bersifat teoritis dan simpel, sebagai berikut:
1. Kegunaan bagi peneliti, dari hasil observasi ini diharapkan berfaedah bagi peneliti:
  • Sebagai hal untuk menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan di bidang pemerintahan terutama tentang Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.
  • Untuk menyelesaikan studi di Progam Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.
2. Kegunaan teoritis, dari hasil penelitian ini dibutuhkan:
  • Memberikan derma anutan bagi ilmu sosial
  • Dapat dijadikan materi acuan untuk kala yang mau tiba bagi yang melaksanakan penelitian tentang pelayanan perizinan.
3. Kegunaan mudah, dari hasil observasi dibutuhkan:
  • Sebagai sarana untuk membandingkan antara teori yang didapat dikala perkuliahan dan praktek di lapangan.
  • Dapat memberikan manfaat bagi penduduk dan sebagai sebuah bahan masukan dan bahan pendapatuntuk memecahkan persoalan yang dihadapi dalam kenaikan kinerja Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.
1.5 Kerangka Pemikiran
Setiap pengerjaan karya ilmiah tentunya mesti berpedoman pada teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang diakui kebenarannya. Demikian pula dengan pengerjaan Laporan KKL ini mengacu pada teori yang dikembangkan oleh para ahli dalam hal ini tentunya teori yang dipakai terang hubungannya dengan pelayanan.
Analisis ialah sebuah pengusutan kepada sebuah peristiwa untuk mengetahui kondisi yang sebetulnya untuk mendapatkan pengertian yang tepat dan pengertian arti dari keseluruhan (Ali, 1995:37). Adapun menurut Dale Yoder seperti yang dikutip oleh A.A. Anwar Prabu Mangkunegara mendefinisikan analisis sebagai prosedur melalui fakta-fakta yang berafiliasi dengan setiap pengamatan yang diperoleh dan dicatat secara sistematis (dalam Mangkunegara, 2001:13).
Berdasarkan pengertian diatas maka, analisis ialah sebuah observasi yang bahu-membahu dimana fakta-fakta yang ada saling bekerjasama untuk menemukan pengertian arti dari keseluruhannya.
Dalam upaya meningkatkan pelayanan antara pemerintah dengan penduduk dan kelompok lain yang berkepentingan sesuai dengan aturan pokok dan tatacara yang telah ditetapkan, sejalan dengan usulan tersebut.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 tahun 1993 yang kemudian disempurnakan dengan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahu 2003 mendefinisikan pelayanan sebagi berikut:
“segala bentuk pelayanan yang dikerjakan oleh Instansi Pemerintah di pusat, di daeraha dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan penduduk maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-seruan”. (keputusan MENPAN Nomor 63/2003)
Adapun menurut Widodo joko, pelayanan publik ialah:
“dukungan layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan hukum pokok dan tatacara yang telah ditetapkan (Widodo,2001:269)”.
Dari definisi tersebut maka mampu disimpulkan Pelayanan prima merupakan sebuah layanan yang dberikan kepada publik yang bisa membuat puas pihak yang dilayani, hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam SK Menpan No. 81 Tahun 1993 ihwal Pedoman Tata Laksana Pelayan Umum, “Pelayanan penduduk adalah segala bentuk aktivitas yang dijalankan instansi pemerintah di sentra, di kawasan dalam membentuk barang dan jasa baik dalam bentuk pemenuhan masyarakat maupun dalam pelaksanaan ketentuan perundang-usul”.
Definisi pelayanan berdasarkan Gronroos (1990:20) sebagaimana dikutip dibawah ini:
“ Pelayanan adalah sebuah acara atau serangkaian kegiatan yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai balasan adanya interaksi antara pelanggan dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan pelanggan/konsumen”. (Ratminto dan Atik Septi Winarsih,2005:2)
Dari devinisi tersebut diatas dapat dimengerti bahwa ciri pokok pelayanan yakni tidak kasat mata (tidak dapat dilihat) dan melibatkan upaya insan (karyawan) atau peralatan lain yang disediakan oleh perusahaan penyelenggara pelayanan.
Pelayanan publik atau pelayanan lazim dapat didevinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dijalankan oleh instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan keperluan penduduk maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pendapat tersebut mengambarkan bahwa Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi yaitu melakukan hak dan keharusan yang menjadi kedudukannya di dalam penduduk .
1.6 Metode dalam Laporan KKL
Metode dalam penelitian ini memakai metode observasi deskriptif, ialah cuma memaparkan suasana atau peristiwa yang sedang berjalan. Hal itu sejalan dengan pertimbangan Moh.Nazir mendefinisikan tata cara deskriptif selaku berikut:
“Metode deskriptif ialah sebuah sistem dalam meneliti status golongan manusia, sebuah objek, sebuah set keadaan, suatu sistem anutan ataupun suatu kelas peristiwa pada kala kini. Tujuan dari observasi ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran / lukisan secara sistematis, konkret dan akurat mengenai faktor-aspek, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki” (Nazir, 1999:63).
Metode ini menggambarkan atau menerangkan sesuatu hal lalu diklasifikasikan sehingga dapat diambil sebuah kesimpulan. Adapun pengertian lain dari sistem penelitian deskriptif berdasarkan Soehartono bahwa:
”Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan citra tentang suatu masyarakat atau sebuah kalangan orang tertentu atau citra perihal sebuah tanda-tanda atau korelasi antara dua tanda-tanda atau lebih” (Soehartono, 2002:35).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk menetahui peranan kepala perizinan dalam melayani pelayanan satu pintu di kantor pelayanan perizinan satu pintu kota Cimahi.
1.6.1 Tehnik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh penulis dalam observasi ini berbentukdata kualitatif, sebagai berikut:
1). Data primer, yang diperoleh melalui:
a). Observasi partisipan adalah sebuah proses observasi yang dilaksanakan oleh observer dengan ikut mengambil bagian dalam kegiatan Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi.
2). Data sekunder, yang diperoleh lewat:
a). Penelitian Kepustakaan, yaitu mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah observasi, melalui: buku-buku, majalah, surat kabar, pemanfaatkan teknologi berita atau internet dan literatur-literatur yang berhubungan dengan Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Kota Cimahi
1.7 Lokasi dan Waktu KKL
Lokasi yang diambil sebagai kawasan KKL adalah PPTSP Kota Cimahi yang beralamatkan di Jl. Rd. Demang Hardjakusuma Gedung C. Lat.1 Blok Jati Telp (022) 6632601 Kota Cimahi 40513.s