Makalah Hukum Manajemen Negara (Han)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam cabang ilmu hukum, ada beberapa ungkapan yang dipakai untuk menyebut Hukum Administrasi Negara. Misalnya ada yang memakai ungkapan Hukum Tata Pemerintahan, dan ada juga yang menggunakan istilah Hukum Tata Usaha Negara. Meskipun dalam ruang penyebutan ungkapan yang berlawanan, tetapi dalam kemajuan selanjutnya pemakaian ungkapan untuk bidang ilmu hukum ini diganti lagi menjadi ungkapan Hukum Administrasi Negara, sesudah sebelumnya sempat menggunakan ungkapan Hukum Tata Pemerintahan pada tahun 1972 atas dasar Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 30 Desember 1972 Nomor 198/U/1972 tentang ajaran kurikulum minimal.
Hukum Administrasi Negara ini menguji kekerabatan aturan istimewa yang diadakan dan yang memungkinkan para pejabat administrasi Negara melaksanakan peran istimewa mereka (definisi Logemann). Administrasi Negara diberi peran mengatur kepentingan biasa , misalnya kesehatan masyarakat, pengajaran, dan lain-lain. Agar alat-alat peralatan Negara, dalam hal ini organ Administrasi Negara dapat mengerjakan peran menyelenggarakan kesejahteraan biasa secara baik, maka Administrasi Negara membutuhkan kemerdekaan untuk bertindak atas inisiatif sendiri utamanya dalam menyelesaikan duduk perkara-persoalan penting yang muncul dengan sekonyong-konyong, yang peraturan penyelesaiannya belum ada, atau belum dibentuk oleh parlemen. Kemerdekaan tersebut disebut Freies Ermessen.
Maka dari itu, untuk mampu mengenali deskripsi lengkap tentang Hukum Administrasi Negara, maka kami akan mengungkap pembahasan tersebut di dalam makalah ini meliputi definisi, sumber-sumber, asas-asas dari Hukum Administrasi Negara sekaligus relasi antara pembahasan ini dengan Hukum Tata Negara.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari Hukum Administrasi Negara?
2.      Apa saja sumber-sumber dan asas-asas dari Hukum Administrasi Negara?
3.      Bagaimana hubungan antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Agar bisa mengerti definisi Hukum Administrasi Negara.
2.      Agar bisa memahami sumber-sumber serta asas-asas dari Hukum Administrasi Negara.
3.      Agar bisa mengerti hubungan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara yaitu rangkaian aturan-aturan aturan yang harus diamati oleh alat-alat perlengkapan Negara di dalam melaksanakan tugasnya. Terhadap perumusan ini banyak diajukan keberatan-keberatan. Perlu dikenali bahwa Negara adalah sebuah pemahaman yang abstrak dan berwujud suatu bada aturan. Maka telah barang tentu tindakan-tindakan hukum yang dilaksanakan alat-alat peralatan Negara sebagai organ suatu badan hukum sungguh heterogen, tidak cuma perbuatan-tindakan dalam hukum publik saja, akan namun juga melaksanakan perbuatan-perbuatan dalam hukum perdata, aturan jualan , dan sebagainya. Hukum Administrasi Negara diartikan selaku rangkaian-rangkaian aturan-aturan aturan yang mengendalikan cara bagaimana alat-alat perlengkapan Negara melaksanakan tugasnya.
Selain itu, ada beberapa pula usulan lain wacana pengetian Hukum Administrasi Negara ini yang dikemukakan para sarjana, yaitu selaku berikut.
1.      Hukum administrasi Negara ialah peraturan aturan yang mengendalikan administrasi, ialah kekerabatan antara warga Negara dan pemerintahnya yang menjadi sebab sampai Negara itu berfungsi. (R. Abdoel Djamali)
2.      Hukum Administrasi Negara ialah keseluruhan hukum aturan yang mengendalikan bagaimana Negara sebagai penguasa mengerjakan usaha-perjuangan untuk memenuhi tugasnya. (Kusumadi Poedjosewojo)
3.      Hukum Administrasi Negara yakni hukum yang menguji korelasi aturan istimewa yang diadakan, akan kemungkinan para pejabat melaksanakan peran mereka yang khusus. (E. Utrecht)
4.      Hukum Administrasi Negara ialah keseluruhan hukum yang mesti diamati oleh para penguasa yang diserahi tugas pemerintahan dalam mengerjakan tugasnya. (Van Apeldoorn)
5.      Hukum manajemen Negara ialah hukum yang mengatur hubungan-korelasi aturan antara jabatan-jabatan dalam Negara dengan para warga penduduk . (Djokosutono)
Dalam pertumbuhan berikutnya pada tahun 1969, pengertian perumpamaan Hukum Administrasi Negara oleh G. Pringgodigdo, SH (dosen Universitas Indonesia) secara luas terdiri atas tiga unsur, yaitu:
Hukum Tata Pemerintahan, ialah Hukum Eksekutif atau Hukum Tata Pelaksanaan Undang-undang; dengan perkataan lain, Hukum Tata Pemerintahan ialah hukum mengenai aktivitas-kegiatan kekuasaan direktur (kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang).
Hukum Administrasi Negara dalam arti sempit, yakni aturan tata pengurusan rumah tangga Negara (rumah tangga Negara dimaksudkan, segala peran-peran yang ditetapkan dengan undang-undang selaku masalah Negara), dan
Hukum Tata Usaha Negara, yakni aturan perihal surat-menyurat, rahasia dinas dan jabatan, kearsipan dan dokumentasi, pelaporan dan statistik, tata cara penyimpanan berita acara, pencatatan sipil, pencatatan nikah, talak dan rujuk, publikasi dan penerbitan-penerbitan negara.
Kami menyimpulkan dari definisi-definisi di atas sesungguhnya Hukum Administrasi Negara adalah permasalahan yang masih bersifat absurd sehingga melahirkan berbagai macam definisi-definisi dari para ahli dan pakar aturan di bidangnya. Secara kasat pemahaman, terlihat terang bahwa perbedaan dalam pendefinisian menjadi corak utama yang tampakdi atas, tetapi pada dasarnya hal itu kembali pada pandangan eksklusif masing-masing yang tepat dengan hasil risetnya. Kaprikornus menurut pandangan kami, Hukum Administrasi Negara ialah adonan ketentuan yang mengikat badan hukum tinggi dan rendah sehingga mampu berlangsung secara serempak untuk melakukan kebijakan dalam mencapai tujuan.
B.     Sumber-Sumber Hukum Administrasi Negara
Sumber aturan pada umumnya, mampu dibedakan menjadi dua adalah:
1.      Sumber aturan material, yaitu sumber aturan yang turut memilih isi kaidah hukum. Sumber hukum material ini berasal dari kejadian-insiden dalam pergaulan penduduk dari kejadian-insiden itu dapat mensugesti bahkan memilih sikap insan. Peristiwa-kejadian tersebut diberi penilaian oleh penduduk dan evaluasi itu akan menjadi petunjuk hidup yang diterima penduduk dan diberi pertolongan oleh pemerintah.
2.      Sumber aturan formal ialah sumber hukum yang sudah diberi bentuk tertentu. Agar berlaku umum, suatu kaidah mesti diberi bentuk sehingga pemerintah mampu mempertahankannya. Penilaian dan penghargaan insan terhadap petunjuk hidup itu dipositifkan sehingga risikonya dijadikan hukum faktual.
Sumber aturan formal aturan administrasi negara menurut Utrectht ialah:
1.      Undang-undang (aturan manajemen negara tertulis).
2.      Praktek manajemen negara (hukum administrasi negara yang ialah kebiasaan).
3.      Yurisprudensi yaitu fatwa aturan lewat peradilan.
4.      Pendapat para mahir hukum manajemen negara.
Hukum administrasi negara belum dikodifikasi sebagaimana hukum perdata, hukum pidana maupun hukum jualan sebab:
1.      Peraturan-peraturan dalam bidang manajemen negara lebih singkat berganti bila dibandingkan dengan hukum perdata, hukum pidana dan hukum jualan , bahkan pergeseran itu kadang-kadang secara secara tiba-tiba.
2.      Pembentukan aturan administrasi negara tidak berada dalam satu tangan, melainkan banyak pejabat manajemen negara yang mampu membuat peraturan. Contoh: Di Indonesia, selain presiden dan DPR yang berwenang menciptakan UU, masih terdapat lagi forum/pejabat ekskutif yang mampu membuat peraturan perundang-permintaan lainnya, misalnya:
a.       Menteri mengeluarkan surat keputusan, intruksi dan lain-lain.
b.      Gubernur mengeluarkan peraturan daerah.
c.       Dirjen mengeluarkan surat keputusan dan lain-lain.
C.    Asas-Asas Hukum Administrasi Negara
Dengan adanya keleluasaan bertindak pada alat manajemen negara maka tidak jarang terjadi tindakan alat manajemen negara tersebut menyimpang dari peraturan hukum yang berlaku yang terdetensinya mampu menimbulkan kerugian pada pihak administribale. Sehubungan dengan ini, guna meningkatkan pemberian hukum bagi penduduk, maka untuk penyelenggarakan tata pemerintahan di Indonesia harus di pedomi dengan asas-asas biasa pemerintahan yang baik, yang terdiri dari:
1.      Asas kepastian hukum
Menurut Prof. Van der Pot menyatakan bahwa untuk sahnya sebuah ketetapan administratip, mesti memenuhi tolok ukur yang bersifat materil dan patokan yang bersifat formil. Persyaratan materil adalah kriteria yang berhubungan dengan kewenangan bertindak, meliputi:
a.       Alat negara yang menciptakan ketetapan harus berwenang
b.      Dalam kehendak alat negara yang membuat ketetapan dihentikan ada kelemahan yuridis
c.       Ketetapan mesti berdasarkan suatu keadaan (suasana) tertentu
d.      Ketetapan mesti mampu dikerjakan, dan tanpa melanggar peraturan peraturan lain, menurut “isi dan tujuan” sesuai dengan peraturan yang menjadi dasar ketetapan itu.
Sedangkan standar formil yaitu patokan yang bekerjasama dengan bentuk dari ketetapan itu sendiri, yaitu meliputi:
a.       Syarat syarat yang di tentukan berhubungan dengan antisipasi dibuatnya ketetapan dan berafiliasi dengan cara dibuatnya ketetapan, harus dipenuhi
b.      Ketetapan mesti diberi bentuk yang diputuskan
c.       Syarat-syarat yang di pastikan berhubung dengan dibuatnya ketetapan harus dipenuhi
d.      Jangka waktu ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menjadikan dibuatnya ketetapan dan diumumkannya ketetapan itu tidak boleh dilewati.
Apabila ketetapan itu sudah menyanggupi tolok ukur mirip tersebut, maka ketetapan itu sudah sah dan dapat mengakibatkan hak dan kewajiban bagi pihak administrabele negara dalam menciptakan ketetapan tersebut. Hal ini perlu kepastian hukum serta derma pihak administrable dari langkah-langkah penguasa.
2.      Asas keseimbangan
Dalam asas ini dinyatakan bahwa antara langkah-langkah-langkah-langkah disiplin yang di jatuhkan oleh atasan dan kelalaian yang dijalankan oleh seorang pegawai negeri harus proporsional atau seimbang/sebanding.
3.      Asas kesamaan dalam mengambil keputusan
Yang dimaksud asas ini, bahwa hendaknya alat administrasi negara kepada kasus kasus yang faktanya sama diambil langkah-langkah-tindakan yang sama pula.
4.      Asas bertindak cermat
Asas ini mengharapkan bahwa pemerintahan harus bertindak hati-hati biar tidak menjadikan kerugian bagi warga masyarakatnya.
5.      Asas motivasi
Yang dimaksud dengan asas ini ialah bahwa setiap keputusan tubuh tubuh pemerintah harus mempunyai motivasi/argumentasi yang cukup sebagai dasar keputusan tersebut dan dituntut biar motivasi itu benar dan jelas dengan adanya motivasi tersebut dibutuhkan pihak administrable mendapatkan pengertian yang cukup terperinci atas keputusan yang ditujukan kepadanya, sehingga bila tidak mendapatkan keputusan itu dapat mengambil argumentasi untuk naik tubuh guna mencari dan memperoleh keadilan.
6.      Asas larangan mencampur adukan kewenangan
Asas ini menghendaki, apabila suatu instansi pemerintahan diberikan kekuasaan untuk menawarkan keputusan tentang sebuah dilema maka kekuasaan ini dihentikan dipergunakan untuk maksud lainnya, kecuali maksud/tujuan diberikannya kekuasaan tersebut.
7.      Asas permainan yang patut/asas perlakuan yang jujur
Yang dimaksud dengan asas ini, bahwa pemerintahan hendaknya memberi peluang yang seluas-luasnya kepada warga negara untuk mencari kebenaran. Ini memiliki arti bahwa asas ini sungguh menghargai instansi banding guna kesempatan bagi warga negara untuk mampu mencari kebanaran dan keadilan.
8.      Asas keadilan atau kewajaran
Prinsip ini menyatakan bahwa bertindak secara diktatorial atau tidak layak dilarang. Apabila aparat pemerintahan bertindak bertentangan dengan asas ini, keputusannya dapat dibatalkan.
9.      Asas merespon penghargaan yang wajar
Salah satu prinsip HAN di Niderland ialah bahwa tidakan pemerintah itu mesti menimbulkan cita-cita-keinginan pada penduduk. Oleh hasilnya, didalam melakukan tindakannya alat pemerintahan harus mengamati asas ini.
10.  Asas menghapus akibat suatu keputusan yang batal
Dalam suatu keputusan pemberhentian seorang pegawai negara dinyatakan batal oleh Peradilan Kepegawaian maka instansi pemerintah tidak saja harus menerima kembali pegawai yang diberhentikan itu, akan tetapi juga mesti mengeluarkan uang semua kerugian yang diderita oleh pegawai yang bersangkutan yang disebabkan karena pemberhentian tersebut. Hal ini didasarkan atas asas pemulihan dalam hak-hak dan kedudukan semula atau asas menghapus suatu keputusan yang batal.
11.  Asas santunan atas pandangan hidup/cara hidup
Atas ini menghendaki bahwa setiap pegawai negeri mempunyai hak atas kehidupan pribadinya, dan pemerintah mesti menghormati hak tersebut.
12.  Asas budi
Asas ini menginginkan bahwa pemerintah dalam segala tindak tanduknya harus senantiasa berpandangan mampu menghubungkan dalam menghadapi tugasnya itu tanda-tanda-tanda-tanda penduduk yang mesti dihadapinya serta berakal memperhitungkan lingkungan akibat-balasan tindak pemerintahan itu dengan penglihatan yang jauh kedepan.
13.  Asas penyelenggaraan kepentingan lazim
Sebagai langkah-langkah aktif dan faktual dari pada tindak pemerintahan yaitu penyelenggarakan kepentingan umum ini ialah tugas dari seluruh abdnegara pemerintahan. Kepentingan biasa mencakup kepentingan nasional dalam arti kepentingan bangsa, masyarakat dan negara. Kepentingan harus diutamakan dari pada kepentingan individu, kepentingan kelompok dan kepentingan tempat. Meskipun demikian tidak memiliki arti bahwa kita tidak mengakui adanya kepentingan individu sebagai hakikat langsung insan, hanya saja dalam penyelenggaraan kepentingan lazim ini kepentingan individu dibatasi, sehingga tidak berbatas asas “Jussuum cuiquetribuere” dimana kepada masing-masing orang diberikan mutlak apa yang jadi haknya.
D.    Hubungan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara
Sebagai bab dari Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara tentu mempunyai relasi dekat dengan hukum yang mengatur ihwal pembentukan bidang-bidang dalam suatu Negara tersebut. Jika Hukum Tata Negara adalah aturan yang mengatur pembentukan badan-tubuh Negara tingkat sentra maupun daerah, maka Hukum Administrasi Negara adalah aturan yang menjadikan alasannya adalah suatu tatanan Negara tersebut berfungsi. Jika Hukum Tata Negara selain membentuk badan-tubuh Negara juga membagi kekuasaan pada tubuh tersebut, maka Hukum Administrasi Negara adalah yang mengontrol korelasi warga Negara dengan tubuh-badan Negara tersebut.
Dalam hal objek hukum pun, bahwasanya aturan ini memiliki objek hukum yang berlainan. Jika pada Hukum Tata Negara objek hukumnya yakni Negara itu sendiri, maka dalam Hukum Administrasi Negara objek hukumnya ialah pemegang jabatan dalam negara itu atau alat-alat perlengkapan negara dan warga penduduk . Tetapi ada pula pendapat lain mengatakan bahwa bantu-membantu objek Hukum Administrasi Negara ialah sama dengan objek Hukum Tata Negara, adalah negara (pertimbangan Soehino, S.H.). Pendapat demikian dilandasi argumentasi bahwa Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara sama-sama mengendalikan negara. Namun, kedua hukum tersebut berlainan, yaitu Hukum Administrasi Negara mengendalikan negara dalam kondisi bergerak, sedangkan Hukum Tata Negara dalam kondisi diam. Maksud dari ungkapan ”negara dalam kondisi bergerak” yakni nahwa negara tersebut dalam kondisi hidup. Hal ini mempunyai arti bahwa jabatan-jabatan atau alat-alat peralatan negara yang ada pada negara telah melakukan tugasnya sesuai dengan dengan fungsinya masing-masing. Istilah ”negara dalam kondisi membisu” memiliki arti bahwa negara itu belum hidup sebagaimana mestinya. Hal ini bermakna bahwa alat-alat peralatan negara yang ada belum menjalankan fungsinya. Dari klarifikasi tersebut dalam disimpulkan bahwa hubungan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara sangatlah dekat dan saling melengkapi satu sama lain. Jika salah satu diantara keduanya tidak ada atau tidak berlangsung sesuai dengan perannya masing-masing, maka mampu dipastikan bahwa sebuah Negara itu akan menjadi objek aturan yang pasif.
E.     Hubungan HAN dengan Cabang Ilmu Hukum Lainnya
1.      Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara
Baron de Gerando adalah seorang ilmuwan Perancis yang pertama kali mempekenalkan ilmu aturan administrasi Negara selaku ilmu hukum yang berkembang pribadi berdasarkan keputusan-keputusan alat perlengkapan Negara berdasarkan praktik kenegaraan sehari-hari.
Maksudnya, keputusan raja dalam menuntaskan sengketa antara pejabat dengan rakyat ialah kaidah Hukum Administrasi Negara.Mr. W.F. Prins menyatakan bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan aanhangsel (pelengkap atau pelengkap) dari hukum tata negara. Sementara Mr. Dr. Romeyn menyatakan bahwa Hukum Tata Negara menyinggung dasar-dasar dari pada negara dan Hukum Administrasi Negara yakni perihal pelaksanaan tekniknya.
Pendapat Romeyn ini mampu diartikan bahwa Hukum Administrasi Negara yakni sejenis aturan yang melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh Hukum Tata Negara, dan sejalan dengan teori Dwi Praja dari Donner, maka Hukum Tata Negara itu menetapkan tugas (taakstelling) sedangkan Hukum Administrasi Negara itu melakukan apa yang sudah diputuskan oleh Hukum Tata Negara (taakverwezenlijking).
Menurut Van Vollenhoven, secara teoretis Hukum Tata Negara adalah keseluruhan peraturan hukum yang membentuk alat perlengkapan Negara dan memilih kewenangan alat-alat perlengkapan Negara tersebut, sedangkan Hukum Administrasi Negara yaitu keseluruhan ketentuan yang mengikat alat-alat perlengkapan Negara, baik tinggi maupun rendah saat alat-alat itu akan menggunakan kewenangan ketatanegaraan.
Pada pihak yang satu terdapatlah hukum tata negara selaku suatu golongan peraturan aturan yang mengadakan tubuh-badan kenegaraan, yang memberi wewenang kepada tubuh-badan itu, yang membagi pekerjaan pemerintah serta memberi bab-bagian itu terhadap masing-masing tubuh tersebut yang tinggi maupun yang rendah. Hukum Tata Negara menurut Oppenheim yakni memperhatikan negara dalam kondisi tidak bergerak (staat in rust).
Pada pihak lain terdapat Hukum Administrasi negara selaku suatu golongan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah jika tubuh-badan itu menggunakan wewenangnya yang sudah diberi kepadanya oleh aturan tata negara itu. Hukum Administrasi negara itu berdasarkan Oppenheim memperhatikan negara dalam kondisi bergerak (staat in beweging).
Tidak ada pemisahan tegas antara hukum tata Negara dan hukum manajemen. Terhadap hukum tata Negara, aturan administrasi merupakan perpanjangan dari hukum tata Negara. Hukum administrasi melengkapi hukum tata Negara, disamping selaku hukum instrumental (instrumenteel recht) juga menetapkan pinjaman hukum kepada keputusan – keputusan penguasa.
Yang menjadi sukar ialah ketika membahas distribusi kewenangan dari pejabat administrasi negara, alasannya ketika kita menganalisis yang akan bertemu dengan teori steufen bau des recht nya Hans Kelsen mau tak maukita akan menyaksikan tata urutan perUUan mulai dari Norma dasar (grundnorm) yg merupakan norma tertinggi sampai kepada norma yang paling bawah dengan melakukan analisis sinkronisasi vertikal. Ketika membicarakan hal itu seluruhnya akan menjadi bubuk-debu antar HAN dengan HTN. Akan tetapi mudahnya kita lihat saja bila ujung tombaknya HTN yakni Konstitusi, sementara Ujung tombaknya HAN yaitu kewenangan.
Ketika kita mengatakan kewenangan kita akan membahas kedua konsep HAN yakni HAN HETERONOM ( bersumber pada Undang-Undang Dasar, Tap MPR, dan UU, yaitu hukum yang mengendalikan seluk beluk organisasi dan fungsi manajemen negara) dan HAN OTONOM ( yaitu hukum operasional yang dicipta oleh Pemerintah dan Administrasi Negara sendiri). Ketika melihat kedua definisi tersebut maka mampu ditarik kesimpulan jika HAN OTONOM selaku pengopersionalisasian kewenangan bersumber pada HAN HETERONOM.
HTN mampu dikatakan sebagai dasar dai HAN tetapi pada penyelenggaraan pemerintahan HAN akan lebih luas daripada HTN karena HAN yang mempunyai kewenangan dalam pelaksanaan pemerintahan akan mempunyai kebijakan-kebijakan lain, beschiking dan freis ermesen yang hendak dipakai untuk mengerjakan pemerintahan sesuai dengan amanat perUUan dan sesuai dengan asas-asas pemerintahan. Terkadang langkah-langkah pejabat administrasi negara secara sepihak diperlukan dikala keadaan mendesak dan perUUan belum ada yang menertibkan akan hal itu.
2.      Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Pidana
Romeyn beropini bahwa aturan Pidana dapat dipandang selaku materi pembantu atau “hulprecht” bagi aturan tata pemerintahan, alasannya penetapan sanksi pidana merupakan satu fasilitas untuk menegakkan aturan tata pemerintahan, dan sebaliknya peraturan-peraturan hukum di dalam perundang-ajakan administratif dapat dimasukkan dalam lingkungan aturan Pidana. Sedangkan E. Utrecht mengatakan bahwa Hukum Pidana memberi hukuman istimewa baik atas pelanggaran kaidah aturan privat, maupun atas pelanggaran kaidah hukum publik yang telah ada.
Hukum administrasi materiil terletak diantara aturan privat dan hukum pidana. Hukum manajemen dapat dikatakan sebagai “hukum antara” (Poly-Juridisch Zakboekje h. B3/4). Sebagai acuan Izin Bangunan. Dalam memperlihatkan izin penguasa memperhatikan sisi-sisi keamanan dari bangunan yang direncanakan. Dalam hal demikian, pemerintah menentukan syarat-syarat keamanan. Disamping itu bagi yang tidak mematuhi ketentuan-ketentuan perihal izin bangunan mampu ditegakkan sanksi pidana. W.F. Prins mengemukakan bahwa “nyaris setiap peraturan menurut hukum administrasi diakhiri in cauda venenum dengan sejumlah ketentuan pidana (in cauda venenum secara harfiah mempunyai arti ada racun di ekor/buntut).
3.      Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Perdata
Menurut Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Victor Situmorang bahwa Hukum Administrasi Negara itu ialah hukum khusus aturan wacana organisasi negara dan hukum perdata selaku aturan lazim. Pandangan ini memiliki dua asas ialah pertama, negara dan badan hukum publik yang lain dapat memakai peraturan-peraturan dari hukum perdata, seperti peraturan-peraturan dari hukum perjanjian. Kedua, yakni asas Lex Specialis derogaat Lex generalis, artinya bahwa hukum khusus mengesampingkan aturan lazim, ialah bahwa kalau suatu peristiwa hukum dikelola baik oleh Hukum Administrasi Negara maupun oleh hukum Perdata, maka kejadian itu dituntaskan menurut Hukum Administrasi negara selaku aturan khusus, tidak dituntaskan menurut aturan perdata selaku hukum umum.
Oleh alasannya itu terjadinya hubungan antara Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Perdata kalau:
a.       Saat atau waktu terjadinya adopsi atau pengangkatan kaidah hukum perdata menjadi kaidah hukum Administrasi Negara
b.      Badan Administrasi negara melaksanakan tindakan-perbuatan yang dikuasasi oleh aturan perdata
c.       Suatu perkara dikuasai oleh hukum perdata dan hukum manajemen negara maka perkara itu teratasi berdasarkan ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara.
4.      Hukum Administrasi Negara dengan Ilmu Administrasi Negara
Sebagaimana perumpamaan administrasi, manajemen negara juga mempunyai banyak sekali macam pengertian dan makna. Dimock dan Dimock, menyatakan bahwa sebagai sebuah studi, manajemen negara membicarakan setiap aspek aktivitas pemerintah yang dimaksudkan untuk melaksanakan aturan dan menunjukkan efek pada kebijakan publik (public policy); sebagai suatu proses, manajemen negara adalah seluruh tindakan yang diambil dalam solusi pekerjaan; dan sebagai sebuah bidang kemampuan, administrasi negara mengorganisasikan dan mengarahkan semua acara yang dilakukan orang-orang dalam forum-lembaga publik.
Kegiatan manajemen negra tidak dapat dipisahkan dari aktivitas politik pemerintah, dengan kata lain kegiatan-acara administrasi negara bukanlah hanya melakukan keputusan-keputusan politik pemerintah saja, melainkan juga menyiapkan segala sesuatu guna penentuan akal pemerintah, dan juga memilih keputusan-keputusan politik.
5.      Sistematika Hukum Administrasi Negara
Dalam sistematika Ilmu Hukum, Hukum Administrasi Negara termasuk dalam aturan publik dan ialah bab dari pada aturan Tata Negara. Dilihat dari sejarahnya sebelum era 19 Hukum Administrasi Negara menyatu dengan Hukum Tata Negara dan gres sesudah abad ke 19 Hukum Administrasi Negara bangkit sendiri selaku sebuah disiplin ilmu hukum tersendiri.
Pada pertengahan abad 20 Hukum Administrasi Negara meningkat dengan pesat selaku akhir permintaan timbulnya Negara aturan modern ( welfarestate ) yang mengutamakan kemakmuran rakyat. Hukum Administrasi Negara sebagai suatu disiplin ilmiah tersendiri dapat dilihat dalam teori Residu dari Van Vallen Hoven yang membagi seluruh bahan aturan itu secara terperinsi sebagai berikut :
a.       Hukum Tata Negara (materiil)
1)      Pemerintahan
2)      Peradilan
3)      Kepolisian
b.      Hukum Perdata ( materiil)
c.       Hukum Pidana (materiil)
1)      Hukum Pemerintahan
2)      Hukum Peradilan
3)      Peradilan Tata Negara
4)      Hukum Acara Perdata
5)      Hukum Acara Pidana
6)      Hukum Peradilan Tata Usaha Negara
F.     Fungsi Hukum Administrasi Negara
1.      Menjamin Kepastian Hukum
Menjamin kepastian hukum yang menyangkut masalah bentuk dari aturan.
2.      Menjamin Keadilan Hukum
Keadilan hukum yang dimaksud ialah keadilan yang sudah ditentukan oleh undang-undang dan peraturan tertulis.
3.      Hukum Administrasi Berfungsi Sebagai Pedoman dan Ukuran
Pedoman artinya sebagai petunjuk arah dari perilaku insan ialah sikap yang baik dan benar, ukuran tujuannya untuk menilai apakah pelaksanaan tersebut sudah dijalankan dengan benar atau tidak.
G.    Operasional Hukum Administrasi Negara
Untuk melaksanakan peran membuat kesejahteraan (bestuurzorg) tersebut, negara melaksanakan aktivitas utama:
1.      Membuat peraturan (regeling)
Merupakan ciri negara aturan, yakni semua perilaku negara dalam penyelenggaraan pemerintahan mesti didasarkan pada aturan/peraturan perundangan.
Negara mampu disebut negara aturan (rechtstaat), berdasarkan HD Van Wijk dan Willem Konijbelt yang dikutip Ridwan, harus memenuhi prinsip-prinsip dari negara hukum:
a.       Pemerintah berdasarkan Undang-Undang.
b.      Hak-hak asasi
c.       Pembagian Kekuasaan
d.      Pengawasan Lembaga Kehakiman
Pandangan negara hukum tersebut didukung oleh seorang pakar yang berjulukan J.B.J.M.ten Berge, parameter yang diajukan antara lain:
a.       Asas Legalitas
b.      Perlindungan Hak-Hak Asasi
c.       Pemerintah terikat pada hukum
d.      Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan aturan
e.       Pengawasan oleh hakim yang merdeka
Akan namun, mirip yang dikemukakan oleh Sri Soemantri, bahwa tidak semua negara yang mempunya konstitusi disebut negara hukum. Negara aturan yang dimaksud lebih ditekankan pada sisi jiwa atau spirit, yaitu setiap gerakan negara mesti berdasarkan undang-undang yang ada. Montesquieu menyebutnya l’ esprit des lois.
Ciri-ciri aturan terbaru berdasarkan Ulrich K Preus yang telah dikutip oleh Teubner ialah: 
a.       Memisahkan sisi antara susila dan legalitas (legalitas aturan mesti dipisahkan dari masalah sopan santun, karena aturan mesti berdiri bebas di atas banyak sekali sopan santun dari masing-masing individu yang berbeda-beda)
b.      Positivitas hukum (memberlakukan positivitas hukum yang mengikat penduduk , harus bersumber pada otoritas kewenangan forum)
Setiap peraturan mempunyai tingkatan hierarki, sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 ayat 1 UU No.12 Tahun 2011 perihal Pembentukan Peraturan Perundang-usul:
a.       UUD Negara RI Tahun 1945
b.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c.       Undang-Undang/Peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang
d.      Peraturan Pemerintah
e.       Peraturan Presiden
f.       Peraturan Daerah Provinsi
g.      perda Kabupaten/Kota
2.      Membuat keputusan (beschikking)
           Prinsipnya menciptakan peraturan dan menciptakan keputusan adalah sama-sama mengontrol, tetapi segi yang berlawanan adalah pada subtansi dan adresat (sasaran) yang dituju. Dalam peraturan lebih bersifat absurd alasannya adalah masih kemungkinan dan dalam keputusan lebih bersifat kongkrit karena niscaya dan telah terjadi.
3.      Melakukan tindakan materiil (materiele daad)
           Adalah tindakan positif yang dikerjakan pemerintah, mirip wali kota/bupati meresmikan pembuatan atau perbaikan jalan, presiden menerima tamu, dll.
Selain tiga tugas utama di atas, berdasarkan Rasjid tugas-peran negara lainnya dikelompokkan dalam:
1.      Fungsi pengaturan yang lazimnya dikenal sebagai fungsi regulasi dengan segala bentuknya dimaksudkan selaku usaha untuk membuat keadaan yang sempurna sehingga menjadi aman bagi berlangsungnya banyak sekali aktivitas, selain terciptanya tatanan sosial yang bagus di aneka macam kehidupan penduduk .
2.      Fungsi pelayanan akan membuahkan keadilan dalam masyarakat.
Menurut pasal 2 UU pelayanan publik, komitmen negara dalam menawarkan pelayanan berupa:
a.       Kepentingan Umum
b.      Kepastian Hukum
c.       Kesamaan Hak
d.      Keseimbangan Hak dan Kewaiban
e.       Keprofesional
f.       Partisipatif
g.      Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif
h.      Keterbukaan
i.        Akuntabilitas
j.        Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kalangan rentan
k.      Ketepatan Waktu
l.        Kecepatan, akomodasi, dan keterjangkauan
3.      Fungsi pemberdayaan akan mendorong kemandirian penduduk dan pembangunan terciptanya kemakmuran dalam penduduk . Dalam fungsi pemberdayaan ini, negara berusaha menciptakan fasilitas dan prasarana baik materiil maupun imateriil yang sifatnya mendukung kemandirian penduduk .
           Dalam penyelenggaran fungsi dan peran negara untuk membuat kemakmuran rakyat, ada beberapa versi/acuan operasi yang digunakan, antara lain:
1.      Operasi pribadi (direct operation)
Pemerintah eksklusif aktif melaksanakan aktivitas, misal pelaksanaan acara KB.
2.      Pengendalian Langsung (direct control)
Langkah pemerintah diwujudkan dalam bentuk penggunaan perizinan, lisensi, penjatahan, dll.
3.      Pengendalian tak langsung (indirect control)
Lewat peraturan perundang-usul yang ada, pemerintah dapat menetapkan standar-persyaratan yang mesti dipenuhi untuk terlaksananya suatu acara tertentu.
4.      Pemengaruh Langsung (direct influence)
Intervensi yang dikerjakan dengan cara persuasive, pendekatan, ataupun pesan tersirat biar masyarakat mau mengikuti pemerintah.
5.      Pemengaruh tak pribadi (indirect influence)
Merupakan bentuk involment yang paling ringan, namun tujuannya tetap untuk menggiring penduduk mengikuti pemerintah.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Penulis mempesona kesimpulan bahwa Hukum Administrasi Negara ialah sebuah runtutan aturan yang mengandung aturan tentang kekerabatan warga dengan tubuh hukum yang berada pada sebuah Negara, sehingga menimbulkan suatu pergerakan yang menjadikan Negara tersebut berfungsi.
Adapun sumber-sumber dari Hukum Administrasi Negara yaitu sumber aturan materil dan sumber hukum formil. Sedangkan asas-asas yang berlaku pada Hukum Administrasi Negara mencakup asas kepastian aturan, asas keseimbangan, asas kesamaan dalam mengambil keputusan, asas bertindak cermat, asas motivasi, asas larangan mencampur adukan kewenangan, asas permainan yang pantas/asas perlakuan yang jujur, asas keadilan atau kewajaran.
Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara sangatlah erat dan tidak dapat terpisahkan antara satu dan yang lainnya. Sebagai bagian dari Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara ialah hukum yang mengakibatkan sebuah tubuh-badan aturan yang dibentuk dalam Hukum Tata Negara itu dapat berfungsi. Jika Hukum Tata Negara dibilang sebagai “Negara dalam keadaan membisu”, maka Hukum Adminstrasi Negara merupakan “Negara dalam kondisi bergerak”.
B.     Saran
Dengan pemaparan yang cukup panjang ini, maka kiranya kita dapat mengambil sebagian ilmu gres wacana Hukum Administrasi Negara yang jauh sebelum pembahasan ini tertulis pasti perumpamaan ini sangatlah ajaib ditelinga kita. Cukup sekian apa yang dapat kami sajikan kiranya ada kekurangan mohon kritik dan sarannya dalam bentuk diskusi yang kemudian dapat kami jadikan selaku rujukan tambahan dalam makalah revisi yang mau dibuat lalu kalau diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA
A. Telaah Kepustakaan Daliyo, J.B., Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: prenhallindo, 2001).
Hadisoeprapto, Hartono, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, Cet. IV, 2000).
Kansil, C.S.T., Christien, S.T. Kansil, Pengantar Hukum Indonesia Jilid II, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003).
Muchsan, SH, 1981, Peradilan Administrasi Negara, Liberty,Yogyakarta;
Muchsan, SH, 1982, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Liberty,Yogyakarta;
Phillipus M. Hadjon dkk, 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta;
Prajudi Atmosudirdjo, Prof. Dr. Mr., 1983, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta;
SF Marbun dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta;
Soetami, A. Siti, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama, 2001).
Sudarsono, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991).
Yos Johan Utama , Hukum Administrasi Negara , BMP ADPU 4332 , Edisi 2 , 2016 , Universitas Terbuka.
Http://akucintahukum.blogspot.com/2011/08/pengertian-sumber-dan-objek-hukum.html, di susukan pada tanggal 04 April 2013.