Makalah Dasar-Dasar Ilmu Kalam

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Istilah ilmu kalam berasal dari kata al-kalam, yang mula-mula berarti susunan kata yang mengandung suatu maksud. Kemudian kata tersebut menerangkan salah satu sifat Tuhan, yakni sifat mengatakan atau mutakaliman. Sedangkan kata ”ilmu kalam” sendiri mulai terpakai dimasa khalifah al-Ma’mun pada Zaman Dinasti Abbasiah. Pada kurun itu dipelajari buku-buku terjemahan filsafat Yunani oleh kaum Mu’tazilah, kemudian meraka dipertemukanlah sistem filsafat dengan kajian agama tentang Tuhan, hasil kajian tersebut menjadi ilmu yang berdiri sendiri dengan nama ilmu kalam. Dalam agama terdapat dua fatwa yang dekat kaitannya dengan produktivitas, pertama agama mengajarkan bahwa sesudah hidup pertama di dunia yang bersifat material ini, ada hidup kedua nanti di darul baka yang bersifat spiritual. Bagaimana efek fatwa ini kepada produktivitas dari penganut agama bersangkutan sangat tergantung dari kedua corak fatwa tersebut.
B.     Rumusan Masalah
1.       Apa pemahaman dari ilmu kalam ?
2.       Apa sumber-sumber ilmu kalam ?
3.       Apa saja ruang lingkup ilmu kalam ?
4.       Apa fungsi ilmu kalam ?
C.     Tujuan Penulisan
1.       Untuk mengetahui pengertian dari ilmu kalam.
2.       Untuk mengenali sumber-sumber ilmu kalam.
3.       Untuk mengetahui ruang lingkup ilmu kalam.
4.       Untuk mengenali fungsi ilmu kalam.
          


BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Ilmu Kalam
            Ilmu kalam juga disebut dengan Ilmu Tauhid. Kata tauhid mengandung arti satu atau Esa. Makara, Ilmu kalam membahas pedoman-pedoman dalam agama Islam. Ajaran-anutan dasar itu menyangkut wujud Allah, kerasulan Muhammmad, dan Al-Qur’an.
Abu Hanifah menyebut nama ilmu ini dengan fiqh al-akbar. Menurut persepsinya, aturan islam yang diketahui dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama,fiqh al-akbar, membahas doktrin atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh al-ashghar, membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan persoalan muamalah, bukan pokok-pokok agama, namun hanya cabang saja Al-Farabi mendefinisikan Ilmu Kalam sebagai disiplin ilmu yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta keberadaan semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan dilema setelah akhir hayat yang berlandaskan keyakinan Islam. Penekanan karenanya yakni menghasilkan ilmu ketuhanan secara filosofis.
Adapun Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung aneka macam argumentasi wacana doktrin imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.
Sedangkan Musthafa Abdul Raziq beropini bahwa ilmu ini ( ilmu kalam) bersandar kepada argumentasi-argumentsi rasional yang berhubungan dengan aqidah imaniah, atau suatu kajian perihal aqidah Islamiyah yang bersandar terhadap akal.
Menurut Ahmad Hanafi, di dalam nash-nash antik tidak terdapat perkataan al-Kalam yang menawarkan sebuah ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana yang diartikan sekarang. Arti semula dari ungkapan al-Kalam ialah kata-kata yang tersusun yang memperlihatkan suatu maksud Kemudian dipakai untuk memberikan salah satu sifat Tuhan, yaitu sifat berbicara. Sebagai teladan, kata-kata kalamullah banyak terdapat dalam al-Qur’an, diantaranya pada :
Surah al-Baqarah ayat 75,
أَفَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُواْ لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلاَمَ اللّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ -٧٥-
Artinya:
“Maka apakah kau (Muslimin) sungguh mengharapkan mereka akan yakin kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar Firman Allah, lalu mereka meng-ubahnya sehabis memahaminya, padahal mereka mengetahuinya?”
Surat Al-Baqarah ayat 253,
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِّنْهُم مَّن كَلَّمَ اللّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ وَلَوْ شَاء اللّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِن بَعْدِهِم مِّن بَعْدِ مَا جَاءتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَلَـكِنِ اخْتَلَفُواْ فَمِنْهُم مَّنْ آمَنَ وَمِنْهُم مَّن كَفَرَ وَلَوْ شَاء اللّهُ مَا اقْتَتَلُواْ وَلَـكِنَّ اللّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ -٢٥٣-
Artinya
Rasul-rasul itu Kami Lebihkan sebagian mereka dari sebagian lainnya. Di antara mereka ada yang (langsung) Allah Berfirman dengannya dan sebagian lagi ada yang Ditinggikan-Nya beberapa derajat. Dan Kami Beri ‘Isa putra Maryam beberapa mukjizat dan Kami Perkuat ia dengan Ruhul Qudus.** Kalau Allah Menghendaki, pasti orang-orang sesudah mereka tidak akan berbunuh-bunuhan, setelah bukti-bukti hingga terhadap mereka. Tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) yang kafir. Kalau Allah Menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Tetapi Allah Berbuat menurut kehendak-Nya.”
Surah an-Nisa’ ayat 164.
وَرُسُلاً قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلاً لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ اللّهُ مُوسَى تَكْلِيماً -١٦٤-
Artinya:
“Dan ada beberapa rasul yang sudah Kami Kisahkan mereka kepadamu sebelumnya dan ada beberapa rasul (lain) yang tidak Kami Kisahkan mereka kepadamu. Dan terhadap Musa, Allah Berfirman eksklusif.”
Penggunaan al-Kalam selaku suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana kita kenal saat ini pertama kali digunakan pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, tepatnya pada abad khalifah Al-Ma’mun. Sebelumnya, pembahasan wacana dogma-akidah dalam islam disebut al-fiqh fi ad-din, selaku imbangan terhadap al-fiqh fi al-ilm yang diartikan ilmu hukum ( ilmu qanun ). Biasannya mereka menyebutkan al-fiqhi fiddiniafdhalu minal fiqhi fil ‘ilmi, ilmu aqidah lebih baik dari ilmu aturan.
Adapun yang melatarbelakangi mengapa ilmu ini dinamakan Ilmu Kalam yakni:
1.       Permasalahan terpenting yang menjadi tema perbincangan pada kurun permulaan Islam yaitu masalah firman Allah ( Kalam Allah ), adalah al-Qur’an. Apakah Kalamullah tersebut qadim atau hadits ( baru )? Walaupun permasalahan ini hanya ialah salah satu bagian dari pembahasan ilmu ketuhanan dalam Islam, tetapi alasannya dia menjadi bab terpenting maka ilmu ini dinamai Ilmu Kalam.
2.       Dalam membahas problem-duduk perkara ketuhanan, para mutakallim ( jago Ilmu Kalam ) memakai dalil-dalil aqliyah dan dampaknya tercermin pada kemampuan meraka dalam berargumentasi dengan mengolah kata-kata. Dengan demikian, mutakallim diartikan juga dengan jago debat yang bakir memakai kata-kata.
3.       Secara harfiah, kata kalam mempunyai arti “pembicaraan”. Tetapi secara ungkapan, kalam tidaklah dimaksudkan “pembicaraan” dalam pengertian sehari-hari, melainkan dalam pemahaman obrolan yang bernalar dengan menggunakan akal. Maka ciri utama Ilmu Kalasm adalah rasionalitas atau akal .
            Masalah yang disebutkan di atas pada hakikatnya merupakan dasar-dasar dari fatwa Islam. Dasar-dasar dari aliran agama disebut Ushul al-Dinatau juga dinamakan dengan Ilm al-Aqaid. Oleh karena itu Ilmu Kalam juga disebut dengan Ilmu al-Ushul al-Din atau Ilmu al-Aqaid al-Diniyah. Dalam literatur Barat disiplin ini disebut dengan Islamic Theology atau Theology of Islam.
Jadi lebih ringkasnya ilmu kalam bisa diberi nama-nama lain, yakni:
1.       Ilmu Ushul Al-Din ( Ilmu tentang Dasar-Dasar Agama)
2.       Ilmu al-Aqaid al-Diniyah (Ilmu perihal Aqidah Keagamaaan atau Ajaran-aliran Pokok Agama.
3.       Ilmu al-Tauhid ( Ilmu yang membicarakan ihwal keesaan Allah)
4.       Teologi Islam (Ilmu Ketuhanan Islam). Dalam literatur Barat teologi Islam disebut dengan The Islamic Theology atau The Theology of Islam.
5.       Al-Fiqh al-Akbar (Fikih Besar atau Ajaran dasar)
Nama-nama Ilmu Kalam dan Penyebabnya
1.       Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid dipakai juga selaku nama bagi ilmu wawasan yang membahas masalah keimanan dalam pedoman Islam. Dinamakan ilmu tauhid karena dilihat dari aspek maksudnya ilmu ini ialah untuk menetapkan keesaan Allah dari sisi zat, sifat, dan tindakan-Nya.
Ilmu kalam disebut ilmu tauhid, alasannya sebgaian besar materi pembahasan ilmu kalam ini berhubungan dengan bahan-materi yang sama dibahas dalam ilmu tauhid, yaitu doktrin atau keyakinan, pokok bahasannya memfokuskan diri pada pola keesaan Allah, baik zat, sifat maupun perbuatan-Nya.
Perbedaan dari keduanya adalah dalil-dalil yang dijadikan sandarannya. Ilmu tauhid membicarakan islam lewat pendekatan interpretasi dalil-dalil naqli, sedangkan ilmu kalam lebih banyak mendasarkannya terhadap dalil-dalil aqli (rasio).
2.       Ilmu Ushuluddin
Ilmu kalam disebut ilmu ushuluddin dilihat dari sisi kandungan yang dibicarakannya, yaitu mengenai kepercayaan atau keimanan yang ialah dasar dari struktur agama Islam. Dalam membicarakan persoalan-duduk perkara tersebut, dikemukakan dalil-dalil yang berasal dari al-Qur’an maupun hadis.
Dilihat dari maksudnya, ilmu ushuluddin yaitu untuk memurnikan pengesaan kepada Allah.
3.       Ilmu Aqaid
Ilmu kalam disebut ilmu aqaid dilihat dari segi sasaran ilmu tersebut, yakni meyakinkan ihwal adanya Allah, baik dari sisi zat, sifat maupun tindakan-Nya sehingga iktikad dan keyakinan tersebut sungguh-sungguh tertanam dalam hati, yang lalu menjadi dasar setiap amal tindakan atau tingkah laku sehari-hari.
B.     Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Kalam
Secara lazim ilmu kalam mencakup segala pembahasan yang berhubungan dengan problem-duduk perkara keimanan dan hal tentang yang berkaitan dengannya. Sedangkan secara khusus ruang lingkup ilmu kalam mencakup hal-hal selaku berikut:
  1. ilahiyat, yakni suatu pembahasan wacana segala yang berafiliasi dengan Allah, misalnya wujud Allah, nama-nama, sifat serta tindakan-perbuatan-Nya;
  2. nubuwat, adalah segala sesuatu pembahasan yang berhubungan dengan persoalan-masalh kenabian dan kerasulan, termasuk pembahasan ihwal kitab-kitab Allah, mukjizat, kemaksuman (kesucian) para nabi dari dosa dan sebagainya;
  3. rububiyyah, ialah pembahasan ihwal segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisika (abstrak), seperti malaikat, jin, iblis, syetan dan roh;
  4. sam’iyyat, adalah pembahasan yang berhubungan dengan sesuatu yang cuma dapat diketahi melalui metode ‘sam’iyyat’ (dalil naqli berupa al-Qur’an dan Hadis), seperti persaoalan alam barzakh, darul baka, azab kubur, kiamat, surga, neraka, mizan dan sebagainya.
5.       Pendapat yang lain membatasi pembahasan ilmu kalam terhadap tiga aspek pembahasan saja, ialah:
  1. hal-tentang yang berhubungan dengan Allah, baik zat, sifat, nama-nama, kehendak, perintah serta ketentuan dan kepastian-Nya.;
  2. hah-perihal yang bekerjasama dengan kenabian dan kerasulan, sebagai pembawa risalah Tuhan bagi umat insan, misalnya kajian ihwal malaikat, nabi dan rasul, kitab-kitab Allah, sifat rasul dan sebagainya.
  3. hal-ihwal yang berhubungan dengan peristiwa yang akan terjadi di abad yang hendak tiba yakni “yaumul akhirat”, meliputi pembahasan tentang alam kubur, yaumum ba’ats, yaumul hasyr, mizan, shirat, nirwana dan neraka, serta pembahasan lainnya.
C.     Sejarah Timbulnya Ilmu Kalam
1.       Menurut Harun Nasution, kemunculan problem kalam dipicu oleh problem politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan utsman bin affan yang berbuntut pada penolakan muawiyah atas kekhalifahan Ali bin abi thalib. Ketegangan tersebut mengkristal menjadi perang Siffin yang selsai dengan keputusan tahkim (arbitrase). Sikap Ali menerima tipu akal kancil Amr bin Al ash, utusan dari pihak Muawiyah dalam tahkim. Kelompok yang mulanya berada dengan Ali menolak keputusan tahkim tersebut mereka menganggap Ali sudah berbuat salah atas keputusan tersebut sehingga mereka meninggalkan barisannya, kalangan ini diketahui dengan nama khawarij, yakni orang yang keluar dan memisahkan diri.
2.       Diluar pasukan yang membelot Ali, adapula yang sebagian besar tetap mendukung Ali. Mereka inilah yang kemudian memunculkan kelompok syiah.
3.       Harun lebih jauh menyaksikan bahwa persoalan kalam yang pertama timbul adalaah problem siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir.
4.       Sementara itu berdasarkan Dr. M. Yunan yusuf dilema ilmu kalam ini timbul berawal dari problem politik ialah saat usman bin affan wafat terbunuh dalam suatu pemberontakan . selaku gantinya Ali dicalonkan sebagai khalifah tetapi pencalonan Ali ini banyak menerima kontradiksi dari para pemuka teman di Mekah. Tantangan kedua tiba dari Muawiyah, gubernur Damaskus salah seorang keluarga bersahabat Usman bin Affan. Ia pun tidak mau pengangkatan Ali selaku khalifah. Muawiyah menuntut untuk menghukum para pembunuh Usman bin Affan.
5.       Hingga hingga terjadinya kejadian tahkim yang menciptakan Muawiyah naik tahta secara illegal. Ketika Ali membiarkan hal itu terjadi sebagian serdadu Ali tidak menyetujui hal tersebut.mereka memandang Ali telah berbuat salah dan berdosa dengan menerima keputusan (arbitrase) itu.
6.       Akhirnya mereka menganggap Ali dan Muawiyah telah kafir. Dan hal itu berkembang bukan lagi menjadi persoalan politik tetapi sudah menjadi persoalan teologi. Mereka inilah yang diketahui dengan kaum Khawarij.
D.     Posisi ilmu kalam dalam Islam
Untuk menjelaskan bagaimana eksistensi ilmu kalam dalam kedudukannya dari keilmuan agama Islam yakni bagaimana posisi awal timbulnya keilmuan ini, sebenarnya sudah sejak zaman sahabat adalah dikala insiden terbunuhnya khalifah Usman bin affan ilmu kalam ini lahir.
Namun seiring berjalannya waktu dan penguasa umat Islam pada saat itu maka keberadaan ilmu kalam ini seolah tenggelam dan hanya terdapat pada individu-individu umat Islam sebagian adapun sebuah kalangan tidak begitu besar yang mempelajari ilmu kalam ini. Namun mereka senantiasa menanam akan pemahaman keilmuan ini kepada generasi penerus mereka sampai ilmu ini tetap terpelihara.
Ketika memasuki kala kekuasaan Bani Abbasiyah barulah ilmu ini muncul kembali ke permukaan seiring maraknya kajian keilmuan yang lainnya juga terjadinya persentuhan dengan filsafat Yunani yang menciptakan ilmu ini berkembang pesat. Walaupun tampakdalam sejarah kailmuan Islam lebih dahulu timbul yaitu ilmu kalam namun dalam pengkajiannya ilmu kalam ini seolah dihindari dari pada disiplin ilmu yang lainnya, seperti fiqh. Ushul fiqh, tafsir, ulumul Alquran dan Ulumul hadits.
Jadi sebutan ilmu kalam selaku sebuah disiplin ilmu baru timbul pada penghujung kurun pertaama hijriah saat para ulama dengan bernafsu membahas Al-quran (kalam ilahi) ialah apakah Al-quran itu qadim atau baharu, permasalahan lain terkait masalah-problem keimanan dan perkembangaan disiplin ilmu ini berjalan dalam bentuk diskusi yang berkelanjutan.
E.      Sumber-Sumber Ilmu Kalam
Sumber-sumber ilmu kalam mampu diklasifikasikan menjadi dua, yakni dalil naqli ( al-Qur’an dan Hadits ) dan dalil aqli ( nalar ajaran insan). Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber utama yang membuktikan perihal wujud Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-tindakan-Nya dan problem aqidah Islamiyah duit lainnya. Para mutakallim tidak pernah lepas dari nash-nash al-Qur’an dan Hadits saat mengatakan duduk perkara ketuhanan. Masing-masing kelompok dalam ilmu kalam menjajal mengetahui dan menafsirkan al-Qur’an dan Hadits lalu lalu membuatnya sebagai penguat alasan mereka.
Berikut ini adalah sumber-sumber ilmu kalam:
1.       Al-Qur’an
Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan problem ketuhanan,di antarannya yaitu :
a.       Q.S. Al-Ikhlas : 1-4. Ayat ini memperlihatkan bahwa Allah Maha Esa.
b.       Q.S. Asy-Syara : 7. Ayat ini menawarkan bahwa Tuhan tidak menyerupai apapun di dunia ini. Ia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
c.       Q.S. Al-Furqan : 59. Ayat ini menawarkan bahwa Tuhan Yang Maha Penyayang bertahta di atas “Arsy”. Ia pencipta langit,bumi, dan semua yang ada diantara keduannya.
d.        Q.S.Al-Fath : 10. Ayat ini menunjukkan Tuhan memiliki “tangan” yang senantiasa berada diatas tangan orang-orang yang melakukan sesuatu selama mereka berpegang teguh dengan akad Allah.
e.       Q.S. Thaha : 39. Ayat ini memberikan bahwa Tuhan mempunyai “mata” yang senantiasa dipakai untuk memgawasi seluruh gerak, tergolong gerakan hati makhluk-Nya.
Ayat-ayat diatas berkaitan dengan dzat, sifat, asma, tindakan,tuntunan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan keberadaan Tuhan. Hanya saja, klarifikasi rinciannya tidak ditemukan. Oleh alasannya itu, para mahir berlawanan usulan dalam menginterpretasikan rinciannya. Pembicaraan ihwal hal-hal yang berhubungan dengan ketuhanan disistematisasikan yang pada gilirannya menjadi suatu ilmu yang diketahui dengan ungkapan ilmu kalam.
2.       Hadist.
Masalah-duduk perkara dalam ilmu kalam juga disinggung dalam banyak hadits, Diantarannya yakni hadits yang menerangkan tentang akidah, islam, dan ihsan tergolong menyinggu ilmu kalam,salah satu di antaranya juga
Adapula beberapa Hadits yang kemudian dimengerti sebagian umat sebagai prediksi Nabi mengenai kemunculan banyak sekali kelompok dalam ilmu kalam, diantaranya :
“Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “ Orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan.”
“Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “ Akan menimpa umatku yang pernah menimpa Bani Israil, Bani Israil sudah terpecah belah menjadi 72 kalangan dan umatku akan terpecah belah menjadi 73 kelompok. Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu kelompok saja, “ Siapa mereka itu, wahai Rasulullah?” tanya para teman. Rasulullah menjawab ‘mereka yakni yang mengikuti jejakku dan sahabat-sahabatku’.
Syaikh Abdul Qadir mengomentari bahwa Hadits yang berhubungan dengan masalah faksi umat ini, yang merupakan salah satu kajiiian ilmu kalam, mempunyai sanad sangat banyak.Diantara sanad yang sampai kepada Nabi yakni yang berasal dari aneka macam sobat, seperti Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu Ad-Darba, Jabir, Abu Said Al-Khudri, Abu Abi Kaab, Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Abu Ummah, Watsilah bin Al-Aqsa.
Adapula pada riwayat yang cuma sampai terhadap sobat. Diantaranya adalah Hadits yang mengatakan bahwa umat islam akan terpecah belah kedalam beberapa golongan. Diantara kalangan-kelompok itu, cuma satu saja yang benar, sedangkan yang lainnya sesat.
3.       Pemikiran Manusia.
Sebagai salah satu sumber ilmu kalam, pemikiran manusia berasal dari fatwa umat islam sendiri dan pemikiran yang berasal dari luar umat islam. Di dalam al-Qur’an, berbagai terdapat ayat-ayat yang menyuruh insan untuk berfikir dan memakai akalnya. Dalam hal ini lazimnya Al-Qur’an memakai redaksi tafakkur, tadabbur, tadzakkur, tafaqqah, nazhar, fahima, aqala, ulul al-albab, ulul al-ilm, ulu al-abshar, dan ulu an-nuha.  Diantara ayat-ayat tersebut yaitu :
Artinya : “ Maka hendaklah manusia mengamati dari apakah ia diciptakan. Dia diciptakan dari air yang memancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada wanita.” ( Q.S. At-Thariq Ayat 5-7 )
Ayat-ayat yang lain dapat didapatkan pada Surah Muhammad : 24, An-Nahl : 68-69, Al-Isra’ : 44, Al-An’am : 97-98, At-Taubah : 122, Shad : 29, Az-Zummar : 9, Adz-Dzariyat : 47-49, Al-Ghatsiyah : 7-20, dan lain-lain.
Oleh sebab itu, jikalau umat islam sangat termotivasi untuk mengoptimalkan penggunaan rasionya, hal itu bukan karena ada efek dari pihak luar saja, melainkan sebab adanya perintah eksklusif dari aliran agama mereka. Hal inilah yang kesannya menyebabkan sangat jelasnya penggunaan rasio dan akal dalam pembahasan ilmu kalam.
Adapun sumber kalam berupa anutan dari luar Islam, Ahmad Amin menyebutkan setidaknya ada tiga aspek penting.
Pertama, kebanyakan orang-orang yang memeluk Islam sesudah kemenangannya, pada awalnya mereka memeluk berbagai agama ialah Yahudi, Katolik, Manu, Zoroaster, Brahmana, Sabiah, Atheisme, dan lain-lain.Mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam fatwa-ajaran agama ini. Bahkan diantara mereka ada yang betul-betul memahami ajaran agama aslinya. Setelah anggapan mereka hening dan mereka sungguh-sungguh teguh memeluk agama Islam, mulailah mereka menimbang-nimbang fatwa-anutan agama mereka sebelumnya dan mengangkat masalah-persoalanya kemudian memberinya corak baju keislaman.
Kedua, kelompok Mu’tazilah memusatkan perhatianya untuk dakwah Islam dengan membantah argumentasi-argumentasi orang-orang yang memusuhi Islam. Untuk itu, mereka tidak akan bias menolak lawa-lawannya kecuali sesudah mereka mempelajari usulan-pertimbangan serta ganjal an-alasan musuh mereka. Maka terjadilah perdebatan-perdebatan yang rasional antar agama saat itu.
Ketiga, sebagaimana pada aspek kedua dimana para mutakallimun sangat memerlukan filsafat Yununi untuk mengalahkan lawan-lawannya, maka mereka terpaksa mempelajari dan mengambil manfaat dari ilmu nalar, terutama dari segi ketuhanannya. Misalnya An-Nadham, seorang tokoh Mu’tazilah, ia mempelajari filsafat Aristoteles dan menolak beberapa pendapatnya, demikian juga Abu al-Hudzail al-‘Allaf
4.       Insting .
Secara Instingtif, insan senantiasa ingin bertuhan. Oleh alasannya adalah itu, iktikad adanya Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Akkad mengatakan bahwa keberadaan mitos ialah asal-ajakan agama dikalangan orang-orang primitif. Tylor justru mengatakan bahwa animism-anggapan adanya kehidupan pada benda-benda mati- ialah asal-ajakan akidah adanya Tuhan. Adapun Spencer mengatakan lain lagi. Ia mengatakan bahwa pemujaan terhadap nenek moyang ialah bentuk ibadah yang paling tua. Keduanya menilai bahwa animisme dan pemujaan terhadap nenek moyang selaku asal-seruan keyakinan dan ibadah tertua kepada Tuhan Yang Maha Esa, lebih dilatarbelakangi oleh adanya pengalaman setiap insan yang suka mengalami mimpi.
Di dalam mimpi, seorang dapat bertemaan kepada, bercakap-piawai, bercengkerama, dan sebagainya dengan orang lain, bahkan dengan orang yang telah mati sekalipun. Ketika seorang yang mimpi itu bangun, dirinya tetap berada di daerah semula. Kondisi ini telah membentuk intuisi bagi setiap orang yang sudah berimajinasi untuk meyakini bahwa apa yang sudah dilakukannya dalam mimpi yaitu tindakan roh lain, yang pada masanya roh itu akan secepatnya kembali. Dari pemujaan terhadap roh meningkat ke pemujaan terhadap matahari, lalu lebih meningkat lagi pada pemujaan kepada benda-benda langit atau alam lainnya. 
Dari sini dapat disimpulkan bahwa keyakinan adanya Tuhan, secara instingtif, telah berkembang semenjak eksistensi insan pertama. Oleh alasannya itu, sungguh masuk akal jikalau William L. Reese menyampaikan bahwa ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan, yang diketahui dengan istilah theologia, sudah meningkat semenjak lama. Ia bahkan mengatakan bahwa teologi muncul dari sebuah mitos ( thelogia was originally viewed as concerned with myth ). Selanjutnya, teologi itu berubah menjadi “ theology natural “ ( teologi alam ) dan “revealed theology “ ( teologi wahyu ).  
Jadi metodologi yang digunakan oleh Ilmu Kalam diketahui dengan dalil naqli (dalil yang menggunakan nash-nash agama, yakni Al-Qur’an dan Hadis Nabi) Serta dali aqli (dalil yang memakai alasan rasional). Dalam menggunakan dua tata cara tersebut muncul dua corak aliran kalam,adalah fatwa kalam rasional dan anutan kalam tradisional.
Pemikiran kalam rasional memiliki ciri-ciri: memberi makna harfi kepada nash insan terkait dalam berkehendak dan berbuat, sunnatullah berubah-ubah, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan berlaku semutlak-mutlaknya, dan memberi daya yang kecil kepada akal.
Didalam ajaran kalam dikenal dengan istilah ushul (dasar) dan furu’ (cabang). Pengertian ushul dalam pemikiran kalam yakni fatwa-anutan dasar agama yang di kalangan mutakalimin tidak diperselisihkan lagi. Ajaran dasar itu ialah: Allah Maha Esa, Muhammad adalah Rosul, hari akhirat itu niscaya, nirwana dan neraka itu ada.
Sementara itu pemahaman furu’ (cabang) dalam pemahaman Islam yakni hasil interpretasi dari fatwa dasar yang diantara para mutakalimin diperselisihkan pemahamannya. Dengan kata lain dilema furu’ yakni problem-persoalan yang ada di seputar kepercayaan Islam yang bukan pemikiran dasar. Ajaran yang bukan dasar itu anatara lain : Allah memiliki sifat diluar zat atau tidak, diutusnya rasul wajib atau bukan, Al-Qur’an bersifat qodim atau baharu. Surga dan neraka itu bersifat jasmani atau rohani, dan menyaksikan Allah di alam baka apakah dengan penglihatan jasmani atau rohani.
F.      Fungsi Ilmu Kalam dalam Bidang Ilmu dan Amalan Islam
Berdasarkan pada pemahaman dan kedudukan ilmu tauhid yang mendasari semua keilmuan dan amalan dalam islam , maka ilmu kalam berfungsi dalam dua bidang yang salin terjalin antara yang satu bidang dengan yang yang lain yakni :
1.       Dalam Bidang I’tiqoyah
a.       ilmu kalam berfungsi menawarkan dasar dan landasan mental (basic mentalty) yang besar lengan berkuasa bagi keimanan seorang muslim terhadap keesaan ilahi selaku satu-satu nya sesembahan dalam ibadah (tauhid uluhiyah)
b.       menunjukkan penerangan yang bersifat dakwah terhadap orang-orang non muslim untuk diajak beriman secara tauhid yang tidak bercampur dengan kemusrikan dengan penjelasan yang baik dan bijaksana , baik dalam artian menolak kepada semua fatwa ketuhanan yang salah diinterpretasikan maupun bersifat operatif terhadap pemahaman yang bersifat menghancurkan kemurnian tauhid .
2.       Dalam Bidang Ijtihad
Dalam bidang ini ilmu kalam berfungsi :
a.       Menjelaskan dan membicarakan obyek ilmu tauhid secara ilmiah , dengan berdasarkan dalil naqli yang shahih dan dikuatkan dengan dalil aqli yang tidak bertentangan / menyimpang dari pemikiran islam itu sendiri
b.       Melengkapi dasar dasar / landasan ilmiah bagi keimanan orang-orang islam yang sekaligus bermakna mempersenjatai mereka dengan dalil dalil ilmiyah . dengan demikian agar orang orang islam memiliki kekebalan dan kemampuan kepada unsur komponen yang hendak menggoyahkan keimanan mereka dalam bidang i’tiqad
c.       Karena itu dengan modal tersebut diperlukan mampu jadi pandangan atau sebagai falsafah hidup bagi kaum muslimin dalam menjalani kehidupannya yang dalam hal ini sebagai ” way of life ”
BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas mampu disimpulkan bahwa Ilmu Kalam yaitu sebuah ilmu yang membahas perihal doktrin dengan dalil-dalil aqliyah (rasional ilmiah) dan selaku tameng terhadap segala tantangan dari para penentang, menurut sumber-sumber yang sudah diterangkan yang kemudian akan bermanfaat bagi diri kita dalam menjaga iktikad islam.     
Terlebih kita sebagai umat muslim perlu memajukan produktivitas keilmuan kita dengan berfikir mirip apa yang dijelaskan di atas yaitu tetap menyeimbangkan antara problem dunia dan darul baka biar sepadan apa yang kita lakukan di mata Allah. Dan juga pembahasan ilmu kalam ini tidak terlepas dari kritikan tajam dari para ulama sebagai warna perbedaan bagi kita untuk lebih menyikapinya dengan berakal dan bijaksana.
B.     Saran
Semoga dengan kita telah memperdalam pembahasan ini kita mendapatkan khazanah keilmuan yang berfaedah bagi kita sebagai modal dalam mengarungi kehidupan yang makin rumit terutama problema-problema wacana aliran antara kaum tradisionalisme dan rasionalisme mengenai dasar-dasar ilmu kalam di dalam islam ini  
Kritik dan rekomendasi yang membangun, penulis inginkan demi tercapainya perbaikan ke arah yang lebih kasatmata dan berfaedah.


DAFTAR PUSTAKA
Nasir, Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam (teologi Islam). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2013. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2014. Ilmu Kalam. Bandung: Pustak Setia.
Wiyani, Novan Ardi. 2013. Ilmu Kalam. Bumiayu: Teras.
Yusuf, M yunan. 2014. Alam Pikir Islam Pemikiran Kalam. Jakarta: Pranadamedia grup.