MAKALAH BUMI DAN ANTARIKSA: BINTANG DAN DINAMIKANYA (Matahari dan Dnamikanya)
BAB I PENDAHULUAN
I.I LATAR BELAKANG
|
Matahari (google) |
Matahari adalah bola raksasa yang terbentuk dari gas hidrogen dan helium. Matahari termasuk bintang berwarna putih yang berperan sebagai sentra tata surya. Seluruh unsur tata surya tergolong 8 planet dan satelit masing-masing, planet-planet kerdil, asteroid, komet, dan debu angkasa berputar mengelilingi matahari. Di samping sebagai sentra peredaran, matahari juga ialah sumber energi untuk kehidupan yang berkelanjutan. Panas matahari menghangatkan bumi dan membentuk iklim, sedangkan cahayanya menerangi Bumi serta digunakan oleh flora untuk proses fotosintesis. Tanpa matahari, tidak akan ada kehidupan di bumi sebab banyak reaksi kimia yang tidak dapat berlangsung.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa matahari disebut sebagai bintang ?
2. Bagaimanakah jarak bintang dan gerak bintang itu ?
3. Apa yang dimaksud dengan magnitudo bintang dan konstalasinya ?
1.3 TUJUAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui pemahaman matahari selaku bintang
2. Untuk mengenali jarak & gerak bintang
3. Untuk mengetahui perihal magnitudo bintang serta konstalasinya.
BAB II PEMBAHASAN
BAGIAN 1
MATAHARI SEBAGAI BINTANG
1. Matahari Sebagai Salah Satu Bintang
Benda langit di jagat raya ini jumlahnya banyak sekali. Ada yang mampu memancarkan cahaya sendiri ada juga yang tidak mampu memancarkan cahaya sendiri, tetapi hanya memantulkan cahaya dari benda lain. Bintang ialah benda langit yang memancarkan cahaya sendiri (sumber cahaya). Matahari dan bintang memiliki persamaan, yaitu mampu memancarkan cahaya sendiri. Matahari merupakan sebuah bintang yang tampak sangat besar alasannya adalah letaknya paling erat dengan bumi.
Matahari memancarkan energi yang sungguh besar dalam bentuk gelombang elektromagnet. Gelombang elektromagnet tersebut yakni gelombang cahaya tampak, sinar X, sinar gamma, sinar ultraviolet, sinar inframerah, dan gelombang mikro.
Bintang adalah benda langit yang memancarkan cahaya sendiri (sumber cahaya). Matahari dan bintang memiliki persamaan, adalah dapat memancarkan cahaya sendiri. Matahari ialah suatu bintang yang terlihat sungguh besar karena letaknya paling bersahabat dengan bumi.
Matahari memancarkan energi yang sangat besar dalam bentuk gelombang elektromagnetSumber energi matahari berasal dari reaksi fusi yang terjadi di dalam inti matahari. Reaksi fusi ini ialah penggabungan atom-atom hidrogen menjadi helium. Reaksi fusi tersebut akan menciptakan energi yang sangat besar. Matahari tersusun dari berbagai macam gas antara lain hidrogen (76%), helium (22%), oksigen dan gas lain (2%).
2. Lapisan-Lapisan Matahari
Matahari yakni bola gas pijar yang sungguh panas. Matahari terdiri atas empat lapisan, adalah inti matahari, fotosfer, kromosfer, dan korona.
Gambar 1. Ilustrasi bab-bab matahari.
(1) Inti (2) Zona radiatif (3) Zona konvektif (4) Fotosfer (5) Kromosfer (6) Korona (7) Bintik matahari (8) Granula (9) Prominensa.
a. Inti Matahari
Bagian dalam dari matahari, ialah inti matahari. Pada bagian ini terjadi reaksi fusi sebagai sumber energi matahari. Suhu pada inti matahari dapat meraih 15 juta derajat celcius. Berdasarkan perbandingan radius/diameter, bab inti berukuran seperempat jarak dari pusat ke permukaan dan 1/64 total volume matahari. Kepadatannya yaitu sekitar 150 g/cm3. Suhu dan tekanan yang sedemikian tingginya memungkinkan adanya pemecahan atom-atom menjadi elektron, proton, dan neutron. Neutron yang tidak bermuatan akan meninggalkan inti menuju bab matahari yang lebih luar. Sementara itu, energi panas di dalam inti menimbulkan pergerakan elektron dan proton sangat cepat dan bertabrakan satu dengan lainnya menjadikan reaksi fusi nuklir (sering juga disebut termonuklir). Inti matahari adalah daerah berlangsungnya reaksi fusi nuklir helium menjadi hidrogen. Energi hasil reaksi termonuklir di inti berupa sinar gamma dan neutrino memberi tenaga sangat besar sekaligus menghasilkan seluruh energi panas dan cahaya yang diterima di bumi. Energi tersebut dibawa keluar dari matahari lewat radiasi.
b. Zona radiatif
Zona radiatif yakni tempat yang menyelubungi inti matahari. Energi dari inti dalam bentuk radiasi berkumpul di daerah ini sebelum diteruskan ke bab matahari yang lebih luar. Kepadatan zona radiatif yaitu sekitar 20 g/cm3 dengan suhu dari bagian dalam ke luar antara 7 juta sampai 2 juta derajat Celcius. Suhu dan densitas zona radiatif masih cukup tinggi, tetapi tidak memungkinkan terjadinya reaksi fusi nuklir.
c. Zona konvektif
Zona konvektif ialah lapisan di mana suhu mulai menurun. Suhu zona konvektif adalah sekitar 2 juta derajat Celcius (3,5 juta derajat Fahrenheit). Setelah keluar dari zona radiatif, atom-atom berenergi dari inti matahari akan bergerak menuju lapisan lebih luar yang mempunyai suhu lebih rendah. Penurunan suhu tersebut mengakibatkan terjadinya perlambatan gerakan atom sehingga pergerakan secara radiasi menjadi kurang efisien lagi. Energi dari inti matahari memerlukan waktu 170.000 tahun untuk mencapai zona konvektif. Saat berada di zona konvektif, pergerakan atom akan terjadi secara konveksi di area sepanjang beberapa ratus kilometer yang tersusun atas sel-sel gas raksasa yang terus bersirkulasi. Atom-atom bersuhu tinggi yang gres keluar dari zona radiatif akan bergerak dengan lambat meraih lapisan terluar zona konvektif yang lebih hambar menyebabakan atom-atom tersebut “jatuh” kembali ke lapisan teratas zona radiatif yang panas yang lalu kembali naik lagi. Peristiwa ini terus berulang menjadikan adanya pergerakan bolak-balik yang menyebabakan transfer energi mirip yang terjadi saat memanaskan air dalam panci. Oleh alasannya itu, zona konvektif diketahui juga dengan nama zona pendidihan (the boiling zone). Materi energi akan mencapai bagian atas zona konvektif dalam waktu beberapa minggu.
d. Fotosfer
Fotosfer yakni bab permukaan matahari. Lapisan ini mengeluarkan cahaya sehingga mampu memperlihatkan penerangan sehari-hari. Suhu pada lapisan ini mampu meraih lebih kurang 16.000 derajat celcius dan memiliki ketebalan sekitar 500 km.
e. Kromosfer
Kromosfer yaitu lapisan di atas fotosfer dan bertindak sebagai atmosfer matahari. Kromosfer memiliki ketebalan 16.000 km dan suhunya meraih lebih kurang 9.800 derajat C. Kromosfer tampakberbentuk gelang merah yang mengelilingi bulan pada waktu terjadi gerhana matahari total.
f. Korona
Korona yakni lapisan luar atmosfer matahari. Suhu korona mampu mencapai lebih kurang 1.000.000 derajat C. Warnanya keabu-abuan yang dihasilkan dari adanya ionisasi pada atom-atom akhir suhunya yang sungguh tinggi. Korona tampak ketika terjadi gerhana matahari total, alasannya adalah pada dikala itu nyaris seluruh cahaya matahari tertutup oleh bulan. Bentuk korona, mirip mahkota dengan warna keabu-abuan.
3. Pergerakan matahari
Matahari mempunyai dua macam pergerakan, yaitu selaku berikut :
· Matahari berotasi pada sumbunya dengan selama sekitar 27 hari untuk meraih satu kali putaran. Gerakan rotasi ini pertama kali diketahui melalui observasi terhadap pergeseran posisi bintik matahari. Sumbu rotasi matahari miring sejauh 7,25° dari sumbu orbit bumi sehingga kutub utara matahari akan lebih terlihat di bulan September sementara kutub selatan matahari lebih terlihat di bulan Maret. Matahari bukanlah bola padat, melainkan bola gas, sehingga matahari tidak berotasi dengan kecepatan yang seragam. Ahli astronomi mengemukakan bahwa rotasi bab interior matahari tidak sama dengan bab permukaannya. Bagian inti dan zona radiatif berotasi berbarengan, sedangkan zona konvektif dan fotosfer juga berotasi bareng tetapi dengan kecepatan yang berlawanan. Bagian ekuatorial (tengah) menyantap waktu rotasi sekitar 24 hari sedangkan bagian kutubnya berotasi selama sekitar 31 hari. Sumber perbedaan waktu rotasi matahari tersebut masih diteliti.
· Matahari dan keseluruhan isi tata surya bergerak di orbitnya mengelilingi galaksi Bimasakti. Matahari terletak sejauh 28.000 tahun cahaya dari sentra galaksi Bimasakti. Kecepatan rata-rata pergerakan ini yakni 828.000 km/jam sehingga diperkirakan akan membutuhkan waktu 230 juta tahun untuk meraih satu putaran tepat mengelilingi galaksi.
4. Gangguan-Gangguan pada Matahari
Gejala-gejala aktif pada matahari atau kegiatan matahari sering menimbulkan gangguan-gangguan pada matahari. Gangguan-gangguan tersebut, adalah selaku berikut.
a. Gumpalan-Gumpalan pada Fotosfer (Granulasi)
Gumpalan-gumpalan ini timbul sebab rambatan gas panas dari inti matahari ke permukaan. Akibatnya, permukaan matahari tidak rata melainkan bergumpal-gumpal.
b. Bintik Matahari (Sun Spot)
Bintik matahari merupakan daerah kawasan munculnya medan magnet yang sungguh besar lengan berkuasa. Bintik-bintik ini bentuknya lubang-lubang di permukaan matahari di mana gas panas menyembur dari dalam inti matahari, sehingga dapat mengganggu telekomunikasi gelombang radio di permukaan bumi.
c. Lidah Api Matahari
Lidah api matahari ialah hamburan gas dari tepi kromosfer matahari. Lidah api dapat mencapai ketinggian 10.000 km. Lidah api sering disebut prominensa atau protuberan. Lidah api terdiri atas massa proton-135 dan elektron atom hidrogen yang bergerak dengan kecepatan tinggi. Massa partikel ini mampu mencapai permukaan bumi. Sebelum masuk ke bumi, pancaran partikel ini tertahan oleh medan magnet bumi (sabuk Van Allen), sehingga kecepatan partikel ini menurun dan bergerak menuju kutub, kemudian usang-kelamaan partikel berpijar yang disebut aurora. Hamburan partikel ini mengganggu sistem komunikasi gelombang radio. Aurora di cuilan bumi selatan disebut Aurora Australis, sedangkan di pecahan bumi utara disebut Aurora Borealis.
d. Letupan (Flare)
Flare yaitu letupan-letupan gas di atas permukaan matahari. Flare dapat mengakibatkan gangguan sistem komunikasi radio, karena letusan gas tersebut terdiri atas partikel-partikel gas bermuatan listrik.
BAGIAN 2
JARAK BINTANG
Sebagai perbandingan, Bintang terdekat sehabis Matahari yaitu bintang Proxima Centauri, yang memiliki jarak sekitar 40 triliun km dari Bumi.
1 Tahun Cahaya = 1 Tahun × besar kecepatan cahaya
= (365 × 24 × 60 × 60) detik × 3 · 105 km/detik
= 9,46 · 1012 km
|
Jarak bintang ialah angka-angka yang sungguh besar, sehingga para ahli astronomi tidak lagi menggunakan satuan kilometer untuk menyatakan jarak bintang, seperti halnya kita tidak lagi menyatakan jarak antarkota dengan satuan milimeter. Oleh alasannya adalah itu, para astronom memakai satuan yang lain, adalah satuan Tahun Cahaya (TC). Tahun Cahaya didefinisikan selaku jarak tempuh cahaya dalam masa satu tahun.
Ada 3 satuan jarak yang sering digunakan untuk menyatakan jarak antar benda-benda langit, adalah:
· Satuan Astronomi (SA) à jarak rata-rata Bumi-Matahari
1 SA = 149,6 · 106 km
· Tahun Cahaya à jarak yang ditempuh cahaya dalam satu tahun
1 TC = 9,46 · 1012 km
= 63.420 SA
= 0,307 parsec
· Parsec (parallax second) à jarak bintang bila sudut paralaksnya 1 detik
1 parsec = 206.265 × 1 SA
= 206265 × 149,6 · 106 km
= 3,086 · 1013 km
= 3,26 TC
Bintang ialah benda angkasa berbentukbola gas raksasa yang memancarkanenerginya sendiri dari reaksi inti dalam bintang, baik berbentukpanas, cahaya maupun aneka macam radiasi lainnya. Di dalam astronomi, tata cara yang dipakai dalam penentuan jarak yaitu sistem paralaks.
Paralaks yakni perbedaan latar belakang yang terlihat saat suatu benda yang diam dilihat dari dua kawasan yang berbeda. Kita mampu memperhatikan bagaimana paralaks terjadi dengan cara yang sederhana. Acungkan jari telunjuk pada jarak tertentu (misal 30 cm) di depan mata kita. Kemudian perhatikan jari tersebut dengan satu mata saja secara bergantian antara mata kanan dan mata kiri. Jari kita yang membisu akan terlihat berpindah tempat sebab arah pandang dari mata kanan berlainan dengan mata kiri sehingga terjadi perubahan panorama latar belakangnya. “Perpindahan” itulah yang menawarkan adanya paralaks.
Paralaks pada bintang baru mampu diperhatikan untuk pertama kalinya pada tahun 1837 oleh Friedrich Bessel, seiring dengan teknologi teleskop untuk astronomi yang berkembang pesat (sejak Galileo menggunakan teleskopnya untuk mengamati benda langit pada tahun 1609). Bintang yang dia perhatikan yaitu 61 Cygni (suatu bintang di rasi Cygnus/angsa) yang mempunyai paralaks 0,29″. Ternyata paralaks pada bintang memang ada, namun dengan nilai yang sungguh kecil. Hanya kekurangan instrumenlah yang menciptakan orang-orang sebelum Bessel tidak mampu mengamatinya. Karena paralaks ialah salah satu bukti untuk versi alam semesta heliosentris (yang dipopulerkan kembali oleh Copernicus pada tahun 1543), maka inovasi paralaks ini menjadikan model tersebut makin kuat kedudukannya dibandingkan dengan model geosentris Ptolemy yang banyak dipakai penduduk semenjak tahun 100 SM.
Paralaks bintang mampu diartikan selaku pergeseran suatu bintang yang muncul alasannya adalah gerakan bumi mengelilingi matahari. Secara numerik paralaks bintang yakni sudut yang membentuk jarak 1 SA. Semakin jauh letak bintang, lintasan ellipsnya kian kecil, paralaksnya juga semakin kecil.
Gambar 2. Hubungan Paralaks Bintang dengan Jarak
Dengan menggunakan geometri segitiga, yakni relasi antara sebuah sudut dan dua buah segi, maka dapat dituliskan persamaan:
atau kita dapat mendefinisikan paralaks bintang melalui rumus dasar trigonometri, adalah:
alasannya nilai p sangat kecil (besar sudutnya adalah dalam satuan detik), maka nilai tan p p (dibulatkan menjadi p).
Jarak d dihitung dalam SA dan sudut p dihitung dalam radian. Apabila kita gunakan detik busur selaku satuan dari sudut paralaks (p), maka kita akan peroleh d ialah 206.265 SA atau 3,09 · 1013 km. Jarak sebesar ini lalu didefinisikan sebagai 1 pc (parsec, parsek), yaitu jarak bintang yang mempunyai paralaks 1 detik busur. Metode paralaks trigonometri ini cuma bisa digunakan untuk menerima jarak bintang-bintang terdekat (untuk jarak ratusan parsec).
Pada kenyataannya, paralaks bintang yang paling besar yaitu 0,76″ yang dimiliki oleh bintang terdekat dari tata surya, ialah bintang Proxima Centauri di rasi Centaurus yang berjarak 1,31 pc. Sudut sebesar ini akan sama dengan sebuah tongkat sepanjang 1 meter yang diamati dari jarak 270 kilometer. Sementara bintang 61 Cygni memiliki paralaks 0,29″ dan jarak 1,36 TC atau sama dengan 3,45 pc.
BAGIAN 3
GERAK BINTANG
Dalam pergerakan bintang dimengerti ada dua garis besar gerak pada bintang, ialah gerak sejati bintang (disebabkan oleh pergerakan dari bintang itu sendiri) dan gerak semu bintang (bintang terlihat bergerak disebabkan oleh pergerakan bumi, yakni rotasi dan revolusi bumi).
Bila diperhatikan, bintang selalu bergerak di langit malam, baik itu tiap jam maupun tiap hari akhir pergerakan Bumi relatif kepada bintang (rotasi dan revolusi Bumi). Walaupun begitu, bintang bekerjsama benar-benar bergerak, sebagian besar karena mengitari pusat galaksi, namun pergerakannya itu sungguh kecil sehingga cuma mampu dilihat dalam pengamatan selama berabad-kurun. Gerak semacam inilah yang disebut gerak sejati bintang. Gerak sejati bintang dibedakan menjadi dua berdasarkan arah geraknya, yakni:
a) Kecepatan radial : Kecepatan bintang menjauhi atau mendekati pengamat (sejajar garis pandang).
b) Kecepatan tangensial : Kecepatan bintang bergerak di bola langit (pada bidang pandang).
c) Kecepatan total : Kecepatan gerak sejati bintang yang bergotong-royong (semua komponen).
1. Kecepatan Radial (radial velocity)
Kecepatan radial adalah kecepatan bintang mendekati atau menjauhi Matahari. Kecepatan ini biasanya cukup besar, sehingga terjadi kejadian pergeseran panjang gelombang. Kecepatan radial bintang dapat diukur dengan tata cara Efek Doppler.
atau dengan pendekatan untuk vr << c mampu digunakan versi non–relativistik adalah:
Sebagian besar gerak bintang-bintang yang dapat diamati geraknya memiliki kelajuan yang jauh di bawah kelajuan cahaya, sehingga mampu dipakai rumus non-relativistik.
Kecepatan radial dinyatakan dalam km/s, bernilai kasatmata bila bintang menjauhi Matahari dan bernilai negatif kalau bintang mendekati Matahari. Sebenarnya, baik gerak bintang atau gerak pengamat maupun kedua-duanya, akan menciptakan pergeeseran Doppler. Kecepatan radial sendiri tidak menyimpulkan apakah bintang atau Matahari yang sedang bergerak, melainkan yang diukur yaitu kecepatan di mana jarak bintang dan Matahari bertambah atau menyusut. Kecepatan radial juga bergotong-royong tidak ditentukan secara eksklusif, karena kita memperhatikan gerak bintang dari bumi yang berotasi dan mengorbit, dan tentu saja hal ini akan menawarkan donasi terhadap pergeseran Doppler.
2. Kecepatan Tangensial (tangential velocity)
Kecepatan tangensial adalah gerak bintang sepanjang garis penglihatan. Misalkan pada sebuah tahun, bintang tersebut berada pada koordinat α,δ sekian, namun pada tahun berikutnya posisinya berubah. Perubahan koordinat dalam tiap tahun ini disebut proper motion (μ) yang ialah kecepatan sudut bintang (perubahan sudut per pergantian waktu). Kecepatan liniernya dinyatakan dalam satuan kilometer per detik (km/s). Kecepatan linier inilah yang dikatakan kecepatan tangensial, yang mampu dicari dengan memakai rumus keliling bundar. Misal pergeseran posisi bintang dari x ke x’, ialah sebesar μ (detik busur) setiap tahunnya. Jarak bumi-bintang ialah d (dalam parsec), dan μ (dalam detik)
Gambar 3. Ilustrasi Penentuan Kecepatan Tangensial
dan mengingat definisi kecepatan sudut, v = ω d, maka:
3. Kecepatan Total (total velocity)
Kecepatan total atau kecepatan ruang (space velocity) ialah resultan dari kecepatan radial dan kecepatan tangensial. Karena arah sumbu radial dan tangensial tegak lurus, maka dapat tertuntaskan dengan gampang menggunakan dalil Pythagoras atau trigonometri. Sudut yang dibuat antara sumbu radial dan vektor kecepatan bintang disebut sudut β.
Gambar 4. Hubungan Kecepatan Radial, Kecepatan Tangensial, dan Kecepatan Total
|
Akibat gerak Bumi mengelilingi Matahari, suatu bintang mampu bergerak dengan membentuk lintasan berbentukgaris lurus, lingkaran, atau elips, tergantung pada posisi bintang tersebut. Gerak tersebut disebabkan oleh dua hal, adalah bidang ekliptika (bidang orbit bumi mengelilingi matahari) dan kutub ekliptika (garis yang melalui sentra orbit bumi, yaitu matahari, dan berposisi tegak lurus terhadap bidang ekliptika).
· Bintang yang terletak pada bidang ekliptika, bila diamati selama satu tahun penuh, maka lintasannya akan membentuk garis lurus
· Bintang yang terletak pada kutub ekliptika, jika diperhatikan selama satu tahun penuh, maka lintasannya akan membentuk lingkaran
· Bintang yang terletak antara bidang ekliptika dan kutub ekliptika, bila diperhatikan selama satu tahun sarat , maka lintasannya akan membentuk elips
4. Standar Diam Lokal (Local Standard of Rest, LSR)
Matahari ialah anggota dari galaksi Bima Sakti yang terdiri dari ratusan miliar bintang. Galaksi itu sendiri berbentuk cakram dan berotasi. Matahari berpartisipasi dalam gerakan rotasi galaksi dengan kecepatan 250 km/s, sekali mengorbit terhadap pusat galaksi dengan periode 200 miliar tahun. Pengamatan kita terhadap proper motion dan kecepatan radial tidak secara eksklusif memperlihatkan citra gerak kepada pusat galaksi.
Ahli astronomi telah mendefinisikan tata cara pola di mana perbedaan gerakan bintang-bintang di mana matahari berada rata-ratanya nol atau dengan kata lain, lingkungan tersebut relatif diam. Kerangka ini disebut dengan Standar Diam Lokal (Local Standard of Rest, LSR). Menurut definisi, LSR yakni sebuah titik dalam ruang akrab Matahari, di mana bintang-bintang di sekitar titik tersebut terdistribusi secara seragam, dan jumlah total kecepatannya kepada titik tersebut adalah nol.
Matahari bergerak terhadap LSR dengan kecepatan 20 km/s. Kecepatan ini diukur dengan mengamati gerakan bintang-bintang di sekitar Matahari. Gerak bintang-bintang di sekeliling Matahari ialah pencerminan dari gerakan Matahari dan bintang-bintang itu sendiri. Kaprikornus, kecepatan Matahari diukur terhadap sebuah titik yang relatif diam kepada bintang-bintang di sekitar Matahari.
BAGIAN 4
MAGNITUDO BINTANG
Sekitar tahun 150 SM, seorang astronom Yunani berjulukan Hipparchus membuat sistem pembagian terstruktur mengenai kecemerlangan bintang yang pertama. Saat itu, dia menggolongkan kecemerlangan bintang menjadi enam kategori dalam bentuk yang kurang lebih mirip ini: paling jelas, terperinci, tidak begitu terang, tidak begitu redup, redup dan paling redup. Hal tersebut dilakukannya dengan membuat katalog bintang yang pertama. Sistem tersebut kemudian berkembang dengan penambahan angka sebagai penentu kecemerlangan. Yang paling terperinci memiliki nilai 1, selanjutnya 2, 3, hingga yang paling redup bernilai 6. Klasifikasi inilah yang lalu diketahui sebagai tata cara magnitudo. Skala dalam metode magnitudo ini terbalik sejak pertama kali dibentuk. Semakin terperinci suatu bintang, magnitudonya kian kecil. Dan sebaliknya semakin redup bintang, magnitudonya kian besar.
Sistem tersebut lalu semakin berkembang setelah Galileo dengan teleskopnya menemukan bahwa ternyata terdapat lebih banyak bintang lagi yang lebih redup ketimbang yang bermagnitudo 6. Skalanya pun berubah hingga timbul magnitudo 7,8, dan seterusnya. Namun penilaian kecemerlangan bintang ini belumlah dijalankan secara kuantitatif. Semuanya cuma menurut evaluasi visual dengan mata telanjang saja.
Pada tahun 1856 berkembanglah perkiraan matematis untuk metode magnitudo. Norman Robert Pogson, seorang astronom Inggris, memperlihatkan rumusan berbentuk logaritmis yang masih dipakai hingga sekarang dengan aturan seperti berikut. Secara biasa , perbedaan sebesar 5 magnitudo menunjukkan perbandingan kecemerlangan sebesar 100 kali. Kaprikornus, bintang dengan magnitudo 1 lebih terang 100 kali dibandingkan dengan bintang dengan magnitudo 6, dan lebih terperinci 10.000 kali dibandingkan dengan bintang bermagnitudo 11, dan seterusnya. Dengan rumusan Pogson ini, perkiraan magnitudo bintang pun menjadi lebih seksama dan lebih dapat mengemban amanah.
Seiring dengan kian majunya teknologi teleskop, magnitudo untuk bintang paling redup yang dapat kita amati kian besar. Contohnya, Hubble Space Telescope mempunyai kesanggupan untuk memperhatikan objek dengan magnitudo 31. Tetapi meskipun bukan lagi nilai terbesar, magnitudo 6 tetap menjadi nilai penting sampai sekarang alasannya inilah batas magnitudo bintang yang paling redup yang dapat diperhatikan dengan mata telanjang. Tentunya dengan syarat langit, lingkungan, dan kondisi mata yang masih anggun.
Sama mirip kemajuan yang terjadi pada magnitudo besar, magnitudo kecil juga mengalami perluasan seiring dengan kian majunya teknologi detektor. Dalam golongan magnitudo 1 lalu diketahui terdapat beberapa bintang tampak lebih terang dari yang lainnya sehingga muncullah magnitudo 0. Bahkan magnitudo negatif juga diperlukan untuk objek langit yang lebih terperinci lagi. Kini diketahui bahwa bintang paling terang di langit malam yaitu Sirius, dengan magnitudo -1,47. Magnitudo Venus dapat meraih -4,89, Bulan purnama -12,92, dan magnitudo Matahari meraih -26,74.
Magnitudo yang kita bicarakan di atas disebut juga dengan magnitudo semu, alasannya memperlihatkan kecemerlangan bintang yang dilihat dari Bumi, tidak peduli seberapa jauh jaraknya. Kaprikornus, sebuah bintang mampu terlihat terperinci karena jaraknya erat atau jaraknya jauh tapi berukuran besar. Sebaliknya, sebuah bintang mampu terlihat redup alasannya jaraknya jauh atau jaraknya bersahabat tetapi berukuran kecil. Sistem ini membuat kecemerlangan bintang yang kita lihat bukan kecemerlangan bintang yang sebenarnya. Untuk mengoreksinya, aspek jarak itu harus dihilangkan. Maka muncullah metode magnitudo mutlak.
Magnitudo mutlak ialah magnitudo bintang jika bintang tersebut berada pada jarak 10 parsec. Nilainya dapat diputuskan kalau magnitudo semu dan jarak bintang diketahui. Dengan “menempatkan” bintang-bintang pada jarak yang serupa, kita bisa tahu bintang mana yang betul-betul jelas. Sebagai perbandingan, Matahari, yang memiliki magnitudo semu -26,74, hanya mempunyai magnitudo mutlak 4,75. Jauh lebih redup daripada Betelgeuse yang mempunyai magnitudo semu 0,58 tetapi memiliki magnitudo mutlak -6,05 (135.000 kali lebih terang dari Matahari).
Magnitudo ialah tingkat kecemerlangan sebuah bintang. Skala magnitudo berbanding terbalik dengan kecemerlangan bintang, artinya kian terang sebuah bintang kian kecil skala magnitudonya. Pada zaman dahulu, bintang yang paling terperinci diberikan magnitudo 1 dan yang cahayanya paling lemah yang masih dapat dilihat oleh mata diberi magnitudo 6. Sekarang diberikan ketentuan bintang dengan beda magnitudo satu mempunyai beda kecemerlangan 2,512 kali (selisih lima magnitudo berarti perbedaan kecemerlangan seratus kali), jadi kalau bintang A mempunyai magnitudo 1 dan bintang B mempunyai magnitudo 3 berarti bintang A 6,25 kali tampak lebih terperinci dari bintang B. Perbandingan magnitudo semu bintang mampu menggunakan rumus Pogson berikut:
Pengukuran magnitudo menurut keadaan yang terlihat dari Bumi seperti di atas ialah magnitudo semu (m). Magnitudo mutlak (M) adalah perbandingan nilai terperinci bintang yang bekerjsama. Seperti yang Anda pahami, jarak antara bintang yang satu dan bintang lainnya dengan Bumi tidaklah sama. Akibatnya, bintang jelas sekalipun akan nampak redup jika jaraknya sangat jauh. Oleh karena itu, dibuatlah perhitungan magnitudo mutlak, yakni tingkat kecemerlangan bintang jika bintang itu diletakkan hingga berjarak 10 parsec dari Bumi. Dengan mengenang persamaan radiasi E = L / 4πr2 , dengan E yakni energi radiasi, L adalah luminositas (daya) dan r jarak, maka perhitungan jarak bintang, magnitudo semu dan magnitudo mutlak (otoriter) ialah:
Perlu diingat jarak dalam persamaan modulus di atas (d) harus dinyatakan dalam satuan parsec. Satu parsec ialah jarak sebuah bintang yang memiliki sudut paralaks satu detik busur, yang sepadan dengan 3,26 tahun cahaya (TC) atau 206.265 satuan astronomi (SA). Jika yang ditanyakan adalah jarak, maka rumus diatas dapat dibalik menjadi:
Jika magnitudo sewenang-wenang dan magnitudo semunya dimengerti, jaraknya dapat dihitung. Kuantitas m – M diketahui selaku modulus jarak. Adapun korelasi antara magnitudo mutlak dan luminositas (daya) bintang, L dapat dipraktekkan menurut rumus Pogson.
Misalkan magnitudo semu matahari tampak dari Bumi, m = -26,83, maka magnitudo mutlak matahari, M yaitu:
mengingat jarak Bumi-Matahari = 1 SA = 1 / 206265 parsec, maka:
Berikut ini yaitu tabel skala magnitudo terlihat beberapa benda langit:
BENDA LANGIT
|
SKALA
|
Matahari
|
-26,8
|
Bulan purnama
|
-12,6
|
Venus (kecerahan maksimum)
|
-4,4
|
Mars dan Jupiter (kecerahan maksimum)
|
-2,8
|
Sirius (bintang tercerah)
|
-1,5
|
Canopus
|
-0,7
|
Arcturus, Capella, Vega (titik nol berdasarkan definisi)
|
0,0
|
Saturnus (kecerahan maksimum)
|
+0,2
|
Aldebaran, Antares, Betelgeuse
|
+1,0
|
Polaris
|
+2,0
|
Uranus
|
+5,6
|
Bintang teredup yang terlihat dengan mata telanjang (limit)
|
+6,0
|
Neptunus
|
+8,2
|
Kuasar tercerah
|
+12,6
|
Pluto
|
+13,7
|
Objek teredup yang mampu diperhatikan oleh teleskop Hubble
|
+30,0
|
BAGIAN 5
KONSTELASI BINTANG
Rasi bintang atau Konstelasi adalah sekelompok bintang yang tampak berafiliasi membentuk sebuah konfigurasi khusus.
Dalam ruang tiga dimensi, kebanyakan bintang yang kita amati tidak memiliki relasi satu dengan lainnya, tetapi mampu terlihat mirip berkelompok pada bola langit malam. Manusia memiliki kemampuan yang sungguh tinggi dalam mengenali acuan dan sepanjang sejarah telah menggolongkan bintang-bintang yang tampak berdekatan menjadi rasi-rasi bintang.
Pengelompokan bintang-bintang menjadi rasi bintang bantu-membantu cukup acak, dan kebudayaan yang berbeda akan mempunyai rasi bintang yang berlainan pula, sekalipun beberapa yang sangat mudah dikenali biasanya kerap kali didapatkan, misalnya Orion atau Scorpius.
Himpunan Astronomi Internasional
telah membagi langit menjadi 88 rasi bintang resmi dengan batasan yang jelas, sehingga setiap arah hanya dimiliki oleh satu rasi bintang saja. Pada belahan bumi (hemisfer) utara, pada umumnya rasi bintangnya didasarkan pada tradisi Yunani, yang diwariskan lewat Abad Pertengahan, dan mengandung simbol-simbol Zodiak.
Fungsi Rasi Bintang Sebagai Penunjuk Arah Mata Angin
Alam sudah menyediakan seluruh sumber dayanya yang tak terhingga bagi hajat hidup manusia sekalian. Hanya saja, kadang kala insan belum terlampau jeli untuk mampu menyelisik banyak sekali tabir belakang layar yang telah ditawarkan alam baginya.
Arah mata angin, menjadi kebutuhan fundamental bagi setiap insan yang sedang melaksanakan perjalanan. Saat ini, sudah tersedia berbagai macam alat navigasi yang mutakhir dan modern guna membuat lebih mudah kita dalam membaca arah mata angin. Namun, perlu kita ingat bahwa insan-insan kuno perintis peradaban terdahulu telah bisa memanfaatkan alam selaku pembimbing navigasi mereka dalam wujud rasi bintang.
Rasi bintang diidentifikasikan untuk menandai contoh arah mata angin (pastinya yang hendak berfungsi terutama ketika malam hari) dengan berbagai bentuknya. Metode kuno yang terbukti akurat hingga sekarang.
Berikut ini beberapa rasi bintang yang dapat dijadikan contoh selaku penunjuk arah mata angin :
1. Rasi Bintang Ursa Major, selaku penanda arah Utara.
Rasi Bintang Ursa Major atau disebut juga dengan rasi bintang Great Bear (Beruang Besar)/Biduk yang menunjukkan arah utara berupa seperti gayung, dan berisikan 7 buah bintang, sebab itu juga acap kali rasi bintang ini disebut sebagai konstelasi bintang tujuh.Rasi bintang ini terlihat sepanjang tahun di langit utara. Pada rasi bintang ini, ada satu bintang yang paling jelas, dan umumnya dalam peta rasi bintang diberi simbol α (amati gambar peta rasi bintang dibawah ini).
|
Peta Rasi Bintang Ursa Major (simbol α)
|
|
Gambar Seni Rasi Bintang Great Bear/Beruang Besar/Biduk/Ursa Major
|
2. Rasi bintang Crux, sebagai penunjuk arah Selatan
Rasi bintang ini berbentuk seperti ikan pari, layang-layang, atau salib dan mampu kita lihat pada langit malam dengan arah agak ke selatan. Sehingga Rasi bintang yang satu ini desbut juga sebagai Rasi bintang Salib Selatan. Pada rasi bintang ini, ada satu bintang yang paling jelas, dan lazimnya dalam peta rasi bintang diberi simbol α (lihat gambar dibawah).
|
Gambar Seni Rasi Bintang Crux/Pari/Layang-layang/Salib Selatan
|
3. Rasi bintang Orion, sebagai penanda arah Barat.
Rasi bintang ini dapat dilihat di langit sebelah barat. Disebut juga dengan nama Rasi bintang Pemburu atau Rasi bintang Waluku. Dinamai Orion, yang artinya adalah pemburu dalam bahasa yunani, rasi bintang ini diperuntukkan bagi Orion, putera Neptune, seorang pemburu terbaik di dunia.
|
Gambar Seni Rasi Bintang Orion
|
Orion ini gampang dikenali dengan adanya 3 bintang kembar yang berjajar membentuk sabuk Orion (Orion Belt). Satu lagi yang mempesona di rasi orion ini yakni adanya bintang Bellatrix dan Betelgeuse pada konstelasinya. Bellatrix identik dengan tokoh dalam Harry Potter, sedangkan Betelgeuse ialah salah satu judul film belum dewasa waktu dulu.
Selain selaku isyarat arah barat, rasi bintang orion ini atau waluku dalam bahasa Indonesia sering dijadikan selaku tanda bagi para petani jaman dulu untuk mulai menggarap sawah dan ladangnya.
4. Rasi bintang Scorpius/Scorpion, selaku penanda arah Tenggara.
Rasi bintang keempat yang bisa dikenali dan menjadi isyarat arah yakni rasi bintang kalajengking atau Scorpio. Rasi bintang satu ini agak sukar dicari, alasannya jumlah bintang yang membentuk konstelasinya cukup banyak.
|
Gambar Seni Rasi Bintang Scorpius
|
Rasi Scorpio ini menjadi isyarat arah tenggara. Dalam mitologi yunani kuno, Scorpio ini yakni utusan Apollo untuk membunuh sang Pemburu, Orion. Pada konstelasi ini juga terdapat bintang Antares, salah satu bintang paling terperinci yang pernah ditemukan.
Hal ini juga sesuai dengan ayat di dalam Al-Qur’an, adalah Surat An-Nahl ayat ke-16, bahwa Allah SWT mengakibatkan bagi para musafir tanda-tanda yang mereka mampu gunakan sebagai petunjuk di bumi dan selaku gejala di langit :
|
dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penanda jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat isyarat . Q.S. An-Nahl (16)
|
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Matahari dan bintang memiliki persamaan, adalah mampu memancarkan cahaya sendiri. Matahari ialah sebuah bintang yang terlihat sungguh besar alasannya adalah letaknya paling akrab dengan bumi.
1 Tahun Cahaya = 1 Tahun × besar kecepatan cahaya
= (365 × 24 × 60 × 60) detik × 3 · 105 km/detik
= 9,46 · 1012 km
pergerakan bintang dimengerti ada dua garis besar gerak pada bintang, adalah gerak sejati bintang (disebabkan oleh pergerakan dari bintang itu sendiri) dan gerak semu bintang (bintang terlihat bergerak disebabkan oleh pergerakan bumi, ialah rotasi dan revolusi bumi).
Semakin jelas sebuah bintang, magnitudonya semakin kecil. Dan sebaliknya semakin redup bintang, magnitudonya makin besar.
Rasi bintang atau Konstelasi ialah sekelompok bintang yang tampak bekerjasama membentuk sebuah konfigurasi khusus.
DAFTAR PUSTAKA
A.Hasyimy, Sejarah Kebudayaan Islam, cet V, Jakarta : Bulan Bintang, 1995
Esposito, John L. (Ed), Sains Sains Islam, Depok : Inisiasi Press, cet. I. 2004.
HK Tjasyono Bayong. 2009. Ilmu kebumian dan Antariksa. Bandung : UPI & PT Remaja Rodaskarya
Hafez, Kumpulan Ilmu Islam, Era Muslim, 14 Maret 2005.
Kerrod, Robbin, Astronomi. Jakarta : Erlangga. 2005.
Cek Juga Makalah Astronomi atau Bumi dan Antariksanya di sini