BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Definisi Keuangan Negara
“Keuangan negara yang dimaksud ialah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan keharusan yang muncul alasannya :
- Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun di kawasan;
- Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan aturan dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menambahkan modal pihak ketiga berdasarkan kesepakatandengan Negara.”
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara yaitu dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara mencakup semua hak dan kewajiban negara yang mampu dinilai dengan uang, tergolong kebijakan dan aktivitas dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari segi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian acara yang berhubungan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan hingga dengan pertanggunggjawaban. Dari segi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, aktivitas dan relasi hukum yang berhubungan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
2.2.Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan hukum pokok yang telah ditetapkan dalam UUD. Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang wacana Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang sudah ditetapkan dalam UUD tersebut ke dalam asas-asas biasa yang meliputi baik asas-asas yang sudah usang dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, mirip asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :
Ø akuntabilitas berorientasi pada hasil;
Ø profesionalitas;
Ø proporsionalitas;
Ø keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
Ø pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan berdikari.
Asas-asas lazim tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas biasa tersebut di dalam Undang-undang tentang Keuangan Negara, pelaksanaan Undang-undang ini selain menjadi contoh dalam reformasi administrasi keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi kawasan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.3.Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden sebagaiKepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bab dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk menolong Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan terhadap Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta terhadap Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/forum yang dipimpinnya. Menteri Keuangan selaku pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya yaitu Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan forum pada hakekatnya ialah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dijalankan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya prosedur checks and balances serta untuk mendorong upaya kenaikan profesionalisme dalam penyelenggaraan peran pemerintahan.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, manajemen perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.
Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut diserahkan terhadap Gubernur/ Bupati/ Walikota selaku pengelola keuangan kawasan. Demikian pula untuk meraih kestabilan nilai rupiah peran memutuskan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelangsungan sistem pembayaran dijalankan oleh bank sentral.
2.4.Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang ini mencakup penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan tugas dewan perwakilan rakyat/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian tata cara akuntabilitas kinerja dalam metode penganggaran, penyempurnaan penjabaran anggaran, penyatuan budget, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan budget.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pemasukan dalam rangka meraih tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilaksanakan pengaturan secara terang peran dewan perwakilan rakyat/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran selaku penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja negara/belanja kawasan dirinci hingga dengan unit organisasi, fungsi, acara, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap perubahan budget antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja mesti mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik yakni penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa metode budget berbasis prestasi kerja /hasil membutuhkan patokan pengendalian kinerja dan penilaian serta untuk menyingkir dari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan budget kementerian negara/forum/perangkat tempat, perlu dilakukan penyatuan metode akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan planning kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah. Dengan penyusunan planning kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat tempat tersebut mampu tercukupi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/forum/perangkat daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dijalankan pergantian penjabaran anggaran biar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk membuat lebih mudah pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, menunjukkan gambaran yang objektif dan proporsional tentang aktivitas pemerintah, mempertahankan konsistensi dengan persyaratan akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyuguhan dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja berkala dan budget belanja pembangunan. Pengelompokan dalam budget belanja rutin dan budget belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk menawarkan penitikberatan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya sudah menjadikan potensi terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam sebuah dokumen penyusunan rencana nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak kongkret dan kian tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam abad globalisasi. Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan metode penyusunan rencana fiskal yang terdiri dari tata cara penyusunan budget tahunan yang dilakukan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dijalankan di pada umumnya negara maju.
Baca Juga
Walaupun budget dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan memiliki peluang menjadikan persoalan dalam pelaksanaannya. Oleh alasannya itu, dalam undang-undang ini dikelola secara terperinci mekanisme pembahasan budget tersebut di dewan perwakilan rakyat/DPRD, termasuk pembagian peran antara panitia/komisi budget dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian negara/forum/perangkat tempat di DPR/DPRD.
2.5. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
Sejalan dengan makin luas dan kompleksnya aktivitas pengelolaan keuangan negara, perlu dikontrol ketentuan mengenai korelasi keuangan antara pemerintah dan forum-forum infra/supranasional. Ketentuan tersebut mencakup korelasi keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah kawasan, pemerintah asing, badan/forum abnormal, serta kekerabatan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan kawasan, perusahaan swasta dan tubuh pengurus dana masyarakat. Dalam kekerabatan keuangan antara pemerintah sentra dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.
Dalam relasi dengan pemerintah daerah, undang-undang ini memastikan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan terhadap pemerintah daerah. Selain itu, undang-undang ini menertibkan pula ihwal penerimaan sumbangan mancanegara pemerintah. Dalam korelasi antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan tubuh pengurus dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat menunjukkan derma/hibah/penyertaan modal terhadap dan menerima santunan/hibah dari perusahaan negara/kawasan setelah menerima kesepakatan dewan perwakilan rakyat/DPRD.
2.6.Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden selaku fatwa bagi kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang APBN, mirip alokasi anggaran untuk kantor sentra dan kantor kawasan kementerian negara/lembaga, pembayaran honor dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud mencakup pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan kebutuhan perusahaan/badan yang menerima.
Untuk memperlihatkan gosip tentang pertumbuhan pelaksanaan APBN/APBD, pemerintah pusat/pemerintah tempat perlu menyampaikan laporan realisasi semester pertama terhadap DPR/DPRD pada simpulan Juli tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut menjadi materi evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan pembiasaan/perubahan APBN/APBD pada semester selanjutnya.
Ketentuan perihal pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang-undang yang menertibkan perbendaharaan negara mengenang lebih banyak menyangkut relasi administratif antarkementerian negara/forum di lingkungan pemerintah.
2.7.Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk merealisasikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yaitu penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang sudah diterima secara biasa .
Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa pembukuan keuangan yang setidak-tidaknya berisikan laporan realisasi budget, neraca, laporan arus kas dan catatan atas pembukuan keuangan yang disusun sesuai dengan kriteria akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah sentra yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan terhadap dewan perwakilan rakyat selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sesudah berakhirnya tahun budget yang bersangkutan, demikian pula laporan keuangan pemerintah tempat yang sudah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan mesti disampaikan terhadap DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sehabis berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna budget/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang ihwal APBN/Peraturan Daerah perihal APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Sedangkan Pimpinan unit organisasi kementerian negara/forum bertanggung jawab atas pelaksanaan aktivitas yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ihwal APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output).
Sebagai konsekuensinya, dalam undang-undang ini dikontrol hukuman yang berlaku bagi menteri/pimpinan forum/gubernur/bupati/walikota, serta Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melaksanakan penyimpangan kebijakan/acara yang sudah ditetapkan dalam UU wacana APBN /perda tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut dimaksudkan selaku upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya Undang-undang ihwal APBN/Peraturan Daerah wacana APBD yang bersangkutan.
Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk mendapatkan, menyimpan dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kelemahan yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengubah kerugian keuangan negara oleh para pengurus keuangan negara dimaksud ialah komponen pengendalian intern yang jago.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Menurut Undang-undang yang berlaku, bahwa keuangan Negara adalah meliputi:
- Keuangan Negara ialah semua hak dan kewajiban negara yang mampu dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa duit maupun berbentukbarang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan keharusan tersebut.
- Pemerintah ialah pemerintah sentra dan/atau pemerintah daerah.
- Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut dewan perwakilan rakyat yaitu Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang berikutnya disebut DPRD ialah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
- Perusahaan Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
- Perusahaan Daerah yakni badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemda.
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, berikutnya disebut APBN, ialah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, ialah planning keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- Penerimaan negara yakni duit yang masuk ke kas negara.
- Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
- Penerimaan kawasan yaitu duit yang masuk ke kas daerah.
- Pengeluaran daerah yaitu duit yang keluar dari kas tempat.
- Pendapatan negara yakni hak pemerintah sentra yang diakui selaku penambah nilai kekayaan bersih.
- Belanja negara yaitu keharusan pemerintah pusat yang diakui selaku pengurang nilai kekayaan higienis.
- Pendapatan daerah ialah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan higienis.
- Belanja tempat yaitu kewajiban pemerintah tempat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
- Pembiayaan yakni setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang mau diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
3.2.Saran-Saran