close

Makalah Akar Demokrasi

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di Indonesia telah banyak menganut sistem pemerintahan pada mulanya. Namun, dari semua tata cara pemerintahan, yang bertahan mulai dari masa reformasi 1998 sampai ketika ini yakni sistem pemerintahan demokrasi. Meskipun masih terdapat beberapa kekurangan dan tantangan disana sini. Sebagian kalangan merasa merdeka dengan diberlakukannya sistem domokrasi di Indonesia. Artinya, keleluasaan pers telah menempati ruang yang sebebas-bebasnya sehingga setiap orang berhak menyampaikan usulan dan aspirasinya masing-masing.
Demokrasi ialah salah satu bentuk atau prosedur tata cara pemerintahan suatu negara selaku upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau negara yang dilakukan oleh pemerintah. Semua warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang mampu mengganti hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau lewat perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan aturan.
Demokrasi mencakup keadaan sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Demokrasi Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi bangsa Indonesia. Selain itu yang melatar belakangi pemakaian tata cara demokrasi di Indonesia. Hal itu bisa kita temukan dari banyaknya agama yang masuk dan meningkat di Indonesia, selain itu banyaknya suku, budaya dan bahasa, kesemuanya merupakan karunia Tuhan yang layak kita syukuri.
Negara Indonesia ialah salah satu negara meningkat yang berusaha untuk membangun metode politik demokrasi semenjak menyatakan kemerdekaan dan kedaulatannya pada tahun 1945. Sebagai sebuah gagasan, demokrasi bahwasanya sudah banyak dibahas atau bahkan dicoba diterapkan di Indonesia. Pada permulaan kemerdekaan Indonesia banyak sekali hal dengan negaramasyarakat telah dikelola dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Para pendiri bangsa berharap supaya terwujudnya pemerintahan yang melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan lazim, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang menurut kemerdekaan, perdamaian infinit dan keadilan sosial. Semua itu merupakan gagasan-pemikiran dasar yang melandasi kehidupan negara yang demokratis.
Sebagai bentuk kesungguhan negara Indonesia, landasan wacana demokrasi telah tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 maupun Batang Tubuh UUD 1945. Seluruh pernyataan dalam UUD 1945 dilandasi oleh jiwa dan semangat demokrasi. Penyusunan naskah UUD 1945 itu sendiri juga dilakukan secara demokratis. Undang-Undang Dasar 1945 merangkum semua kelompok dan kepentingan dalam masyarakat Indonesia. Dengan demikian, demokrasi bagi bangsa Indonesia adalah desain yang tidak mampu dipisahkan.Budaya demokrasi di Indonesia perlu dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta hendaknya mengacu kepada akar budaya nasionalisme yang mempunyai nilai bantu-membantu atau kebersamaan dan mementingkan kepentingan biasa . Namun, budaya individualisme dan budaya liberal yang masuk melanda penduduk dengan lewat arus globalisasi tidak mungkin mampu dibendung sebab pertumbuhan teknologi.  
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah demokrasi?
2.      Apa makna demokrasi?
3.      Bagaimana prinsip-prinsip Demokrasi?
4.      Bagaimana pelaksanaa demokrasi di Indonesia
5.      Bagaimana pendidikan demokrasi?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui sejarah demokrasi
2.      Agar Mengerti Makna Demokrasi?
3.      Untuk mengerti Perinsip Pelksanaan Demokrasi
4.      Melihat Pendidikan Demokrasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Demokrasi di Indonesia
Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai suatu negara pada tanggal 17 Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945 (yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah memutuskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (berikutnya disebut NKRI) menganut paham atau pedoman demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian memiliki arti juga NKRI termasuk sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy).
Penetapan paham demokrasi selaku tataan pengaturan kekerabatan antara rakyat disatu pihak dengan negara dilain pihak oleh Para Pendiri Negara Indonesia yang duduk di BPUPKI tersebut, kiranya tidak mampu dilepaskan dari realita bahwa sebahagian terbesarnya pernah mengecap pendidikan Barat, baik mengikutinya secara pribadi di negara-negara Eropah Barat (terutama Belanda), maupun mengikutinya melalui pendidikan lanjutan atas dan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sejak beberapa dasawarsa sebelumnya, sehingga sudah cukup dekat dengan aliran demokrasi yang meningkat di negara-negara Eropah Barat dan Amerika Serikat. Tambahan lagi situasi pada dikala itu (Agustus 1945) negara-negara penganut ajaran demokrasi telah keluar selaku pemenang Perang Dunia-II.
Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak kurun permulaan kemerdekaan hingga ketika ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang dilaksanakan di Indonesia berisikan beberapa versi demokrasi perwakilan yang saling berlainan satu dengan lainnya.
Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) Indonesia mempraktekkan model Demokrasi Parlemeter Murni (atau dinamakan juga Demokrasi Liberal), yang diwarnai dengan dongeng murung yang panjang ihwal instabilitas pemerintahan (eksekutif = Kabinet) dan nyaris berujung pada konflik ideologi di Konstituante pada bulan Juni-Juli 1959.
Guna mengatasi pertentangan yang berpotensi adu domba NKRI tersebut di atas, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Ir.Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang memberlakukan kembali UUD 1945, dan sejak itu pula diterapkan model Demokrasi Terpimpin yang diklaim sesuai dengan ideologi Negara Pancasila dan paham Integralistik yang mengajarkan wacana kesatuan antara rakyat dan negara.
Namun belum berjalan lama, ialah hanya sekitar 6 s/d 8 tahun dijalankan-nya Demokrasi Terpimpin, kehidupan kenegaraan kembali terancam balasan pertentangan politik dan ideologi yang berujung pada peristiwa G.30.S/PKI pada tanggal 30 September 1965, dan turunnya Ir. Soekarno dari jabatan Presiden RI pada tanggal 11 Maret 1968.
Presiden Soeharto yang mengambil alih Ir. Soekarno selaku Presiden ke-2 RI dan menerapkan model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi Pancasila (Orba), untuk memastikan klaim bahwasanya versi demokrasi inilah yang sebenarnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila.
Demokrasi Pancasila (Orba) berhasil bertahan relatif cukup usang ketimbang model-versi demokrasi yang lain yang pernah dipraktekkan sebelumnya, ialah sekitar 30 tahun, tetapi akhirnyapun ditutup dengan kisah murung dengan lengsernya Jenderal Soeharto dari jabatan Presiden pada tanggal 23 Mei 1998, dan meninggalkan kehidupan kenegaraan yang tidak stabil dan krisis disegala aspeknya.
Sejak runtuhnya Orde Baru yang serentak waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dilaksanakan kepada nyaris semua faktor kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bab Batangtubuhnya) alasannya dianggap selaku sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di kurun Orde Baru.
Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara, terutama laginya pergantian terhadap faktor pembagian kekuasaan dan faktor sifat hubungan antar lembaga-forum negaranya, dengan sendirinya mengakibatkan terjadinya perubahan kepada model demokrasi yang dilaksana-kan daripada model Demokrasi Pancasila di kurun Orde Baru.
Model Demokrasi pasca Reformasi (atau untuk kebutuhan tulisan ini dinamakan saja sebagai Demokrasi Reformasi, sebab memang belum ada janji perihal namanya) yang telah dilakukan semenjak beberapa tahun terakhir ini, tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda kemampuannya untuk mengarah-kan tatanan kehidupan kenegaraan yang stabil (ajeq), sekalipun lembaga-forum negara yang utama, adalah forum direktur (Presiden/Wakil Presiden) dan forum-lembaga legislatif (dewan perwakilan rakyat dan DPD) telah terbentuk melalui pemilihan lazim eksklusif yang menyanggupi standar sebagai mekanisme demokrasi.
B.     Akar Demokrasi Indonesia
“Demokrasi kita” karya Mohammad Hatta berbicara banyak tentang fikiran-asumsi perihal bangunan kebangsaan, kerakyatan, dan prosedur kenegaraan dengan aksara khas Indonesia di permulaan kemerdekaan. Konsep Negara dan rumusan demokrasi ala Hatta yang berawal dari usaha bangsa Indonesia, tentu tidak serta merta tiba begitu saja. Benturannya atas realitas di abad penjajahan, kesejarahan Hindia Belanda dan dunia, serta pengalamannya menempuh pendidikan di Belanda yang banyak bersinggungan dengan pedoman-pemikiran barat tentang kebangsaan, kerakyatan, kemerdekaan, negara, demokrasi, politik dan ekonomi juga turut hadir mempengaruhinya.
Kedaulatan rakyat bukan berarti rakyat bebas berbuat bagi dirinya sendiri atau atas nama golongan, ras, suku. Indonesia dalam wilayah yang membentang luas, sekiranya perihal kedaulatan rakyat yang bahwasanya yakni kewajiban pemangku negara untuk menawarkan pemahaman atasnya. Rakyat kita sebagian besar masih tetap hidup dalam per-ikatan desanya. Maka, semangat kedaulatan rakyat seluruh negara mesti mampu diinsafi dan merasuk dalam sanubari rakyat. Hal yang perlu dilaksanakan oleh kita yakni mendidik rakyat biar rakyat mampu menginsafi dan memahami kedaulatannya. Dengan doktrin bahwa kedaulatan rakyat ialah kebenaran dan kebaikan dasar bagi Indonesia untuk menuju kemuliaan dan kemakmuran rakyat.
Kebangsaan dan kerakyatan adalah dua hal yang tak terpisahkan. Namun saat ini ada Thesis menyatakan bahwa kebangsaan dan kerakyatan sudah tidak berkaitan lagi berhubungan dengan munculnya semangat menjunjung tinggi internasionalisme, serta fikiran bahwa demokrasi telah berujung pada kediktatoran. Bukankah internasionalisme ialah terdiri dar bangsa-bangsa dunia?, maka, mengatakan lantang tentang semangat internasionalisme oleh bangsa yang belum merdeka yaitu suatu hal yang kontradiktif. Menurut bung Hatta, kemerdekaan harusnya bersifat kebangsaan apalagi dulu, dengan menyempurnakan kemanusiaan bangsa tersebut. Karena membangunkan semangat kebangsaan pada bangsa yang belum merdeka yaitu dengan membangunkan semangat kemanusiaannya, selaku modal suatu bangsa dalam pergaulan internasional. Agar sama-sama dihargai, dan sama-sama mempunyai kemuliaan.
Namun kebangsaan ada rupanya sendiri menurut kalangan yang memajukannya. Ada kebangsaan rupa darah biru, rupa intelek, dan adapula rupa rakyat. Kebangsaan rupa aristokrat merupakan persyaratan menyoal bangsa, permasalahan dan keadaan bangsa yang terikat pada golongan darah biru, artinya citra dan narasi bangsa cuma dari ukuran keningratan saja tidak pada semuanya. Sama halnya dengan rupa kebangsaan intelek, yang memandang bahwa rakyat tidak mempunyai cukup waktu memikirkan dan membahas wacana bangsa, permasalahan bangsa di serahkan pada golongan arif cendikia, sebab rakyat tidak bisa untuk menyuarakan masalah negeri, mereka cuma mengikuti apa kata akil berakal.
Dasar dari kedaulatan ada pada rakyat, dan rakyat harus sadar akan diri dan harga dirinya. Kehendak untuk menentukan nasib dan cara hidup suatu negeri diputuskan oleh dirinya (rakyat) dengan mufakat, tidak cuma oleh kaum aristokrat atau intelek saja. Dan ini lah konsepsi demokrasi kerakyatan yang seluas-luasnya, menjamah semuanya, tidak cuma aspek politik semata melainkan juga ekonomi dan sosial.
Dengan kedalaman filsafatnya, hatta mengkritik dan menolak demokrasi barat hari ini yang condong pada kapitalistiche democratie dan keluar dari modern demokratie, dimana rakyat dapat menentukan nasibnya sendiri. Demokrasi barat hari ini disebutnya sebagai demokrasi yang pincang, yang menenteng individualisme pada insan dan melahirkan semangat kapitalisme yang menindas manusia, serta memerlakukan insan sebagai bagian dari alat bikinan.  
Kelahiran demokrasi pada masa pertengahan ialah bentuk perlawanan atas gereja, selaku empunya kebenaran. Demokrasi timbul dari semangat individualisme dalam melawan kekuasaan gereja yang mengklaim selaku wakil yang kuasa dalam mengatur semua faktor kehidupan. Hal yang berseberangan dengan titah gereja dianggap selaku suatu kesalahan dan bentuk ketidaktaatan atasnya. Semangat individualisme dalam melawan feodalisme terbukti cuma menjamah pada aspek politik dan hak sebagai warga negara saja. Sedangkan revolusi prancis yang mengkampanyekan kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan tidak pernah sungguh-sungguh tercapai, khususnya dalam bidang ekonomi yang tak tersentuh. Walau begitu, semangat individualisme di barat sudah berhasil menenteng pada kemerdekaan berfikir sehingga pertumbuhan teknologi di barat begitu pesat, hal ini ditandai dengan revolusi industry yang menjadi aktivis semangat kapitalisme.
Demokrasi yang diagung-agungkan memiliki urat pangkal pada pemusatan individualisme manusia, pasti hal itu akan mempertajam jarak antara si miskin dan si kaya, melebarkan daerah penindasan manusia atas manusia, alasannya adalah demokrasi dalam praktek hanya berhenti pada daerah politik semata. Sungguh, demokrasi di Indonesia tak bisa mengambil konsepsi demokrasi di barat secara dogmatis. Jika di telisik lebih dalam Indonesia  sudah usang menerapkan demokrasi. bagi Hatta demokrasi di Indonesia telah berumur renta berdasar pada kolektivitas dalam ruang-ruang yang masih sempit, di desa-desa dulu masa dengan aktivitas sosial ekonomi yang masih menggunakan peralatan sederhana.
Namun kondisi dunia telah berganti. Pergaulan hidup insan-insan desa tidak cuma mencakup kawasan Indonesia saja.  Zaman telah berganti, dimana arus modal capital telah menciptakan kepemilikan atas tanah dan alat bikinan hanya oleh segelintir orang. Pertentangan si pemilik tanah dan pemilik alat buatan dengan pekerja berangasan telah menjadi problem yang mengancam demokrasi di desa. Maka mengembalikan demokrasi di desa pada fitrahnya yang menjunjung tinggi semangat bahu-membahu dan pemerataan ekonomi adalah keniscayaan. Sebab demokrasi di desa yaitu cerminan demokrasi Indonesia yang bergotong-royong.   
C.    Makna Demokrasi
Pemahaman perihal demokrasi di Indonesia mungkin belum sepenuhnya dikuasai oleh masyarakat. Walaupun pada pelaksanaannya dikala ini terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan 10 tahun yang kemudian. Selain menunjukkan imbas yang faktual, tetapi ternyata kran demokrasi yang gres saja terbuka mempunyai potensi pertentangan dan perpecahan yang relatif tinggi. Beberapa konflik yang terjadi di Indonesia terjadi karena pihak-pihak yang terkait merasa memiliki hak dalam berpendapat dan membela diri dalam payung hukum. Hal ini terjadi alasannya pihak-pihak yang bersengketa bisa jadi tidak mengerti desain, prinsip, serta penerapan demokrasi yang sebetulnya, sehingga yang terjadi justru kemunculan benih-benih anarkis di lapangan. Akibatnya, kerusakan yang ditimbulkan bukan saja merugikan kedua belah pihak.
Belajar dari sejarah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang pernah ada beberapa puluh tahun yang kemudian, demokrasi menjadi sistem alternatif yang dipilih oleh beberapa negara yang telah maju. Demokrasi selaku sebuah tata cara sudah dijadikan alternatif dalam berbagai tatanan acara bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara.
Mahfud MD (1999) membenarkan persepsi di atas, ialah bahwa terdapat dua alasan mengapa negara lebih memilih demokrasi sebagai tata cara bermasyarakat dan bernegara, yakni:
1.      Hampir semua negara di dunia ini sudah mengakibatkan demokrasi selaku asas yang fundamental;
2.      Demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah menunjukkan arah bagi tugas penduduk untuk mengadakan negara sebagai organisasi tertingginya.
Karena itulah diperlukan pengetahuan dan pengertian yang benar kepada warga penduduk tentang demokrasi.
D.    Pengertian Demokrasi
Untuk mengetahui arti demokrasi, mampu dilihat dari dua buah tinjauan, yaitu tinjauan bahasa (etimologis) dan tinjauan ungkapan (terminologis). Secara etimologis “demokrasi” berisikan dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yakni “demos” yang bermakna rakyat atau penduduk sebuah daerah, dan “cratein” atau “cratos” yang memiliki arti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demos-cratein atau demoscratos (demokrasi) yakni keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.[3]
Sedangkan secara istilah, arti demokrasi diungkapkan oleh beberapa jago yakni :
a.       Joseph A. Schmeter mengungkapkan bahwa demokrasi merupakan sebuah penyusunan rencana institusional untuk meraih keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk menetapkan cara usaha kompetitif atas suara rakyat;
b.      Sidnet Hook beropini bahwa demokrasi yaitu bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara eksklusif atau tidak eksklusif didasarkan pada kesepakatan dominan yang diberikan secara bebas dari rakyat sampaumur;
c.       Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan bahwa demokrasi yakni sebuah sistem pemerintahan di mana pemerintah dimintai tanggung jawab atas langkah-langkah-tindakan mereka di daerah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak eksklusif lewat persaingan dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih;
d.      Sedangkan Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi sebagai metode politik ialah sebuah tata cara yang menawarkan bahwa kebijakan umum diputuskan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-penyeleksian bersiklus yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam situasi terjaminnya kebebasan politik.
Dari beberapa usulan di atas diperoleh kesimpulan bahwa hakikat demokrasi sebagai sebuah sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memperlihatkan pemfokusan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat, baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan.
Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat mengandung pemahaman tiga hal :
1)            Pemerintah dari rakyat (government of the people)
2)            Pemerintahan oleh rakyat (government by the people); dan
3)            Pemerintahan untuk rakyat (government for people).
Makara hakikat suatu pemerintahan yang demokratis jika ketiga hal di atas mampu dilaksanakan dan ditegakkan dalam tata pemerintahan.
E.     Prinsip Demokrasi Di Indonesia
Salah satu pilar demokrasi ialah trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (direktur,yudikatif,dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen ) dalam berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain.Kesejajaran dan independensi ketiga jenis forum negara ini  diharapkan agar ketiga lembaga negara ini dapat saling mengawasi dan saling menertibkan menurut prinsip cheks and balances.
Ketiga lembaga negara tersebut adalah forum pemerintah yang mempunyai kewenangan untuk merealisasikan dan melaksanakan kewenangan administrator , lembaga pengadilan yang berwenang mengadakan kekuasaan yudikatif dan lembaga perwakilan rakyat (dewan perwakilan rakyat,untuk Indonesia) yang memiliki  kewenangan  melaksanakan kekuasan legislatif .Di bawah metode ini,keputusan legislatif dibentuk oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai dengan aspirasi penduduk yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya lewat proses pemilian biasa legislatif,selain sesuai dengan hukum dan peraturan.
Selain pemlihan biasa legislatif , banyak keputusan atau hasil- hasil penting,misalnya penyeleksian presiden sebuah negara ,diperoleh lewat penyeleksian umum.Di Indonesia , hak pilih hanya diberikan kepada warga negara yang telah melewati umur tertentu ,contohnya umur 18 tahun , dan yang tidak mempunyai catatan criminal (misalnya,narapidana atau bekas narapidana).Pada dasarnya prinsip demokrasi itu selaku berikut:
1.      Kedaulatan di tangan rakyat
Kedaulatan rakyat tujuannya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Ini bermakna kehendak rakyat ialah keinginantertinggi. Apabila setiap warga negara mampu mengerti arti dan makna dari prinsip demokrasi
2.      Pengakuan dan derma kepada hak asasi insan
Pengakuan bahwa semua insan mempunyai harkat dan martabat yang sama, dengan tidak membeda-bedakan baik atas jenis kelamin, agama, suku dan sebagainya. Pengakuan akan hak asasi insan di Indonesia telah tercantum dalam UUD 1945 yang sebenarnya terlebih dulu ada dibanding dengan Deklarasi Universal PBB yang lahir pada tanggal 24 Desember 1945. Peraturan tentang hak asasi insan. UUD 1945 dimuat dalam: Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea pertama dan empat, Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR mengenai hak asasi manusia Indonesia sudah tertuang dalam ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998. Setelah itu, dibentuk Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, Undang-Undang yang mengatur dan menjadi hak asasi manusia di Indonesia yaitu Undang-Undang No.39 Tahun 1999 ihwal hak asasi insan.
3.      Pemerintahan berdasar hukum (konstitusi)
Pemerintah menurut sistem konstitusional (aturan dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih memastikan bahwa pemerintah dalam melakukan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi.
4.      Peradilan yang bebas dan tidak memihak
Setiap warga negara Indonesia mempunyai hak untuk diperlakukan sama didepan aturan, pengadilan, dan pemerintahan tanpa membedakan jenis kelamin, ras, suku, agama, kekayaan, pangkat, dan jabatan. Dalam persidangan di pengadilan, hakim tidak membeda-bedakan perlakuan dan tidak memihak si kaya, pejabat, dan orang yang berpangkat. Jika merekabersalah, hakim mesti mengadilinya dan memperlihatkan eksekusi sesuai dengan kesalahannya.
5.      Pengambilan keputusan atas musyawarah
Bahwa dalam setiap pengambilan keputusan itu harus dilaksanakan sesuai keputusan bersama(musyawarah) untuk mencapai mufakat.
6.      Adanya partai plitik dan organisasi sosial politik
Bahwa dengan adanya partai politik dan dan organisasi sosial politik ini berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat.
7.      Pemilu yang demokratis
Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
8.      Suatu negara atau pemerintah dibilang demokrasi apabila dalam tata cara pemerintahanna mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Robert A. Dahl terdapat tujuan prinsip demokrasi yang mesti ada dalam tata cara pemerintahan, yaitu :
1.      Adanya kendali atau kontrol atas keputusan pemerintah. Pemerintah dalam hal ini presiden dan pemerintah kawasan bertugas melaksanakan pemerintahan berdasar mandat yang diperoleh dari pemilu. Namun, demikian dalam melaksanakannya pemerintahan, pemerintah bukan melakukan pekerjaan tanpa batas. Pemerintah dalam mengambil keputusan masih dikontrol oleh forum legislatif yakni dewan perwakilan rakyat dan DPRD. Di Indonesia kontrol tersebut terlibat dari keterlibatan DPR dalam penyusunan budget, penyusunan peraturan perundangan dan melaksanakan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) untuk pengangkatan pejabat negara yang dijalankan oleh pemerintah.
2.      Adanya penyeleksian yang teliti dan jujur. Demokrasi dapat berlangsung dengan baik apabila adanya partisipasi aktif dari warga negara dan partisipasi tersebut dijalankan dengan teliti dan jujur. Suatu keputusan ihwal apa yang diseleksi, didasarkan pengetahuan warga negara yang cukup dan informasi yang akurat dan dijalankan dengan jujur.
3.      Adanya yang memilih dan dipilih. Demokrasi berjalan kalau setiap warga negara menerima hak pilih dan dipilih. Hak pilih untuk menunjukkan hak pengawasan rakyat terhadap pemerintah, serta menetapkan opsi yang terbaik sesuai dengan tujuan yang ingin diraih rakyat. Hak pilih memberikan potensi kepada setiap warga Negara yang mempunyai kemampuan dan kemauan serta memenuhi patokan untuk dipilih dalam mengerjakan amanat dari warga pemilihnya.
4.      Adanya keleluasaan menyatakan pendapat tanpa bahaya. Demokrasi memerlukan keleluasaan dalam menyampaikan usulan, berserikat dengan rasa kondusif. Apabila warga negara tidak mampu memberikan usulan atau kritik dengan lugas, maka kanal aspirasi akan tersendat, dan pembangunan tidak akan berlangsung dengan baik.
5.      Adanya kebebasan mengakses gosip. Demokrasi memerlukan gosip yang akurat, untuk itu setiap warga negara harus mendapatkan kanal berita yang mencukupi. Keputusan pemerintah harus disosialisasikan dan menerima kesepakatan DPR, serta menjadi kewajiban pemerintah untuk menunjukkan informasi yang benar, disisi lain DPR dan rakyat mampu juga mencari isu, sehingga antara pemerintah dan DPR mempunyai info yang akurat dan benar.
6.      Adanya keleluasaan berserikat yang terbuka. Kebebasan untuk berserikat ini menawarkan dorongan bagi warga negara yang meras lemah, dan untuk memperkuatnya membutuhkan sobat atau golongan dalam bentuk serikat. Adanya serikat pekerja, terbukanya metode politik memungkinkan rakyat menunjukkan aspirasi secara terbuka dan lebih baik.
F.     Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi
Demokrasi selaku suatu tata cara bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak dapat diterapkan secara parsial (sebagian-sebagian). Pemahaman yang utuh akan demokrasi harus juga dimilliki oleh setiap warga negara baik secara individual maupun kelembagaan. Hal ini mengisyaratkan bahwa siapapun yang berada dan berkepentingan dalam negara ini (stakeholder) mampu menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam setiap kegiatannya.
Negara yang menginginkan tata cara politik demokrasi mampu diterapkan dengan baik memerlukan dua pilar, yaitu; institusi (struktur) demokrasi dan budaya (sikap) demokrasi. Kematangan budaya politik, menurut Gabriel Almond dan Sidney Verba, akan tercapai jikalau ada keserasian antara struktur dengan budaya. Oleh alasannya itu, membangun masyarakat demokratis memiliki arti perjuangan membuat keharmonisan antara struktur yang demokratis dengan budaya yang demokratis juga. Masyarakat demokratis akan terwujud jikalau di negara tersebut terdapat institusi dan sekaligus berjalannya sikap yang demokratis.
Institusi atau struktur demokrasi menunjuk pada tersedianya forum-lembaga politik demokrasi yang ada di suatu negara. Suatu negara dibilang negara demokrasi kalau di dalamnya terdapat forum-forum politik demokrasi. Lembaga itu antara lain pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab, dewan perwakilan rakyat, forum pemilu, organisasi politik, lembaga swadaya masyarakat, dan media massa. Membangun institusi demokrasi bermakna membuat dan menegakkan forum-lembaga politik tersebut dalam negara.
Perilaku atau budaya demokrasi merujuk pada berlakunya nilai-nilai demokrasi di penduduk . Masyarakat yang demokratis yaitu masyarakat yang memiliki perilaku hidup, baik keseharian dan kenegaraannya dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Henry B. Mayo menguraikan bahwa nilai-nilai demokrasi meliputi damai dan sukarela, adil, menghargai perbedaan, menghormati keleluasaan, mengetahui keragaman, terstruktur, paksaan yang sekurang-kurangnyadan memajukan ilmu. Membangun budaya demokrasi mempunyai arti mengenalkan, mensosialisasikan dan menegakkan nilai-nilai demokrasi pada penduduk . Upaya membangun budaya demokrasi jauh lebih sukar ketimbang membangun struktur demokrasi. Hal ini menyangkut kebiasaan penduduk yang membutuhkan waktu yang relatif lama untuk merubahnya. Bayangkan, Indonesia yang secara struktur telah merepresentasikan selaku negara demokrasi, tetapi masih banyak insiden-kejadian yang menggambarkan keleluasaan yang semakin liar; kekerasan, bentrokan fisik, pertentangan antar etnis/ras dan agama, bahaya bom, teror, rasa tidak aman, dan sebagainya. Struktur demokrasi tidak cukup untuk membangun negara yang demokratis. Justru, kunci utama yang menentukan kesuksesan suatu negara demokratis ialah sikap/budaya masyarakatnya.
Untuk membangun budaya/sikap penduduk yang demokratis, dibutuhkan metode pendidikan demokrasi yang efektif. Pendidikan demokrasi pada hakikatnya yakni sosialisasi nilai-nilai demokrasi agar mampu diterima dan dijalankan oleh warga negara. Pendidikan demokrasi bertujuan merencanakan warga penduduk bertingkah dan bertindak demokratis, melalui acara menanamkan pada generasi muda akan pengetahuan, kesadaran, dan nilainilai demokrasi. Pengetahuan dan kesadaran akan nilai demokrasi itu meliputi tiga hal; pertama, kesadaran bahwa demokrasi adalah pola kehidupan yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat itu sendiri. Kedua, demokrasi yaitu sebuah learning process yang usang dan tidak sekedar menjiplak dari penduduk lain.Ketiga, kelangsungan demokrasi tergantung pada keberhasila mentransformasikan nilai-nilai demokrasi pada penduduk .
Pada tahap selanjutnya pendidikan demokrasi akan menciptakan masyrakat yang mendukung tata cara politik yang demokratis. Sistem politik demokrasi cuma akan langgeng jika didukung oleh masyarakat demokratis. Yaitu masyarakat yang berlandaskan pada nilai-nilai demokrasi serta ikut serta aktif mendukung kelancaran pemerintahan demokrasi di negaranya.
Oleh alasannya adalah itu setiap pemerintahan demokrasi akan melakukan sosialisasi nilai-nilai demokrasi kepada generasi muda. Kelangsungan pemerintahan demokrasi bersandar pada pengetahuan dan kesadaran demokrasi warga negaranya. Pendidikan kebanyakan dan pendidikan demokrasi pada khususnya akan diberikan seluas-luasnya bagi seluruh warganya. Warga negara yang berpendidikan dan mempunyai kesadaran politik tinggi sungguh dibutuhkan oleh negara demokrasi. Hal ini bertolak belakang dengan negara sewenang-wenang atau model diktator yang takut dan merasa terancam oleh warganya yang berpendidikan. Sosialisasi nilai-nilai demokrasi melalui pendidikan demokrasi ialah bagian dari sosialisasi politik negara terhadap warganya. Namun demikian, pendidikan demokrasi tidaklah identik dengan sosialisasi politik itu sendiri. Sosialisasi politik mencakup pemahaman yang luas sedangkan pendidikan demokrasi perihal cakupan yang lebih sempit. Sesuai dengan makna pendidikan selaku proses yang sadar dan renencana,sosialisasi nilai-nilai demokrasi dijalankan secara terjadwal, terprogram, terorganisasi secara baik terutama lewat pendidikan formal
Pendidikan formal dalam hal ini sekolah, berperan penting dalam melakukan pendidikan demokrasi terhadap generasi muda. Sistem persekolahan memiliki peran penting utamanya untuk kelancaran metode politik demokrasi lewat penanaman pengetahuan, kesadaran dan nilai-nilai demokrasi.
G.    Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Sejarah pelaksanaan demokrasi di Indonesia cukup mempesona. Dalam upayamencari bentuk demokrasi yang paling tepat dipraktekkan di negara RI, ada semacamtrial and error, coba dan gagal. Namun jika direnungkan secara berakal, ternyatauntuk menuju ke metode demokrasi yang ideal perlu waktu yang cukup panjang.
Sebagai perbandingan dapat dilihat sejarah perkembangan konsep demokrasi di Amerika Serikat, yaitu suatu negara yang dianggap selaku negara demokrasi yang ideal sekali, di negar tersebut sebenarnya masih banyak kelemahan. Untuk menyusun konstitusi, amerika memerlukan waktu selama 11 tahun, untuk meniadakan perbudakan membutuhkan waktu 86 tahun, untuk memberi hak pilih kaum wanita memerlukan 114 tahun, dan untuk menyusun draf konstitusi yang melindungi seluruh warga negara memerlukan waktu selama 188 tahun.
Oleh karena itu, bangsa Indonesia mencari bentuk demokrasi yang sempurna sejak tahun 1945 sampai sekarang masih terantuk-antuk. Hal ini bukan karena ketidakseriusannya tetapi sebab membutuhkan waktu panjang. Membicarakan demokrasi Indonesia, bagaimanapun juga tidak terlepas dari periodesasi sejarah politik di Indonesia, yaitu apa yang disebut sebagai era pemerintahan massa revolusi kemerdekaan, pemerintahan demokrasi liberal, pemerintahan demokrasi terpimpin, dan pemerintahan demokrasi pancasila :
1.      Masa demokrasi Liberal 1950 – 1959
Demokrasi liberal yakni paham demokrasi yang menekankan pada kebebasan individu, persamaan aturan, dan hak asasi bagi warga negaranya. Demokrasi liberal atau sering disebut demokrasi parlementer, alasannya adalah lembaga yang memegang  kekuasaan menentukan terbentuknya dewan (kabinet) berada di tangan parlemen atau DPR. Masa demokrasi liberal yang parlementer, presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala direktur. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sungguh tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.
a.       Landasan demokrasi liberal yakni
1)   Maklumat Pemerintah Tanggal 3 November 1945.
2)   Konstitusi RIS 1949 (Pasak 116 Ayat 2), Dan
3)   Konstitusi UUD Sementara Tahun 1950 (Pasal 83 Ayat 2).
b.      Ciri-ciri demokrasi liberal yakni
1)     Adanya kelompok dominan/minoritas, dan
2)     Penggunaan metode voting,oposisi, mosi dan demonstrasi, serta multipartai.
Namun demikian praktik demokrasi pada abad ini dinilai gagal disebabkan :
a.    Dominannya partai politik.
b.    Landasan sosial ekonomi yang masih lemah.
c.    Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengubah UUDS 1950
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
a.    Bubarkan konstituante
b.    Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku Undang-Undang Dasar S 1950
c.    Pembentukan MPRS dan DPAS.
2.      Pelaksanaan demokrasi Terpimpin 1959 – 1966
Dekrit Presiden 5 juli 1959 merupakan tonggak terakhir kurun berlakunya demokrasi parlementer di Indonesia sekaligus awal berlakunya demokrasi terpimpin. Demokrsai terpimpin adalah paham demokrasi yang berintikan musyawarah mufakat secara gotong-royong antar semua kekuatan nasional progresif devolusioner berporoskan Nasakom (Nasional, Agama, Komunis).
Demokrasi terpimpin juga disebut demokrasi yang tidak mengamati hak-hak asasi warga negaranya, dan tidak pula mengenal forum kekuasaan dalam tata pemerintahannya. Demokrasi terpimpin berjalan mulai Juli 1959-april 1965.
Ciri khas Demokrasi Terpimpin adalah:
a.     Dominasi dari presiden,
b.    Terbatasnya peranan partai politi,
c.     Berkembagnya efek komunis, dan
d.    Meluasnya peranan ABRI (Tentara Nasional Indonesia) selaku komponen sosial politik.
e.     Adanya rasa bersama-sama,
f.  Tidak mencari kemenangan atas kelompok lain,
g.    Selalu mencari sintesa untuk melakukan amanat penderitaan rakyat.
h.    Melarang propaganda anti nasakom, dan menghendeaki konsultasi sesama aliran progresif revolusioner.
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat budi dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara bahu-membahu diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:[15]
a.    Dominasi Presiden
b.   Terbatasnya peran partai politik
c.    Berkembangnya dampak PKI
Penyimpangan kala demokrasi terpimpin antara lain:
a.    Mengaburnya metode kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan.
b.   Peranan Parlemen lembah bahkan hasilnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR.
c.              Jaminan HAM lemah.
d.             Terjadi sentralisasi kekuasaan.
e.              Terbatasnya peranan pers.
f.               Kebijakan politik mancanegara telah memihak ke RRC (Blok Timur)
g.              Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.
3.      Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966 – 1998
Pelaksanaan demokrasi orde gres ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde gres memberi keinginan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang lewat Pelita I, II, III, IV, V dan pada periode orde baru berhasil mengadakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada era orde baru ini dianggap gagal sebab:
a.     Rotasi kekuasaan administrator hampir dikatakan tidak ada
b.    Rekrutmen politik yang tertutup
c.     Pemilu yang jauh dari semangat demokratisPengakuan HAM yang terbatas
d.    Tumbuhnya KKN yang merajalela Sebab jatuhnya Orde Baru
e.     Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
f.     Terjadinya krisis politik
g.    Tentara Nasional Indonesia juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
h.    Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden
4.      Pelaksanaan demokrasi pada masa Reformasi 1998 s/d sekarang.
Berakhirnya era orde gres ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.Demokrasi yang dikembangkan pada kala reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan memajukan tugas lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata korelasi yang jelas antara forum-forum administrator, legislatif dan yudikatif.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya dewan perwakilan rakyat – MPR hasil Pemilu 1999 yang sudah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-forum tinggi lainnya. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
a.              Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 ihwal pokok-pokok reformasi.
b.              Ketetapan No. VII/MPR/1998 ihwal pencabutan tap MPR ihwal Referandum.
c.              Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 ihwal penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN.
d.             Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 ihwal pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wapres RI.
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yakni “demos” yang memiliki arti rakyat atau penduduk suatu  daerah, dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Kaprikornus secara bahasa  demos – cratein  atau  demoscratos  (demokrasi) yaitu keadaan negara di mana dalam metode pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bareng rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Saat ini, terdapat beberapa model demokrasi. Ada lima corak atau versi demokrasi ialah; demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi sosial, demokrasi partisipasi dan demokrasi konstitusional.
Pendidikan demokrasi pada hakikatnya ialah sosialisasi nilai-nilai demokrasi biar mampu diterima dan dijalankan oleh warga negara.  
Perkembangan demokrasi Indonesia tidak terlepas dari pengaruh sejarah tata cara kepemerintahan yang dikerjakan di Indonsesia yang dilakukan semenjak permulaan kemerdekaan hingga bergulirnya reformasi sampai saat ini. Pada permulaan kemerdekaan (1950 – 1959) Indonesia melakukan demokrasi Liberal, dilanjutkan dengan demokrasi terpimpin (1959 – 1966). Pada masa pemerintahan orde baru (1956-1998) Indonesia bertekad melakukan demokrasi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, tetapi pada kenyataannya hal itu tidak sesuai cita-cita alasannya adalah pemerintah cendrung bertindak otoriter, kemudian dilanjutkan kurun reformasi (1998-sekarang) dimana pada masa reformasi, demokrasi pada dasarnya demokrasi yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
B.     Saran
Apa yang menjadi kekurangan dan sejarah kelam bagi pelaksanaan demokrasi Indonesia dimasa lalu hendaknya menjadi pembelajaran dan tidak diulang kembali. Kedua, hendaknya penduduk tidak terlampau pribadi atau ekstrim dalam menatap perbedaan doktrin, agama, adat istiadat, perbedaan politik, dan lain sebagainya. Sebab, perbedaan-perbedaan itu yakni bab dari demokrasi. Ketiga, Sebaiknya bagi semua warga negara/penduduk , dalam pelaksanaan demokrasi, sungguh-sungguh menyuarakan isi hatinya jangan hanya alasannya adalah iming-iming kado berupa materi sehingga lupa apa yang semestinya disuarakan. dan Keempat,Bagi para elit politik dan pemerintah, kiranya kehidupan rakyat lebih diperhatikan, jangan justru berhubungan untuk membodohi dan menipu rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syafii Maarif. 1985. Islam Dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang Percaturan
Kapita Selekta Pendidikan Kewarganegaraan Depdiknas dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan  Negara. http://rowland_pasaribu.staff. gunadarma.ac.id.
Mahfud dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara.    http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id.
Mohtar Maso’ed.1999. Negara, Kapital, dan Demokrasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara.http://rowland_pasaribu.staff. gunadarma.ac.id
Udin S. Winataputra dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan    Negara.http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id.
Zamroni dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara.    http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id.