Secara terminologi dalil itu sesuatu yang dijadikan dasar dengan daypikir yang benar terhadap aturan syari’at yang mudah dengan jalam qath’i (pasti) atau zhanniy (relatif).
Dalil hukum Islam secara biasa dibagi dua, yaitu dalil naqli dan dalil aqli. Dalil naqli berasal dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, sedang dalil aqli dalil yang bersumber pada kesanggupan budi (ra’yu), adalah dengan cara ijtihad.
Pada perkembangannya sumber hukum Islam itu menjadi tiga macam, yakni: al-qur’an, al-Hadits dan Ra’yu. Dan penentuan ketiga macam sumber dalil hukum Islam itu mirip tertera pada ayat Allah dalam surat An-Nisa ayat 59:
يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاأَطِيْعُوْااللّٰهَ وَأَطِيْعُوْاالرَّسُوْلَ وَأوْلِى اْلأَمْرِمِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِى شَيْىِٔ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْ مِ الآخِرِذَلِكَ خَيْرٌوَأَحْسَنُ تَأْوِيْلاً
Artinya: Hai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan ulil amri di antara kau. Jika kamu berlainan usulan ihwal sesuatu, maka kembalikan ia terhadap Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Al-Hadits), jikalau kau sungguh-sungguh beriman terhadap Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik kesudahannya.