Lenyapnya Daulah Fathimiyah dan Dendam Syiah Terhadap Sholahuddin Al-Ayubi

Shalahuddin al-Ayyubi ialah sosok yg tentu tak bisa dilupakan oleh para pengikut agama Syiah. Sebab, Sholahuddin al-Ayyubi merupakan sosok yg telah melenyapkan kerajaan Syiah( Daulah Fathimiyah) di Tanah Kinanah, Mesir, & kembali memberi ruang bagi Ahlussunnah wal Jamaah. Oleh alasannya adalah itu para pengikut agama syi’ah beberapa kali berusaha untuk membunuh Sholahuddin, mereka ambisius mendirikan Daulah Fathimiyah yg anyar. Dalam segala bentuk konspirasinya, para penganut agama Syiah meminta pinjaman pada orang-orang asing. Lalu mengantarkan surat pada mereka.

Dalam as-Suluk, Al-Maqrizi berkata, “Pada tahun 559 H, sekelompok penduduk Mesir berkumpul untuk mengangkat salah seorang anak al-Adhid (khalifah terakhir Fathimiyah) & membunuh Shalahuddin al-Ayyubi, & mengantarkan surat pada orang-orang asing guna memohon tunjangan. Di antara mereka yakni; al-Qadhi al-Mufaddhal Dhiya’uddin Nasrullah bin Abdullah bin Kamil al-Qadhi, Syarif al-Julais, Najah al-Hamami, al-Faqih Imarah bin Ali al-Yamani, Abdusshamad al-Katib, al-Qadhi al-A’az Salamah al-Uwairis seorang ketua pelaksana Dewan Konsiderasi & Kehakiman, pendakwah populer Abdul Jabir bin Islamil bin Abdul Qowi, & Wa’iz Zainuddin bin Naja. Wa’iz memberi laporan mereka pada Shalahuddin selaku sultan & meminta padanya untuk memberikan semua yg ada pada Ibnu Kamil ad-Da’i berupa jabatan & semua akomodasi. Permintaannya itu dikabulkan, kemudian orang-orang tersebut dikepung & semuanya dieksekusi gantung. Shalahuddin pun mengawasi setiap orang yg mempunyai cita-cita besar lengan berkuasa untuk membangun kembali Kerajaan Syiah.

Shalahuddin lalu menghukum mati & memenjarakan banyak orang syiah. Ia pula menangkap seorang laki-laki beranama Qadid pada hari ke-15 Ramadhan. Qadid tak lain yaitu seorang propagandis Kerajaan Syiah di Iskandariyah.” (as-Suluk li Ma’rifati Duwal al-Muluk, 1: 53-54).

  Panggilan “Anjing” Setelah Adzan

Meskipun para penghianat macam penganut syiah yg sudah menciptakan konspirasi sudah dieksekusi mati, tetapi ternyata orang-orang ajaib (suruhan syiah) tetap berdatangan.

Al-Maqrizi pernah mengatakan, “Pada Dzulhijjah di tahun yg sama, armada Imarah al-Yamani (tentara aneh)  tiba-tiba berlabuh di Shaqaliah lewat pelabuhan Iskandariyah. Orang yg sudah merencanakan armada ini yaitu Ghalyalam bin Rajar, pemilik kuasa Shaqaliyah yg berkuasa pada tahun 560 H.  Saat armada berlabuh di dermaga, mereka menurunkan 1500 kavaleri dr beberapa kapal perang mereka. Jumlahnya kurang lebih 30.000 tentara, diantaranya pasukan berkuda & pejalan kaki. Jumlah kapal yg memuat peralatan perang & blokade sebanyak enam kapal, & yg memuat logistik & para personil sebanyak empat puluh kapal perang, jumlahnya kurang lebih 50.000 pejalan kaki.

Mereka pun melabuhkan diri tak jauh dr mercusuar & menyerang kaum muslim hingga mendesak ke as-Sur. Jumlah kaum muslim tatkala itu yg terbunuh sungguh banyak. Kapal perang ajaib bergerak perlahan demi perlahan ke pelabuhan, di sana terdapat pula kapal kaum muslim, lalu mereka menenggelamkannya. Mereka berhasil menguasai pantai & membuat perkemahan di sana. Jumlah perkemahan mereka mencapai 300 buah, mereka bergerak terus untuk mengepung seluruh penjuru negeri, & memasang tiga buah manjanik untuk menghancurleburkan benteng. Tatkala itu, Shalahuddin tak di kawasan, ia sedang berada di wilayah Faqus & baru menerima isu perihal penyerangan lawan ini sesudah tiga hari.  Sholahuddin pun mulai bergerak & menyiapkan pasukan pula membuka pintu gerbang. Kaum muslim pun melakukan serangan kepada orang-orang aneh & aben perlengkapan perang mereka. Allah membantu kaum muslim dgn mediator bantuan Shalahuddin.

Para gila delegasi syiah pun banyak terbunuh. Kaum muslim pun mengambil perlengkapan perang mereka selaku ghanimah. Sebagian dr para abnormal utusan syiah yg selamat kembali berlayar melarikan diri. Lari dgn kepengecutan yg tersisa. [Paramuda/Wargamasyarakat]

  Inilah Ibadah dan Ketakwaan Abu Bakar yang Jarang Diketahui

Sumber bacaan: Pengkhianatan-Pengkhianatan Syiah oleh Imad Ali Abdu Sami’.