Lebih Kaya Daripada Allah

Kisah Penuh Hikmah : Lebih Kaya Daripada Allah

Siapa yang tak kenal Abu Nawas. Sosok yang satu ini begitu populer, terutama di dunia Arab dan Islam. Tidak hanya pintar, ABu Nawas juga seorang yang berwaasan luas dan sungguh berilmu menciptakan humor. Tutur katanya sering membuat orang tertawa terbahak-bahak. Bahkan, khalifah Harun Ar Rasyid pun sungguh mengagumi dan mencintai tokoh yang satu ini.
Tidak begitu mengherankan jika Abu nawas disukai banyak orang. Abu Nawas sungguh supel dan pandai bergaul. hampir di setiap tempat senantiasa saja ada sahabat Abu Nawas. malah tidak jarang Abu Nawas sering di elu-elukan seperti hero.
Suatu hari, Abu Nawas bergegas pergi ke pasar. ada banyak temannya di sana. Hari itu pasar sangat ramai, dipenuhi para pembeli. Para penjual sibuk menjajakan dagangannya.
“Teman-sobat, aku sungguh membenci yang hak dan sangat mengasihi fitnah,”ujar Abu Nawas.
Orang-orang gundah dengan ucapan Abu Nawas yang tiba-tiba saja berbicara seperti itu.
Belum juga keheranan mereka reda, Abu Nawas telah berkata lagi,”Hari ini saya kaya raya, bahkan lebih kaya ketimbang Allah,”
beberapa penjualdi pasar malah ada yang menerka kalu Abu Nawas sudah aneh. Bayangkan saja, beliau sungguh tidak suka yang hak dan sungguh mengasihi fitnah. Kalau orang normal, niscaya sungguh mengasihi yang hak dan sungguh tidak suka fitnah. Lebih ajaib lagi, Abu Nawas mengaku lebih kaya ketimbang Allah. Padahal, siapa pun juga tahu bahwa ALlah itu Maha Kaya. Tidak ada seorang pun yang lebih kaya dibandingkan dengan ALlah.
“Wah,Abu Nawas sudah tidak waras!” seru seorang pedagang.
“Iya, benar!” lainnya ikut nimbrung.
“Kita bawa saja Abu Nawas kepadda Khalifah Harun Ar Rasyid.”
“Benar, setuju!” lainnya serentak mengiyakan.
Saat itu juga, orang-orang membawa Abu Nawas ke hadapan Khalifah. Di hadapan Khalifah, seorang mengungkapkan perkataan ABu Nawas ketika di pasar.
Khalifah Haraun Ar asyid mendengar pengaduan itu. Walaupun demikian, khalifah tidak pribadi menghukum Abu Nawas. Khalifah sungguh adil, akil dan bijak. Bagaimanapun, ia perlu mendengar gosip dari kedua pihak. Bisa jadi info dari sepihak cuma fitnah belaka.
Kemudian, khalifah Harun Ar Rasyid menyuruh Abu Nawas mendekat,”Kamu bilang kamu sungguh tidak senang yang hak dan sungguh mengasihi fitnah. Benar apa yang dibilang orang-orang ini?”
“Benar paduka, “Jawab ABu Nawas lugas.
“Kamu juga mengatakan bahwa kau lebih kaya ketimbang Allah?”
“Benar Paduka.”
Wajah khalifah Harun Ar Rasyid merah padam. Belaiu sungguh-sungguh murka kepada Abu Nawas. Sosok yang dikaguminya ini ternyata sudah ingkar.
“Ada apa sesungguhnya? Apa yangtelah terjadi denganmu? Apakah kau sungguh-sungguh kafir?”
“Tenang, Paduka! Jika tidak keberatan, silahkan Paduka menyimak baik-baik penjelasan aku ini,” kata Abu Nawas sambil tersenyum.
“Apa lagi yang kamu jelaskan? Semuanya telah terang, tidak perlu klarifikasi lagi.”
“Begini, Paduka. Saya sering mendengar orang menyampaikan bahwa mati itu adalah hak dan neraka itu yaitu hak. Bukankah orang-orang juga tidak menyukai akhir hayat dan neraka? Menurut saya Paduka juga tidak menggemari maut dan neraka,” papar Abu Nawas.
Kini, roman muka Khalifah Harun Ar Rasyid kembali ceria. Kepala ia mengangguk-angguk tanda setuju dengan perkataan Abu Nawas. Ternyata tidak mirip itu yang dibayangkan. ABu Nawas masih alim dan humoris mirip dahulu.
“Terus, katanya kau sangat menyayangi fitnah.”
“Begini, Paduka. Kata ALlah, Harta dan anak-anak itu merupakan fitnah, tidak seorangpun yang tidak senang harta dan anak-anak. Saya dan Paduka sangat mengasihi harta dan anak-anak.”
Lagi-lagi Khalifah mengangguk-angguk tanda setuju. Apa yang dibilang Abu Nawas memang benar.
“Masih ada satu lagi. Bagaimana kamu bisa lancang mengaku bahwa kau lebih kaya dari pada Allah?”
“Saya mempunyai banyak anak, sedangkan Allah tidak. Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakan. Banyak anak itu banyak rezeki.”
Suasana menjadi gaduh, Terdengar bunyi gelak tawa disana-sini. Orang-orang merasa puas dengan penjelasan Abu Nawas. Setelah itu, mereka pun membubarkan diri.
Tidak mirip orang lain pulang dengan tangan hampa, Abu Nawas menerima kado, Karena kecerdasannya itu, khalifah menunjukkan hadiah beberpa barang berharga.
“Sebenarnya, apa yang mendorong kau menyampaikan hal-hal yang membingungkan seperti itu didepan orang banyak?” tanya khalifah masih ingin tau.
“Sederhana saja, Paduka. Saya hanya ingin berjumpa dengan Paduka. Hanya dengan cara seperti ini, aku berkesempatan masuk istana.”
Sumber : Buku “Like Father Like Son” Penulis Mohamad Zaka Al Farisi