Kurikulum dan Materi Pendidikan PAUD Perspektif Islam

Kurikulum & Materi Pendidikan PAUD Perspektif Islam. Ada aneka macam bentuk kurikulum yg dikembangkan oleh para jago dlm pendidikan anak usia dini. Ada yg disebut dgn Kurikulum terpisah-pisah, yakni kurikulum mempunyai mata pelajaran yg tersendiri satu dgn lainnya tak ada kaitannya, karena masing-masing mata pelajaran mempunyai organisasi yg terintegrasikan.

Ada pula Kurikulum saling berkaitan, yakni antara masing-masing mata pelajaran ada keterkaitan, antara dua mata pelajaran masih ada kaitannya. Dengan demikian anak mendapat peluang untuk melihat keterkaitan antara mata pelajaran, sehingga anak masih dapat mencar ilmu mengintegrasikan walaupun cuma antara dua mata pelajaran.

Kemudian ada pula yg dinamai dgn Kurikuluim Terintegrasikan, dlm kurikulum ini anak mendapat pengalaman luas, karena antara satu mata pelajaran dgn mata pelajaran lain saling berhubungan. Dalam kaitannya dgn bahan pendidikan untuk anak usia dini, Ibnu Sina sudah menyebutkan dlm bukunya yg berjudul As-Siyasah, inspirasi-wangsit yg cemerlang dlm mendidik anak.

Dia menasihati supaya dlm mendidik anak dimulai dgn mengajarkannya al Qur’an al-Karim yg merupakan antisipasi fisik & mental untuk belajar. Pada waktu itu pula anak-anak belajar mengenal huruf-karakter hijaiyah, cara membaca, menulis & dasar-dasar agama. Setelah itu mereka belajar meriwayatkan sya’ir yg dimulai dr rojaz kemudian qashidah lantaran meriwayatkan & menghafal rojaz lebih mudah alasannya bait-baitnya lebih pendek & wazn (timbangan)nya lebih ringan.

Sebaiknya dlm hal ini, guru menentukan sya’ir ihwal budpekerti-akhlak yg terpuji, kemuliaan orang-orang yg berilmu & hinanya orang-orang yg ndeso, mendorong untuk berbakti pada orang renta, usulan melaksanakan amar ma’ruf & memuliakan tamu.

Apabila belum dewasa sudah bisa menghafal Al-Qur’an al-Karim & mengetahui qaidah-qaidah bahasa Arab dgn baik, maka untuk mengarahkan ke jenjang selanjutnya adalah dgn melihat kecenderungannya atau apa yg sesuai dgn watak & bakatnya. Di dlm hikmah terakhir tersebut Ibnu Sina menyebutkan pengarahan guru yg diubahsuaikan dgn kecenderungan atau apa yg sesuai dgn bakat anak, merupakan ruh (inti) pendidikan terbaru di jaman kita ini.

Para pakar pendidikan kini mengajak untuk senantiasa memperhatikan kesiapan & kecenderungan anak-anak didik dlm berguru, mereka diarahkan ke dlm persoalan teori maupun praktik yg meliputi problem budbahasa, olah raga, agama, sosial & kesenian sesuai dgn kecenderungan mereka, biar mereka berhasil dlm belajarnya.[7]
Dengan demikian seluruh mata pelajaran merupakan satu kesatuan yg utuh atau bulat. Adapun pokok-pokok pendidikan yg mesti diberikan pada anak, adalah meliputi seluruh anutan Islam yg dengan-cara garis besar mampu dikelompokan menjadi tiga, yakni, aqidah, ibadah & etika serta dilengkapi dgn pendidikan membaca Al Qur’an.

  1. Pendidikan iman, hal ini diberikan lantaran Islam menempatkan pendidikan dogma pada posisi yg paling fundamental, apalagi lagi bagi kehidupan anak, sehingga dasar-dasar kepercayaan harus terus-menerus ditanamkan pada diri anak agar setiap perkembangan & pertumbuhannya senantiasa dilandasi oleh kepercayaan yg benar.
  2. Pendidikan ibadah, hal ini pula penting bagi pertumbuhan & pertumbuhan anak usia dini. Karenanya tata peribadatan menyeluruh sebagaimana termaktub dlm fiqih Islam hendaklah diperkenalkan sedini mungkin & dibiasakan dlm diri anak sejak usia dini. Hal ini dikerjakan semoga kelak mereka tumbuh menjadi insan yg betul-betul takwa, yakni insan yg taat melaksanakan segala perintah agama & taat pula dlm menjauhi segala larangannya.
  3. Pendidikan watak, dlm rangka mendidik budbahasa pada belum dewasa, selain mesti diberikan keteladanan yg tepat, pula mesti ditunjukkan tentang bagaimana menghormati & bertata krama dgn orang bau tanah, guru, kerabat (kakak & adiknya) serta bersopan santun dlm bergaul dgn sesama insan. Alangkah bijaksananya kalau para orangtua atau orang cukup umur lainnya telah memulai & menanamkan pendidikan moral pada anak-anaknya semenjak usia dini, apa lagi bila dilaksanakan dengan-cara terprogram & rutin.[8]

Kurikulum & Materi Pendidikan PAUD Perspektif Islam

Dalam rangka mengoptimalkan perkembangan anak & menyanggupi karakteristik anak yg merupakan individu unik, yg mempunyai pengalaman & pengetahuan yg berlawanan, maka perlu dijalankan perjuangan yaitu dgn menunjukkan rangsangan-rangsangan, dorongan-dorongan, & derma pada anak.

Agar para pendidik dapat melaksanakan dgn optimal maka perlu disiapkan suatu kurikulum yg sistematis. Selain pembentukan sikap & sikap yg baik, anak pula membutuhkan kesanggupan intelektual supaya anak siap menghadapi tuntutan masa sekarang & masa tiba.

Sehubungan dgn itu maka acara pendidikan mampu mencakup bidang pembentukan sikap & pengembangan kemampuan dasar yg keseluruhannya berguna untuk mewujudkan insan sempurna yg bisa berdiri sendiri, bertanggung jawab & mempunyai bekal untuk memasuki pendidikan selanjutnya.

Karenanya kurikulum untuk anak usia dini semestinya memperhatikan beberapa prinsip. Pertama, berpusat pada anak, artinya anak merupakan target dlm kegiatan pembelajaran yg dikerjakan oleh pendidik. Kedua, mendorong perkembangan fisik, daya pikir, daya cipta, sosial emosional, bahasa & komunikasi sebagai dasar pembentukan eksklusif manusia yangh utuh.

Ketiga, mengamati perbedaan anak, baik perbedaan kondisi jasmani, rohani, kecerdasan & tingkat perkembangannya. Pengembangan program harus mengamati kesesuaian dgn tingkat perkembangan anak (Developmentally Appropriate Program).[9]
Acuan sajian pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini telah berbagi acara kegiatan berguru anak usia dini. Program tersebut dikelompokkan dlm enam kalangan usia, yaitu lahir – 1 tahun, 1 – 2 tahun, 2 – 3 tahun, 3 – 4 tahun, 5 – 6 tahun & 5 – 6 tahun. Masing-masing golongan usia dibagi dlm enam faktor kemajuan yakni: perkembangan moral & nilai-nilai agama, kemajuan fisik, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosional, & pertumbuhan seni & kreativitas.[10]
Masing-masing aspek pertumbuhan tersebut dijabarkan dlm kompetensi dasar, hasil mencar ilmu & indikator. Indikator-indikator kesanggupan yg diarahkan pada pencapaian hasil berguru pada masing-masing aspek pengembangan, disusun menurut sembilan kesanggupan belajar anak usia dini.

Kecerdasan linguistik (linguistic intelligence) yg mampu meningkat bila dirancang lewat mengatakan, mendengarkan, membaca, menulis, berdiskusi, & bercerita. Kecerdasan logika-matematika (logico-mathematical intelligence) yg mampu dirangsang lewat kesibukan mengkalkulasikan membedakan bentuk, menganalisis data, & bermain dgn benda-benda.

Kecerdasan visual-spasial (visual-spatial intelligence)  yakni kesanggupan ruang yg dapat dirangsang melalui kegiatan bermain balok-balok & bentuk-bentuk geometri melengkapi puzzle, menggambar, melukis, menonton film maupun bermain dgn daya khayal (imajinasi).

Kecerdasan musikal (musical intelligence) yg mampu dirangsang melalui irama, nada, aneka macam bunyi, & tepuk tangan. Kecerdasan kinestik (kinesthetic intelligence) yg dirangsang melalui kesibukan-kegiatan seperti melakukan gerakan yg terencana, tarian, olahraga, & terutama gerakan tubuh.

Kecerdasan naturalis (naturalist intelligence) yaitu mengasihi keindahan & alam. Kecerdasan ini mampu dirangsang lewat pengamatan lingkungan, bercocok tanam, memelihara hewan, tergolong mengamati fenomena alam seperti hujan, angin, banjir, pelangi, siang malam, panas acuh taacuh, bulan & matahari.

Kecerdasan antarpersonal (interpersonal intelligence) yaitu kemampuan untuk melaksanakan relasi antar insan (berkawan) yg dapat dirangsang melalui bermain bareng sahabat, bekerjasama, bermain peran, & memecahkan problem, serta menyelesaikan konflik.

Kecerdasan interpersonal, yakni kemampuan memahami diri sendiri yg mampu dirangsang lewat pengembangan konsep diri, harga diri, mengenal diri sendiri, percaya diri, tergolong kendali diri & disiplin.

Kecerdasan spiritual (spiritual intelligence) yakni kemampuan mengenal & mencintai ciptaan Tuhan. Kecerdasan ini dapat dirangsang lewat kesibukan-kesibukan yg diarahkan pada penanaman nilai-nilai moral & agama. Kecerdasan-kecerdasan tersebut merupakan dasar bagi perumusan kompetensi, hasil belajar & kurikulum pembelajaran pada anak usia dini.[11]
Sesuai dgn dasar, tujuan & kompetensi pendidikan anak usia dini, maka ada beberapa bahan pokok yg harus diajarkan pada bawah umur di usia dini. Dalam konsep Islam, dengan-cara biasa bahan yg mesti diajarkan pada anak usia dini, sama dgn materi dasar pedoman Islam yg terdiri dr bidang aqidah, ibadah, & adab.

Dalam pembelajaran terhadap anak usia dini, tentu saja uraian materi yg diberikan tidaklah sama dgn yg diberikan pada orang cukup umur, walaupun masih berada dlm lingkup doktrin, ibadah & adab.

Pada bidang aqidah, meskipun anak usia dini belum pantas untuk diajak berpikir perihal hakikat Tuhan, malaikat, nabi (rasul), kitab suci, hari tamat, & qadha & qadar, namun anak usia dini sudah dapat diberi pendidikan permulaan perihal aqidah (rukun Iman).

Pendidikan permulaan tentang aqidah, bisa saja diberikan  bahan yg berbentukmengenal nama-nama Allah & ciptaan-Nya yg ada di sekitar kehidupan anak, nama-nama malaikat, kisah-kisah Nabi & Rasul, & materi dasar lainnya yg berhubungan dgn aqidah (rukun Iman).

Di antara yg dapat dijalankan dlm memberi pendidikan aqidah pada anak ialah dgn cara mengazankan anak yg gres lahir, sebagaimana ditugaskan rasul dlm sabdanya:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ قَالَا أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ
Artinya: Dari Abu Rafi’, ia berkata, “Aku menyaksikan Rasulullah SAW ażan sebagaimana ażan şalat, di pendengaran Husain bin Ali tatkala Fathimah melahirkannya”(R. at-Tirmizi) [12]
Ibnu Qayyim seperti dikutip oleh Al Mun’im Ibrahim, menyebutkan bahwa belakang layar azan yaitu semoga permulaan yg didengar bagi seorang yg gres dilahirkan ialah azan yg mengandung keagungan & keluhuran Tuhan. Sebagaimana kalimat syahadat bagi orang yg baru masuk Islam. Praktik tersebut merupakan pengenalan terhadap syi’ar Islam di dunia ini[13].

Selain itu azan pula dimaksudkan agar bunyi yg pertama-tama didengar oleh bayi adalah kalimat-kalimat yg berisi kebesaran & keagungan Allah serta syahadat yg pertama-tama memasukkannya ke dlm Islam. Azan pula merupakan seruan menuju Allah, menuju agama Islam & menuju peribadahan kepadaNya yg mendahului usul-seruan yang lain.[14]
Tatkala azan berikut kalimat yg dikandungnya, yaitu kalimat takbir & kalimat tauhid, menyentuh pendengaran bayi, maka kalimat azan tersebut ibarat tetesan air jernih yg berkilauan ke dlm telinganya, sesuai dgn fitrah dirinya. Pada waktu itu bayi belum dapat merasakan apa-apa, hanya kesadarannya mampu merekam nada-nada & bunyi-bunyi kalimat azan yg diperdengarkan kepadanya.

Kalimat tersebut mampu menangkal jiwa dr kecenderungan kemusyrikan, serta dapat memelihara dirinya dr kemusyrikan. Demikian pula kalimat azan melatih pendengaran insan balita supaya terbiasa menyimak panggilan nama yg baik beserta pengertian makna & efek yg terkandung di dalamnya.[15]
Dalam anutan Islam, membaca al-Qur´an dinilai pula sebagai ibadah, jadinya dlm sebuah hadisnya Rasulullah bersabda:

حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي عَلْقَمَةُ بْنُ مَرْثَدٍ سَمِعْتُ سَعْدَ بْنَ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
Artinya: Sebaik-baik ananda ialah orang yg mempelajari al-Qur´an & mengajarkannya pada orang lain. (HR. at-Tirmizi)[16]
Setiap orang renta mesti menyadari bahwa mengajarkan al-Qur´an pada anak-anak adalah suatu kewajiban mutlak & harus dilaksanakan sejak dini semoga ruh al-Qur´an dapat membekas dlm jiwa mereka. Sebab bagaimana bawah umur dapat mengerti agamanya bila mereka tak mengerti al-Qur´an.

Selain itu untuk kepentingan bacaan dlm sholat, belum dewasa pun wajib mengenali & mampu membaca surah Al Fatihah & yang lain yg menjadi keperluan selaku bacaan dlm sholat. Dengan adanya tuntutan kewajiban sholat, maka mutlak bagi orang renta wajib memberi pendidikan al-Qur´an pada anak-anaknya.

Islam pula menyuruh untuk memperlihatkan pendidikan membaca Al Qur-an pada anak sejak usia dini, pastinya dlm bentuk pendidikan permulaan. Pada masa kini ini pembelajaran membaca al Qur-an pada anak usai dini mampu diberikan dgn cara pembelajaran  metode Iqra’, & ternyata metode ini banyak menunjukkan hasil positif bagi pertumbuhan & kesanggupan membaca al Qur-an anak usia dini (usia Taman Kanak-kanak). Cara yg dapat ditempuh orang tua dlm memberikan pendidikan al-Qur-an pada anak-anaknya, antara lain yakni:

  1. Mengajarkannya sendiri & ini cara yg terbaik. Karena orang tua sekaligus mampu lebih akrab dgn anak-anaknya & mengetahui sendiri tingkat kemampuan anak-anaknya. Ini berarti orang tualah yg wajib terlebih dulu mampu membaca Al Qur-an & memahami ayat-ayat yg dibacanya.
  2. Menyerahkan pada guru mengaji al-Qur-an atau memasukkan belum dewasa pada sekolah-sekolah yg mengajarkan tulis baca al-Qur-an.
  3. Dengan alat yg lebih terbaru, dapat mengajarkan al-Qur-an lewat video casette, & atau vcd, bila orang renta mampu menyediakan peralatan semacam ini, tetapi camkan bahwa cara yg pertamalah yg terbaik.[17]

Pada usia dini anak pula perlu diberi pengajaran wacana ibadah, seperti tentang bersuci, do’a-do’a, & ayat-ayat pendek, cara mengucap salam, & sedikit tentang tata cara melaksanakan şalat, serta beberapa hal lain yg dikategorikan pada amal & perbuatan baik yg diridhoi Allah.

Dalam hal memberi pendidikan şalat pada anak di usia dini dapat dijalankan orang tua dgn mulai membimbing anak untuk mengerjakan şalat dgn mengajak melaksanakan şalat di sampingnya, dimulai tatkala ia sudah mengetahui asisten & kirinya.[18]
Jangan diamkan anak menonton televisi, sementara azan berkumandang. Jika orang tua menginginkan anak menjalankan şalat, berilah ia teladan. Orang renta perlu menerangkan bahwa şalat merupakan satu wujud rasa syukur, lantaran Allah sudah memberikan nikmat berupa rezki yg halal & kesehatan.[19]
Rahasianya ialah biar anak mampu mempelajari aturan-aturan ibadah şalat semenjak masa pertumbuhannya, sehingga tatkala anak berkembang besar, ia telah terbisa melakukan & terdidik untuk mentaati Allah, melaksanakan hak-hakNya, bersyukur pada Allah, di samping itu anak akan mendapatkan kesucian ruh, kesehatan jasmani, kebaikan watak, perkataan & perbuatan di dlm ibadah şalat yg dilaksanakannya.[20]
Dalam mengajari şalat, dapat dibaca pada firman Allah berikut ini:
Artinya: “Dan perintahkanlah pada keluargamu mendirikan shalat & bersabarlah ananda dlm mengerjakannya. Kami tak meminta rezki kepadamu, Kamilah yg memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang bagus) itu yakni bagi orang yg bertakwa.” (Thaha: 132)

Ayat ini mengandung arti, selamatkanlah mereka dr azab Allah dgn melaksanakan şalat dengan-cara berkala & bersabarlah ananda dlm mengerjakannya.[21]
Dan kesudahannya akil balig cukup akal ini yakni menjadi keharusan bagi setiap orang tua memberi pendidikan şalat pada anak-anak sejak usia dini. Meskipun dlm hadis Rasul disebutkan mengajari anak şalat sesudah usia 7 (tujuh), bukan memiliki arti pada usia sebelumnya anak tak diajari şalat sama sekali. Pada usia ini setidaknya anak dikenalkan dgn şalat contohnya   kedua orang tua bisa mulai membimbing anak melakukan şalat dgn cara mengajak anak untuk melaksanakan şalat di samping mereka.

Dalam mengajarkan şalat pada anak-anak hendaklah diberikan dengan-cara bertahap, yakni bagi belum dewasa umur 7 (tujuh) tahun pertama yg diajarkan yaitu wacana rukun-rukun şalat, kewajiban-kewajiban dlm melaksanakan şalat serta hal-hal yg bisa membatalkan şalat [22], sesudah itu diajarkan pula gerak-geriknya terlebih dahulu, kemudian bacaannya dengan-cara bertahap, bacaan yg paling gampang dibaca & dihapal belum dewasa, itulah yg diajarkan terlebih dahulu, baru dilanjutkan dgn bacaan-bacaan lainnya.[23]
Jangan diamkan anak menonton televisi, sementara azan berkumandang. Jika orang tua mengharapkan anak melakukan şalat, berilah ia teladan. Orang renta perlu menjelaskan bahwa şalat merupakan satu wujud rasa syukur, lantaran Allah sudah memberikan lezat berbentukrezki yg halal & kesehatan.[24]
Rahasianya yaitu supaya anak dapat mempelajari aturan-aturan ibadah şalat semenjak masa pertumbuhannya, sehingga tatkala anak tumbuh besar, ia sudah terbiasa melaksanakan & terdidik untuk mentaati Allah, melaksanakan hak-hakNya, bersyukur pada Allah, di samping itu anak akan menerima kesucian ruh, kesehatan jasmani, kebaikan watak, perkataan & tindakan di dlm ibadah şalat yg dilaksanakannya.[25]
Pendidikan susila pula merupakan materi penting untuk diberikan pada anak usia dini, hal ini senada dgn sabda Rasululah Saw:
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا عَامِرُ بْنُ أَبِي عَامِرٍ الْخَزَّازُ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ بْنُ مُوسَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدًا مِنْ نَحْلٍ أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ
Artinya: “Tidaklah ada pemberian yg lebih baik dr seorang ayah pada anaknya dibandingkan dengan budpekerti yg baik” (R. Tirmizi)[26]
Dalam hadis lain Rasul bersabda:
حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بْنُ الْوَلِيدِ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَيَّاشٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُمَارَةَ أَخْبَرَنِي الْحَارِثُ بْنُ النُّعْمَانِ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَكْرِمُوا أَوْلَادَكُمْ وَأَحْسِنُوا أَدَبَهُمْ
Artinya: “Muliakanlah anak-anakmu & ajarkanlah mereka budi pekerti yg baik” (R. Ibnu Majah).[27]
Di antara pendidikan budbahasa yg perlu diberikan pada anak usia dini, antara lain yaitu sopan santun terhadap orang renta, keluarga, sahabat, guru, lingkungan & penduduk dengan-cara biasa .  Pendidikan wacana cinta pada keluarga, sangat penting diberikan pada anak usia dini, supaya anak semenjak dini mengerti hak & kewajibannya dlm kehidupan berkeluarga.

Termasuk dlm bahan ini, ialah pengajaran ihwal hormat & taat pada orang tua, jasa & kasih sayang orang renta pada anak, serta hal-hal lain yg berhubungan dgn tata krama dlm kehidupan keluarga. Berkenaan dgn kasih sayang terhadap keluarga pernah dicontohkan oleh Rasulullah dlm mencintai anak-anak seperti yg disebutkan dlm hadis berikut:
مارأيت أحداكان أرحم بالعيال من رسول الله صلى الله عليه وسلم
Artinya: Belum pernah saya menyaksikan orang yg lebih mengasihi keluarganya dibandingkan Rasulullah SAW.(R. Muslim)[28]
Selain itu pula perlu diberikan akhlak atau budbahasa tatkala membaca Al Qur-an, budbahasa tatkala menyantap masakan & minuman, budpekerti keluar masuk kamar mandi, & lain-yang lain yg berkaitan dgn pencipataan akhlakul karimah pada anak usia dini. Rasul pula memberikan pedoman wacana pendidikan makan & minum terhadap bawah umur orang Islam, hal ini mampu dibaca pada hadis berikut ini:
حدثنا محمد بن سليما ن بن بلال عن أبي وجزة عن عمر بن أبي سلمة قال قال النبي صلى الله عليه وسلم اد ن بني فسم الله و كل يمينك و كل مما يليك[29] (رواه أبوداود)
Artinya: Hadis Muhammad ibn Sulaiman Luain dr Sulaiman ibn Bilal dr Abi Wajzah dr Umar ibn Abi Salamah, Rasul saw bersabda: “Mendekatlah padaku hai anakku, bacalah bismillah, makanlah dgn tangan kananmu & makanlah yg dekat denganmu”.

Selain materi-materi tersebut di atas, anak pada usia dini pula masih perlu diberikan materi pendidikan tentang kesehatan & kebersihan badan, gerak badan (olah raga), belajar bermain dgn sahabat sebaya, berguru membaca & menulis latin, mencar ilmu menghitung, menggambar, melipat, & hal-hal lain yg bermanfaat bagi perkembangan & pertumbuhan psiko motorik anak.

Referensi :
[7] M. Athiyah Al Abrasy, at-Tarbiyah al-Islāmiyah wa Falasatuhā, (TTp: ’Isa al-Bābi al-Jalabī wa syirkāhu,1969), h.  163.
[8] Mansur, Pendidikan Anak…, h.117.
[9] M. Nipan Abdul Halim, Anak Saleh Dambaan Keluarga, (Jakarta: Mitra Pustaka, 2001), h. 25
[10]Depdiknas, Acuan Menu Pembelajaran pada Pendidikan Usia Dini (Pembelajaran Generik), (Jakarta: Depdiknas,2002), h. 21.
[11]Boediono, Acuan …, h. 8-10.
[12]Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa bin Saurah  at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 3, (Semarang: Toha Putra,tt,). h  36.
[13] Abu A’isy Abd Al Mun’im Ibrahim, Tarbiyah Al-Banati fi Al- Islam, terjemahan Herwibowo, Pendidikan Islam bagi Remaja Putri, (Jakarta: Najla Press,2007), h. 96.
[14] Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi, h. 75.
[15]Ali Quthb, Auladuna fi Dlau-it Tarbiyyat al- Islamiyyah, terjemahan Sang Anak dlm Naungan Pendidikan Islam, (Bandung: Diponegoro, 1988), h. 48.
[16]at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 4,  h.246.
[17] M. Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak, (Yogyakarta: Pustaka Al Kautsar, 1992), h. 106-107.
[18] Muhammad Suwaid, Manhaj at-Tarbiyyah an-Nabawiyyah lit-Tifl, terjemahan Salafuddin Abu Sayyid, Mendidik Anak Bersama Nabi, (Solo: Pustaka Arafah,2003), h. 175.
[19] Ummi Aghla, Mengakrabkan Anak pada Ibadah, (Jakarta: Almahira, 2004), h. 96.
[20]Abdullah Nashih Ulwan,Tarbiyatu ‘l-Aulad fi-‘l-Islam, terjemahan Saifullah Kamalie, Pedoman Pendidikan Anak dlm Islam, (Semarang: Asy Syfa’,1981). h. 153.
[21] Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir, juz 16,  (Bandung: Sinar Baru Algesindo,2003). h.456.
[22]Muhammad Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi, terjemahan Salafuddin Abu Sayyid, (Solo: Pustaka Arafah, 2004), h. 175.
[23] M. Thalib, 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak, (Ttp: Pustaka Al Kautsar, 1992), h. 91.
[24] Ummi Aghla, Mengakrabkan Anak pada Ibadah, (Jakarta: Almahira,2004), h. 96.
[25]Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al-Aulad fi-all-Islam, terjemahan Saifullah Kamalie, Pedoman Pendidikan Anak dlm Islam, (Semarang: Asy Syfa’,1981). h. 153.
[26] Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah  at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 3, (Semarang: Toha Putra,tt,). h  Sunan At-Tirmizi, hadis nomor 1875.
[27] Abi ‘Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Quzwaini, Sunan Ibnu Mājah, juz 1, (Bairut: Dār al-Fikr,tt), h. 597.
[28]  Muslim, Şahih Muslim, juz 2, h. 409.
[29] Abu Daud Sulaiman ibn al-Asy’ats al-Sijistani, Sunan Abu Daud, Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, cet. 1, 1401 H), juz 10, h. 179. lihat pula dlm Imam al-Hafidz Abi ‘Abbas Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah  at-Tirmiżi, Sunan at-Tirmiżi al-Jami’us Şahih, juz 3, (Semarang: Toha Putra,tt,). h   189.

  Jenis-Jenis Layanan PAUD – Kelembagaan PAUD Indonesia