Kunci Jawaban Tema 9 Kelas 6 Halaman 172 174 175 178 179 182 183, Subtema 3 Pembelajaran 4

“Dindin, ayo kita berangkat sekarang!” panggil Ayah dr depan.

“Aku mencari buku catatanku dahulu, Ayah! Aku lupa meletakkannya. Ayah berangkat saja dulu. Dindin jalan kaki saja,” jawab Dindin dr dlm kamarnya.

Begitu melihat Ayahnya berangkat, Dindin bergegas keluar kamar & pribadi berangkat ke sekolah dgn berlangsung kaki. Sebenarnya Dindin bahagia berangkat bareng ayahnya ke sekolah.

Hanya saja ada yg menjadikannya bingung. Beberapa sobat sekelasnya mulai mengolok-olok sepeda milik ayahnya. Menurut mereka, sepeda Ayah sudah antik & ketinggalan zaman.

Ayah memang pernah bercerita bahwa sepeda Ayah memang sepeda yg dibentuk pada zaman Belanda dulu. Sudah sangat tua. Orang-orang menyebutnya sepeda ontel. Sepeda ini terbuat dr rangka besi yg kuat & tinggi.

Ayah sangat sayang dgn sepeda itu, bahkan sungguh bangga. Setiap hari sepeda itu dirawat & diperiksa dgn teliti. Ayah bahkan memberinya nama sendiri: Srikandi.

Siang itu, Dindin pulang sekolah dgn berlangsung kaki menyusuri jalan yg sepi. Panasnya matahari membuat Dindin merasa capek. Ia lupa membawa botol air minumnya. Dindin merasa kehausan, & tiba-tiba kepalanya pening, matanya berkunang-kunang, keringatnya bercucuran. Dindin merasa hendak pingsan.

Tiba-tiba terdengar bunyi bel sepeda dr belakang. Kriiing kreeng-kriiing kreeng! Itu bunyi sepeda ayahnya

“Din, ayo cepat naik. Kamu pucat sekali! Kamu niscaya kehilangan cairan tubuh,” perintah Ayah. Walaupun Dindin merasa segan naik sepeda ayahnya, tetapi ia merasa tidak punya banyak opsi. Dindin berdasarkan. Ia pulang dibonceng ayahnya.

“Ini sepeda peninggalan kakekmu, Din,” kata Ayah tatkala Dindin meminta klarifikasi kenapa ayahnya sayang sekali dgn sepeda ontel bau tanah itu. Dindin sudah terlihat lebih segar sesudah minum cukup air, & merebahkan dirinya di kursi ruang tengah. Dindin memang tak tabah ingin mengajukan pertanyaan soal itu.

  Soal PTS Kelas 6 tema 1 Semester 1 Kurikulum 2023 dan Kunci Jawaban

“Kakek pula sungguh sayang dgn sepeda ini, Din. Dan waktu itu Ayah memang berjanji akan merawat sepeda peninggalan ini dgn baik, jikalau Kakek meninggal, ”jelas Ayah.

“Ayah tahu ananda malu dibonceng Ayah dgn sepeda itu, kan? Kamu harus tahu, sepeda itu kini harganya sangat tidak murah, Din. Para pencinta sepeda antik menghargainya dgn harga yg tinggi. Tetapi Ayah tak akan membiarkan sepeda itu dijual. Makara, Ayah pula berharap, suatu ketika nanti Dindin yg akan merawat sepeda itu,“ jelas Ayah panjang lebar.

Dindin tertunduk. Sepeda itu ternyata sungguh berharga bagi ayahnya. Dan hari ini sepeda itu menolong Dindin segera mendapatkan pertolongan. Ah, gue harus minta maaf pada ayahnya.