Modalnya tatkala itu sumbangan dr Pemda DKI sebesar satu juta rupiah. Bersama istrinya, Sidik kemudian mengawali usaha membuat kerupuk dr singkong.
“Dulu belum ada merek, plastik pembungkusnya masih polos.” katanya. Pada awal bikinan ia memproduksi sekitar 100 bungkus kerupuk berukuran 2 ons dr bahan baku singkong sebanyak 10 kilogram.
“Namanya pula pertama, kerupuk barang jualan saya baru habis sesudah sebulan lebih,” katanya mengenang.
Namun kini, dr cuma mengolah 10 kilogram singkong, Sidik mengolah sedikitnya 50 hingga 100 kilogram singkong setiap bulannya.
Dia pula sudah mempunyai merek lengkap dgn cap di pembungkus produknya.
“Saya beri nama merek Cap Gurame, ini sama sekali tak ada hubungannya dgn ikan gurame, tetapi gurame yakni akronim dr Gurih, Renyah, Enak,” katanya tersenyum. “Kalau nanti ada duit lebih, merek ini saya mau patenkan.” tambahnya.
Beruntung, ada seorang pengusaha lokal yg menyaksikan kegigihan Sidik & akibatnya menyumbangkan sebuah sepeda motor untuk operasional usaha.
“Namanya pula tak memiliki kaki, saya sempat gundah juga, bagaimana mengendarainya?” Tetapi Sidik tak kehilangan nalar, ia merancang motornya semoga tuas perseneling dapat dioperasikan dgn tangan. Dengan derma tukang las, jadilah sebuah motor dgn tongkat besi tambahan yg ditempel di perseneling & injakan rem. Tidak lupa ia pula menempelkan gerobak di sampingnya untuk memuat muatan.
“Motor itu benar-benar menolong mobilitas & produktivitas usaha saya.” ujar Sidik.
Saat ini Sidik terus mengembangkan pemasaran produknya. Setiap hari ia masih berkeliling ke koperasi-koperasi atau warung di seluruh pelosok Ibukota. Bahkan ketika Kabari mewancarainya, dua kali telepon selularnya berbunyi dr orang yg meminta semoga pasokan kerupuk “Cap Gurame” segera dikirim.
Kini, dr hasil bisnisnya, Sidik mengantungi keuntungan berkisar 1 sampai 2 juta rupiah perbulan. Meski jumlahnya kecil, apa yg diperbuat Sidik termasuk luar biasa. Dengan keadaan yg terbatas, ia menjadi enterpreuner sejati. Meminjam rumusnya Pak Ciputra, pengusaha & dosen mata kuliah enterpreunership, bahwa Indonesia memerlukan sedikitnya 20 persen penduduknya menjadi enterpreuner, barulah menjadi negara makmur, maka Sidik sudah memulainya bertahun-tahun kemudian. Jelaslah, Indonesia memerlukan orang-orang gigih mirip Sidik.
Cerita yg ananda baca inspiratif, bukan? Orang yg berkebutuhan khusus pun mampu beraktivitas layaknya orang wajar . Bagaimana dgn kamu?
Berdasarkan bacaan di atas, dapatkan pandangan baru pokok masing-masing paragrafnya.