|
Leunca si obat besar lengan berkuasa murah semarak |
Seperti disebutkan buku Lalab dalam Budaya dan Kehidupan Masyarakat Sunda yang juga ditulis Unus Suriawiria, dua orang berkebangsaan Belanda, adalah Dr JJ Ochse dan Dr RC Backhuizen van den Brink, mendokumentasikan jenis lalap. Dokumentasi itu berjudul Indische Groenten (Sayur-sayuran Hindia), terbitan Archipel Drukkerij di Bogor (1931).
Buku itu diterjemahkan dalam bahasa Sunda dengan judul Lalab-lalaban oleh Isis Prawiranagara. Pada pengantarnya, disebutkan lalap tak hanya berwujud daun seperti daun singkong, pepaya, selada, dan puluhan jenis daun yang lain. Lalap bisa berupa umbi (kunyit, kencur), buah muda (pepaya, mentimun, leunca), bunga (kenikir, honje/combrang), bahkan biji-bijian (biji nangka, dan petai).
Kuliner Sunda memang identik dengan lalab. Di makalah yang dibahas dalam program Konferensi Internasional Budaya Sunda I pada Agustus 2001, di Bandung, jago mikrobiologi Institut Teknologi Bandung, Unus Suriawiria (1936-2007), menjelaskan, dari 80 jenis masakan Sunda, lebih dari 65 persen di antaranya dari berkembang-tumbuhan. Sisanya terbuat dari ikan dan daging.
Cara mengonsumsinya, disantap mentah atau direbus/dikukus. Namun, ada yang diolah dengan bumbu. Rebusan kangkung, kol, labu, pare, nangka sayur contohnya, mampu jadi lotek sehabis diaduk dengan bumbu kacang yang yang dibuat dari kacang tanah, terasi, gula merah, bawang putih, dan cabe rawit. Leunca dan kacang panjang jadi bahan utama karedok sehabis diaduk bumbu garam, terasi, gula, kencur, bawang putih, ditambah kemangi. Leunca juga bisa diolah jadi ulukutek dengan tambahan oncom.
Ada pula reuceuh, berupa cuilan mentimun yang dicampur dengan bumbu garam, terasi, cabai, kencur, bawang putih, gula merah. Selain bumbu lotek, karedok, atau reuceuh, ada pasangan yang sesungguhnya paling pas untuk menikmati lalap. Apalagi jika bukan sambal.
Beda lalap kadang-kadang berlawanan pula jenis sambal yang tepat sebagai pasangannya. Menurut Unus, dalam Lalab dalam Budaya dan Kehidupan Masyarakat Sunda, hobi orang Sunda makan lalap balasan budaya dan kehidupan masyarakatnya yang menyatu dengan alam.
Ini akhirnya membuat orang Sunda punya pengetahuan tentang tumbuhan mana yang mampu di makan dan mana yang tidak. (Aryo Wisanggeni Genthong, Mawar Kusuma, dan Yulia Sapthiani.) Sumber: koran kompas.