2.1 DEFINISI KRIMINOLOGI
Secara etimologis, kriminologi (criminology) berasal dari kata crimen dan logos artinya sebagai ilmu pengetahuan tentang kejahatan. Istilah kriminologi pertama kali dipakai oleh P. Topinard (1830-1911) seorang antropologi Prancis pada tahun 1879. Berdasarkan ensiklopedia, kriminologi digambarkan sebagai ilmu yang sesuai dengan namanya, yakni ilmu wawasan yang mempelajari kejahatan.
PENGERTIAN MENURUT PARA AHLI TENTANG KRIMINOLOGI DIANTARANYA :
Menurut Bonger, kriminologi yakni ilmu wawasan yang bertujuan mengusut tanda-tanda kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoritis atau murni). Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan padanya di samping itu disusun kriminologi simpel. Kriminologi teoritis adalah ilmu pengetahuan yang menurut pengalaman yang seperti ilmu wawasan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-tanda-tanda dan berupaya memeriksa karena-alasannya adalah dari gejala tersebut (etiologi) dengan cara-cara yang ada padanya. Contohnya : Patologi sosial (penyakit penduduk ) mirip kemiskinan, anak jadah, pelacuran, gelandangan, perjudian, alkoholisme, narkotika dan bunuh diri.
Bonger membagi kriminologi menjadi kriminologi murni dan terapan.
– Kriminologi murni;
1. Antropologi kriminal;
2. Sosiologi kriminal;
3. Psikologi kriminal;
4. Psikhopatologi;
5. Penologi.
– Kriminologi terapan;
1. Criminal hygienel;
2. Politik kriminal;
3. Kriminalistik.
Noach, kriminologi yakni ilmu wawasan yang mengusut gajala-tanda-tanda kejahatan dan tingkah laris yang tidak sepantasnya, karena mesabab serta risikonya.
J. Constant, kriminologi yakni ilmu pengetahuan yang bertujuan menentukan aspek-faktor yang menjadi alasannya-musabab dari terjadinya kejahatann dan penjahat.
E.H Sutherland dan Donald R. Cressey, kriminologi yaitu ilmu dari aneka macam ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan (langkah-langkah jahat) selaku fenomena sosial. Kriminologi dibagi menjadi 3 cabang ilmu utama, yaitu :
1. Sosiologi hukum, mempelajari kejahatan selaku langkah-langkah yang oleh aturan dihentikan dan diancam dengan sanksi. Kaprikornus yang memilih bahwa suatu langkah-langkah itu kejahtaan yaitu aturan hukum;
2. Etiologi kriminal yang ialah cabang kriminologi yang berusaha melaksanakan analisis ilmiah perihal alasannya adalah musabab kejahatan. Dalam kriminologi, etiologi kejahatan merupakan kajian yang “paling” utama.
3. Penologi intinya ialah ilmu perihal hukuman, namun Sutherland memasukkan hak-hak yang bekerjasama dengan perjuangan pengendalian kejahatan, baik represif maupun prefentif.
Lebih lanjut, Herman Mannheim (1965) menyatakan bahwa juga tergolong ke dalam lingkup pembahasan kriminologi adalah proses pengerjaan undang-undang, pelanggaran undang-undang.
Bawengan, kriminologi mempelajari perkembanga dan perkembangan perilaku yang mempunyai kecenderungan ke arah kemakmuran atau pertumbuhan sikap mereka yang sudah melakukan kejahatan.
Soejono Dirdjosiswo, kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari banyak sekali ilmu yang mempelajari kejahatan-kejahatan sebagai problem manusia. Rumusan ini yaitu dalam arti sempit sedangkan dalam arti luas (Noach) mencakup kriminalistik yang sifatnya mengandung ilmu eksakta dan penologi.
PENGERTIAN KRIMINOLOGI DALAM ARTI SEMPIT DAN LUAS
– Kriminologi dalam arti sempit mempelajari kejahatan.
– Kriminologi dalam arti luas, mempelajari penologi dan tata cara-tata cara yang berkaitan dengan kejahatan dan dilema prevensi kejahatan dengan tindakan yang bersifat non pedal. Karena mempelajari kejahatan ialah mempelajari sikap insan, maka pendekatan yang dipakai ialah pendekatan descriptive, causality, dan normative.
2.2. EKSISTENSI KRIMINOLOGI
Kriminologi merupakan fasilitas ilmiah bagi studi kejahatan dan penjahat (crime dan criminal). Dalam wujud ilmu wawasan, kriminologi meruakan “the body of knowledge” yang ditunjang oleh ilmu pengetahuan dan hasil penelitian dari banyak sekali disiplin, sehingga faktor pendekatan terhadap obyek studinya luas sekali, dan secara inter-disipliner dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta dalam pemahaman yang luas mencakup pula konstribusi dari ilmu-ilmu eksakta.
Kriminologi tidak mirip ilmu-ilmu teknik, kedokteran, sastra dan sebagainya, melainkan sebagai ilmu wawasan yang mampu dimanfaatkan oleh penegak hukum, psikholog, psikhiater, pendidikan, ekonomi dan lain-lain. Makara kriminologi tidak dapat secara mandiri mengatasi persoalan perihal praktek mirip yang dikatan Roger Hood dan Richard Spraks.
Dengan demikian dapat dipahami, bahwa kriminologi diamalkan untuk kepentingan memahami kejahatan dan berbagai perilaku yang menyimpang , dan bukanlah sarana yang diterapkan bagi peradilan semata-mata seperti kriminalistik, melainkan sebagai pure science yang hasil penelitiannya secara obyektif dapat dimanfaatkan bagi kepentingan mudah contohnya selaku input untuk materi penyusunan peraturan perundang-ajakan pidana, strategi kepolisian untuk mencegah kriminalitas tertentu dan aneka macam kegunaan lainnya.
2.3 ARTI PENTING KRIMINOLOGI
Sejak kelahirannya, tidak ada satu pun disiplin ilmu yang tidak mempunyai arti dan tujuan, bahkan kegunaan, disamping ilmu wawasan yang lain. Untuk mengetahui rati mempelajari kriminologi, perlu dipelajari permulaan studi wacana kejahatan selaku lapangan pengusutan baru para ilmuwan sekitar abad XIX. Penyelidikan permulaan dilakukan oleh Adolphe Quetelet (1796-1874) orang Belgia hali matematika dan sosiologi yang menghasilkan tabiat statistics (1842), penyelidikan selanjutnya dijalankan oleh Lombroso (1835-1909) yang kemudian di susun dalam bkunya L’Uomodelinqunte (1876).
Adolphe Quetelet melalui watak statistics (1842) dengan regulaties-nya sudah menemukan aturan kriminologi selaku ilmu ialah bahwa kejahatan berkembang dan meningkat dalam penduduk dan setiap kejadian tertentu senantiasa berulang sama, adalah memiliki modus operandi dan memakai fasilitas yang serupa. Penemuan Adolphe Quetelet bagi perkembangan kriminologi justru mengandung makna yang sungguh mendalam, yakni bahwa penyebab timbulnya kejahatan tidak lagi faktor pewarisan tetapi juga alasannya adalah faktor lingkungan baik fisik maupun sosial.
Demikian pula dengan Cesare Lombroso, penemuannya yang tidak disengaja ialah pekerjaan yang amat penting di bidang kriminologi, adalah :
1. Sesuai dengan fatwa evolusi yang dimulai dengan uraian ihwal kejahtan, dimulai dari manusia yang masih sederhana peradabannya.
2.Bahwa penyelidikan-pengusutan yang bersifat kriminologis semula cuma ditujukan untuk kepentingan perkembangan ilmu pengetahuan khusus studi ihwal kejahatan.
3. Bahwa lahirnya pelbagai paragdima studi kejahatan tahun 1970 an dalam kaitannya dengan perspektif aturan dan organisasi sosial mengandung arti kriminologi telah terkait dan tidak mampu dipisahkan dari perkembangan struktur penduduk .
2.4 TUJUAN KRIMINOLOGI
Kriminologi bertujuan untuk memberi petunjuk bagaimana penduduk mampu memberantas kejahatan dengan hasil yang bagus dan lebih-lebih menghindarinya.
Kriminologi bertujuan mengantisipasi dan bereaksi terhadap semua kebijaksanaan dilapangan hukum pidana, sehingga dengan demikian mampu dicegah kemungkinan timbulnya akibat-akhir yang merugkan, baik bagi si pelaku, korban, maupun masyarakat secara keseluruhan.
Kriminologi bermaksud mempelajari kejahatan, sehingga yang menjadi misi kriminologi adalah;
a. Apa yang dirumuskan selaku kejahatan dan fenomenanya yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, kejahatan apa dan siapa enjahatnya ialah materi observasi para kriminolog;
b. Apakah aspek-faktor yang menimbulkan timbulnya atau dilakukannya kejahatan
Krinimologi bertujuan menjabarksn identitas kriminalitas dan kausa kriminologisnya untuk dimanfaatkan bagi penyusunan rencana pembangunan sosial pada dikala abad pembangunan dewasa ini dan di kala mendatang.
2.5 KRIMINOLOGI SEBAGAI KUMPULAN BERBAGAI ILMU PENGETAHUAN
Kriminologi berisikan ilmu-ilmu ;
1. Antropologi kriminal, adalah ilmu pengetahuan tentang insan yang jahat (somantis) sebuah bab dari ilmu alam. Antropologi juga disebut bagian terakhir dari ilmu binatang (zoology) . Ilmu ini juga memberi balasan atas pertanyaan contohnya: Apakah seorang penjahat memiliki gejala khusus pada pisiknya? Apakah ada kaitannya dengan kejahatan dengan suku bangsa?
2. Sosiologi kriminal, yaitu ilmu pengetahuan perihal kejahatan selaku suatu tanda-tanda penduduk , dimana letak sebab-alasannya adalah kejahatan dalam masyarakat (etiologi sosial) dan dalam arti luas juga termasuk penyelidikan perihal lingkungan pisiknya (geografis, klimatologis dan meteorologis).
3. Psikologi kriminal, ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan dari sudut ilmu jiwa. Penyelidikan perihal jiwa penjahat mampu semata-mata ditujukan kepada pribadi perseorangan, ilmu ini cocok dimiliki oleh hakim, dapat juga dipakai untuk menyusun kalangan )tipologi) penjahat.
4. Psikho & Neuro- Patologi Kriminal, ilmu pengetahuan yang mempelajari perihal kejahatan yang sakit jiwa atau sakit syaraf.
5. Penologi, ilmu pengetahuan tentang timbul dan tumbuhnya eksekusi, arti huuman dan faedah hukuman.
2.6 PARADIGMA KRIMINOLOGI
Intisari pemahaman paradigma yakni suatu asumsi-perkiraan dasan dan perkiraan-asumsi teoritis yang umum (ialah sebuah sumber nilai), sehingga ialah sumber aturan-hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sungguh menentukan sifat, ciri serta aksara ilmu pengetahuan itu sendiri.
studi ilmiah ihwal kriminologi umumnya merefleksikan landasan dasar salah satu dari ketiga paradigma, adalah;
1. Paradigma positivis, selaku salah satu paaragigma untuk mempelajari kriminologi yang menitikberatkan pada sifat alamiah dari setip insan secara individual.
2. Paradigma interaksionis, menitikberatkan pada keanekaragaman psikologi sosial dari kehifdupan manusia semenjak eksistensinya dalam perkembangan kriminologi pada awal 1960-an, sudah menawarkan pengaruh/pengaruh yang sungguh memiliki arti terhadap cara pandang para hebat ilmu sosial akasn kejahatan.
3. Paradigma sosialos menitikberatkan pada faktor-faktor politik dan ekonomi dari kehidupan sosial.
2.7 RUANG LINGKUP KRIMINOLOGI
Kriminologi dalam arti sempit ruang lingkupnya dalah mempelajari kejahatan, adalah mempelajri bentuk tertentu perilaku kriminal supaya selalu berpegang pada batas-batas dalam arti yuridis.
Kriminologi dalam arti luas ruang lingkupanya adalah mempelajari penologi ( ilmu yanga mempelajari perihal hukuman) dan tata cara-metode yang berkaitan dengan tindakan – tindakan yang bersifat non punitif.
2.8 PERKEMBANGAN KRIMINOLOGI
1. Pra Kriminologi
Kriminologi sebagaimana ilmu yang lain gres lahir pada periode XIX dimulai pada tahun 1830 adalah Adolphen dari kota Quetelet Prancis selaku pelopornya jadi berbarengan dengan dimulainya sosiologi, namun apabila dirunut kebelakang sebagaimana pada umumnya ilmu pengetahuan dan ilmu lainnya sudah dimulai pada zaman Kuno meski kajiannya tidak mampu atau hampir tidak dapat dibilang perihal kriminologi.
Plato (427-347 SM) filsuf jaman Yunani dalam bukunya Republiek menagtakaan bahwa emas, merupakan sumber banyak kejahatan. Makin tinggi kekayaan dalam persepsi insan semakin merosot penghargaan kepada kesusilaan. Aristoteles (384-322 SM) murit Plato dalam bukunya Politiek mengemukakan pendapatnya perihal hubungan antara kejahatan dan masyarakat, bahwa kemiskinan menimbulakan kejahatan dan pemberontakan.
Abad Pertengahan adalah Thomas van Aquino (1226-1274) dalam bukunya Summa Theologica yang diuraikan oleh van Kan dalam bukunya The Criminologie (1889) membuktikan dengan keahliannya perihal penyelidikan keadaan periode Pertengahan, menunjukkan beberapa pertimbangan perihal pengaruhnya kemiskinan atas kejahatan.
Abad XVI Permulaan Sejarah baru ialah Thomas More (1478-1535) spesialis hukum humanistis dan kanselir Inggris bukunya Utopia sungguh dipengaruhi oleh Plato dalam imajinasi sosiologisnya menggambarkan bahwa sebuah negara yang alat produksinya dikuasai oleh biasa , penduduknya dalam hal kemanusiaan, kesusilaan dan kebajikan melampaui seluruh bangsa di dunia. Penyebabnya yaitu abnyak dipengaruhi oleh keadaan masyarakat yang sungguh berlawanan.
G. Gratarolli dan G.B Della Porta menurut Antonini adalah aktivis yang mempelajari antropologi kriminal alasannya adalah berupaya mencari hubungan antara sikap dengan bahan antropologis.
Abad XVIII sampai Revolusi Perancis timbul gerakan penetangan terhadap aturan pidana waktu itu. Hukum pidana pada tamat era Pertengahan hingga kurun XVIII semata-mata ditujukan untuk menakuti penduduk dengan cara pemidanaan yang sungguh berat.
2. Kriminologi
Pada abad XIX sosiologi kriminal (kriminologi) timbul akibat dari berkembangnya sosiologi dan statistik kriminal. Sehingga studi perihal tindak pidana dan pelaku tindak kriminal sudah mulai tekun dipelajari.
George Godwin menatap Cesar Lombroso selaku Bapak Kriminologi, oleh alasannya penyelidikan Lombroso lebih diarahkan pada bagian insan, insan yang melaksanakan kejahatan dan bukan diarahkan pada kejahatan.
3. Perkembangan Kriminologi pada Era Global
Era global yang dimulai sekitar tahun 1970 sering dinamakan globalisasi mengandung makna yang dalam dan terjadi pasa segala aspek kehidupan, contohnya ekonomi, sosial budaya, poitik, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sebagainya.
Kriminologi selaku sebuah ilmu pada abad global memperluas cakrawala keilmuan dengan mengkaji aneka macam kejahatan moderen yang menuntut penanggulangannya secara terbaru pula. Ketentuan umum yang cocok dan berlaku serta penegakan hukum atas terjadinya kejahatan menjadi sorotan pula selaku bahan kajian kriminologi.
4. Kewajiban Kriminologi pada Era Global
Robert F. Meier beropini bahwa kewajiban kriminologi di periode global adalah selaku berikut :
1. Mengungkapkan tabir aturan pidana, baik sumber-sumber maupun penggunaanya, untuk menelanjangi kepentingan-kepentingan penguasa;
2. Melakukan studi atas alat-alat social control, birokrasi dan mass media untuk mengekspose ketersangkutan mereka dalam sebuah ideologi elitis.
3. Mengajukan rumusan-rumusan kejahatan gres, dengan mengoreksi ketidakseimbangan hasil dampak elite yerhadap pembuatan undang-undang, juga memasukkan pelanggaran kepada hak asasi manusia sebagai kejahatan;
4. Mempraktekan teori-teori kriminologi baru (dalam rangka simpel) dengan menjajal mengganti sarana politik dan ekonomi kapitalisme yang ada, yang dianggap sebagai biang keladi kondisi sekarang.
Sumber rangkuman :
“Kriminologi & Hukum Pidana” Oleh : Prof. Dr. Drs. Abintoro Prakoso, S.H., M.S.Halaman 11-43. Penerbit : Laksbang Grafika, 2013.