Kredit Menurut Undang-Undang Perbankan
UU No. 7 Tahun 1992 wacana Perbankan sebagaimana sudah diubah
dengan UU No. 10 Tahun 1998 (UU Perbankan) mendefinisikan kredit selaku
penyediaan uang atau tagihan yang mampu dipersamakan dengan itu, berdasarkan
kesepakatan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya sehabis jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga. Berdasarkan pasal tersebut terdapat
beberapa komponen kesepakatankredit yaitu :
a. Penyediaan uang atau tagihan yang mampu dipersamakan dengan itu;
b. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain
c. Terdapat keharusan pihak peminjam untuk melunasi utangnya dalam
jangka waktru tertentu;
d. Pelunasan utang yang dibarengi dengan bunga.
Unsur pertama dari Kredit adalah penyediaan duit atau tagihan yang
mampu dipersamakan dengan itu; duit di sini seiogianya ditafsirkan sebagai
sejumlah dana (tunai dan saldo rekening giro) baik dalam mata uang rupiah
maupun valuta asing. Dalam pengertian “penyediaan tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu” yaitu cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada
rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada selesai hari,
pengambilalihan tagihan dalam rangka acara anjak piutang (factoring) dan
pengambilalihan (pembelian) kredit atau piutang dari pihak lain mirip
negosiasi hasil ekspor.
Unsur kedua dari kredit yaitu persetujuan atau komitmen antara bank
dan debitur. Sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata, agar suatu perjanjian
menjadi sah dibutuhkan empat syarat, yaitu komitmen para pihak, kecakapan
untuk menciptakan perjanjian, terdapat obyek tertentu dan ada suatu kausa (cause)
yang halal. Selain akad antara debitur dan kreditur juga diharapkan ketiga
syarat lain tersebut di atas selaku dasar untuk menyatakan sahnya sebuah
perjanjian.
Unsur ketiga dari kredit adalah adanya kewajiban debitur untuk
mengembalikan jumlah keseluruhan kredit yang dipinjam kepada kreditur dalam
jangka waktu tertentu. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari adanya
kekerabatan pinjam meminjam antara debitur dan kreditur.
Unsur yang terakhir adalah adanya pengenaan bunga terhadap kredit
yang dipinjamkan. Bunga ialah nilai tambah yang diterima kreditur dari
debitur atas sejumlah duit yang dipinjamkan terhadap debitur dimaksud.
Selain pemahaman tentang Kredit sebagaimana dimaksud di atas, dalam
UU Perbankan juga diketahui adanya Pembiayaan menurut Prinsip Syariah
yang merupakan bentuk penyediaan dana yang dijalankan oleh Bank yang
melaksanakan aktivitas perjuangan berdasarkan prinsip syariah. Pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah yaitu penyediaan uang atau tagihan yang mampu
dipersamakan dengan itu, menurut persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang didanai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut sesudah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.
Namun, dalam tulisan ini cuma akan dibahas tentang beberapa
regulasi Bank Indonesia mengenai kredit berdasarkan prinsip konvensional
yang berlaku bagi Bank Umum.