Jenggot / Ilustrasi |
Setelah Ketua Umum PBNU menyatakan bahwa jenggot meminimalkan kecerdasan dan kian panjang jenggotnya makin goblok, sontak para anti NU pribadi mencaci dan menyerang dengan semangatnya. Padahal selaku muslim jikalau kita ragu dengan Qaul Ulama, kita dilarang pribadi mengingkarinya, namun harus mencari dalilnya atau minimal diam karena ialah bukan Ulamanya yang keliru namun kita yang masih kurang pandai akan ilmu agama. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Umdatussalik :
إذا سمعت كلمات من أهل التصوف والكمال ظاهرها ليس موافقا لشريعة الهدى من الضلال توفق فيها واسأل من الله العليم أن يعلمك مالم تعلم ولا تمل إلى الإنكار الموجب للنكال, لأن بعض كلماتهم مرموزة لاتفهم, وهي فى الحقيقة مطابقة لبطن من بطون القرأن الكريم وحديث النبي الرحيم. فهذا الطريق هوالأسلم القويم, والصراط المستقيم. .
“Apabila engkau mendengar beberapa ucapan dari andal Tashawuf dan ahlul kamal yang mana secara zahir tidak cocok dengan syariat Nabi yang menyatakan isyarat dari segala kesesatan, maka bertawaquflah (berdiamlah/jangan berkomentar) engkau padanya dan bermohonlah (berserahlah) terhadap Yang Mahakuasa Yang Maha Mengetahui supaya engkau di beri akan ilmu yang belum engkau mengetahuinya. Janganlah engkau cenderung mengingkarinya yang mengakibatkan memberi kesimpulan yang jelek. Karena sebagian dari pada kalimah atau perkataan mereka itu yakni aba-aba yang tidak gampang difahami. Padahal hakikat-isinya itu sesuai dengan batinnya dari pada isi al Quran al Karim, dan haditsnya Nabi yang penyayang. Maka jalan ini lebih selamat makmur, dan jalan yang lurus.”
Kaprikornus diam atau mencari dalilnya, untuk itu mari kita buka kitab kuning tentang Hukum berjenggot.
Hukum Memelihara dan Mencukur Jenggot
Sedikit saya kutip keterangan perihal jenggot dari Ustadz Idrus Ramli, Nabi Muhammad SAW bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَه صحيح البخاري، 5442)
Dari Ibn Umar dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tampillah kalian berlainan dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis”. Dan dikala Ibn Umar melaksanakan haji atau umrah, ia memegang jenggotnya, dan beliau pun memotong bagian yang melebihi genggamannya” (Shahih al-Bukhari, 5442)
Walaupun hadits ini menggunakan kata perintah, namun tidak serta merta, kata tersebut memberikan kewajiban memanjangkan jenggot serta kewajiban mencukur kumis. Kalangan Syafi’iyyah menyampaikan bahwa perintah itu menunjukkan sunnah. Perintah itu tidak memperlihatkan sesuatu yang niscaya atau tegas (dengan bukti Ibnu Umar selaku teman yang mendengar eksklusif sabda Nabi Muhammad Saw tersebut masih memotong jenggot yang melebihi genggamannya). Sementara perintah yang wajib itu hanya berlaku manakala perintahnya tegas.
Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari menyatakan mencukur jenggot yakni makruh khususnya jenggot yang tumbuh pertama kali. Karena jenggot itu sanggup menambah ketampanan dan menciptakan wajah menjadi rupawan. (Asnal Mathalib, juz I hal 551)
Dari argumentasi ini sungguh terang bahwa alasan dari perintah Nabi Muhammad SAW itu tidak murni masalah agama, namun juga terkait dengan kebiasaan atau susila istiadat. Dan semua tahu bahwa kalau suatu perintah mempunyai keterkaitan dengan etika, maka itu tidak mampu diartikan dengan wajib. Hukum yang timbul dari perintah itu ialah sunnah atau bahkan mubah.
Jika dibaca secara utuh, terlihat terang bahwa hadits tersebut berbicara dalam konteks perintah untuk tampil berlawanan dengan orang-orang musyrik. Imam al-Ramli menyatakan, “Perintah itu bukan alasannya adalah yaitu jenggotnya. Guru kami menyampaikan bahwa mencukur jenggot itu mirip orang kafir dan Rasululullah SAW sangat mencela hal itu, bahkan Rasul SAW mencelanya sama seperti mencela orang kafir” (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz IV hal 162)
Atas dasar usulanini, maka ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa memelihara jenggot dan mencukur kumis ialah sunnah, tidak wajib. Oleh karena yaitu Setelah Ketua Umum PBNU menyatakan bahwa jenggot meminimalkan kecerdasan dan semakin panjang jenggotnya kian goblok, sontak para anti NU langsung mencaci dan menyerang dengan semangatnya. Padahal selaku muslim jika kita ragu dengan Qaul Ulama, kita tidak boleh langsung mengingkarinya, namun mesti mencari dalilnya atau minimal membisu sebab adalah bukan Ulamanya yang keliru tetapi kita yang masih kurang berilmu akan ilmu agama. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Umdatussalik :
إذا سمعت كلمات من أهل التصوف والكمال ظاهرها ليس موافقا لشريعة الهدى من الضلال توفق فيها واسأل من الله العليم أن يعلمك مالم تعلم ولا تمل إلى الإنكار الموجب للنكال, لأن بعض كلماتهم مرموزة لاتفهم, وهي فى الحقيقة مطابقة لبطن من بطون القرأن الكريم وحديث النبي الرحيم. فهذا الطريق هوالأسلم القويم, والصراط المستقيم. .
“Apabila engkau mendengar beberapa ucapan dari hebat Tashawuf dan ahlul kamal yang mana secara zahir tidak sesuai dengan syariat Nabi yang menyatakan isyarat dari segala kesesatan, maka bertawaquflah (berdiamlah/jangan berkomentar) engkau padanya dan bermohonlah (berserahlah) terhadap Yang Mahakuasa Yang Maha Mengetahui biar engkau di beri akan ilmu yang belum engkau mengetahuinya. Janganlah engkau condong mengingkarinya yang mengakibatkan memberi kesimpulan yang jelek. Karena sebagian dari pada kalimah atau perkataan mereka itu yakni arahan yang tidak mudah difahami. Padahal hakikat-isinya itu sesuai dengan batinnya dari pada isi al Alquran al Karim, dan haditsnya Nabi yang penyayang. Maka jalan ini lebih selamat makmur, dan jalan yang lurus.”
Makara diam atau mencari dalilnya, untuk itu mari kita buka kitab kuning wacana Hukum berjenggot.
Hukum Memelihara dan Mencukur Jenggot
Sedikit aku kutip informasi perihal jenggot dari Ustadz Idrus Ramli, Nabi Muhammad SAW bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَه صحيح البخاري، 5442)
Dari Ibn Umar dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tampillah kalian berlainan dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis”. Dan saat Ibn Umar melakukan haji atau umrah, ia memegang jenggotnya, dan dia pun memangkas bab yang melebihi genggamannya” (Shahih al-Bukhari, 5442)
Walaupun hadits ini memakai kata perintah, namun tidak serta merta, kata tersebut memberikan keharusan memanjangkan jenggot serta keharusan mencukur kumis. Kalangan Syafi’iyyah memberikan bahwa perintah itu menunjukkan sunnah. Perintah itu tidak menawarkan sesuatu yang niscaya atau tegas (dengan bukti Ibnu Umar selaku sahabat yang mendengar eksklusif sabda Nabi Muhammad Saw tersebut masih memotong jenggot yang melebihi genggamannya). Sementara perintah yang wajib itu hanya berlaku manakala perintahnya tegas.
Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari menyatakan mencukur jenggot yaitu makruh utamanya jenggot yang berkembang pertama kali. Karena jenggot itu sanggup menambah ketampanan dan menciptakan muka menjadi rupawan. (Asnal Mathalib, juz I hal 551)
Dari alasan ini sangat terperinci bahwa argumentasi dari perintah Nabi Muhammad SAW itu tidak murni masalah agama, namun juga terkait dengan kebiasaan atau akhlak istiadat. Dan semua tahu bahwa jika sebuah perintah memiliki keterkaitan dengan adat, maka itu tidak mampu diartikan dengan wajib. Hukum yang timbul dari perintah itu yaitu sunnah atau bahkan mubah.
Jika dibaca secara utuh, terlihat terang bahwa hadits tersebut berbicara dalam konteks perintah untuk tampil berlainan dengan orang-orang musyrik. Imam al-Ramli menyatakan, “Perintah itu bukan sebab yakni jenggotnya. Guru kami memberikan bahwa mencukur jenggot itu menyerupai orang kafir dan Rasululullah SAW sungguh mencela hal itu, bahkan Rasul SAW mencelanya sama mirip mencela orang kafir” (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz IV hal 162)
Atas dasar pertimbangan ini, maka ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa memelihara jenggot dan mencukur kumis ialah sunnah, tidak wajib. Oleh alasannya yaitu itu tidak ada dosa bagi orang yang mencukur jenggotnya. Apalagi bagi seorang yang malah hilang ketampanan dan kebersihan serta kewibawaannya ketika ada jenggot di parasnya. Misalnya apabila seseorang mempunyai bentuk paras yang tidak sesuai jikalau ditumbuhi jenggot, atau jenggot yang tumbuh hanya sedikit.
Adapun usulan yang mengarahkan perintah itu pada suatu keharusan adalah tidak mempunyai dasar yang berpengaruh. Al-Halimi dalam kitab Manahij menyatakan bahwa pendapat yang mengharuskan memanjangkan jenggot dan haram mencukurnya yakni pendapat yang lemah. (Hasyiyah Asnal Mathalib, juz V hal 551). Imam Ibn Qasim al-abbadi menyatakan bahwa usulan yang menyatakan keharaman mencukur jenggot menyalahi pendapat yang dipegangi (mu’tamad). (Hasyiah Tuhfatul Muhtaj Syarh al-Minhaj, juz IX hal 375-376)
Batas Sunnah Memelihara Jenggot
Dalam riwayat Bukhari terdapat redaksi kelanjutan hadis diatas:
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ ، فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ (رواه البخاري رقم 5892)
“Ibnu Umar ketika haji atau umrah memegang jenggotnya, maka apa yang melebihi (genggamannya) ia memotongnya” (HR Bukhari No 5892)
al-Hafidz Ibnu Hajar memberikan riwayat yang lain:
وَقَدْ أَخْرَجَهُ مَالِك فِي الْمُوَطَّأ ” عَنْ نَافِع بِلَفْظِ كَانَ اِبْن عُمَر إِذَا حَلَقَ رَأْسه فِي حَجّ أَوْ عَمْرَة أَخَذَ مِنْ لِحْيَته وَشَارِبه ” (فتح الباري لابن حجر – ج 16 / ص 483)
“Dan sudah diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwatha’ dari Nafi’ dengan redaksi: Ibnu Umar bila mencukur rambutnya ketika haji atau umrah, ia juga memotong jenggot dan kumisnya” (Fath al-Baarii 16/483)
Qadliy Iyadl menyatakan: “Hukum mencukur, memangkas, dan memperabukan jenggot ialah makruh. Sedangkan memangkas kelebihan, dan merapikannya ialah tindakan yang bagus. Dan membiarkannya panjang selama satu bulan yakni makruh, seperti makruhnya memotong dan mengguntingnya.[/i]” (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 3, hal. 151).
Menurut Imam An-Nawawi, para ‘ulama berlainan pertimbangan , apakah satu bulan itu ialah batas-batas atau tidak untuk memangkas jenggot (lihat juga penuturan Imam Ath-Thabari dalam problem ini; al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, juz 10, hal. 350-351).
Sebagian ‘ulama tidak memberikan batas-batas apapun. Namun mereka tidak membiarkannya terus memanjang selama satu bulan, dan segera memotongnya jika telah mencapai satu bulan.
Imam Malik memakruhkan jenggot yang dibiarkan panjang sekali. Sebagian ‘ulama yang lain berpendapat bahwa panjang jenggot yang boleh dipelihara yakni segenggaman tangan. Bila ada kelebihannya (lebih dari segenggaman tangan) harus diiris. Sebagian lagi memakruhkan memotong jenggot, kecuali ketika haji dan umrah saja (lihat Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, hadits no. 383; dan lihat juga Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, hadits. No. 5442).
Menurut Imam Ath-Thabari, para ‘ulama juga berlawanan pertimbangan dalam menentukan panjang jenggot yang harus dipotong. Sebagian ‘ulama tidak memutuskan panjang tertentu, akan tetapi dipotong sepantasnya dan seperlunya. Imam Hasan Al-Bashri biasa memangkas dan mencukur jenggot, sampai panjangnya pantas dan tidak merendahkan dirinya.
Jenggot dan Kecerdasan
Dalam kitab Akhbar Al-hamqa wal Mughaffilin Libnil Jauzy disebutkan:
قال عبد الملك بن مروان: من طالت لحيته فهو كوسجٌ في عقله. وقال غيره: من قصرت قامته، وصغرت هامته، وطالت لحيته، فحقيقاً على المسلمين أن يعزوه في عقله. وقال أصحاب الفراسة: إذا كان الرجل طويل القامة واللحية فاحكم عليه بالحمق،
…… الى ان قال ……
وقال بعض الحكماء: موضع العقل الدماغ، وطريق الروح الأنف، وموضع الرعونة طويل اللحية. وعن سعد بن منصور أنه قال: قلت لابن إدريس: أرأيت سلام بن أبي حفصة؟ قال: نعم، رأيته طويل اللحية وكان أحمق.
…… الى ان قال ……
. قال زياد ابن أبيه: ما زادت لحية رجل على قبضته، إلا كان ما زاد فيها نقصاً من عقله.
Abdul Malik bin marwan berkata: Barang Siapa panjang jenggotnya maka dia sedikit akalnya, Ulama lain berkata: Barang siapa yang pendek perawakannya, kecil kepalanya dan panjang jenggotnya Maka terperinci bagi muslimin untuk menisbatkan pada akalnya. Ashabul firosah berkata: dikala seseorang tinggi perawakan dan panjang jenggotnya maka mampu dipastikan ia orang yang kolot.
Sebagian Ahli Hikmah menyampaikan: Tempatnya logika itu pada otak, jalan jiwa itu lewat hidung dan tempat kebodohan itu pada panjangnya jenggot. Dan dari sa’d bin Manshur mengatakan: saya berkata kepada ibn idris: Apakah kau tahu sulam bin abi hafshah? dia menjawab: iya, aku melihat panjang jenggotnya dan dia udik.
Ziad berkata: Tidaklah tambah lelaki yang jenggotnya melebihi genggammannya, kecuali hanya tambah kurang akalnya(kecerdasannya)
قال بعض الشعراء: متقارب:
إذا عرضت للفتى لـحـيةٌ
وطالت فصارت إلى سرته
فنقصان عقل الفتى عندنـا
بمقدار ما زاد في لحيتـه
Sebagian penyair berkata dengan Bahar Mutaqarib:
Ketika pemuda mempunyai jenggot lebar dan panjang sampai pusarnya, maka kalnya(kecerdasannya) menyusut seukuran panjang jenggotnya(makin panjang kian kurang).
Kesimpulan
Hukum mencukur jenggot terdapat khilaf, palagi jika kita bawa ke ranah lintas madzhab sungguh banyak sekali khilafnya, sedangkan untuk panjang jenggot itu hingga berapa? sebagian menyampaikan seukuran genggaman tangannya, bahkan bila melampaui genggaman tidak akan nampak kealimannya justru kebodohannya dan kian panjang akan makin nampak kebodohannya.
Yang terpenting dari penjelasan ini yaitu selaku Muslim telah seharusnya ta’dzim dengan Ulama yang pendapatnya belum kita ketahui dalilnya, alasannya yaitu bukan mereka yang keliru namun kita yang masih minim pengetahuan agama. Wallahu a’lam.
Hamim Mustofa Nerashuke
Blitar, 13 September 2015
=========== Tambahan ========= Tambahan ========= Tambahan =========
Soal jenggot yg d debatkan td, Said Aqil Sirojd (SAS) mengutip usulan ini:
Pendapat ulama ihwal jenggot panjang
Memanjangkan jenggot gejala pandir yakni ucapan Imam Ibnul Jauzi, Ibnu Nujaim dll.
Dalam kitab Ikhbar al Hamqaa wal Mughaffalin disebutkan:
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺑﻦ ﻣﺮﻭﺍﻥ : ﻣﻦ ﻃﺎﻟﺖ ﻟﺤﻴﺘﻪ ﻓﻬﻮ ﻛﻮﺳﺞٌ ﻓﻲ ﻋﻘﻠﻪ. ﻭﻗﺎﻝ ﻏﻴﺮﻩ : ﻣﻦ ﻗﺼﺮﺕ ﻗﺎﻣﺘﻪ ﻭﺻﻐﺮﺕ ﻫﺎﻣﺘﻪ ﻭﻃﺎﻟﺖ ﻟﺤﻴﺘﻪ ﻓﺤﻘﻴﻘﺎً ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺃﻥ ﻳﻌﺰﻭﻩ ﻓﻲ ﻋﻘﻠﻪ. ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﻔﺮﺍﺳﺔ : ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻃﻮﻳﻞ ﺍﻟﻘﺎﻣﺔ ﻭﺍﻟﻠﺤﻴﺔ ﻓﺎﺣﻜﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﺎﻟﺤﻤﻖ ﻭﺇﺫﺍ ﺍﻧﻀﺎﻑ ﺇﻟﻰ ﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺭﺃﺳﻪ ﺻﻐﻴﺮﺍً ﻓﻼ ﺗﺸﻚ ﻓﻴﻪ
Ibnu Nujaim dalam Bahr Raiq:
ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻧﺠﻴﻢ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ( ﺍﻟﺒﺤﺮ ﺍﻟﺮﺍﺋﻖ ) ﻭﻫﻮ ﻳﺘﻜﻠﻢ ﻋﻦ ﺍﻷﺣﻤﻖ : ﻭﻳﺴﺘﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺻﻔﺘﻪ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺍﻟﺼﻮﺭﺓ ﺑﻄﻮﻝ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ . ﺍﻧﺘﻬﻰ.
Pendapat Syaikh Ali Haidar:
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻠﻲ ﺣﻴﺪﺭ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ( ﺩﺭﺭ ﺍﻟﺤﻜﺎﻡ ) : ﺍﻟﻌﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻤﻖ ﻫﻲ ﻃﻮﻝ ﺍﻟﻠﺤﻴﺔ، ﻭﺍﻟﺘﻠﻔﺖ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺠﻮﺍﻧﺐ ﻛﺜﻴﺮﺍً، ﻭﺍﻟﻌﺠﻠﺔ ﻓﻲ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺑﺪﻭﻥ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﻋﻮﺍﻗﺒﻬﺎ ﻭﻧﺘﺎﺋﺠﻬﺎ ..
Kaprikornus yang dikritik kiai SAS bukan sunah berjenggot, namun bg yang jenggotnya tidak diramut, sok alim tp cara berfikirnya tdk selebat jenggotnya
Kalo yg berjenggot tokoh2 yg berjenggot mirip Hb Umar BSA, Hb Ali Al Jufriy, Mbah Hasyim As’ariy, Mbah Yai Maimun Zubair, maka jenggot tsb akan memperbesar kebaikan dia-beliau tsb….
Kalo yg berjenggot itu Wahabi maka akan semakin memperbesar arogansi mereka…
Ada beberapa orang yg mengikuti sunnah dalam tampilan saja, namun dalam sikap mereka malah tidak nyunnah sama sekali….
Panjangnya jenggot akan semakin menunjukkan kebodohan orang2 yg seperti ini….
Imam Ghozali dalam Ihya’nya menuliskan syiir :
ﻻ ﻳﻐﺮﻧﻚ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺮء ﻗﻤﻴﺺ ﺭﻗﻌﻪ … ﺃﻭ ﺇﺯﺍﺭ ﻓﻮﻕ ﻋﻈﻢ ﺍﻟﺴﺎﻕ ﻣﻨﻪ ﺭﻓﻌﻪ
ﺃﻭ ﺟﺒﻴﻦ ﻻﺡ ﻓﻴﻪ ﺃﺛﺮ ﻗﺪ ﺧﻠﻌﻪ … ﺃﺭﻩ ﺍﻟﺪﺭﻫﻢ ﺗﻌﺮﻑ ﺣﺒﻪ ﺃﻭ ﻭﺭﻋﻪ
Jangan kamu tertipu pada pakaian seseorang yang robek
Atau kain sarung yang ditinggikan di atas betis
Atau jidat yang mengkilap kehitam-hitaman
Perhatikan sifat wira’inya tatkala dihadapkan pada dirham
Dari sini jangan disalahfahami bahwa Imam Ghozali mencibir sunnah…!!! Akan tetapi dia mengkritisi orang yg cuma sibuk pada chasing sedang hardware dan softwarenya sedang soak dan error…!!!
Wallahu a’lam…..