Konsepsi Presiden Sukarno 21 Februari 1957

 Dalam suasana politik yang makin memburuk dengan meluasnya pemberontakan Konsepsi Presiden Sukarno 21 Februari 1957

KONSEPSI PRESIDEN SOEKARNO

Dalam suasana politik yang kian memburuk dengan meluasnya pemberontakan-pemberontakan tempat dan tidak tercapainya pemerintahan yang stabil walaupun sudah dikerjakan pemilihan lazim, Presiden Soekarno melontarkan suatu gagasan. untuk memperbaiki keadaan pemerintahan.

Di hadapan para pemimpin partai dan tokoh masyarakat di Istana Merdeka pada tanggal 21 Februari 1957 Presiden Soekarno mengemukakan konsepsinya yang kemudian dikenal selaku “Konsepsi Presiden Soekarno” atau “Konsepsi Presiden”.

Konsepsi Presiden ini pada pokoknya berisi:

1. Sistem Demokrasi Parlementer secara Barat tidak cocok dengan kepribadian Indonesia,oleh sebab itu harus diganti dengan tata cara Demokrasi Terpimpin.
2. Untuk pelaksanaan sistem Demokrasi Terpimpin perlu dibuat suatu kebinet bantu-membantu yang anggotanya terdiri dari semua partai dan organisasi berdasarkan perimbangan kekuatan yang ada dalam penduduk . Konsepsi Presiden ini mengetengahkan pula perlunya pembentukan “Kabinet Kaki Empat” yang mengandung arti bahwa keempat partai besar, ialah PNI, Masyumi, NU, dan PKI, turut serta di dalamnya untuk membuat kegotong royongan nasional.
3. Pembentukan Dewan Nasional yang berisikan kalangan-kelompok fungsional dalam masyarakat. Tugas utama Dewan Nasional ini yakni memberi pesan tersirat kepada kabinet baik diminta maupun tidak diminta.

Konsepsi Presiden ini menimbulkan perdebatan yang hangat dalam masyarakat dan dalam dewan perwakilan rakyat. Partai-partai seprerti Masyumi, NU, PSII, Nasrani, dan PRI menolak konsepsi ini, dan beropini bahwa mengganti metode pemerintahan dan susunan ketatanegaraan secara radikal seperti itu ialah wewenang Konstituante. Suasana kian tegang setelah perjuangan-usaha untuk melaksanakan Konsepsi Presiden (berpusat di ibu kota) menerima saingan di tempat-kawasan, yang mengakibatkan gerakan daerah makin memuncak dan semakin meluas. Tidak lama kemudian, pada bulan Maret 1957 Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo mengembalikan mandatnya. Sumber: Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka 1950-1964.