Perubahan sosial mampu dibayangkan selaku perubahan yang terjadi di dalam atau meliputi tata cara sosial. Lebih tepatnya, terdapat perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam rentang waktu berlainan. Berbicara wacana pergeseran, kita membayangkan sesuatu yang terjadi setelah rentang waktu tertentu; kita bermasalah dengan perbedaan keadaan yang diamati antara sebelum dan sehabis jangka waktu tertentu.
Untuk dapat menyatakan perbedaannya, ciri-ciri permulaan unit analisis mesti diketahui dengan teliti-meski terus berubah (Strasser dan Randall dalam Sztompka, 2004; 5). Makara rancangan dasar pergeseran sosial meliputi tiga ide: (1) Perbedaan; (2) pada waktu berlawanan; dan (3) di antara kondisi metode sosial yang sama.
Perubahan sosial yaitu setiap pergantian yang tak terulang dari tata cara sosial sebagai satu kesatuan (Hawley dalam Sztompka, 2004). Perubahan sosial mampu dibedakan menjadi beberapa macam, tergantung pada sudu pengamatan: apakah dari sudut faktor, fragmen atau dimensi sistem sosialnya. Ini disebabkan keadaan sistem sosial itu tidak sederhana, tidak hanya berdimensi tunggal, tetapi muncul selaku kombinasi atau campuran hasil keadaan berbagai bagian mirip berikut:
Unsur-unsur pokok (misalnya: jumlah dan jenis individu, serta tindakan mereka).
- Hubungan antarunsur (contohnya: ikatan sosial, loyalitas, ketergantungan, korelasi antarindividu, integrasi).Berfungsinya bagian-unsur di dalam sistem (contohnya: peran pekerjaan yang dimainkan oleh individu atau diperlukannya tindakan tertentu untuk melestarikan ketertiban sosial).
- Pemeliharaan batas (contohnya: kriteria untuk menentukan sipa saja yang tergolong anggota metode, syarat penerimaan individu dalam kelompok, prinsip rekrutmen dalam organisasi, dan sebagainya).
- Subsistem (misalnya: jumlah dan jenis seksi, segmen, atau divisi khusus yang mampu dibedakan).
- Lingkungan (contohnya: kondisi alam atau lokasi geopolitik).
- Proses Perubahan Sosial
- Strategi Perubahan Sosial
1. Perubahan komposisi (mislnya, migrasi dari satu kelompok ke golongan lain, menjadi anggota satu kelompok tertentu, penghematan jumlah penduduk alasannya adalah kelaparan, demobilisasi gerakan sosial, bubarnya sebuah golongan).
2. Perubahan struktur (contohnya, terciptanya ketimpangan, kristalisasi kekuasaan, hadirnya ikatan persahabatan, terbentuknya kerja sama atau kekerabatan kompetitif).
3. Perubahan fungsi (contohnya, spesialisasi dan diferensiasi pekerjaan, hancurnya peran ekonomi keluarga, diterimanya peran yang diindoktrinasikan oleh sekolah atau unuversitas).
4. Perubahan batas (misalnya, penggabungan beberapa kalangan, atau satu kelompok oleh kalangan lain, mengendurnya persyaratan keanggotaan, dan penaklukan).
5. Perubahan hubungan antar subsistem (misalnya, penguasaan rezim politik atas organisasi ekonomi, pengendalian keluarga dan keseluruhan kehidupan privat oleh pemerintah totaliter).
6. pergantian lingkungan (misalnya, kerusakan ekologi, gempa bumi, munculya wabah atau virus HIV, lenyapnya sistem bipolar internasional).
Adakalanya pergantian cuma terjadi sebagian, terbatas ruang lingkupnya, tanpa menyebabkan akhir besar terhadap bagian lain dari sistem. Sistem selaku keseluruhan tetap utuh, tak terjadi pergantian menyeluruh atas komponen-unsurnya meski di dalamnya terjadi perubahan sedikit demi sedikit. Contoh, kekuatan sistem politik demokratis terletak dalam kemampuannya menghadapi tantangan, meminimalkan protes dan menuntaskan pertentangan dengan menyelenggarakan perombakan sebagian tanpa membahayakan stabilitas dan kontinuitas negara sebagai satu kesatuan. Perubahan mirip ini ialah sebuah pola perubahan di dalam metode. Namun, pada peluang lain, pergeseran mungkin meliputi keseluruhan (atau sekurangnya meliputi inti) aspek tata cara, menghasilkan pergantian menyeluruh, dan membuat tata cara baru yang secara fundamental berlawanan dari sistem yang lama. Perubahan seperti ini dicontohkan oleh semua revolusi sosial besar. Bila dilihat pola definisi perubahan sosial, terlihat bahwa aneka macam pakar menaruh tekanan pada jenis perubahan yang berbeda. Namun sebagian besar mereka memandang penting pergeseran struktural dalam kekerabatan, organisasi, dan ikatan antara komponen-unsur penduduk .
Dari sekian pendapat tentang pergeseran sosial, penulis beranggapan bahwa Perubahan Sosial ialah transformasi dalam organisasi masyarakat, dalam pola berpikir dan dalam perilaku pada waktu tertentu.
Ada tiga hal yang berkenaan dengan proses pergantian sosial. Pertama, bagaimana ideas mensugesti perubahan-pergeseran sosial. Kedua, bagaimana tokoh-tokoh besar dalam sejarah menjadikan pergantian besar di tengah-tengah masyarakat. Ketiga, sejauh mana gerakan-gerakan sosial dalam revolusi menyebabkan perubahan stuktur sosial dan norma-norma sosial (Rahmat, 1999).
1. Ideas Menentukan Sejarah
Dalam Marxisme, yang kita kenal sebagai materealisme (historical materialisme), ada pikiran bahwa yang mengubah sejarah, masyarakat dan bangsa bukanlah inspirasi atau ide namun teknologi, stuktur ekonomi atau penggunaan alat-alat bikinan. Marx membagi stuktur penduduk dalam dua bagian: suprastruktur dan infrastuktur. Suprastruktur yaitu bagian yang soft dari sebuah kebudayaan, sedangkan infrastruktur ialah bagian yang hard. Perbandingan antara kebudayaan mampu disamakan dengan software dan hardware pada komputer. Software yaitu peralatan komputer itu sendiri. Begitu juga dalam kebudayaan. Yang dibedakan antara acara kebudayaan (software) dan kebudayaan itu sendiri (hardware).
Yang tergolong infrastruktur sebuah kebudayaan, misalnya, struktur ekonomi atau teknologi kebudayaan iti sendiri; sedangkan suprastrukturnya ialah ideologi, keyakinan, agama, ideas, dan lain-lain. Menurut Marx, suprastruktur ditentukan oleh infrastruktur. Ideologi akan sangat ditentukan oleh ekonomi. Keadaan ekonomi, misalnya, akan memilih kondisi kelas; bukan sebaliknya. Agama kita sangat ditentukan oleh posisi ekonomi kita di tengah penduduk . Versi-model keberagamaan kita sangat diputuskan oleh letak dalam status sosial ekonomi. Apa yang dirumuskan oleh Marx sebetulnya ialah antitesis dari apa yang kita bicarakan: bahwa ideas akan memilih perubahan.
Kekuatan sejarah akan sungguh ditentukan oleh ideas (gagasan-ide). Ideologilah yang akan menentukan pergeseran ekonomi, sistem sosial, dan stuktur politik. Jika ideologi sebuah masyarakat berganti, berganti pulalah infrastuktur penduduk itu. Berbeda dengan pandangan Marx, teori ini menilai bahwa ideaslah yang paling memilih pergantian sosial. Teori yang sekaligus menjadi kritik terhadap Marx dikemukakan oleh Marx Weber (Sztompka, 2004).
Suatu masyarakat dibilang mengalami pergantian sosial bila metode sosialnya juga berubah. Makara, dalam kemajuan penduduk itu, individu tidak berperang apa-apa. Mereka hanyalah poin-poin kecil yang digerakkan oleh sistem sosial, politik, ekonomi. Dulu, para sosiolog melacak pergeseran-pergantian pada masyarakat pada pergeseran-pergantian institusi; individu sama sekali tidak memegang peranan. Sebagai teladan khususnya dalam tesis Marx. Namun, Weber membalikkan persepsi ini dengan mengatakan bahwa semua perubahan sosial dimulai dari pergeseran tingkah laku insan. Perubaan dari human action, perubahan dari tindakan-tindakan insan yang ada dimasyarakat. Karena itu, banyak ahli menganggapWeber selaku pendiri dari apa yang disebut sociologi humanis, sosiologi yang (kembali) menempatkan peranan insan dalam pergeseran-perubahan sosial. Berbeda dengan Marx, Weber beropini bahwa superstucture, soft belief system, ideology yakni aspek yang sangat aktif dan efektif dalam mengubah sejarah. Tesis Weber ini terbukti dengan hadirnya kapitalisme (Rahmat, 1999).
Kapitalisme yakni sebuah tata cara sosial yang di tegakkan di atas dasar penelusuran keuntungan dan tindakan-langkah-langkah rasional. Kata Marx Weber, kapitalisme yakni pengantar menuju penduduk modern. Bersamaan dengan lahirnya kapitalisme, lahir pula institusi-intitusi dan penguasaan-penguasaan gres yang independen. Pandangan gres tentang pasar (market) juga mulai muncul dipermukaan. Menurut Weber, selaku suatu metode sosial, kelahian kapitalisme. Ada sekelompok orang yang perilakunya berbeda dengna pada umumnya orang pada zaman itu. Kapitalisme muncul alasannya sekelompok orang yang di sebut Weber sangat newentrepreneur (pebisnis-pebisnis baru) melakukan serangkaian langkah-langkah (human action). Tindakan itu didasarkan pada semangat yang disebut semangat kapitalisme. Semangat kapitalisme terdiri dari tiga rukun berikut; Motif mendapatkan keuntungan (profit motive), hidup zuhud atau sederhana (ascetic orentation), dan semangat misi (ideas of calling).
2. Manusia-manusia Besar
Teori wacana great individuals (insan-insan besar yang mengubah sejarah) dikemukakan oleh beberapa orang. Thomas Carlyle, contohnya, adalah penulis buku Heroes and Hero Worshipers (para satria dan pemujaan hero). Menurut Carlyle, sejarah yakni biografi insan besar “history of the world is the biography of the great man”. Pada salah satu bagian, beliau menulis wacana Rasulullah, The Hero as The Prophet, pendekar sebagai Nabi. Thomas Carlyle menatap sejarah sebagai biografi dari insan-manusia besar. Dia menyampaikan, “sejarah universal merupakan sejarah apa yang sudah diraih oleh umat manusia di dunia dan pada dasarnya adalah sejarah insan besar yang telah melakukan pekerjaan di dunia”. Lebih lanjut, Carlyle menyampaikan bahwa manusia besar yaitu jiwa dari seluruh sejarah umat insan.
Ada tiga macam tipe individu di tengah-tengah masyarakat (Rahmat, 1999). Pertama, ada ordinary people (manusia-insan biasa) seperti kita yang membentuk jaringanjaringan sosial. Masyarakat bergotong-royong terdiri dari sekian banyak ordinary people. Kita tidak bisa memasukkan mereka selaku individu besar untuk mengubah sejarah. Kedua, exceptional actors, yaitu tokoh-tokoh yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Mereka bisa berbuat apa saja dan mempunyai kearifan yang dalam. Mereka mampu memahami apa yang dibutuhkan masayarakat di sekitarnya. Exceptional actors ini tergolong para nabi, pembaharu, dan tokoh sejarah besar. Mereka memiliki sesuatu yang istimewa yang membedakannya dengan manusia yang lain. Tipe terakhir yaitu orang-orang yang berada di antara kedua tipe tadi. Orang mirip ini tidak mempunyai kebijakan dan wawasan mirip yang dimiliki oleh exceptional actors, namun mereka menduduki posisi penting di penduduk . Karena itu mereka umumnya disebut holders of exceptional positions. Seseorang, contohnya, yang mempunyai kearifan yang rendah, datang-datang menjadi presiden. Maka ia pun akan ikut memilih jalannya sejarah dan dapat mempengaruhi proses perubahan pergeseran sosial. Bahkan, sekiranya ia buta karakter seperti seorang kaisar di Afrika, beliau mampu menentukan jalannya sejarah, paling tidak di negerinya sendiri.
Lalu apa yang dijalankan oleh great individuals itu untuk mengubah sejarah? Ada beberapa type of actions yang dilaksanakan oleh insan. Sebagai anggota penduduk kita berada dalam sebuah spektrum, dari private actions, tindakan orang yang mensugesti secara pribadi namun tidak begitu banyak yang menjadikan pergeseran sosial, sampai langkah-langkah bersama (collective actions) yang tidak terorganisasi, umumnya dilaksanakan dengan cara yang buruk. Demonstrasi-demonstrasi yang belakangan marak, biasanya hanya bersifat temporer. Kerusuhan-kerusuhan juga menjadikan pergeseran sosial, namun tidak berdampak besar kepada penduduk selaku bangsa. Collective actions ini umumnya dikerjakan oleh social movement (gerakan-gerakan sosial). Tindakan yang lebih mampu mengganti lagi adalah langkah-langkah-tindakan yang terorganisasi, terpola, dan sudah disiapkan sebelumnya, mirip organizing dan mobilizing. Dalam ungkapan Bung Karno, ada yang diketahui dengan pembentukan kekuatan dan pemanfaatan kekuatan. Ada suatu organisasi sosial yang mengorganisasi rencana-rencana mereka membentuk kekuatan dan memanfaatkan kekuatan itu. Tindakan yang paling selesai yaitu tindakan-tindakan politik (political action). Seorang great individuals diukur pengaruhnya dari seluruh tindakan ini (Sztompka, 2004).
3. Revolusi
Ketika seluruh bangsa dilanda krisis, siapa pun menuntut perubahan. Makin menderita bangsa itu, kian ingin pergeseran itu segera terjadi. Revolusi timbul sebagai strategi terbaik. Reformasi dianggap terlalu lamban, sementara perut tidak mampu menanti. Bila penyakit sosial mirip korupsi telah berurat berakar dalam seluruh badan bangsa, kita membutuhkan pembedahan total; yaitu, revolusi. Ada kerinduan untuk menyongsong revolusi. Ada pujian dalam gerakan revolusioner. Ada banyak acuan bangsa-bangsa besar lahir dari puing-puing revolusi. Tetapi, pada dikala yang sama, ada ketakutan akan kecanggihan revolusi. Bayangan kita wacana revolusi itu ambigu. Pada satu segi, revolusi dipandang sebagai pelita cita-cita, yang membimbing kita dari kegelapan status quo pada cahaya masa depan. Pada segi lain, revolusi dilihat selaku momok yang menyeramkan, bersimbah darah, dan sarat adegan kekerasan (Sztompka, 2004).
Revolusi ialah manifestasi pergantian sosial yang paling spektakuler. Revolusi menengarai guncangan mendasar dalam proses sejarah, membentuk kembali penduduk dari dalam dan merancang lagi bangsa. Revolusi tidak membiarkan apapun seperti sebelumnya; revolusi menutup satu zaman dan membuka zaman gres. Pada ketika revolusi, penduduk mengalami puncak perannya, ledakan peluangtransformasi diri. Pada bangkitnya revolusi, masyarakat dan para anggotanya seakan-akan dihidupkan kembali, nyaris dilahirkan kembali. Dalam pengertin ini, revolusi adalah tanda kesehatan sosial. Karena muatan makna yang penuhideologis, revolusi sering dirancukan dengan banyak sekali cara pergantian sosial lainnya. Revolusi memang pergeseran yang cepat; tetapi tidak semua perubahan yang cepat disebut revolusi. Menurut Sztompka, paling tidak ada lima ciri yang membedakan revolusi dari jenis-jenis pergeseran sosial lainnya:
1. Revolusi menimbulkan perubahan pada skala yang paling luas; menjamah semua tahap dan dimensi masyarakat: ekonomi, politik, budaya, organisasi sosial, kehidupan sehari-hari, kepribadian insan.
2. Pada semua bidang kehidupan ini, perubahannya bersifat radikal, fundamental, mencapai akar atau inti dari konstitusi dan fungsi masyarakat.
3. Perubahan berjalan dengan sangat cepat, seperti sebuah ledakan dinamika yang terbersit dari arus lamban proses sejarah.
4. Revolusi juga menunjukkan pergantian yang paling kentara; karena itu paling dikenang.
5. Revolusi menjadikan reaksi emosional dan intelektual yang sangat istimewa pada para akseptor atau saksi revolusi: semangat yang membara, ledakan mobilisasi massa, optimisme, perasaan perkasa, kegembiraan dalam keikutsertaan pada ‘pesta’ revolusi; aspirasi yang melangit dan utopia periode depan.
Perubahan sosial mampu dijalankan dengan revolusi atau people’s power. Revolusi atau people’s power ialah bab dari power strategy (taktik pergeseran sosial dengan kekuasaan). Dan revolusi merupakan puncak dari semua bentuk pergantian sosial. Karena, ia menjamah segenap sudut dan dimensi sosial secara radikal, massal, cepat, mencolok, dan mengundang gejolak intelektual dan emosional dari siapa pun yang terlibat di dalamnya.
Strategi pergantian yang yang lain yaitu persuasive strategy (taktik persuasif). Dalam strategi ini, media massa bisa sungguh berperan. Karena, kebanyakan, strategi persuasif dijalankan lewat pembentukan opini dan pandangan masyarakat yang tidak lain lewat media massa. J.A.C. Brown memasukkan propaganda dalam strategi persuasif untuk melaksanakan pergantian sosial (Ritzer, 2003).
Dan yang terakhir yakni seni manajemen normative reeducative (normatif-reedukatif). Normatif adalah kata sifat dari norm (norma) yang memiliki arti aturan yang berlaku di masyarakat. Posisi kunci norma-norma sosial dalam kehidupan bermasyarakat telah diakui secara luas oleh nyaris semua ilmuwan sosial.
Norma termasyarakatkan lewat education (pendidikan). Oleh karena itu, seni manajemen normatif ini lazimnya digandengkan dengan upaya reeducation (pendididkan-ulang) untuk menanamkan dan mengganti paradigma berpikir masyarakat yang lama dengan yang gres. Makara, strategi ini juga lebih banyak bersifat persuasif dan bertahap. Lain halnya dengan revolusi yang disebut selaku pergeseran sosial secara cepat.
Perubahan sosial berlainan dengan pergeseran perorangan. Walaupun, mungkin saja perubahan perorangan mempengaruhi perubahan sosisal dikemudian hari. Sebaliknya pun begitu. Perbedaannya terletak pada relevansinya dengan rekayasa sosial dan rekayasa perorangan. Rekayasa sosial dijalankan alasannya adalah hadirnya persoalan-masalah sosial. Sebelum ada problem sosial, tidak akan ada orang berpikir untuk melakukan rekayasa sosial. Kaprikornus, munculnya duduk perkara sosial yang harus secepatnya diselesaikan merupakan faktor utama dalam melakukan rekayasa sosial.
Untuk menangani masalah sosial, kita perlu mengganti institusi-institusi sosial, sistem sosial, dan norma-norma sosial yang sebelumnya berlaku dalam sebuah masyarakat. Pendeknya, mesti ada sebuah pergantian sosial, bukan perorangan. Dan, mirip yang sudah disebut di atas, pergantian sosial yang terencana (planed social change) niscaya melalui rekayasa sosial. Belakangan, rekayasa sosial ini diganti dengan social marketing (penjualan sosial). Karena, saat kita menyiapkan sebuah pergeseran sosial, kita bekerjsama sedang memasarkan planning gres atau penyelesaian. Biar berjalan lancar, solusi itu perlu dipasarkan dan ditawarkan kepada penduduk . Bila kebanyakan anggota penduduk mendapatkan tawaran kita, maka pergeseran sosial itu akan berlangsung dengan lancar. Jika yang terjadi sebaliknya maka pergeseran sosial itu mampu terhambat atau bahkan tidak bisa jalan sama sekali.
Ada beberapa problem sosial yang disebutkan oleh para ilmuwan sosial sebagai sumber-sumber pergeseran: (1) Poverty (kemiskinan). Kemiskinan ialah duduk perkara sosial yang melibatkan orang banyak. (2) Crimes (kejahatan). Kejahatan bisa berjenjang-jenjang dari blue collar crimes sampai white collar crimes (kejahatan orang yang berkerah putih). White color crimes, misalnya, yakni kejahatan yang dilakukan oleh para ustad, direktur, birokrat, politisi, dan yang setingkat dengan mereka (Rahmat, 1999).
Sekarang ini, penduduk kita dilanda oleh white color crimes yang sangat menggugah dan mengungkit rasa keadilan kita. Seringkali kita menemukan ada anak jalanan atau rakyat jelata yang dipukuli oleh satpam sampai mati hanya alasannya adalah mencuri kayu di hutan sejumlah beberapa kubik saja. Sementara, yang mencuri kekayaan hutan seharga ratuan juta dibiarkan. Masalah white color crimes ini yaitu duduk perkara sosial yang amat menganiaya rakyat kecil di Indonesia pada zaman Orde Baru ataupun dikala ini. (3) Pertikaian atau pertentangan. Konflik sosial mampu bersifat rasial, etnis, sektarian, ideologis, dan sebagainya. Bahkan, dalam kerangka pikir Marxian, perubahan (transformation) sistem sosial yang bersifat menyeluruh cuma akan terjadi melalui pertentangan. Tanpa terjadi konflik, tidak akan ada transformasi yang bersifat menyeluruh.