Konsep Penjualan Hijau (Green Marketing)

Konsep Pemasaran Hijau (Green Marketing) 
Istilah green marketing (penjualan hijau) selaku salah satu usaha strategis dalam menciptakan bisnis yang berbasis lingkungan dan kesehatan sudah dikenal pada tamat tahun 1980-an dan awal 1990-an. The American Marketing Associate (AMA) pada tahun 1975 mengadakan pelatihan pertama perihal ”Ecological marketing”, pelatihan ini menciptakan buku pertama ihwal Pemasaran hijau (green marketing) berjudul ”Ecological Marketing” (Henion and Kinnear, 1978) dan semenjak dikala itu banyak buku wacana topik tersebut dipublikasikan (Charter 1992, Ottman 1994). Pride and Ferrell, 1993 dalam Nanere, (2010), menyampaikan bahwa green marketing dideskripsikan selaku perjuangan organisasi/ perusahaan mendesign, penawaran spesial, harga dan distribusi produk-produk yang tidak merugikan lingkungan. 
American Marketing Associate (AMA) mendefinisikan green marketing is the marketing of products that are presumed to be environmentally safe (sebagai sebuah proses penjualan produk-produk yang diasumsikan aman terhadap lingkungan). Polonsky, Rosenberger and Ottman (1998), mendefinisikan green marketing selaku “All activities designed to generate and facilitate any axchange intended 
to satisfy human needs or wants, such that the satisfaction of these needs and wants occurs, with minimal detrimental impact on the natural environment” (Green marketing yaitu konsistensi dari semua aktifitas yang mendesain pelayanan dan akomodasi bagi kepuasan kebutuhan dan cita-cita manusia, dengan tidak mengakibatkan pengaruh pada lingkungan alam). Shields mengemukakan “ The efforts by organizations to produce, promote, package, and reclaim product in a manner that is sensitive or responsive to ecological concerns (Usaha dari organisasi untuk memproduksi, melaksanakan, mengemas dan menciptakan produk yang peduli terhadap lingkungan) (Http://www.flickr.com/photos/cali2okie/2399377732/). 
Mintu and Lozada (1993) dalam Lozada (2000) mendefinisikan Pemasaran hijau (green marketing) selaku “aplikasi dari alat penjualan untuk memfasilitasi pergeseran yang menawarkan kepuasan organisasi dan tujuan individual dalam melakukan pemeliharaan, dukungan, dan konservasi pada lingkungan fisik”. Sedangkan Pride and Farrel (1993) mendefinisikan Pemasaran hijau (green marketing) sebagai sebuah upaya orang mendesain, mengiklankan, dan mendistribusikan produk yang tidak merusak lingkungan. Charter (1992) memperlihatkan definisi Pemasaran hijau (green marketing) ialah holistik, tanggung jawab strategik proses manajemen yang mengidentifikasi, mengantisipasi, memuaskan dan memenuhi keperluan stakeholders untuk memberi penghargaan yang wajar, yang tidak menimbulkan kerugian terhadap insan atau kesehatan lingkungan alam. Ottman (2006) mengemukakan bahwa dimensi green marketing, dengan mengintegrasikan lingkungan ke dalam semua aspek penjualan pengembangan produk baru (green product) dan komunikasi (green communication). 
Produk Hijau 
Kasali (2005) mendefinisikan, produk hijau (Green product) yaitu produk yang tidak berbahaya bagi insan dan lingkungannya, tidak boros sumber daya, tidak menciptakan sampah berlebihan, dan tidak melibatkan kekejaman pada binatang. Selanjutnya, Nugrahadi (2002) mengemukakan, produk hijau (green product) yakni produk yang berwawasan lingkungan. Suatu produk yang dirancang dan diproses dengan suatu cara untuk meminimalkan imbas-imbas yang mampu mencemari lingkungan, baik dalam bikinan, pendistribusian dan pengkonsumsianya. Hal ini mampu dikaitkan dengan pemakaian bahan baku yang dapat didaur ulang. Ottman (2006) mendefinisikan green product are typically durable, nontoxic, made from recycled materials or minimally packaged (produk hijau lazimnya tahan lama, tidak beracun, yang dibuat dari bahan daur ulang). 
Dari pendapat-pertimbangan para ahli di atas dapat kita buat suatu kesimpulan tentang karakteristik produk hijau, yakni: 
a) Produk tidak mengandung toxic, 
b) Produk lebih tahan lama, 
c) produk memakai materi baku yang mampu didaur ulang, 
d) produk menggunakan bahan baku dari bahan daur ulang, 
e) Produk tidak menggunakan bahan yang dapat merusak lingkungan, 
f) Tidak melibatkan uji produk yang melibatkan binatang bila tidak betul-betul diharapkan, 
g) Selama penggunaan tidak merusak lingkungan, 
h) Menggunakan bungkus yang sederhana dan menyediakan produk isi ulang, 
i) Tidak membahayakan bagi kesehatan insan dan binatang, 
j) Tidak menghabiskan banyak energi dan sumberdaya lainya selama pemrosesan, penggunaan, dan pemasaran, 
k) Tidak menghasilkan sampah yang tidak berkhasiat akibat kemasan dalam jangka waktu yang singkat. 

Bauran Pemasaran 
Pemasaran berafiliasi dengan mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan insan dan msyarakat. Salah satu definisi penjualan ialah “memenuhi kebutuhan secara menguntungkan”. 
McCarthy mengklasifikasikan alat-alat ini menjadi empat kalangan besar, yang disebutnya empat (4) P tentang pemasaran: produk (Product), Harga (Price), Promosi (Promotion), dan Tempat (Place). McCarthy(1996) dalam Kotler dan Keller (2007). 
Menurut Payne (2000), desain bauran penjualan merupakan alat yang dikembangkan dengan baik yang dipakai selaku struktur oleh para pemasar. Konsep ini berisikan berbagai macam bagian acara pemasaran yang perlu diperhitungkan semoga berhasil melakukan taktik dengan segmentation, targeting, dan positioning penjualan dalam pasar-pasar perusahan tersebut. Karena itu, bauran pemasaran dapat dikatakan selaku fungsi pemasaran yang ialah perpaduan dari aneka macam aspek yang mampu dikendalikan oleh sebuah organisasi pemasaran yang dimobilisasi untuk memenuhi keperluan suatu kalangan pelanggan tertentu. Berbagai faktor ini umumnya diselaraskan dengan kebijakan perusahaan yang terus menyesuaikan dengan lingkungan bisnis yang terus mengalami pergantian mengikuti sikap pelanggan. 
Bauran pemasaran dapat dibilang selaku inti dari sebuah metode penjualan yang ada didalam perusahaan. Oleh Stanton (1991) bauran penjualan mampu diartikan sebagai kombinasi dari empat variabel atau acara yang merupakan inti dari tata cara pemasaran perusahaan yang berisikan produk, struktur harga, acara penawaran spesial, dan tata cara distribusi. 
Zeithaml and Bitner (2000) memaknai bauran pemasaran sebagai elemen-elemen organisasi perusahaan yang dapat diatur oleh perusahaan dalam melakukan komunikasi dengan konsumen dan akan digunakan untuk membuat puas pelanggan. Sedangkan Kotler (2000) menyatakan bauran penjualan ialah sekumpulan alat penjualan (marketing mix) yang mampu digunakan oleh perusahaan untuk meraih tujuan pemasarannya dalam pasar target. 
Dengan demikian bauran penjualan ialah bentuk instrumen penjualan yang mampu dikendalikan oleh pemasar yang dipakai untuk melakukan komunikasi dengan konsumen dalam rangka mencapai tujuan dan target pemasaran sesuai dengan target pasar yang ditujunya. Semua faktor bauran penjualan dapat dikatakan sama pentingnya, tetapi dalam kenyataannya mungkin ada salah satu yang lebih menonjol dari pada yang lain. Hal ini disebabkan alasannya adalah imbas lingkungan ekternal mirip kompetisi, dan kondisi ekonomi, serta bentuk pasar yang ada. 
Produk 
Secara konseptual, produk yaitu pengertian subyektif dari produsen atas sesuatu yang mampu disediakan selaku perjuangan mencapai tujuan organisasi lewat pemenuhan keperluan dan impian konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar. Selain itu produk mampu didefinisikan juga pandangan pelanggan yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produsinya. Tjiptono (2008), Secara lebih rinci mengurakan wacana rancangan produk total meliputi barang, bungkus, merek, label, pelayanan, dan jaminan . 
Harga 
Harga ditetapkan pastinya memiliki tujuan tertentu bagi produsen dan konsumen. Menurut Tjiptono (2008), tujuan penetapan harga sebab mempunyai maksud mirip: Tujuan berorientasi pada keuntungan; Tujuan berorientasi pada volume; Tujuan berorientasi pada gambaran, dan Tujuan stabilisasi harga, serta Tujuan-tujuan yang lain. 

Tempat atau Saluran distribusi atau Lokasi 
Saluran distribusi atau tempat atau lokasi ialah salah satu aspek yang memberikan kontribusi bagi tercapainya tujuan perusahaan dalam memasarkan produk. Menurut Payne (2000) lokasi berkenaan dengan keputusan perusahaan tentang dimana operasi dan staf akan diposisikan. Menurut Payne (2000) ada tiga jenis interaksi antara produsen dengan pelanggan ialah: Pelanggan mengunjungi produsen, Produsen mengunjungi pelanggan, dan Produsen dan pelanggan melakukan transaksi bisnis melalui pihak ketiga. 
Promosi 
Menurut Stern (1989) penyeleksian atau penentuan alat penawaran spesial akan tergantung pada tujuan penawaran khusus. Tjiptono (2008) menyaksikan tujuan utama promosi ialah mengumumkan, mempengaruhi dan membujuk, serta mengingatkan pelanggan sasaran perihal perusahaan dan bauran pemasarannya. Ketiga tujuan penawaran spesial itu dijabarkan selaku berikut: Menginformasikan (informing), Membujuk pelanggan sasaran (pesuating), Mengingatkan (reminding). 
Setelah mengetahui tujuan penawaran khusus barulah perusahaan memilih alat penawaran spesial yang paling cocok. Alat penawaran spesial yang sering digunakan antara lain iklan, personal selling, penawaran khusus penjualan, dan publisitas (Stanton, 1987). Oleh Tjiptono (2008) dinamakan bauran penawaran khusus yang berisikan: Personal selling, Mass selling berisikan periklanan dan publisitas, Publisitas, Sales Promotion (Promosi pemasaran), Public relations (hubungan penduduk ), dan Direct marketing. 
Perilaku Konsumen 
Perilaku pelanggan merupakan sebuah studi yang didalamnya meliputi suatu proses seseorang atau kelompok dalam menyeleksi, menentukan, membeli, dan memakai atau mencampakkan sebuah produk, jasa, inspirasi, atau pengalaman untuk memenuhi keperluan dan cita-cita (Solomon, 2002). Menurut Ma’ruf (2005), perilaku pelanggan (consumer behavior) yaitu proses yang terjadi pada konsumen ketika menetapkan untuk membeli, apa yang dibeli, dimana, kapan, dan bagaimana membelinya. Sehingga, dapat disimpulkan bergotong-royong perilaku pelanggan merupakan sebuah proses yang terus-menerus (berkelanjutan). 
Perilaku pembelian pelanggan dimulai dari perilaku pelanggan itu sendiri. Engel et. al, (1994) menyatakan bahwa, “perilaku konsumen mampu didefenisikan selaku berikut : “Kegiatan-aktivitas individu yang secara eksklusif terlibat dalam usaha memperoleh, menyantap, dan menciptakan barang dan jasa, tergolong proses kebutuhan yang mendahului dan mengikuti langkah-langkah ini”. 
Menurut Swasta dan Handoko (2002), sikap konsumen yakni kegiatan yang secara eksklusif terlibat dalam menerima serta 
mempergunakan barang dan jasa. Termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada antisipasi dan penentuan acara-acara tersebut. Kaprikornus, berdasarkan observasi diatas, terdapat dua bagian yang penting dalam sikap pelanggan : Proses pengambilan keputusan, dan Kegiatan fisik. 
Selain dipengaruhi oleh stimulus, pengambilan keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh motivasi konsumen.Konsumen memiliki motivasi yang senantiasa berganti mengenai harapan, pandangan serta preferensi.Kadangkala sebuah saat konsumen menggemari suatu barang, tetapi dilain waktu ia bisa tidak menggemari barang tersebut. Perubahan-perubahan seperti ini mesti terus disertai oleh produsen bila tak mau ditinggalkan oleh pelanggan.Untuk itu, mempelajari motivasi pembelian merupakan suatu area penting dalam kegiatan pemasaran. 


Motivasi Pembelian 
Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang memiliki arti dorongan atau menggerakkan. Motivasi merupakan aspek yang penting dalam ilmu sikap konsumen sebab motivasi yaitu hal yang menjadikan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia (Nugroho, 2003). Menurut American Encyclopedia dalam Nugroho (2003), motivasi adalah kecendrungan dalam diri seseorang yang menghidupkan topangan dan langkah-langkah. Pemahaman perihal motivasi bukanlah hal yang gampang. Motivasi merupakan sesuatu yang ada dalam diri seseorang dan tidak tampak dari luar. Motivasi akan nampak lewat sikap seseorang yang mampu dilihat atau diperhatikan. 
Setiap konsumen mempunyai dua sifat motivasi pembelian yang saling tumpang tindih dalam dirinya, yaitu rasional dan emosional. Menurut Ma’ruf (2005), ada dua tipe motivasi dalam pembelian : Emosional, dan Rasional 
Tipe-Tipe Pembelian 
Cobb and Hoyer dalam Geoff and Clive (1998) menyatakan bergotong-royong terdapat tiga tipe pembelian yaitu: 
1. Pembelian yang direncanakan (planned), 
2. Pembelian yang setengah dijadwalkan (partial planner) 
3. Pembelian impulsif, 
Teori Perilaku Rencanaan (Theory of Planned Behavior) 
Teori perilaku rencanaan (theory of planned behavior atau TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut dari theory of reasoned action (TRA). Icek Ajzen berbagi teori TPB ini. 
(Ajzen,1988). Ajzen (1988) menyertakan suatu konstruk yang belum ada di TRA. Konstruk ini disebut dengan kendali sikap persepsian (perceived behavioral control). Konstruk ini ditambahkan di TPB untuk mengendalikan sikap individual yang dibatasi oleh kelemahan-kekurangannya dan keterbatasan-keterbatasan dari kelemahan sumber-sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan perilakunya. (Chau and Hu 2002). 

Model Teori Perilaku Rencanaan 
Dengan menambahkan sebuah konstruk ini, ialah control sikap persepsian (perceived behavioral control).  
Teori sikap rencanaan (theory of planned Behavior) ialah pertumbuhan dari teori langkah-langkah berargumentasi (theory of reasoned action). Seperti sudah dibahas di bagian sebelumnya, bahwa teori langkah-langkah berdalih (theory of reasoned action) dirancang untuk berhubugan dengan perilaku-perilaku yang mana orang-orang memiliki tingkat yang tinggi kepada control kemauannya (volitional control) dan mengasumsikan bahwa semua perilaku 
adalah domain-domain dari personality dan psikologi sosial. Teori perilaku rencanaan (theory of planned behavior) secara eksplisit mengenal kemungkinan bahwa banyak perilaku tidak semuanya di bawah control penuh sehinga rancangan dari control sikap persepsian (perceived behavioral control) disertakan untuk mengatasi perilaku-sikap seperti ini. Jika semua perilaku dapat dikelola sepenuhnya oleh individual-perorangan, yaitu kendali perilaku (behavioral control) mendekati maksimum, maka teori perilaku rencanaan (theory of planned behavior) kembali menjadi teori tindakan berargumentasi (theory of reasoned action). 
Sikap Terhadap Perilaku Dan Pengaruhnya Terhadap Minat Dan Perilaku. 
Sikap (attitude) yakni penilaian doktrin (belief) atau perasaan positif atau negative dari seseorang jikalau harus melakukan perilaku yang diputuskan. 

Norma-Norma Subjektif Dan Pengaruhnya Terhadap Minat Dan Perilaku 
Ajzen (1991) dalam Jogiyanto (2007) mengemukakan bahwa norma-norma subjektif (subjective norms) yakni pandangan atau pandangan seseorang terhadap dogma-kepercayaan orang lain yang mau mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang diperhitungkan. 


Kontrol Perilaku Persepsian Dan Pengaruhnya Terhadap Minat Perilaku 
Kontrol perilaku persepsian didefinisikan oleh Ajzen (1991:88) selaku akomodasi atau kesusahan persepsian untuk melaksanakan sikap “the perceived ease or difficult of performing the behavior”. Taylor dan Todd (1995:149) mendefinisikan Kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control) selaku pandangan dan konstruk-konstruk internal dan eksternal dari perilaku. Kontrol sikap persepsian (perceived behavioral control) ini mencerminkan pengalaman kurun kemudian dan juga mengantisipasi halangan-hambatan yang ada. 
Minat Perilaku Dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku 
Minat merupakan “salah satu aspek psikologis yang mempunyai imbas cukup besar terhadap perilaku perilaku dan minat juga ialah sumber motivasi yang mau mengarahkan seseorang untuk melakukan sebuah acara atau tindakan” (Schiffman & Kanuk, 2007). 
Theory of reasoned action menjelaskan bahwa sikap dilakukan alasannya perorangan memiliki minat atau impian untuk melakukannya. Terkait dengan versi TPB, minat perilaku yakni sebuah fungsi dari perilaku, norma-norma subjektif, dan kendali perilaku persepsian terhadap sikap. Ini memiliki arti bahwa minat seseorang untuk melakukan sikap diprediksi oleh sikapnya kepada perilakunya dan bagaimana ia berpikir, orang lain akan menilainya jika individu tersebut melakukan perilaku itu, dan berikutnya iman-doktrin internal dan eksternal yang dipersepsikan selaku pengontrol. Schiffman & Kanuk (2007) mengemukakan bahwa minat berbelanja ialah “acara psikis yang muncul alasannya adalah adanya perasaan (afektif) dan pikiran (kognitif) kepada sebuah barang atau jasa yang dikehendaki”. Sehingga minat membeli dapat diartikan sebagai sebuah sikap senang kepada sebuah obyek yang menciptakan individu berupaya untuk mendapatkan obyek tersebut dengan cara membayarnya dengan uang atau dengan pengorbanan. Dalam kekerabatan 
dengan penelitian ini, minat merupakan variabel interviening antara variabel Green marketing dan keputusan pembelian produk organik. 
Telah Hasil observasi terdahulu 
Terkait penelitian tentang “Green Marketing” dan pengaruhnya kepada Keputusan Pembelian lewat Minat Beli produk organik, untuk menawarkan deskripsi dan kerangka konseptual yang lebih komprehensif, penelitian ini dilengkapi dengan hasil-hasil penelitian terdahulu yang sangat menunjang dan bersifat menguatkan atau melemahkan posisi bahasan topik observasi ini. Selain klarifikasi, penelitian terdahulu tergambar dalam bentuk maping pada tabel matriks. 
o Tarkiainen and Sundqvist (2006) melaksanakan penelitian dengan judul “Subjective Norms, Attitudes and Intentions of Finnish Consumers in Buying Organic Food”. 
o Magistris and Gracia (2008) dalam observasi yang berjudul “The decision to buy organic food products in Southern Italy”. 
o Kalafatis et al.,(1999) melakukan penelitian dengan judul ”Green Marketing and Ajzen’s Theory of Planned Behavior: A cross-Market examination”. 
o Haryadi R (2009) melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Green Marketing terhadap Pilihan Konsumen lewat Pendekatan Marketing Mix (Studi kasus pada The Body Shop Jakarta). 
o Fotopoulos dan Krystalis (2002) melaksanakan penelitian dengan judul “Purchasing motives and profile of the Greek Organic Consumer: A countrywide survey”. 
o Marija Radman (2005) melakukan observasi dengan judul ”Consumer consumption and perception of organic products in Croatia”. 
o Tsakiridou et al.,(2007) melaksanakan observasi dengan judul, “Attitudes And Behavior Towards Organic Products: An Exploratory Study”. 
o Zanoli & Naspetti (2002) dalam observasi yang berjudul, “ Consumer Motivations in the Purchase of Organic food: A Means-End Approach”. 
o Magnusson, et al., (2001) melaksanakan penelitian dengan judul,” Attitudes toward Organic Foods among Swedish Consumers”. 
o Tregear, Dent & McGregor (1994) dalam penelitian yang berjudul ”The Demand for Organically Grown Produce”, 
o Hasrini sari (2008) dalam observasi yang berjudul “Pemasaran Produk Hijau : Profil Pelanggan menurut Usia, Gender, Pendidikan, dan Pengalaman membeli. 
o Junaedi S.MF (2008) melakukan observasi dengan judul “Pengaruh Gender Sebagai Pemoderasi Pengembangan Model Perilaku Konsumen Hijau Di Indonesia”. 
o Junaedi S.MF (2003), “ Analisis aspek demografi, saluran media dan sumber isu Terhadap kepedulian dan kesadaran lingkungan pelanggan: Kajian penjualan yang berwawasan sosial”.
Hasil penelitian terdahulu diatas, membenarkan/ menjustifikasi determinan perilaku pembelian produk hijau dan produk organik yang ramah lingkungan. Secara umum, bisa mengungkapkan dan menerangkan bahwa permodelan dari Theory of Planned Behavior/TPB (Teori perilaku rencanaan) dari Ajzen (1991), yang meliputi Minat sikap, Sikap terhadap Perilaku, Norma-norma Subjektif, dan Kontrol perilaku persepsian, merupakan determinan dari sikap pembelian (Keputusan membeli) produk organik/produk hijau yang ramah 
lingkungan (Kalafatis, et al.,1999; Tarkiainen and Sundqvist, 2006; Magistris and Gracia, 2008; Tsakiridou et al.,2007; Junaedi,2008; Magnusson, et al., 2001). Selain permodelan dari TPB, observasi lain yang menyaksikan dari desain penjualan yang dideskripsikan selaku bauran pemasaran atau marketing mix memberikan dampak yang signifikan terhadap niat beli dan keputusan pembelian (Haryadi, 2009; Tregear, Dent & McGregor,1994; Fotopoulos dan Krystalis, 2002; Radman, 2005; Zanoli & Naspetti, 2002; Junaedi, 2003; Hasrini, 2008).