Kondisi Penduduk Indonesia Sebelum Islam

Ajaran agama Islam masuk ke wilayah negara nusantara Indonesia dimulai semenjak masa ke-7 sampai 16 Masehi. Adapun proses masuknya agama Islam ke Indonesia kebanyakan berlangsung dikerjakan secara tenang yaitu tanpa melalui kekerasan. Islam masuk ke wilayah Indonesia lewat kanal jual beli yang dilaksanakan baik para saudagar dari Arab, Gujarat, Persia dan dari Cina. 
Para pedagang yang datang dari tanah Arab, sering kali mesti singgah beberapa bulan lamanya di kawasan pelabuhan Indonesia untuk menanti datangnya pergantian angin muson barat dan angin muson timur. Pelabuhan yang menjadi daerah persinggahan kapal-kapal dagang tersebut berada di kawasan Sumatera. 
Sejak era ke 7, sebagian besar penduduk dari wilayah Cina bab sebelah barat telah memeluk Islam serta sebagian dari mereka telah menjalin perdagangan dengan penduduk Indonesia. Kondisi masyarakat Indonesia sebelum Islam mampu dilihat dari beberapa aspek, di antaranya : 
  • Kondisi sosial budaya
  • Kondisi agama/keyakinan
  • Kondisi perekonomian
  • Kondisi sosial dan politik
  • Kondisi suku bangsa.
Berikut ialah keadaan masyarakat Indonesia sebelum Islam selengkapnya.

a. Kondisi Sosial Budaya

Penduduk Indonesia berisikan berbagai suku bangsa yang masing-masing daerahnya mempunyai corak seni, budaya, dan bahasa beragam. Berbagai perbedaan itulah yang membentuk keragaman suku bangsa di Indonesia. Keanekaragaman atau pluralitas tersebut merupakan kekayaan bangsa yang tidak terhitung nilainya harganya sehingga harus tetap dipertahankan dan dilestarikan.

b. Kondisi Agama atau Kepercayaan

Masyarakat yang tinggal di Indonesia sebelum Islam sudah mengenal agama atau iman. Mereka sudah memeluk agama Hindu, Buddha, dan sebagian menganut iktikad Kapitaya. Agama Hindu lahir di India Sekitar tahun 1500 SM (sebelum masehi) dengan kitab suci Weda. Adapun agama Buddha dengan kitab suci Tripitaka lahir di India kurang lebih tahun 500 SM.
Sementara itu, Kapitaya adalah suatu iman yang memuja “sanghyang taya”, ialah mempunyai arti hampa atau kosong. Mereka mendefinisikan bahwa “sanghyang taya” yaitu sanghyang widi tan kena kinaya ngapa yen ana palah dudu (Tuhan itu dilarang diserupakan atau bahkan terlintas gambarannya di anggapan kita. Kalau hingga diwujudkan maka itu memiliki arti bukan Tuhan). 
Sedangkan para orientalis mengklasifikasikan keyakinan nenek moyang Indonesia dalam dua jenis, yaitu animisme dan dinamisme.

c. Kondisi Perekonomian

Penduduk Indonesia sebelum Islam mempunyai aneka macam mata pencaharian. Di antara mereka ada yang berdagang, bercocok tanam, beternak, serta berlayar atau menjadi nelayan. Penduduk Indonesia secara umum dikuasai bercocok tanam, utamanya yang tinggal di pedalaman. Adapun yang tinggal di kawasan pesisir rata-rata menekuni profesi sebagai nelayan dan pedagang.
Indonesia terletak di daerah tropis sehingga mengalami hujan lebat dan sinar matahari hampir sepanjang waktu yang merupakan komponen penting untuk bercocok tanam. Komoditas pertanian dan perkebunan sebagian besar mampu tumbuh di Indonesia yang notabene memiliki tanah subur melimpah. Indonesia ialah penghasil utama dari berbagai produk pertanian tropis. 
Komoditas pertanian dan perkebunan penting di Indonesia meliputi cengkih, kayu bagus, kayu putih, rempah-rempah, dan lain- lain.

d. Kondisi Sosial Politik

Sebelum Islam tiba ke Indonesia pada kala ke-7 hingga ke-12, Sriwijaya mengalami kala kejayaan, baik dalam bidang politik, sosial, maupun ekonomi. Kejayaan yang dialami Sriwijaya sangat ditentukan oleh letak daerahnya selaku kerajaan maritim. Dalam hal ini, Sriwijaya ialah bab dari jalur jual beli internasional.
Sebagai pelabuhan, pusat jual beli, dan pusat kekuasaan, Sriwijaya banyak dikunjungi oleh pedagang dari Persia, Arab, dan Tiongkok. Namun, memasuki kala ke-13, Sriwijaya menawarkan tanda-tanda kemunduran. Kekayaan alamnya sudah tidak lagi menciptakan dan kalah dengan pulau Jawa. Untuk mengakali hal ini, Sriwijaya menerapkan bea cukai yang mahal bagi kapal-kapal yang berlabuh.
Tindakan Sriwijaya tersebut ternyata tidak memberikan laba bagi kerajaan. Sebaliknya, kapal-kapal asing menjajal menghindar untuk berlabuh. Kemunduran Sriwijaya diperparah dengan serangan Kerajaan Singasari dari Jawa lewat ekspedisi Pamalayu. Melalui ekspedisi tersebut, supremasi Kerajaan Singasari dapat ditancapkan di bekas kawasan Sriwijaya di Sumatra.
Setelah Singasari berkuasa, kemudian muncullah Majapahit selaku kerajaan yang mempunyai kekuatan dan pengaruh lebih besar. Kemunculan Majapahit ini kian memperlemah kedudukan Sriwijaya. Majapahit pernah tampil sebagai supremasi kekuasaan di kawasan Indonesia setelah Sriwijaya runtuh. Kejayaan Kerajaan Majapahit terjadi pada kala pemerintahan Raja Hayam Wuruk beserta patihnya yang terkenal, yaitu Gajah Mada.
Dengan Sumpah Palapa, Gajah Mada melakukan ekspansi daerah secara luar biasa. Majapahit kemudian mengalami kemunduran yang lebih banyak disebabkan oleh adanya konflik internal. Pada tahun 1478 masehi, kerajaan Majapahit mengalami keruntuhan.

e. Kondisi Suku Bangsa

Masyarakat Indonesia memiliki suku bangsa yang bermacam-macam. Keragaman tersebut terbentuk oleh jumlah suku bangsa yang mendiami banyak sekali daerah yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Setiap suku bangsa memiliki corak seni, budaya, dan bahasa masing-masing. Berbagai perbedaan itulah yang membentuk keanekaragaman suku bangsa di Indonesia. 
Adanya kondisi Pluralitas tersebut merupakan suatu kekayaan milik bangsa yang tidak mampu ternilai harganya sehingga mesti tetap dipertahankan dan dilestarikan oleh generasi kini dan berikutnya. Demikian bahasan singkat perihal kondisi Indonesia sebelum islam, agar berguna.
  Aspek Penyebab Runtuhnya Kesultanan Turki Utsmani