1. Perkembangan Opini Publik
Opini Publik berasal dari bahasa Inggris, yakni: public opinion yang kemudian diubahsuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia, adapun Anwar Arifin (1998) lebih senang memakai perumpamaan pendapat umum sebagai terjemahan dari perumpamaan public oinion.
Opini Publik selaku suatu fenomena dalam kehidupan sosial dan politik mulai banyak diketahui dan digunakan pada akhir abad ke-18 di Eropa dan di Amerika Serikat yang mana pemakaian tersebut sungguh berhubungan dengan politik dan komunikasi politik. Alquin menyatakan “vox populi, vox dei” yakni suara rakyat yakni suara Tuhan. Bahkan Jeremy Benthan berpendapat bahwa Opini Publik sungguh penting selaku dasar negara demokrasi, alasannya mampu menjadi kontrol sosial.
Machiavelli yang pertama kali menggunakan istilah public opinion dalam pemahaman yang modern. Dalam bukunya yang berjudul Discourses ia menyatakan bahwa orang yang bijaksana tidak akan mengabaikan Opini Publik tentang soal-soal tertentu.
Rosseau, pemikir politik pertama yang melakukan analisis yang luas perihal Opini Publik terutama dalam hubungannya dengan kebijakan pemerintahan dan pendapat pribadi serta Opini Publik dalam kaitannya dengan pemerintahan dan perwakilan dominan dalam demokrasi. Rosseau (1913: 105) menyatakan bahwa dalam pergeseran sosial dan politik, pemerintah dihentikan terlalu jauh di depan pertimbangan rakyat. Rosseau pernah menyebut Opini Publik sebagai “ratu dunia” alasannya tidak mampu ditaklukan oleh raja-raja di zaman otoritarian pada abad ke 17 dan ke 18, kecuali si “ratu dunia” sudi “dibeli” sehingga menjadi “budak” dari raja. Rosseau menerima kritik dari Hennesy, menurutnya Rosseau dalam arti tertentu belum mampu disebut sebagai bapak Opini Publik terbaru karena analisisnya tidak sistematis.
Opini Publik sebagai fenomena sosial dan politik meningkat setelah lahirnya tata cara politik demokrasi yang menjamin adanya kebebasan menyatakan pertimbangan dan adanya kebebasan pers pada periode ke-19. Pada periode pemerintahan yang bersifat otoriter, pendaat rakyat tidak menerima perhatian oleh pemegang kekuasaan politik, dalam zaman ini berdasarkan William McKinnon dalam Hennessy (1989:3), Opini Publik belum ada dalam penduduk , meskipun tidak mampu diragukan lagi bahwa beberapa individu sudah memilikinya namun hal itu belum dapat disebut selaku pendapat umum.
Kemajuan ilmu, teknologi dan ekonomi pasar pada selesai periode ke-18 (awal kala ke-19) mendorong timbulnya kesadaran yang luas bahwa bunyi rakyat harus diamati dalam perumusan dan pengambilan keputusan politik. Sir Robert Peel, seorang negarawan Inggris merespon hal ini dengan sinis, menyatakan bahwa Opini Publik itu hanyalah gabungan antara kebodohan, kekurangan, perasaan bersalah, perasaan benar, keras kepala dan informasi surat kabar.
Istilah public opinion kemudian digunakan dalam kegiatan public relations (kekerabatan penduduk ) yang meningkat di Eropa dan Amerika Serikat setelah Perang Dunia-2. Public relations dikembangkan selaku suatu aktivitas untuk memengaruhi, membentuk, dan membina Opini Publik, selaku upaya menggantikan istilah dan kegiatan agitasi dan propaganda yang digunakan oleh negara-negara fasis dalam PD-2. Public relations di Indonesia pun berkembang pesat sejalan dengan pertumbuhan demokrasi yang menghargai keleluasaan menyatakan usulan secara umum dan terbuka serta kebebasan berusaha dalam bidang ekonomi.
Gagasan yang mendasari demokrasi dan kapitalisme yang berkembang pesat pada periode ke-20, iman bahwa setiap forum, organisasi dan perusahaan mesti secara otomatis melayani kepentingan umum, semakin bergema dan semakin dipraktekkan baik dalam bidang politik maupun ekonomi. Sehingga berkembang juga dikalangan media massa, cita-cita besar lengan berkuasa untuk melayani penduduk dan memperhatikan kepentingan publik. Dari sinilah Opini Publik menemukan urgensinya. Para pemikir dan akademikus mengamati kepentingannya serta urgensi Opini Publik, kemudian mengajarkannya diberbagai akademi tinggi. Kemungkinan besar studi, modern wacana Opini Publik dimulai dengan terbitnya buku Public Opinion and Popular Goverment karya A. Lawrence Loweel tahun 1919 dan buku Public Opinion oleh Walter Lipman (1922). Karya yang pertama terbit di Indonesia adalah Astrid Susanto, berjudul Pendapat Umum, terbit tahun 1975.
2. Pengertian Opini Publik
Opini Publik terdiri atas dua kata, yakni opini dan publik. Opini diambil dari kata opinion (Inggris) yang bermakna usulan, demikian juga kata publik berasal dari kata public (Inggris) yang diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia memiliki arti publik/biasa , dengan demikian Opini Publik sama dengan pertimbangan biasa , alasannya kedua istilah tersebut sama-sama dipakai di Indonesia.
Beberapa formulasi yang berlawanan terhadap opini maupun publik dalam perspektif ilmu komunikasi yang ialah sebagian dari ilmu sosial.
· Rober E. Lane dan David O. Sears (1965:8): “… an opinion is an answer that is given to a question in given situation”.
· Kimbal Young (Hartono,1966: 44) menyertakan bahwa “opinion means a belief or conviction more variable and stronger in intensity than a mere hunch or impression but less valid than truly verifiable or positive knowledge”
· William Albig (1939:6): “opinion is any expression on a controversial topic”. Selanjutnya Albig menunjukkan istilah, bahwa sesuatu yang sudah jelas/konkret tidak mampu dipertentangkan untuk melahirkan opini.
Berdasarkan rumusan di atas, opini mampu diketahui selaku pernyataan yang di komunikasikan sebagai tanggapan atas pertanyaan atau urusan yang kontroversial.
Selanjutnya publik diartikan selaku sekelompok orang yang meletakkan perhatian terhadap dilema yang dilontarkan melalui media massa, dan ikut serta dalam proses diskusi yang intensif untuk mencari cara memecahkan masalah yang dihadapi untuk kepentingan umum/orang banyak. Kimbal Young (Hartono, 1966: 45): publik tidak harus senantiasa bertemu tampang atau berafiliasi eksklusif, ditambahkan bahwa yang dimaksud publik ialah sejumlah orang yang terpencar dan memperlihatkan reaksi terhadap sebuah stimuli.
Publik diartikan selaku kelompok orang yang menaruh perhatian kepada problem yang dilontarkan melalui mass media dan ikut serta dalam proses diskusi yang intensif untuk mencari cara memecahkan dilema yang dihadapi untuk kepentingan biasa atau orang banyak. Dalam hal ini publik diartikan tidak sama dengan massa, melainkan diartikan selaku individu-individu di dalam golongan yang memiliki atau diperlukan mempunyai opini.
Kimbal Young menyatakan “ The public is not held together by face or shoulder to shoulder contacts; a number of people scatter in space react to stimulus, which is provided by indirect and mechanical means of communication”. Makara publik tidak harus berjumpa paras atau berhubungan langsun
Hartono Menjelaskan publik yakni kelompok yang abstrak dan orang-orang yang meletakkan minat pada sebuah problem atau kepentingan yang serupa, dimana mereka terlibat dalam suatu pertukaran anggapan melalui komunikasi tidak langsung untuk mencari solusi atau kepuasan atas persoalan atau kepentingan mereka itu.
Oey Hong Lee menjelaskan bahwa bagian-bab massa yang kepincut oleh problem-dilema dan persoalan-duduk perkara kemasyarakatan yang diteruskan oleh alat-alat komunikasi massa, secara impulsif mempersatukan diri dalm kelompok-kelompok yang dinamakan publik. Jumlah publik-publik secara keseluruhan dinamakan dengan Publik (abjad P besar). Selai n itu publik (abjad p kecil) diterangkan selaku orang banyak yang terhimpun dalm kalangan-kalangan yang sedang menghadapi suatu duduk perkara yang sulit dan kontoversial, serta berupaya untuk mencari penyelesaian dengan melaksanakan diskusi-diskusi secara tidak langsung.
Dalam publik itu terdapat individu-individu yang memahami masalah, rasional, kritis, bahkan seorang ahli dan mempunyai kepentingan yang perlu dijaga. Kelompok ini dapat juga dikatakan selaku kelompok kepentingan.
A. Lowrence Lowell menyebutkan bahwa publik atau lazim hanyalah kelompok yang mempunyai perhatian besar dan wawasan cukup kepada suatu problem dan tidak mutlak merupakan pertimbangan secara umum dikuasai. John Stuard Mill cuma mengartikan publik selaku golongan intelektual saja. Rousseau mengartikan publik yakni seluruh masyarakat (volente generale) dengan berpegang pada prinsip demokrasi pribadi.
Sehingga mampu diartikan bahwa Opini Publik yaitu pendapat yang serupa dan dinyatakan oleh banyak orang yang diperoleh lewat diskusi yang intensif selaku jawaban atas pertanyaan dan problem yang menyangkut kepentingan biasa . Whyte menyebutkan bahwa Opini Publik adalah perilaku dari rakyat perihal sebuah masalah yang menyangkut kepentingan umum.
Hennesy menyatakan Opini Publik yaitu acuan yang diekspresikan oleh sejumlah orang penting ihwal sebuah informasi yang menyangkut kepentingan biasa . Kompleks referensi yang dimaksud yakni pertentangan cita-cita dari sejumlah orang. Sejalan dengan itu, Arifin menulis bahwa Opini Publik yakni usulan rata-rata individu dalam penduduk sebagai hasi diskusi tidak eksklusif yang dijalankan untuk memecahkan masalah sosial, terutama yang disebarkan oleh media massa, oleh karena itu Opini Publik hanya akan terbentuk jikalau ada informasi yang dikembangkan oleh media massa yang menyangkuit kepentingan umum.
Emory Bogardus menyatakan Opini Publik ialah hasil integrasi usulan menurut diskusi yang dikerjakan dalam penduduk demokratis. Alan D. Monroe merumuskan bahwa opini publik adalah distribusi opsi individu-individu di dalam masyarakat. R.O Tambunan menuliskan bahwa Opini Publik ialah usulan yang hidup dan meningkat selaku bentuk interaksi nilai dan lambang di dalm penduduk .William Albig menyatakan bahwa Opini Publik yakni hasil dibandingkan dengan interaksi atara orang-orang dalam sebuah kalangan.
Kruger Reckless mengemukakan bahwa Opini Publik ialah suatu usulan hasil pendapatseseorang tentang sebuah hal yang sudah diterima selaku asumsi politik. L.W Doob menyatakan bahwa Opini Publik itu mengambarkan sikap orang-orang yang menjadi anggota sebuah golongan kepada sebuah dilema.
Bernard Bereleson mengatikan Opini Publik dengan politik dan sosial. Ia menuliskan bahwa Opini Publik yakni jawaban orang-orang terhadap problem- dilema politik dan sosial yang mengandung pertentangan dan meminta perhatian biasa seperti korelasi internasional, kebijakan pemerintah, pemilihan biasa , dan korelasi antar etnis.
Opini Publik yang disimpulkan oleh Arifin:
1. Opini Publik yaitu pertimbangan , sikap, perasaan, ramalan, pendirian, dan harapan rata-rata individu kelompok dalam penduduk ihwal sebuah hal yang bekerjasama dengan kepentingan umumatau persoalan-masalah sosial.
2. Opini publik adalah hasil interaksi, diskusi atau evaluasi sosial antar individu tersebut yang berdasarkan pertukaran pikiran yang sadar dan rasional yang dinyatakan baik lisan maupun tulisan.
3. Isu atau duduk perkara yang didiskusikan itu ialah hasil dari apa yang disebarkan oleh media massa.
4. Opini Publik hanya mampu meningkat pada negara-negara yang menganut faham demokrasi (faham yang menawarkan kebebasan pada warganya untuk menyatakan pertimbangan dan perilaku)
Arifin menyatakan bahwa Opini Publik paling kurang memilki tiga komponen. Pertama, harus ada isu yang aktuaal, penting, dan menyangkut kepentingan eksklusif pada umumnya orang dalam masyarakat atau kepentingan biasa , yang disiarkan melalui media massa. kedua, harus ada sejumlah orang yang mediskusikan informasi tersebut, yang lalu menghasilkan kata setuju perihal perilaku, pertimbangan , dan pandangan mereka. Ketiga, usulan tersebut berikutnya diekspresikan atau dinyatakan dalam bentuk lisan, tulisan, dan gerak-gerik.
Blumler mengingatkan bahwa Opini Publik tidaklah mempunyai arti mesti merupakan pertimbangan lingkaran dari siapa pun, melainkan ialah usulan secara umum dikuasai, tetapi mungkin hanya pertimbangan minoritas, dan bahkan mungkjin hanya pendapat seseorang dalm arti ruling elite atau influential minority.
3. Karakteristik opini Publik
Floyd Allport menghimpun 12 karakteristik Opini Publik. Secara ringkas pokok-pokok karakteristik Opini Publik itu adalah Opini Publik ialah perilaku insan individu-individu; dinyatakan secara mulut; melibatkan banyak individu; suasana dan objeknya diketahui secara luas; penting untuk orang banyak; pendukungnya berbuat atau bersedia untuknya; disadari, diekspresikan; pendukungnya tidak harus berada pada kawasan yang serupa; bersifat menentang atau mendukung sesuatu; mengandung unsur-unsur kontradiksi; dan efektif untuk mencapai objektifitas.
Ithel de Sola Pool (1973 : 783) mengemukakan bahwa pada dasarnya Opini Publik mempunyai sedikitnya satu diantara tiga keharusan (atau mempunyai ketiga-tiganya), yaitu (1) diekspresikan (dinyatakan) secara umum; (2) menyangkut kepentingan lazim ; dan (3) dimiliki oleh banyak orang.
Hendley Cantril (Gauging Public Opinion) dalam Arifin (1998 : 119-120) dari forum observasi Opini Publik dari Universitas Princeton menghimpun prinsip – prinsip yang ialah karakteristik Opini Publik. Prinsip –prinsip tersebut sebagai berikut :
1. Opini Publik sangat peka (govoelig) kepada insiden – peristiwa penting.
2. Peristiwa – insiden yang bersifat hebat dapat memindah Opini Publik saat itu juga dari sebuah ekstermis yang satu ke ekstermis lainnya. Opini Publik itu baru akan meraih stabilitasnya jika kejadian – peristiwa dari insiden itu menawarkan garis – garis besar yang terperinci.
3. Opini kebanyakan lebih banyak ditentukan oleh peristiwa – kejadian dari pada oleh kata – kata, kecuali kata – kata itu sendiri ialah sebuah peristiwa.
4. Pernyataan verbal dan garis – garis tindakan merupakan hal yang teramat penting saat opini belum terbentuk dan ketika orang – orang berada dalam keadaan suggestible dan mencari keterangan dari sumber terpercaya.
5. Pada lazimnya Opini Publik tidak mendahului kondisi – keadaan darurat, beliau cuma mereaksi kondisi itu.
6. Secara psikologis, opini intinya diputuskan oleh kepentingan eksklusif, kejadian kata – kata dan lain – lain perangsang memengaruhi pertimbangan cuma kalau ada relevansinya yang terang dengan kepentingan eksklusif itu.
7. Opini atau pertimbangan tidaklah bertahan usang, kecuali bila orang – orang merasa bahwa kepentingan pribadinya benar – benar tersangkut atau jikalau pendapat yang dibangkitkan oleh kata – kata diperkuat oleh kejadian – kejadian
8. Sekali kepentingan langsung sudah tersangkut, opini tidaklah gampang diubah.
9. Apabila kepentingan pribadi telah tersangkut, usulan umum di dalam negara demokrasi condong mendahului kebijakan pihak yang berwenang.
10. Jika sebuah pertimbangan didukung oleh suatu mayoritas yang tidak terlampau berpengaruh dan kalau pendapat tidak mempunyai bentuk yang kuat pula, maka fakta – fakta yang positif ada kecenderungan mengalihkan usulan dan arah penerimaan.
11. Pada dikala kritis, rakyat menjadi lebih eka (govoelig) kepada kemampuan pimpinannya dan bila mereka memunyai akidah terhadapnya, maka mereka akan rela untuk lebih banyak menunjukkan tanggung jawab dari pada lazimnya , akan tetapi kalau iman mereka itu kurang, maka toleransi mereka pun menyusut dari lazimnya .
12. Rakyat akan kurang melaksanakan penentangan terhadap keputusan – keputusan yang telah diambil dalam kondisi darurat (kritis) oleh pimpinannya, jika dengan cara – cara tertentu mereka merasa diikutsertakan dalam pengambilan keputusan tersebut.
13. Rakyat mempunyai relevansinya dengan sebuah tujuan dari pada kepada cara – cara yang diharapkan untuk meraih tujuan itu.
14. Cita – cita mewarnai Opini Publik sebagaimana halnya juga dengan pertimbangan langsung. Apabila sesuatu pendapat semata – mata menurut sebuah cita – cita terhadap sebuah penerangan, hal itu condong memberikan arah perhatian yang besar sekali terhadap insiden – peristiwa.
15. Pada biasanya, jika rakyat dalam sebuah penduduk demokratis diberi kesempatan luas untuk mendapatkan pendidikan dan ada potensi luas untuk mendapatkan penerangan – penerangan, Opini Publik akan ialah suatu pendirian yang lebih tahan uji. Semakin cerdas wawasan rakyat atas langkah-langkah – langkah-langkah suatu insiden dan sesuatu pemikiran bagi kepentingannya sendiri, makin condong pula mereka untuk menyetujui usulan – usulan yang lebih objektif dari pada andal yang kongkret.
16. Dimensi psikologis dalam sesuatu pendapat memiliki peranan penting dalam hal pengarahan, intensitas, keluasan dan kedalaman.
17. Walaupun Opini Publik selalu bersesuaian namun banyak pula hal yang tidak demikian, akan lebih jelas kebenarannya apabila cara berpikir diteliti dan prinsip – prinsip penilaiannya telah didapatkan, dari mana pertimbangan khusus tersimpulkan.
Dilihat dari segi bentuknya, Opini Publik dapat juga dibedakan antara yang laten dengan yang actual. Opini Publik laten (latent public opinion) yaitu pertimbangan biasa yang tersembunyi, namun sungguh berpeluang, alasannya adalah dalam masa tertentu dapat menjadi riil dan actual, sehingga perlu diamati.
Misalnya ketidak senangan public terhadap kebijakan pemerintah, namun perasaan dan pendapat public itu tidak dinyatakan secara terbuka, sebab tidak ada kebebasanuntuk menyatakan pendapat dan tidak ada juga media yang mampu menyalurkan usulan itu.
Opini Publik actual (actual public opinion), adalah pertimbangan umum yang positif, alasannya dinyatakan secara terbuka dan ditanggapi secara intensif oleh public dan bahkan berpengaruh secara luas. Misalnya, penolakan penduduk lewat demonstrasi besar – besaran kepada kebijakan kenaikan harga BBM.
4. Fungsi dan Peran Opini Publik
Dalam perkembangan awalnya Opini Publik selalu dikaitkan dengan politik, khususnya dalam konteks negara demokrasi, baik selaku tata cara politik maupun demokrasi sebagai pola hidup. Emory S Bogardus (1949:484) mengemukakan bahwa Opini Publik memiliki tiga fungsi selaku kekuatan dalam kehidupan sosial dan politik.
Ketiga fungsi itu yaitu : (1) Opini Publik mampu memperkuat undang – undang dan peraturan – peraturan. (2) Opini public ialah pendukung susila dalam masyarakat. (3) Opini Publik dapat menjadi pendukung keberadaan forum – forum sosial dan lembaga – forum politik.
Opini public juga berfungsi dan berperan selaku pemancaran dari tabiat suatu penduduk , sebab moral memberikan kriteria nilai – nilai yang dianggap pantas dan mesti ditaati oleh individu – individu.
Dalam hal peranan Opini Publik dalam mendukung keberadaan forum – lembaga sosial dan forum – lembaga politik, Ougburn dan Ninkoff dalam Arifin (200:14) menerangkan bahwa semua kelompok yang tersusun baik organisasi kerjanya, mutlak harus memperoleh santunan kuat dari Opini Publik.
Jelas kiranya bahwa penguasa atau pemerintah yang sedang berkuasa mesti orang – orang yang diingini oleh public. Demikian juga kebijakan yang dikerjakan mesti pula didukung oleh public dalam arti kepentingan – kepentingan public itu terakomodasi dengan baik. Maka dapat dimengerti bila Opini public di negara demokrasi diposisikan sebagai kekuatan keempat, sehabis tiga kekuatan dan kekuasaan lainnya dalam trias politika dari Montesqueue.
Opini Publik selaku sebuah kekuatan politik, telah terbukti mampu mendukung suatu kekuasaan di Indonesia dan juga sudah terbukti mirip norma – norma aturan, adab istiadat, agama dan kepercayaan. Memiliki kekuatan dan peranan dalam mengusik kekuasaan. Bahkan, Opini Publik mampu menggulingkan rezim yang berkuasa. Oleh karena itu, Opini Publik selaku sebuah kekuatan politik di Indonesia juga sudah menjadi realitas politik yang tercatat dalam sejarah kajian komunikasi politik.
Opini Publik mempunyai fungsi dalam kehidupan sosial dan individu. Ithiel de Sola (1973:783) menyebutkan bahwa Opini Publik mempunyai tiga fungsi bagi seseorang, adalah (1) the cognitive function, (2) the identification function, dan (3) the resolving of the internal function.
The cognitive function, berarti Opini Publik berfungsi memberikan pemahaman, sehingga dengan adanya pemahaman itu seseorang mampu objektif merespon masalah atau problem yang merebak dalam penduduk . Sedangkan the identification function, yaitu Opini Publik berfungsi memperkenalkan usulan – pertimbangan yang merupakan komitmen kelompok kepada individu – individu anggotanya. Kemudian the resolving of the internal function, ialah Opini Publik berfungsi untuk memecahkan problem internal suatu kalangan antara lain dengan melakukan pembagian tugas antar sesama anggota kalangan.
5. Ruang Lingkup Komunikasi Politik
Nimmo menyebutkan cakupan komunikasi politik terdiri dari komunikator politik, pesan politik, persuasi politik, media komunikasi politik, khalayak komunikasi politik dan efek (akhir) komunikasi politik.
Komunikator Politik
Meskipun setiap orang boleh berkomunikasi ihwal politik, namun yang melakukannya secara tetap dan berkelanjutan jumlahnya relatif sedikit. Walaupun sedikit, para komunikator politik ini memainkan tugas sosial yang utama, khususnya dalam proses opini publik. Dan Nimmo (1989) mengklasifikasikan komunikator utama dalam politik sebagai berikut:
1. Politikus
Politikus yaitu orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah, tidak menghiraukan apakah mereka diseleksi, ditunjuk, atau pejabat karier, dan tidak mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudukatif.
2. Profesional
Profesional ialah orang-orang yang mencari nafkahnya dengan berkomunikasi, alasannya adalah keahliannya berkomunikasi. Komunikator profesional ialah peranan sosial yang relatif baru, sebuah hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya mempunyai dua dimensi utama: hadirnya media massa; dan perkembangan serta merta media khusus (seperti majalah untuk khalayak khusus, stasiun radio, dsb.) yang membuat publik baru untuk menjadi konsumen gosip dan hiburan. Baik mediamassa maupun media khusus mengandalkan pembentukan dan pengelolaan lambang-lambang dan khalayak khusus.
3. Aktivis
Aktivis yaitu komunikator politik utama yang bertindak sebagai jalan masuk organisasional dan interpersonal. Pertama, terdapat jurubicara bagi kepentingan yang terorganisasi. Pada lazimnya orang ini tidak memegang ataupun mencita-citakan jabatan pada pemerintah; dalam hal ini komunikator tersebut tidak mirip politikus yang menciptakan politik menjadi lapangan kerjanya. Jurubicara ini umumnya juga bukan profesional dalam komunikasi. namun, dia cukup terlibat baik dalam politik dan semiprofesional dalam komunikasi politik. Berbicara untuk kepentingan yang terorganisasi merupakan peran yang sama dengan tugas politikus partisan, yakni mewakili tuntutan keanggotaan sebuah organisasi. dalam hal lain jurubicara ini sama dengan jurnalis, adalah melaporkan keputusan dan kebijakan pemerintah terhadap anggota suatu organisasi. Kedua, terdapat pemuka pertimbangan yang bergerak dalam jaringan interpersonal.
Pesan Politik
Pesan Politik sangatlah erat kaitannya dengan Pembicaraan Politik, Bagaimana obrolan politik itu? David V.J Bell (dalam Nimmo, 1989) meyakini terdapat tiga jenis pembicaraan yang memiliki kepentingan politik. Yaitu:
1. Pembicaraan kekuasaan merupakan pembicaraan yang mensugesti orang lain dengan bahaya atau akad
2. Pembicaraan dampak merupakan pembicaraan yang mempengaruhi orang lain dengan nasihat, dorongan, permintaan, dan perayaan
3. Pembicaraan autoritas yakni bantuan perintah.
Sifat Pembicaraan Politik
Kegiatan simbolik: kata-kata dalam pembicaraan politik.
Kegiatan simbolik terdiri atas orang-orang yang menyusun makna dan tanggapan bareng terhadap perwujudan lambang-lambang referensial dan kondensasi dalam bentuk kata-kata, gambar, dan perilaku. Dengan menyampaikan bahwa makna dan jawaban itu berasal dari pengambilan tugas bareng , kita meminta perhatian terhadap orang untuk memainkan tugas. Hal ini berlaku baik bagi lambang politik maupun bagi lambang jenis apapun.
Bahasa: permainan kata dalam pembicaraan politik.
Bahasa yakni suatu tata cara komunikasi yang tersusun dari kombinasi lambang-lambang signifikan (tanda dengan makna dan jawaban bareng bagi orang-orang), di dalamnya signifikasi itu lebih penting dibandingkan dengan suasana eksklusif daerah bahasa itu digunakan, dan lambang-lambang itu digabungkan berdasarkan hukum-aturan tertentu.
Dalam konstruksi realitas, bahasa yakni komponen utama, beliau ialah instrumen pokok dalam menceritakan realitas. Berger, Peter dan Thomas Luckman (dalam Ibnu Hamad, 2004) meyakini bahwa bahasa yaitu alat konseptualisasi dan alat narasi. Dalam komunikasi politik penggunaan bahasa memilih format narasi (dan makna) tertentu. Fiske (1990) dalam Cultural and Communication Studies, menyertakan bahwa penggunaan bahasa tertentu dengan demikian berimplikasi pada bentuk konstruksi realitas dan makna yang dikandungnya. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan struktur konstruksi realitas dan makna yang muncul darinya. Dari perspektif ini, bahasa bukan hanya bisa merefleksikan realitas, tetap bahkan membuat realitas.
Semiotika: makna dan hukum permainan kata politik.
Pesan-pesan yang dihasilkan dari hasil efek dari para peserta komunikasi banyak bentuknya dan menghasilkan berbagai makna, struktur, dan balasan. Studi tentang keanekaragaman itu merupakan satu segi dari ilmu semiotika, ialah teori biasa ihwal tanda dan bahasa. Charles Morris (dalam Nimmo, 1989) menyatakan bahwa semiotika membahas keanekaragaman bahasa dari tiga perspektif: semantika (studi tentang makna); sintaktika ( berurusan dengan kaidah dan struktur yang menghubungkan tanda-tanda satu sama lain; dan pragmatika (analisis penggunaan dan akhir permainan kata).
Pragmatika: penggunaan obrolan politik.
a. Meyakinkan dan membangkitkan massa: pembicaraan politik untuk pencapaian material.
b. Autoritas sosial: pembicaraan politik untuk kenaikan status.
c. Ungkapan personal: pembicaraan politik untuk identitas.
d. Diskusi publik: pembicaraan politik untuk tunjangan info.
Persuasi Politik
Menurut Otto Lerbinger di dalam bukunya Design for persuasive communication, ada beberapa versi untuk merekayasa persuasi, antara lain selaku berikut.
a. Stimulus respons
Model persuasi ini cara yang paling sederhana, ialah menurut desain perkumpulan. Misalnya jika seseorang selalu kelihatan berdua terus-menerus sepanjang waktu dan satu dikala cuma tampaksendiri, maka orang lain akan merasakan ada sesuatu yang kurang lengkap dan sudah ditentukan orang akan bertanya ke mana temannya itu. Melalui slogan atau magic word tertentu dalam iklan seperti kata-kata “three in one”, orang akan ingat pembatasan penumpang sekurang-kurangnyatiga orang dalam satu mobil dikala melewati Jalan Protokol, Jalan Tamrin, dan Jalan Sudirman, Jakarta pada jam tertentu.
b. Kognitif
Model ini berkaitan dengan logika, fikiran dan rasio untuk kenaikan pengertian, mudah dimengerti, dan logis bisa diterima. Dalam melakukan persuasi pada posisi ini, komunikator dan komunikan lebih menekankan penjelasan yang rasional dan logis. Artinya, pandangan baru atau informasi yang disampaikan tersebut tidak bisa diterima sebelum dikenakan argumentasi yang jelas dan wajar.
c. Motivasi
Motivasi yakni persuasi dengan versi membujuk seseorang biar mau mengganti opininya atau supaya keperluan yang diperlukan mampu terpenuhi dengan memperlihatkan sesuatu ganjaran tertentu. Dengan memotivasi melalui pujian, kado, dan iming-iming akad tertentu lewat berkomunikasi, maka lambat-laun orang bersangkutan bisa mengganti opininya.
d. Sosial
Model persuasi ini menganjurkan pada pertimbangan faktor sosial dari publik atau komunikan, artinya pesan yang disampaikan itu sesuai dengan status sosial yang bersangkutan sehingga proses komunikasi akan lebih mudah dilakukan. Misalnya, kampanye iklan mobil mewah lebih berhasil jika menonjolkan sesuatu yang “prestise” daripada memperlihatkan kelebihan mesin dan ekonomis bahan bakarnya alasannya pelanggan berduit lebih mengamati tampilan status sosialnya.
e. Personalitas
Model persuasi di sini memperhatikan karakteristik pribadi selaku teladan untuk melihat tanggapandari khalayak tertentu.
Media Komunikasi Politik
Media Sangatlah Dibutuhkan Dalam Penyebaran kepentingan-kepentingan politik, kita mampu mengenali berita politik melalui media. Dalam hal ini terdapat 3 media politik, adalah:
1.Pers
Salah satu Input dari info politik adalah lewat pers, dari pers ini gosip politik mampu sampai ke media massa
2.Media Massa
Cukup banyak jenis-jenis media massa baik cetak maupun elektronika seperti, koran, televisi, internet,Radio, dll, kesemuanya itu sangat membantu komunikasi politik
3. Pemilu
Salah satu media dalam meraih suatu kekuasaan yakni lewat pemilu, disini para orang-orang berkepentingan mampu berkampanye demi tujuan politis, begitu pula para warga negara mampu menjadi partisipan politik.
Khalayak Komunikasi Politik
Dalam kaidah komunikasi politik sendiri, secara biasa khalayak dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) bab besar: massa dan publik. Dua bab ini memiliki bermacam-macam kesamaan dan perbedaan sebagai berikut :
A. Massa
Massa intinya adalah sekumpulan orang yang mengalami peristiwa tertentu, tanpa memperhitungkan eksistensi dan lokasi mereka. Yang menyatukan mereka ialah kesamaan pengalaman atas suatu kejadian tertentu. Mereka dalam hal ini mengikuti jalannya aktiviats yang melibatkan perhatian mereka. Perlu diingat bahwa timbulnya massa ini adalah karena kemajuan teknologi media (radio, televisi, internet) yang memungkinkan banyak orang di banyak wilayah mengikuti insiden yang serupa melalui media massa tersebut.
Keberadaannya yang tidak terikat jaraklah yang mengakibatkan massa berlainan dari kerumunan (crowd). Massa juga condong heterogen, dan diisi oleh individu-individu yang tidak secara integral dapat dipetakan karakternya.
Massa dianggap memiliki kesamaan sebab mereka yang tergabung di dalamnya memiliki kesamaan kepentingan. Ikatan kuat inilah yang menyatukan sekumpulan orang yang dinamakan ‘massa’.
B. Publik
Publik dapat diartikan selaku bagian dari massa yang kepincut pada duduk perkara-persoalan sosial atau masyarakat, atau dalam konteks ini politik. Publik umumnya mempunyai kesamaan dalam hal huruf individu yang terlibat di dalamnya. Setiap individu tadi mempunyai kecenderungan sama dengan individu lain yang lebih aktif (atau paling aktif) dalam suatu komunitas publik.
Efek Komunikasi Politik
Efek komunikasi secara pribadi, berdasarkan Johan Gardner dalam bukunya “A Sythesis of Expremintal Studies of Speech Communiccation Feedback” menyatakan bahwa feedback dan imbas komunikasi secara pribadi yaitu reaksi eksklusif yang dilihat atau dirasakan oleh komunikan, hal ini bersifat terikat pada waktu alasannya imbas langsung ini terjadi ketika komunikasi juga dijalankan secara pribadi. Contoh: saya berkampanye terhadap SBY, dengan berjumpa secara eksklusif untuk menentukan aku selaku presiden. Karena pendekatan aku secara personal dalam artian komunikasi yang dibangun secara antarpersonal, maka aku akan mengenali imbas secara pribadi dari kampanye aku tersebut pada SBY. Misalnya SBY langsung menawarkan reaksi akan mendukung bahkan sampai menjadi tim sukses.
Efek secara tidak pribadi bersifat tidak terikat dengan ruang dan waktu. Bisa saja rekasi yang disampaikan SBY pada waktu itu adem-adem aja bahkan tidak memilih opsi. Namun kalau ketika penyeleksian lazim ia menentukan saya mempunyai arti imbas komunikasi yang dicicipi tidak secara pribadi oleh aku sebagai komunikator politik.
CONTOH DONGENG : DANAU TOBA (DALAM BAHASA INGGRIS)