Di ketahui bahwa, eksistensi penduduk suku Batak (Silaban) di Pontianak, dengan karakteristik bringasnya selaku manusia. Hal ini terang bagaimana mereka hidup dan tinggal dengan keperluan masyarakat disini.
Budaya makan orang menjadi aspek penting kepada ungkapan yang dibuat oleh mereka terhadap hubungan insan dan Tuhan. Jelas bagaimana mereka hidup dengan kehidupan sosial, dan persaingan kelas sosial di banyak sekali kawasan, dan dunia katanya.
Hal ini memang jelas dimengerti dengan baik, bagaimana kehidupan sosial budaya yang sungguh diketahui dengan pergantian sosial berdasarkan tata cara perkampungan. Jelas bagaimana mereka mendapatkan hasil ekonomi budaya mereka dengan penyimpangan pada anutan agama, dan kekerasan Batak Sihombing, Silaban, Pontianak, tanpa meminimalisir rasa hormat dan rasa malu mereka.
Dengan hal itu maka mereka menciptakan persoalan kekerasan yang dibentuk pada relasi ekonomi, dengan strategi yang dibuat guna mengklaim berbagai hal terkait ilmu wawasan, sehingga relasi seksualitas menjadi sasaran mereka terhadap faktor kehidupan budaya mereka, pada lingkungan terkecil.
Pola mereka dengan kebiadaban mereka hidup Kalimantan Barat, dengan karakteristik seperti, baik itu seorang dokter, dan pendidik (dosen dan guru) memiliki dongeng atas latar belakang sejarah hidup mereka menurut agama yang mereka percayai (Protestan).
Cara hidup para suku Batak dan Tionghoa (Sekolah Gembala Baik, Kristen – Budha) itu, berpindah-pindah dari daerah satu ke kawasan yang lain. Dengan pengetahuan yang licik dan biadab dan menjerit. Karena dalam hal ini, guna menerima kawasan pada kelas sosial, serta persaingan ilmu pengetahuan tidak hingga pada acara mereka di banyak sekali wilayah.
Pengakuan kepada aspek ekonomi, kelas sosial, profesi mereka terima, dan hasil budaya (makan orang), mampu jadi menjadi budaya (makan uang orang) stigma, melalu berbagai faktor pendidikan dan kesehatan, dan lewat pebisnis, dan kebijakan.
Kebringasan suku Batak di Indonesia, sudah terjadi pada kala kolonial Belanda, tergolong pemberontakan mereka terhadap pemikiran agama, pada kehidupan tokoh agama katolik, menimbulkan mereka berdiri pada fatwa agama mereka selama kehidupan beragama di Indonesia.
Menjadi jalan untuk bertahan hidup maka, digunakan asimilasi budaya, terperinci bagaimana mereka mendekati dan ingin meminang, suatu budaya untuk kesehatan dan pendidikan dalam faktor genetika yang gagal.
Budaya mereka, disadari bagaimana mereka hidup dan tinggal sehingga disadari bagaimana mereka hidupn pada penduduk Tionghoa (pengusaha, dan pemerintahan kali ini, serta tata cara politik).
Tanpa kehilangan rasa malu akan kebudayaan itu, konsep ekonomi budaya yang dipraktekkan untuk melanggengkan kekuasaan (suku) dan cita-cita yang baik di banyak sekali daerah, utamanya Pontianak. Hal ini, tentunya dimulai pada kedua orang yang mendidik dengan tidak baik, alasannya adalah asal pekerjaan mereka.
Gambaran yang sederhana mengenai orang Indonesia, dan prilaku mereka berbudaya dan beragama di Kalimantan Barat, Indonesia, sekarang MRPD Pancasila (Dayak, Jawa, Batak Siregar, dan, Melayu). Hal ini dijelas dapat digambarkan dengan banyak sekali metode agama yang mereka buat dengan sungguh berlainan, dengan memecah-belah nantinya, 2011-2021, Pontianak Kalimantan Barat.