Pengertian Kompetensi
Seseorang dalam menyelesaiakan sebuah pekerjaan banyak dipengaruhi oleh kemampuannya dalam bidang pekerjaan tersebut. Oleh sebab itu supaya pekerjaan tersebut dapat diatasi dengan baik mesti dilaksanakan oleh orang yang mempunyai kompetensi di bidang pekerjaan yang dimaksud. Ada beberapa perbedaan yang dimaksud dengan kompetensi. Organisasi yang berbeda akan mendefinisikan kompetensi secara berlainan pula. Seperti Kantor Manajemen Personalia Amerika, memakai kompetensi selaku sinonim dari wawasan, keahlian, ketrampilan, dan kemampuan tertentu yang menjadi standar untuk melaksanakan pekerjaan (Dessler, 2004:70).
Menurut Muhaimin (2004: 151) kompetensi ialah seperangkat tindakan intelegen sarat tanggung jawab yang mesti dimiliki seseorang selaku syarat untuk dianggap bisa melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu.
Kompetensi berdasarkan Spencer (1993) dalam Pfeffer, dkk (2003:109) ialah : Karakteristik yang mendasari seseorang dan berhubungan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaanya (an underlying characteristi`s of an perorangan which is causally related to criterion referenced effective and or superior performance in a job or situation
Menurut Muhaimin (2004: 151) kompetensi ialah seperangkat tindakan intelegen sarat tanggung jawab yang mesti dimiliki seseorang selaku syarat untuk dianggap bisa melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu.
Kompetensi berdasarkan Spencer (1993) dalam Pfeffer, dkk (2003:109) ialah : Karakteristik yang mendasari seseorang dan berhubungan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaanya (an underlying characteristi`s of an perorangan which is causally related to criterion referenced effective and or superior performance in a job or situation
Berdasarkan definisi tersebut kata an underlying characteristi`s mengandung makna kompetensi ialah bab kepribadian yang mendalam dan menempel terhadap seseorang serta perilaku yang mampu diprediksi pada berbagai kondisi dan tugas pekerjaan. Sedangkan kata causally related memiliki arti kompetensi yakni sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi sikap dan kinerja. Dan kata criterion referenced mengandung makna bahwa kompetensi bekerjsama memprediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari kriteria atau persyaratan yang dipakai.
Gulo (2004: 34) beropini bahwa “kompetensi terdiri dari dua faktor yang saling berinteraksi, yakni: 1) aspek yang terlihat atau yang disebut performance (tampilan) dan 2) faktor yang tidak terlihat atau yang disebut aspek rasional”. Performance ditunjukan dalam bentuk tingkah laku yang mampu didemonstrasikan sehingga mampu dilihat, diperhatikan dan dicicipi. Sedangkan aspek rasional tidak mampu diperhatikan alasannya tidak tampil dalam bentuk prilaku empiris. Mc.Ahsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors” Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai wawasan, keterampilan, dan kesanggupan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bab dari dirinya, sehingga dia dapat melaksanakan sikap-sikap kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik mungkin.
Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of performance required in employment”. Dengan kata lain kompetensi tidak cuma mengandung wawasan, keahlian dan perilaku, tetapi yang penting yakni penerapan dari wawasan, kemampuan, dan perilaku yang dibutuhkan tersebut dalam pekerjaan.
Menurut Prihadi (2004 : 45-48), ada dua penggunaan istilah kompetensi, yaitu:
Gulo (2004: 34) beropini bahwa “kompetensi terdiri dari dua faktor yang saling berinteraksi, yakni: 1) aspek yang terlihat atau yang disebut performance (tampilan) dan 2) faktor yang tidak terlihat atau yang disebut aspek rasional”. Performance ditunjukan dalam bentuk tingkah laku yang mampu didemonstrasikan sehingga mampu dilihat, diperhatikan dan dicicipi. Sedangkan aspek rasional tidak mampu diperhatikan alasannya tidak tampil dalam bentuk prilaku empiris. Mc.Ahsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors” Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai wawasan, keterampilan, dan kesanggupan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bab dari dirinya, sehingga dia dapat melaksanakan sikap-sikap kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik mungkin.
Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of performance required in employment”. Dengan kata lain kompetensi tidak cuma mengandung wawasan, keahlian dan perilaku, tetapi yang penting yakni penerapan dari wawasan, kemampuan, dan perilaku yang dibutuhkan tersebut dalam pekerjaan.
Menurut Prihadi (2004 : 45-48), ada dua penggunaan istilah kompetensi, yaitu:
- Untuk merujuk pada area pekerjaan atau peranan yang bisa dilakukan oleh seseorang dengan kompeten. Makna ini bertumpu pada pengertian yang lebih lazim menurut kamus bahasa dan berkaitan dengan jabatan, yang berisi deskripsi peran pekerjaan dan out put jabatan. Tema dalam difinisi jenis ini biasa berisi deskripsi tugas-tugas pekerjaan dan out put jabatan.
- Untuk merujuk pada dimensi perilaku yang terIetak di balik kinerja yang kompeten (efficiency oreentation, result driven). Tema dari definisi ini umum berisi deskripsi perihal sikap, perilaku dan karakteristik orang dalam melaksanakan banyak sekali peran pekerjaan untuk menghasilkan out put jabatan yang efektif, outstanding atau superior
Senada dengan pertimbangan Suprapto, Puslitbang BKN (2004), menyampaikan bahwa kompetensi pada dasarnya terdiri dari tiga unsur utama adalah pengetahuan (cognitive domain), keahlian dan keterampilan (psychomotor domain), perilaku dan sikap (affective domain). Ketiga komponen itu secara langsung mempengaruhi perilaku (behaviour) pegawai dalam melakukan tugasnya. Selain itu, Lasmahadi (Puslitbang BKN, 2004) menegaskan bahwa kompetensi didefinisikan sebagai aspek-faktor langsung dari seorang pegawai yang memungkinkannya untuk mencapai kinerja yang superior. Aspek-faktor eksklusif ini tergolong sifat, motifmotif, tata cara nilai, perilaku, pengetahuan, dan keahlian. Kompetensikompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menciptakan kinerja.
Berdasarkan definisi tersebut, maka tidak semua faktor langsung dari seorang pegawai itu ialah kompetensi. Hanya aspek-faktor langsung yang mendorong dirinya untuk mencapai kinerja yang superiorlah yang ialah kompetensi yang dimilikinya. Model kompetensi ini memberikan sebuah peta yang menolong seseorang mengerti cara terbaik mencapai kesuksesan dalam pekerjaan atau mengetahui cara mengatasi sebuah suasana tertentu.
Karakteristik Kompetensi
Berdasarkan definisi tersebut, maka tidak semua faktor langsung dari seorang pegawai itu ialah kompetensi. Hanya aspek-faktor langsung yang mendorong dirinya untuk mencapai kinerja yang superiorlah yang ialah kompetensi yang dimilikinya. Model kompetensi ini memberikan sebuah peta yang menolong seseorang mengerti cara terbaik mencapai kesuksesan dalam pekerjaan atau mengetahui cara mengatasi sebuah suasana tertentu.
Karakteristik Kompetensi
Menurut Mitrani, et.al (1995) dalam Pfeffer, dkk (2003:110) terdapat 5 karateristik kompetensi ialah : Sifat-sifat tersebut diatas dapat di definisikan sebagai berikut :
- Motif (Motives) Motif yakni sesuatu di mana seseorang secara konsisten berfikir sehingga dia melaksanakan tindakan.
- Perangai (Traits) Perangai yaitu budpekerti yang menciptakan orang untuk berprilaku atau bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu.
- Konsep Diri (Self Concept) Konsep diri yakni sikap atau nilai yang diukur dengan tes responden untuk mengetahui apa yang dinilai baik oleh seseorang, apa yang pernah dijalankan atau apa yang ingin mereka kerjakan.
- Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan yaitu info yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (Knowledge) merupakan kompetensi yang kompleks.
- Kemampuan (Skills) Skills adalah kemampuan untuk melaksanakan sebuah peran tertentu baik secara fisik maupun mental.
Kategori Kompetensi
Spencer and Spencer (1993) dalam Pfeffer, dkk (2003:113) berdasarkan standar yang digunakan memprediksi kinerja sebuah pekerjaan bahwa kompetensi dibagi atas 2 (dua) klasifikasi yaitu :
- Threshold Competencies yakni karateristik utama (umumnya pengetahuan atau kemampuan dasar seperti kesanggupan untuk membaca) yang mesti di miliki seseorang supaya mampu melaksanakan pekerjaannya. Tetapi tidak untuk membedakan seseorang yang berkinerja tinggi dan rata-rata kompetensi threshold untuk seorang sales ialah wawasan ihwal produk atau kemampuannya untuk mengisi formulir.
- Differentiating Competencies adalah aspek-aspek yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah. Misalnya, seseorang yang memiliki orientasi motivasi (konsep diri), lazimnya yang diamati pada penetapan tujuan yang melebihi apa yang ditetapkan organisasi.
Upaya Pengembangan Kompetensi Pegawai
Pengembangan pegawai merupakan upaya untuk memperbaiki efektivitas kerja pegawai dalam meraih hasil-hasil kerja yang sudah ditetapkan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Siswanto Sastrohadiwiryo (2002 : 99), adalah :
“Pengembangan merupakan peran untuk mengembangkan wawasan, pemahaman, atau sikap para pegawai sehingga mereka dapat lebih menyesuaikan dengan lingkungan kerja mereka. Pengembangan bekerjasama dengan memperbesar wawasan lazim dan pemahaman perihal seluruh lingkungan kerja. Pengembangan berhubungan dengan menjawab bagaimana dan mengapa, dan umumnya Pengembangan lebih banyak berhubungan dengan teori ihwal pekerjaan. Sekaligus bahwa Pengembangan merupakan suatu usaha untuk menyebarkan kompetensi untuk berfikir dari seorang pegawai“.
Adanya perbedaan dalam obyek pengembangan yaitu wawasan, ketrampilan maupun perilaku pegawai akan membawa konsekuensi pada tata cara-tata cara pengembangannya. Pendapat ini seperti dikemukakan oleh Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1983 : 69) bahwa:
”Perkembangan wawasan yang merupakan proses intelektual dapat dilakukan dengan cara-cara sekolah, kuliah audiovisual aids, kode-arahan yang telah diprogramkan. Perkembangan sikap dapat dijalankan lewat proses dinamika kejiwaan, yakni lewat sistem-sistem permainan (games), sensitivity pembinaan dan lain-lain”.
Pengembangan pegawai merupakan upaya untuk memperbaiki efektivitas kerja pegawai dalam meraih hasil-hasil kerja yang sudah ditetapkan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Siswanto Sastrohadiwiryo (2002 : 99), adalah :
“Pengembangan merupakan peran untuk mengembangkan wawasan, pemahaman, atau sikap para pegawai sehingga mereka dapat lebih menyesuaikan dengan lingkungan kerja mereka. Pengembangan bekerjasama dengan memperbesar wawasan lazim dan pemahaman perihal seluruh lingkungan kerja. Pengembangan berhubungan dengan menjawab bagaimana dan mengapa, dan umumnya Pengembangan lebih banyak berhubungan dengan teori ihwal pekerjaan. Sekaligus bahwa Pengembangan merupakan suatu usaha untuk menyebarkan kompetensi untuk berfikir dari seorang pegawai“.
Adanya perbedaan dalam obyek pengembangan yaitu wawasan, ketrampilan maupun perilaku pegawai akan membawa konsekuensi pada tata cara-tata cara pengembangannya. Pendapat ini seperti dikemukakan oleh Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1983 : 69) bahwa:
”Perkembangan wawasan yang merupakan proses intelektual dapat dilakukan dengan cara-cara sekolah, kuliah audiovisual aids, kode-arahan yang telah diprogramkan. Perkembangan sikap dapat dijalankan lewat proses dinamika kejiwaan, yakni lewat sistem-sistem permainan (games), sensitivity pembinaan dan lain-lain”.
Dalam konteks pengembangan pegawai, perumpamaan-istilah yang sering digunakan, baik dalam buku (text-book) maupun praktek, ialah:
“pengembangan”, “latihan” dan “pendidikan”. Hal ini lebih jauh diungkapkan Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (1983 : 70-71): “Pengembangan pegawai mampu diartikan dengan perjuangan-perjuangan untuk meningkatkan ketrampilan maupun pengetahuan biasa bagi pegawai semoga pelaksanaan pencapaian tujuan lebih efisien. Dalam pemahaman ini, maka ungkapan pengembangan akan meliputi pemahaman pendidikan dan latihan ialah sarana peningkatan pengetahuan dan ketrampilan umum bagi pegawai”.
”Pelatihan yakni sebuah acara untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi. Pelatihan membantu pegawai dalam memahami sebuah wawasan simpel dan pengeterapannya, guna meningkatkan keterampilan, kecakapan dan perilaku yang diharapkan oleh organisasi dalam usaha mencapai maksudnya”.
”Pendidikan ialah suatu kegiatan untuk memajukan wawasan lazim seseorang tergolong didalamnya peningkatan penguasaan teori dan ketrampilan menetapkan kepada persoalanpersoalan yang menyangkut aktivitas meraih tujuan”.
Mondy dan Noe (dalam Mukaram dan Marwansah, 1997 : 54) mendefinisikan Pengembangan Pegawai atau Pengembangan Sumber Daya Manusia sebagai:
”Upaya manajemen yang terjadwal dan dijalankan secara berkelanjutan untuk memajukan kompetensi pekerja dan unjuk kerja organisasi lewat acara pembinaan, pendidikan dan pengembangan”.
Menurut Buckley dan Caple (1990 : 32), tujuan pengembangan yaitu ”semoga individu dalam suasana kerja dapat memperoleh kemampuan untuk mengerjakan peran-peran atau pekerjaan tertentu secara memuaskan”. Sedangkan Wexley dan Latham (1991 : 12), menyatakan bahwa:
”target eksklusif dari program pembinaan dan pengembangan dalam organisasi ialah untuk mengembangkan kesadaran diri individu, memajukan ketrampilan dalam satu bidang tertentu atau lebih dan meningkatkan motivasi individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaannya secara memuaskan”.
Pernyataan di atas menggambarkan bahwa lewat peningkatan kemampuan dan unjuk kerja individu dan kelompok, acara pembinaan pada gilirannya dibutuhkan dapat memajukan unjuk kerja organisasi.
Sondang P. Siagian (1986:178) dalam bukunya Organisasi kepemimpinan dan Perilaku Administrasi mengemukakan bahwa :
“Pengembangan ialah keseluruhan proses, tehnik dan tata cara belajar-mengajar dalam rangka mengalihkan sesuatu wawasan kerja dari seseorang terhadap orang lain sesuai dengan patokan yang telah ditetapkan sebelumnya”.
Dari pengertian atau definisi pengembangan di atas tampaktiga hal pokok, ialah :
a. Bahwa pengembangan merupakan sebuah proses berguru-mengajar dengan memakai tehnik dan tata cara tertentu.
b. Dengan demikian terang terlihat bahwa sebagai suatu proses, pengembangan ialah serangkaian aktivitas yang berlangsung relatif usang dan diselenggarakan dengan pendekatan yang “structured”. “Structured” artinya Pengembangan diselenggarakan oleh satuan kerja yang forum kegiatannya diserahkan kepada seseorang atau sekelompok orang yang dipandang menguasai bahan yang hendak dialihkan terhadap orang lain yang mengikuti acara Pengembangan yang bersangkutan.
c. Melalui serangkaian kegiatan, baik yang sifatnya kurikuler maupun ekstra kurikuler, yang telah disusun dan disediakan sebelumnya, persyaratan pengetahuan tertentu ingin dialihkan terhadap yang diajar oleh yang mengajar. Artinya, sesuatu acara pengembangan diarahkan kepada pemenuhan kriteria pengetahuan tertentu. Pada biasanya forum penyelenggaraan pengembangan tidak memikul tanggung jawab utama perihal untuk apa
wawasan yang dialihkan itu hendak dipergunakan oleh “pemiliknya”.
Pengembangan (development) meliputi dukungan kesempatan belajar yang bertujuan untuk berbagi individu, tetapi tidak dibatasi pada pekerjaan tertentu pada dikala ini atau di kala yang akan datang. Menurut Buckley dan Caple (1990 : 32), tujuan pengembangan adalah ”semoga individu dalam suasana kerja mampu memperoleh kesanggupan untuk mengerjakan tugas-peran atau pekerjaan tertentu secara memuaskan”. Sedangkan Wexley dan Latham (1991 : 12), menyatakan bahwa sasaran eksklusif dari acara pengembangan dalam organisasi yaitu:
”untuk memajukan kesadaran diri individu, meningkatkan ketrampilan dalam satu bidang tertentu atau lebih dan meningkatkan motivasi individu untuk melakukan tugas atau pekerjaannya secara membuat puas. Dengan kata lain, lewat kenaikan kesanggupan dan unjuk kerja individu dan golongan, program pembinaan pada gilirannya dibutuhkan mampu mengembangkan unjuk kerja organisasi”.
Menurut Andrew Sikula (dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2001 : 49-50), tugas pengembangan yang dapat meningkatkan kompetensi pegawai, dibutuhkan banyak sekali tolok ukur antara lain :
1) Adanya tujuan organisasi yang terperinci dan terukur;
2) Adanya kesanggupan untuk dikembangkan
3) Adanya kemauan untuk pembaharuan/inovasi;
4) Adanya motivasi untuk aktualisasi diri, penawaran spesial, dan berprestasi.
5) Adanya patokan prestasi yang terang;
6) Adanya penyelenggaraan yang profesional;
7) Adanya sistem pengembangan yang tepat;
8) Adanya sarana dan prasarana yang mencukupi;
9) Adanya evaluasi pengembangan program yang tepat;
10) Adanya Umpan balik yang memadai.
Dari banyak sekali pendapat mengenai rancangan dan definisi di atas, maka penulis mampu menarik benang merah pemahaman pengembangan sebagai upaya manajemen yang terencana dan dijalankan secara berkesinambungan yang ditujukan untuk mengembangkan kompetensi pekerja serta unjuk kerja (kinerja) organisasi.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang sudah dijelaskan di atas, maka pengembangan pegawai dapat mencakup pendidikan formal maupun pendidikan non-formal, yakni pendidikan dan pelatihan (diklat). Dengan mengamati aspek-faktor dalam pendidikan formal atau diklat, pegawai yang telah mengikutinya diperlukan bisa memajukan profesionalisme dan kompetensinya guna memperlancar proses pelaksanaan peran masing-masing