Polemik isu datangnya Imam Mahdi senantiasa actual untuk diulas dan dibicarakan. Pasalnya, duduk perkara ini hingga kini masih menjadi buah bibir di kalangan kaum muslimin, khususnya kaum pelajar dan intelektual. Ironis memang, tatkala melihat orang yang bukan bidangnya ikut andil terjun menanggulangi kontroversi persoalan prinsip ini, sehingga bukannya menyembuhkan, tetapi justru malah meruwetkan persoalan.
Beragam komentar pro kontra bermunculan seputar problem Mahdi di kiamat. Betapa banyak para penulis dan penceramah berani memastikan dengan penuh percaya diri, tanpa ragu sedikitpun: “Hadits-hadits tentang Mahdi semuanya artifisial, cuma karangan politisi Syi’ah”!!. Sebaliknya, tidak sedikit juga kelompok yang berkomentar dengan mantap: “Si anu ialah Mahdi yang dinantikan-tunggu”. Padahal dia tidak memahami ciri-ciri Mahdi yang hakiki.
Syariat sejatinya sudah gamblang menjelaskan definisi dan menyuguhkan citra akan sosok Al-Imam Al-Mahdi. Namun bersemainya penyimpangan tak pelak mengakibatkan citra Al-Imam Al-Mahdi itu menjadi kabur.
Beriman akan Munculnya
Telah menjadi keharusan setiap muslim untuk mengimani segala yang diberitakan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana ini menjadi konsekuensi persaksian kita: “Muhammad adalah hamba dan delegasi-Nya.” Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sebenarnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَيُؤْمِنُوا بِي وَبِمَا جِئْتُ بِهِ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar melainkan Allah dan supaya mereka beriman terhadap apa yang kubawa. Bila mereka melakukan itu maka mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haknya. Adapun perhitungannya diserahkan kepada Allah.” (Shahih, HR. Muslim, Kitabul Iman Bab Al-Amru bi Qitalin Nas Hatta.)
Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah tegaskan:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7)
Ini menawarkan wajibnya beriman dengan segala yang diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik info yang terkait dengan apa yang telah kemudian atau yang mau datang. Termasuk di antaranya ialah akan munculnya Al-Imam Al-Mahdi.
Berita akan hadirnya sosok penegak sunnah nan adil itu telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak hadits. Bahkan tak sedikit dari para ulama yang menyatakan bahwa haditsnya mencapai derajat mutawatir secara makna, sehingga tiada lagi celah bagi siapapun untuk mengingkarinya. Di antara ulama yang menyatakan kemutawatiran hadits-haditsnya yaitu Abul Hasan Muhammad bin Husain As-Sijzi (wafat 363 H), Muhammad Al-Barzanji (wafat 1103 H), As-Safarini, As-Sakhawi, Asy-Syaukani, Shiddiq Hasan Khan, Al-Kattani, dan lain-lain rahimahumullah.
Dan para ulama yang menyebutkan keshahihan hadits ihwal Al-Mahdi sungguh banyak, dari golongan ulama terdahulu maupun belakangan. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu telah menyebutkan sebagian nama mereka, di antaranya 16 ulama yang saya sebutkan sebagiannya: Abu Dawud, Al-Qurthubi, Ibnu Taimiyyah, Adz-Dzahabi, Ibnul Qayyim, dan Ibnu Hajar rahimahumullah.
Sehingga ini menjadi salah satu iktikad Ahlus Sunnah wal Jamaah. As-Safarini menyampaikan: “Telah banyak riwayat yang menyebutkan akan munculnya Al-Mahdi sehingga meraih derajat mutawatir secara makna. Dan itu sudah tersebar di golongan Ahlus Sunnah sehingga teranggap selaku aqidah mereka….” –ia menyebut hadits, atsar serta nama para sobat yang meriwayatkannya, lalu dia berkata– “Dan sudah diriwayatkan dari para sobat yang disebutkan dan selain mereka dengan riwayat yang banyak, juga dari para tabi’in sesudah mereka, yang dengan semua itu memberi faedah ilmu yang pasti. Maka mengimani hadirnya Mahdi yaitu wajib sebagaimana telah ditetapkan oleh para ulama dan tertulis dalam iktikad Ahlus Sunnah wal Jamaah. (Lawami’ul Anwar Al-Bahiyyah, 2/84)
Hadits Tentang akhir zaman.
Masih dalam Musnad Ahmad, mari kita simak hadits yang mungkin jarang atau belum pernah dikaji oleh kalangan Sunni masa modern ketika ini.
عن رسول الله (صلى الله عليه و اله وسلم):
يحكم الحجاز رجل اسمه اسم حيوان, إذا رأيته حسبت في عينه الحول من البعيد, وإذا اقتربت منه لاترى في عينه شيئاً, يخلفه أخ له اسمه عبدالله. ويل لشيعتنا منه, أعادها ثلاثاً ؛ بشروني بموته أبشركم بظهور الحجة وان صح فما هي مصادره
Rosulullah Saw: “Hijaz akan diperintah oleh seorang pria yang namanya yaitu nama binatang, dikala Anda melihatnya dari kejauhan, anda akan berpikir beliau memiliki mata sayu, dan bila Anda mendekatinya, Anda tidak melihat ada problem di matanya. Dia akan digantikan oleh kerabat laki-lakinya, bernama Abdullah. Celakalah mengikutinya! Celakalah mengikutinya! Celakalah mengikutinya! – Beliau mengulanginya tiga kali – Beri saya kabar baik wacana kematiannya, maka aku akan memberikan kabar baik perihal munculnya hujjah (Al Mahdi).” (Musnad Ahmad-di cetakan modern hadits ini dihilangkan Kerajaan Saudi krn politik, namun hadits serupa masih ada dalam kitab Al-Khira’ah wal Jira’ah jilid 3 hal. 1163, dan Mu’jam Ahadits Imam Al Mahdi 3/445)
Muncullah huru hara di timur tengah
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ
حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَقْتَتِلَ فِئَتَانِ عَظِيمَتَانِ يَكُونُ بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيمَةٌ دَعْوَتُهُمَا وَاحِدَةٌ وَحَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبٌ مِنْ ثَلَاثِينَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ وَحَتَّى يُقْبَضَ الْعِلْمُ وَتَكْثُرَ الزَّلَازِلُ وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ وَيَكْثُرَ الْهَرْجُ وَهُوَ الْقَتْلُ وَحَتَّى يَكْثُرَ فِيكُمْ الْمَالُ فَيَفِيضَ حَتَّى يُهِمَّ رَبَّ الْمَالِ مَنْ يَقْبَلُ صَدَقَتَهُ وَحَتَّى يَعْرِضَهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ الَّذِي يَعْرِضُهُ عَلَيْهِ لَا أَرَبَ لِي بِهِ وَحَتَّى يَتَطَاوَلَ النَّاسُ فِي الْبُنْيَانِ وَحَتَّى يَمُرَّ الرَّجُلُ بِقَبْرِ الرَّجُلِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي مَكَانَهُ وَحَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا فَإِذَا طَلَعَتْ وَرَآهَا النَّاسُ يَعْنِي آمَنُوا أَجْمَعُونَ فَذَلِكَ حِينَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا وَلَتَقُومَنَّ السَّاعَةُ وَقَدْ نَشَرَ الرَّجُلَانِ ثَوْبَهُمَا بَيْنَهُمَا فَلَا يَتَبَايَعَانِهِ وَلَا يَطْوِيَانِهِ وَلَتَقُومَنَّ السَّاعَةُ وَقَدْ انْصَرَفَ الرَّجُلُ بِلَبَنِ لِقْحَتِهِ فَلَا يَطْعَمُهُ وَلَتَقُومَنَّ السَّاعَةُ وَهُوَ يُلِيطُ حَوْضَهُ فَلَا يَسْقِي فِيهِ وَلَتَقُومَنَّ السَّاعَةُ وَقَدْ رَفَعَ أُكْلَتَهُ إِلَى فِيهِ فَلَا يَطْعَمُهَا
(BUKHARI – 6588 ) : Telah menceritakan terhadap kami Abul Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu’aib telah menceritakan kepada kami Abu Az Zanad dari ‘Abdurrahman dari Abu Hurairah, sebetulnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hari kiamat tidak akan terjadi sehingga dua golongan besar terjadi pembunuhan besar-besaran padahal seruan keduanya satu,hingga muncul para pendusta yang kurang lebihnya tiga puluh, kesemuanya mengaku dia delegasi Allah, sampai ilmu diangkat, banyak keguncangan, zaman terasa singkat, fitnah muncul dimana-mana, dan banyak alharaj, ialah pembunuhan, sampai ditengah-tengah kalian harta melimpah ruah dan berlebihan, sehingga pemilik harta mencari-cari orang yang mau menerima sedekahnya, sampai beliau menawar-nawarkan sedekahnya, tetapi orang yang ditawari mengelak seraya mengatakan ‘ Aku tak butuh sedekahmu’, sehingga manusia berlomba-lomba meninggikan bangunan, sehingga seseorang melewati kuburan seseorang dan mengatakan; ‘Aduhai sekiranya saya menggantikannya’, hingga matahari terbit dari sebelah barat, padahal jika matahari telah terbit dari sebelah barat dan insan melihatnya, mereka semua beriman, pada saat itulah sebagaimana ayat; ‘Ketika itu tidak bermanfaat lagi bagi seseorang keimanannya, yang beliau belum beriman sebelumnya atau belum melakukan kebaikan dengan keimanannya.” (QS. Al an’am 15 ) dan hari kiamat terjadi ketika dua orang sudah menyerahkan kedua bajunya namun keduanya tidak jadi melakukan perdagangan, keduanya tidak jadi melipatnya, dan hari akhir zaman terjadi sedang seseorang telah pulang menenteng susu sapinya namun tidak jadi dia meminumnya, dan hari akhir zaman terjadi ketika seseorang memperbaiki bak (tempat minum) nya tetai ia tak jadi meminumnya, dan hari kiamat terjadi sedang seseorang telah mengangkat suapannya namun dia tidak jadi menyantapnya.”
Dua golongan besar tersebut mirip yang terjadi antara Syiah dan Sunni pada dikala ini. Astaghfirullahadzim.
TEKS DAN TAKHRIJ HADITS
Ketahuilah wahai saudaraku -supaya Allah merahmatimu- bahwa hadits-hadits wacana datangnya Imam Mahdi banyak sekali, ada yang shahih, hasan, dha’if bahkan maudhu’. Untuk menyeleksinya perlu observasi mahir hadits. Berikut kami paparkan beberapa pola hadits yang shahih mengenai kedatangan Imam Al-Mahdi:
1. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda:
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ يَوْمٌ – قَالَ زَائِدَةُ فِي حَدِيْثِهِ – لَطَوَّلَ اللهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يَبْعَثَ فِيْهِ رَجُلاً مِنِّي – أَوْ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي – يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي وَاسْمُ أَبِيهِ اسْمَ أَبِي، يَمْلَأُ اْلأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَجَوْرًا
“Bila tidak tersisa dari dunia kecuali satu hari –Za`idah (salah seorang rawi) mengatakan dalam haditsnya– tentu Allah akan panjangkan hari tersebut, sehingga Allah utus padanya seorang laki-laki dariku –atau dari keluargaku–. Namanya sesuai dengan namaku, dan nama ayahnya seperti nama ayahku. Ia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya sudah dipenuhi dengan kedzaliman dan keculasan.” (Hasan Shahih, HR. Abu Dawud, Shahih Sunan no. 4282; sanadnya jayyid menurut Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam Al-Manarul Munif; At-Tirmidzi no. 2230, 2231; Ibnu Hibban no. 6824, 6825)
Orang yang meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ada dua:
1. Zirr bin Khubaisy
Riwayat Abu Daud: 4282, Tirmidzi: 2230, 2231, Ahmad 1/376, 377, 430, 448, Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 10/10213-10230 dan Al-Mu’jam Ash-Shaghir hal. 245, Abu Nuaim dalam Al-Hilyah dan Al-Khatib dalamTarikh Baghdad.
Imam Tirmidzi berkata: “Hasan Shahih”. Imam Adz-Dzahabi menshahihkannya dalam At-Talkhis 4/442 dan disetujui oleh Syaikh Al-Albani.
2. Alqomah (bin Martsyad)
Riwayat Ibnu Majah: 4082 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 4/264.
Syaikh Al-Albani berkata: “Sanadnya hasan”.
2. Dari ‘Ali (bin Abi Thalib) radhiyallahu ‘anhudari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menyampaikan:
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنْ الدَّهْرِ إِلاَّ يَوْمٌ لَبَعَثَ اللهُ رَجُلاً مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يَمْلَؤُهَا عَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا
“Bila tidak tersisa dari periode ini kecuali satu hari, pasti Allah akan munculkan seorang laki-laki dari mahir baitku (keluargaku) yang hendak menyanggupi dunia dengan keadilan sebagaimana (sebelumnya) telah dipenuhi dengan kecurangan.” (Shahih, HR. Abu Dawud no. 4283 Kitab Al-Mahdi dan ini ialah lafadznya, Ibnu Majah no. 4085, Kitabul Fitan Bab Khurujul Mahdi)
Orang yang meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ada dua:
1. Muhammad bin Hanafiyyah
Riwayat Ibnu Majah: 4085, Ahmad 1/84, Al-Uqaili dalam Adh-Dhu’afa: 470, Ibnu Adi dalam Al-Kamil 2/360 dan Abu Nuaim dalam Al-Hilyah 3/177 dari Yasin Al-Ijli dari Ibrahim bin Muhammad bin Hanafiyyah dari ayahnya.
Sanad hadits ini hasan. Seluruh perawinya terpercaya kecuali Yasin yakni Ibnu Syaiban, haditsnya hasan. Namun ia tidak sendirian, ia dikuatkan oleh Salim bin Abu Hafshah (haditsnya hasan) sebagaimana riwayat Abu Nuaim dalam Akhbar Ashbahan 1/170 sehingga hadits ini naik terhadap derajat shahih.
2. Abu Thufail
Riwayat Abu Daud: 4283, Ahmad 1/99 dengan lafadz mirip hadits Abdullah bin Mas’ud.
Syaikh Adzim Abadi berkata dalam Aunul Ma’bud 11/251: “Sanadnya hasan dan kuat”. Dan dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir
3. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: الْمَهْدِيْ مِنِّيْ أَجْلَى الْجَبْهَةِ أَقْنَى الأَنْفِ يَمْلأَ الأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا وَ يَمْلِكُ سَبْعَ سِنِيْنَ
Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Al-Mahdi yaitu dari keturunanku, berdahi lebar dan berhidung mancung, ia menyanggupi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya tercukupi dengan kedhaliman dan dia berkuasa selama tujuh tahun lamanya”.
(Hasan, HR. Abu Dawud no. 4285 dan ini lafadznya, Ibnu Majah no. 4083, At-Tirmidzi, Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a Fil Mahdi no. 2232, Ibnu Hibban no. 6823, 6826 dan Al-Hakim no. 8733, 8734, 8737)
Orang yang meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri ada dua:
1. Abu Nadhrah
Riwayat Abu Daud: 4285 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 1/556 dari jalur Imran Al-Qaththan dari Qotadah dari Abu Nadhrah dengannya.
Al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim”. Dan disetujui Adz-Dzahabi. Syaikh Al-Albani berkata: “Sanadnya hasan”.
2. Abu Ash-Shiddiq
Riwayat Tirmidzi: 2232, Ibnu Majah: 4083, Ahmad 3/21 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 4/557 dari jalur Zaid Al-‘Ummi dari Abu Ash-Shiddiq.
Imam Tirmidzi berkata: “Haditsnya hasan”.
Al-Hakim berkata: “Shahih menurut syarat Muslim”. Dan disetujui Adz-Dzahabi dan Al-Albani.
4. Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ : الْمَهْدِيْ مِنْ عِتْرَتِيْ مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Al-Mahdi yaitu dari keturunanku dari anak keturunan Fathimah”.
(Shahih, HR. Abu Dawud dan ini lafadznya, Shahih Sunan no. 4284, Ibnu Majah no. 4086, dan Al-Hakim no. 8735, 8736)
Riwayat Abu Daud: 4284, Ibnu Majah: 4086, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 4/557, Abu Amr Ad-Dani dalam As-Sunan Al-Waridah fil Fitan: 99-100 dan Al-Uqaili dalam Adh-Dhu’afa: 139, 300 dari jalur Ziyad bin Bayan dari Ali bin Nufail dari Said bin Musayyib dari Ummu Salamah secara marfu’.
Syaikh Al-Albani berkata: “Sanadnya jayyid (manis), seluruh rawinya terpercaya”.
5. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah bersabda:
كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟
“Bagaimana dengan kalian bila turun kepada kalian putra Maryam, sementara imam kalian dari kalian?”(Shahih, HR. Al-Bukhari, Kitab Ahaditsul Anbiya` Bab Nuzul ‘Isa ibni Maryam, no. 3449; Muslim dalam Kitabul Iman Bab Fi Nuzul Ibni Maryam, 2/369, 390)
6. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. قَالَ: فَيَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمْ: تَعَالَ صَلِّ لَنَا، فَيَقُوْلُ: لاَ، إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَرَاءُ تَكْرِمَةَ اللهِ هَذِهِ اْلأُمَّةَ
“Masih tetap sekelompok dari umatku berperang di atas kebenaran. Mereka unggul sampai hari kiamat, kemudian turun ‘Isa putra Maryam. Maka pemimpin mereka mengatakan: ‘Kemari, jadilah imam kami.’ Ia menjawab: ‘Tidak, sebagian kalian ialah pemimpin atas sebagian yang lain, sebagai kemuliaan dari Allah untuk umat ini’.” (Shahih, HR. Muslim dalam Kitabul Iman Bab La Tazal Tha`ifah min Ummati, 2/370, no. 393)
Hadits-hadits yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim ini memperlihatkan dua hal:
Pertama: Ketika turunnya ‘Isa bin Maryam dari langit, yang memegang kepemimpinan muslimin saat itu ialah seorang dari mereka.
Kedua: Keberadaan pemimpin mereka untuk shalat, kemudian ia mengimami muslimin, serta permintaannya kepada Nabi ‘Isa ‘alaihissalam saat turunnya untuk mengimami mereka. Ini semua memberikan keshalihan pemimpin tersebut dan bahwa ia berada di atas petunjuk.
Dan (dalam hadits) itu meskipun tidak ada penegasan dengan lafadz Al-Mahdi, tetapi menawarkan sifat orang yang shalih yang mengimami muslimin di waktu itu. Dan terdapat hadits-hadits dalam kitab-kitab Sunan maupun Musnad serta yang lain, yang menunjukan bahwa hadits-hadits yang ada dalam dua kitab shahih itu menawarkan bahwa orang shalih tersebut bernama Muhammad bin Abdullah dari keturunan Al-Hasan bin ‘Ali, yang disebut dengan Al-Mahdi. Dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu sebagiannya pertanda sebagian yang lain. Di antara hadits yang memberikan hal itu ialah hadits yang diriwayatktan oleh Al-Harits ibnu Abi Usamah dalam Musnad-nya dengan sanadnya dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمُ الْمَهْدِيُّ: تَعَالَ، صَلِّ بِنَا. فَيَقُوْلُ: لاَ، إِنَّ بَعْضَهُمْ أَمِيْرُ بَعْضٍ، تَكْرِمَةُ اللهِ لِهَذِهِ اْلأُمَّةِ
“Isa putra Maryam turun, kemudian pemimpin mereka Al-Mahdi menyampaikan: ‘Imamilah kami’. Ia menjawab: ‘Sesungguhnya sebagian mereka pemimpin bagi sebagian yang lain, selaku kemuliaan dari Allah untuk umat ini’.”
Hadits ini dikatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam kitabnya Al-Manarul Munif: “Sanadnya anggun.” (Abdul Muhsin Al-‘Abbad, ‘Aqidatu Ahlil Atsar. Lihat pula Ash-Shahihah, no. 2236)
Demikianlah beberapa pola hadits yang shahih tentang kehadiran Imam Al-Mahdi. Bagi kerabat yang ingin memperluas hadits-hadits yang lain, silahkan membaca kitab Al-Idha’ah Lima Kana wa Maa Yakunu Baina Yadai As-Sa’ah oleh Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan dan Al-Urful Wardi oleh Imam As-Suyuthi. Wallahu A’lam.
Haditsnya Mutawatir
Melihat begitu banyaknya hadits perihal kedatangan Imam Mahdi, maka para pakar ilmu hadits menetapkan bahwa hadits-haditsnya meraih derajat mutawatir, diantaranya adalah Imam Abul Hasan Al-Aaburri, as-Sakhawi dalam Fathul Mughits 3/43, asy-Syaukani dalam At-Taudhih fi Tawaturi Maa Jaa fil Muntadhar wad Dajjal wal Masih, Shiddiq Hasan Khan dalam al-Idha’ah hal. 112, As-Saffarini dalam Lawami’ Anwar 2/84, Syaraful Haq Adzim Abadi dalam Aunul Ma’bud 11/243, al-Kattani dalam Nadhmul Mutanatsir hal. 147, al-Barazanji dalam Al-Isya’ah li Asyrat As-Saa’ah hal. 87, Muhammad Habibullah Asy-Syinqithi dalam Al-Muqni’ Al-Muharrir hal. 30, al-Albani dalam Majalah Tamaddun Islami 22/646 -sebagaimana dalam Maqalat Al-Albani hal. 110-, Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu Fatawanya 4/98-99, dll.
Para Ulama Yang Menshahihkan
Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah 4/41 menyebutkan lima belas nama ulama yang menshahihkan hadits-hadits-hadits wacana Mahdi, bahkan sebagian mereka memastikan tentang kemutawatirannya. Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Ismail menulis suatu kitab berjudul “Al-Mahdi Haqiqah Laa Khurafah”. Pada hal. 35-36 dia menyebutkan daftar nama ulama yang menshahihkan hadits-hadits perihal Mahdi, baik para ulama dulu maupun sekarang:
al-Uqaili
al-Aburri
as-Suhaili
al-Khaththabi
al-Baihaqi
Ibnu Atsir
al-Haitsami
Ibnu Hibban
Ibnul Jauzi
al-Mundziri
Ibnu Taimiyyah
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
adz-Dzahabi
Ibnu Katsir
Ibnul Arabi
ash-Shan’ani
al-Munawi
al-Mubarakfuri
Syamsul Haq Abadi
al-Haitami
al-Ajluni
az-Zurqani
Ibnu Hajar
ash-Shabban
Shiddiq Hasan Khan
as-Sindi
as-Suyuthi
Ali al-Qari
al-Kattani
bubuk Su’ud
abul Ala’ Iraqi
as-Sakhawi
as-Saffarini
al-Qasthalani
al-Bushiri
al-Kisymiri
Abdur Rahman asy-Syaibani
al-Qurthubi
asy-Syakani
as-Samruzi
Muhammad al-Faasi
Jalaluddin Yusuf
Abu Zaid al-Qasimi
Ahmad Syakir
Abu Abdir Rahman
al-Albani
Abdul Qadir al-Farisi
Muhammad Abu Syuhbah
al-Mar’I Hanbali
Humud at-Tuwaijiri
Muhammad Basyir as-Sahsawani
Abdul Aziz bin Baz
Abdul Qadir Salim
Muhammad Husain Makhluf
Habibullah as-Syinqithi
Sayyid Sabiq
Manshur Ali Nashif
Muhammad Amin as-Sinqithi
Dan masih banyak lagi yang lain.
Barangsiapa yang menjajal untuk menyelisihi mereka, maka hendaknya meletakkan mereka dalam sebuah timbangan kemudian menaruh dirinya dalam timbangan, kemudian bercermin dengan keadilan . Semoga Allah merahmati seorang yang mengetahui kadar dirinya sendiri.
أُوْلَئِكَ آبَائِيْ فَجِئْنِيْ بِمِثْلِهِمْ
إِذَا جَمَعَتْنَا يَا جَرِيْرُ الْمَجَامِعُ
Merekalah orang tuaku, maka datangkanlah padaku semisal mereka
Apabila perkumpulan menghimpun kita wahai Jarir.
Kesepakatan Ulama
Berdasarkan dalil-dalil yang sungguh terang di atas, maka seluruh ulama terpercaya bersepakat bahwa turunnya Isa kelak di akhir zaman merupakan aqidah Islam yang wajib diimani oleh setiap muslim. Diantara para ulama yang menegaskan kesepakatan tersebut yakni Imam As-Saffarini dalam Lawami’ul Anwar 2/84, kata dia: “Iman terhadap kedatangan Mahdi merupakan keharusan sebagaimana ditetapkan oleh ahli ilmu sehingga dikategorikan tergolong aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah”.
Beberapa Kitab Khusus Tentang Al-Mahdi
Begitu seriusnya dilema penting ini, maka sebagian peneliti hadits menulis secara khusus. Diantaranya:
Imam Abu Nuaim Al-Ashbahani rahimahullah menulis suatu kitab berjudul “Akhbar Al-Mahdi” sebagaimana disebutkan Imam Suyuthi dalam Al-Urful Wardi 2/64 -Al-Hawi-.
Al-Hafizh Ibnu Abi Khaitsamah rahimahullah menghimpun hadits-hadits perihal Al-Mahdi dalam sebuah kitab sebagaimana disebutkan Ibnu Khuldun dalam Muqaddimah Tarikhnyahal. 556.
Al-Hafizh Jalaluddin Ash-Suyuthi rahimahullah dalam bukunya yang berjudul “Al-Urful Wardi fi Akhbar Al-Mahdi” telah dicetak bersama Al-Hawi lil Fatawi 2/57.
Al-Hafizh Ibnu Kasir rahimahullah menulis risalah khusus ihwal Al-Mahdi sebagaimana beliau sebutkan dalam kitabnya An-Nihayah 1/30.
Syaikh Ali Al-Muttaqi Al-Hindi rahimahullah memiliki risalah khusus tentang Al-Mahdi sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Isya’ah li Asyrat Sa’ah hal. 121.
Syaikh Mula Ali Al-Qari rahimahullah menulis kitab berjudul “Al-Masyrab Al-Wardi fi Madzhab Al-Mahdi” sebagaimana dalam Al-Isya’ah hal. 113.
Al-Hafizh Asy-Syaukani rahimahullah dalam risalahnya “At-Taudhih fi Tawaturi Maa Ja’a fi Al-Mahdi wa Dajjal wal Masih”.
Al-Allamah Ash-Shan’ani rahimahullah dalam telah menghimpun hadits-hadits tentang kedatangan Al-Mahdi sebagaimana disebutkan Shiddiq Hasan Khan dalamAl-Idha’ah hal. 114
Syaikh Abdul Alim Abdul Adzim rahimahullah menulis sebuah risalah“Al-Ahadits Al-Waridhah fi Al-Mahdi fi Mizan Al-Jarh wa At-Ta’dil”. Risalah ini yaitu acuan yang terluas perihal Al-Mahdi sebagaimana dikatakan oleh Al-Allamah Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad dalam Majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyyah edisi 45 hal. 323.
Syaikh Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad rahimahullah dalam risalahnya “Aqidah Ahli Sunnah wal Atsar fi Al-Mahdi Al-Muntahdar” dan “Ar-Raddu ‘ala Man Kadzdzaba bil Ahadits As-Shahihah Al-Waridah fi Al-Mahdi”. Dan keduannya sudah tercetak.
Nama Al-Imam Al-Mahdi dan Nasabnya
Nama dia yakni Muhammad atau Ahmad bin Abdullah. Seperti dalam hadits yang lalu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan: “Namanya sesuai dengan namaku, dan nama ayahnya sesuai dengan nama ayahku.”
Dia dari keturunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana disebutkan dalam riwayat: “Dari hebat baitku.” (HR. Abu Dawud, no. 4282 dan 4283). Dalam riwayat lain: “Dari keluarga terdekatku (‘itrah-ku).” (HR. Abu Dawud, no. 4284). Dalam riwayat lain: “Dariku.” (HR. Abu Dawud no. 4285) dari jalur perkawinan ‘Ali bin Abu Thalib dan Fathimah bintu Rasulillah. Sebagaimana dalam hadits yang kemudian dikatakan: “Seseorang dari keluargaku” dan “dari anak keturunan Fathimah.” (HR. Abu Dawud no. 4284)
Oleh alhasil, Ibnu Katsir rahimahullahu menyampaikan: “Dia yakni Muhammad bin Abdillah Al-‘Alawi (keturunan Ali) Al-Fathimi (keturunan Fathimah) Al-Hasani (keturunan Al-Hasan). Allah Subhanahu wa Ta’ala memperbaikinya dalam satu malam ialah memberinya taubat, taufik, memberinya pengertian serta bimbingan padahal sebelumnya tidak seperti itu.” (An-Nihayah fil Malahim wal Fitan, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Sifat Fisiknya
Di antara sifat fisiknya yakni sebagaimana disebutkan dalam riwayat Abu Dawud (no. 4285) dan yang lain:
أَجْلَى الْجَبْهَةِ Artinya, “Tersingkap rambutnya dari arah kepala bagian depan,” atau “Dahinya lebar.”
أَقْنَى اْلأَنْفِ “Hidungnya mancung, ujungnya tajam, bagian tengahnya agak naik.”
Al-Qari mengatakan: “Maksudnya, dia tidak pesek, sebab yang demikian adalah bentuk yang tidak disenangi.”
Menebar Keadilan
Di antara sifat Al-Mahdi yaitu bahwa ia menebar keadilan dan melenyapkan kedzaliman serta keculasan. Sebagaimana tersebut dalam hadits: “Memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kezhaliman.” (HR. Abu Dawud no. 4282, 4283, 4285)
Sehingga disebutkan dalam hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah bersabda:
يَكُوْنُ فِي أُمَّتِي الْمَهْدِيُّ إِنْ قَصَرَ فَسَبْعٌ وَإِلاَّ فَتِسْعٌ فَتَنْعَمُ فِيْهِ أُمَّتِي نِعْمَةً لَمْ يَنْعَمُوا مِثْلَهَا قَطُّ تُؤْتَى أُكُلَهَا وَلاَ تَدَّخِرُ مِنْهُمْ شَيْئًا وَالْمَالُ يَوْمَئِذٍ كُدُوْسٌ فَيَقُوْمُ الرَّجُلُ فَيَقُوْلُ: يَا مَهْدِيُّ أَعْطِنِي. فَيَقُولُ: خُذْ
“Akan tiba pada umatku Al-Mahdi jikalau masanya pendek maka tujuh tahun, jikalau tidak maka 9 tahun. Maka umatku pada periode itu diberi kenikmatan dengan kenikmatan yang tidak pernah mereka rasakan yang semacam itu sama sekali. Mereka diberi rizki yang luas. Mereka tidak menyimpan sesuatu pun. Harta saat itu berlimpah sehingga seseorang bangun dan mengatakan: ‘Wahai Mahdi, berilah saya.’ Diapun menjawab: ‘Ambillah’.” (Hasan, HR. Ibnu Majah no. 4083, Kitabul Fitan Bab Khurujul Mahdi, 4/412, dan Al-Hakim no. 8739. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menghasankannya)
Dalam riwayat At-Tirmidzi disebutkan:
فَيَجِيْءُ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَيَقُوْلُ: يَا مَهْدِيُّ، أَعْطِنِي، أَعْطِنِي. قَالَ: فَيَحْثِي لَهُ فِي ثَوْبِهِ مَا اسْتَطَاعَ أَنْ يَحْمِلَهُ
“Sehingga tiba kepadanya seseorang seraya mengatakan: ‘Wahai Mahdi, berilah aku, berilah aku.’ Nabi menyampaikan: “Maka Mahdi menuangkan untuknya di pakaiannya hingga ia tidak dapat membawanya.”
Ibnu Katsir rahimahullahu menyampaikan: “Di masanya, buah-buahan banyak. Tanam-tanaman lebat, harta benda melimpah. Penguasa benar-benar berkuasa, agama menjadi tegak, musuh menjadi hina, kebaikan terwujud di masanya terus-menerus.” (An-Nihayah Fil-Malahim 1/18, Program Maktabah Syamilah)
Dalam riwayat Al-Hakim, disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَخْرُجُ فِيْ آخِرِ أُمَّتِي الْمَهْدِيُّ يُسْقِيْهِ اللهُ الْغَيْثَ، وَتُخْرِجُ اْلأَرْضُ نَبَاتَهَا، وَيُعْطِي الْمَالَ صِحَاحًا، وَتَكْثُرُ الْمَاشِيَةُ وَتَعْظُمُ اْلأُمَّةُ، يَعِيْشُ سَبْعاً أَوْ ثَمَانِيًا – يَعْنِيْ حِجَجًا –
“Muncul di simpulan umatku Al-Mahdi. Allah menyiramkan hujan, sehingga bumi mengeluarkan tanamannya. Ia membagi harta secara merata. Binatang ternak bertambah banyak, umat pun menjadi besar. Ia hidup selama 7 atau 8 –yakni tahun–.”(HR. Al-Hakim, Kitabul Fitan wal Malahim no. 8737. Beliau mengatakannya selaku hadits yang shahih sanadnya, dan disepakati oleh Adz-Dzahabi dan Ibnu Khaldun. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu mengatakan: “Sanadnya shahih.” Lihat Ash-Shahihah, 4/40, hadits no. 1529)
Waktu Munculnya
Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan At-Tirmidzi disebutkan: “Ketahuilah, yang sudah dikenal di kalangan seluruh pemeluk Islam sepanjang periode bahwa di kiamat pasti muncul seorang dari ahlul bait (keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang membela agama dan menebarkan keadilan, serta diikuti oleh muslimin. Ia juga menguasai kerajaan-kerajaan Islam. Ia dijuluki Al-Mahdi. Juga wacana keluarnya Dajjal serta tanda-tanda akhir zaman sesudahnya yang terdapat dalam kitab Shahih, muncul setelahnya. Dan bahwa kehadiran ‘Isa juga setelahnya, lalu dia membunuh Dajjal. Atau ‘Isa turun setelahnya lalu membantunya untuk membunuh Dajjal kemudian bermakmum kepada Mahdi dalam shalatnya.” (Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a fil Mahdi)
At-Tirmidzi rahimahullahu meriwayatkan dari Zir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ الْعَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي
“Dunia tidak akan lenyap hingga seorang dari keluargaku menguasai bangsa Arab. Namanya sesuai dengan namaku.” (HR. At-Tirmidzi no. 2230, Kitabul Fitan Bab Ma Ja`a fil Mahdi, 4/438 dan dia menyampaikan: “Hasan shahih.” Demikian pula yang dibilang Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi)
Dari sini, memiliki arti munculnya Al-Imam Al-Mahdi yaitu di akhir zaman sekaligus memulai tanda-tanda besar akan datangnya akhir zaman. Namun sebagian ulama sempat ragu, apakah Mahdi ini selaku permulaan tanda yang besar atau tanda yang lain. Sebagian ulama menyatakan dengan yakin bahwa Mahdi sebagai tanda pertama, lalu berturut-turut tiba tanda lainnya. Di antara yang menyebutkan dengan tegas yang demikian ialah Muhammad Al-Barzanji rahimahullahu (wafat 1103 H). Beliau mengatakan dalam bukunya Al-’Isya`ah li Asyrath As-Sa’ah: “Bab Ketiga, gejala besar dan gejala yang erat, yang setelahnya tibalah hari kiamat, dan itu juga banyak. Di antaranya Al-Mahdi, dan itu yang pertama.” (dinukil dari ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Atsar fil Mahdi Al-Muntazhar)
Adapun Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Munculnya, nanti di akhir zaman. Dan aku kira, keluarnya yaitu sebelum turunnya ‘Isa bin Maryam, sebagaimana ditunjukkan oleh hadits-hadits yang berkaitan dengan hal itu.”
Masa Kekuasaannya
Terdapat dalam Sunan At-Tirmidzi:
إِنَّ فِي أُمَّتِي الْمَهْدِيَّ يَخْرُجُ يَعِيْشُ خَمْسًا أَوْ سَبْعًا أَوْ تِسْعًا -زَيْدٌ الشَّاكُّ- قَالَ: قُلْنَا: وَمَا ذَاكَ؟ قَال: سِنِيْنَ.
“Sesungguhnya pada umatku ada Al-Mahdi. Ia timbul, hidup (berkuasa) 5 atau 7 atau 9.” –Zaid (salah seorang rawi/periwayat) ragu–. Abu Sa’id menyampaikan: “Apa itu?” Beliau menjawab: “Tahun.”
يَكُوْنُ فِي أُمَّتِي الْمَهْدِيُّ إِنْ قُصِرَ فَسَبْعٌ وَإِلاَّ فَتِسْعٌ
“Akan tiba pada umatku Al-Mahdi, kalau masanya pendek maka 7 tahun, jika tidak maka 9 tahun.”(HR. Ibnu Majah no. 4083)
Dengan perbedaan riwayat ini, maka Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Ini menawarkan bahwa paling lama masa tinggal (kekuasaan)-nya yakni 9 tahun, dan sedikitnya 5 atau 7 tahun.” (An-Nihayah Fil Malahim wal Fitan, 1/18, Program Maktabah Syamilah)
Sementara Al-Mubarakfuri mengatakan: “Yakni, keraguan itu berasal dari Zaid. Sementara dari shahabat Abu Sa’id dalam riwayat Abu Dawud: ‘dan menguasai selama 7 tahun’ tanpa keraguan. Demikian pula dalam hadits Ummu Salamah dalam riwayat Abu Dawud dengan lafadz ‘maka beliau tinggal selama 7 tahun’ tanpa keraguan. Maka riwayat yang tegas lebih dikedepankan ketimbang yang ragu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 6/15, Program Maktabah Syamilah)
Asal Munculnya
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa munculnya dari arah timur atau Al-Masyriq. Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan:
“Munculnya Mahdi dari negeri-negeri timur bukan dari gua Samarra, mirip didugaoleh orang-orang bodoh dari kalangan Syi’ah.” (An-Nihayah Fil Malafim wal Fitan, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau menyampaikan:
بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أَقْبَلَ فِتْيَةٌ مِنْ بَنِي هَاشِمٍ فَلَمَّا رَآهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اغْرَوْرَقَتْ عَيْنَاهُ وَتَغَيَّرَ لَوْنُهُ. قَالَ: فَقُلْتُ: مَا نَزَالُ نَرَى فِي وَجْهِكَ شَيْئًا نَكْرَهُهُ. فَقَالَ: إِنَّا أَهْلُ بَيْتٍ اخْتَارَ اللهُ لَنَا اْلآخِرَةَ عَلَى الدُّنْيَا، وَإِنَّ أَهْلَ بَيْتِي سَيَلْقَوْنَ بَعْدِي بَلاَءً وَتَشْرِيْدًا وَتَطْرِيْدًا حَتَّى يَأْتِيَ قَوْمٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ مَعَهُمْ رَايَاتٌ سُوْدٌ فَيَسْأَلُوْنَ الْخَيْرَ فَلاَ يُعْطَوْنَهُ فَيُقَاتِلُوْنَ فَيُنْصَرُوْنَ فَيُعْطَوْنَ مَا سَأَلُوا فَلاَ يَقْبَلُوْنَهُ حَتَّى يَدْفَعُوْهَا إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَيَمْلَؤُهَا قِسْطًا كَمَا مَلَئُوْهَا جَوْرًا، فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَلْيَأْتِهِمْ وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ
“Tatkala kami berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, datang-datang datang sekelompok pemuda dari Bani Hasyim. Ketika Nabi menyaksikan mereka, kedua mata beliau berlinang air mata dan berubahlah roman mukanya. Maka aku katakan: ‘Kami masih tetap menyaksikan pada wajahmu sesuatu yang tidak kami sukai.’ Lalu dia menjawab: ‘Kami ahlul bait. Allah sudah pilihkan alam baka untuk kami daripada dunia. Dan bahwasanya sepeninggalku, keluargaku akan menemui bencana-tragedi dan pengusiran. Hingga tiba sebuah kaum dari arah timur, bersama mereka ada bendera berwarna hitam. Mereka meminta kebaikan namun mereka tidak diberi, lalu mereka memerangi dan mendapat pinjaman sehingga mereka diberi apa yang mereka minta, tetapi mereka tidak menerimanya. Hingga mereka menyerahkan kepemimpinan kepada seseorang dari keluargaku. Lalu ia memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana orang-orang memenuhinya dengan kezhaliman. Barangsiapa di antara kalian mendapatinya maka datangilah mereka, meskipun dengan merangkak di atas es’.” (HR. Ibnu Majah no. 4082, sanadnya hasan lighairihi menurut Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Adh-Dha’ifah, 1/197, pada pembahasan hadits no. 85)
Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan: “Bendera itu bukanlah yang dibawa Abu Muslim dari Khurasan yang lalu menghancurkan dinasti Bani Umayyah pada tahun 132 H. Namun bendera hitam lain, yang tiba mengiringi Al-Mahdi.” (An-Nihayah, 1/17)
Bukan pula pasukan Thaliban yang di Afghanistan, sebagaimana yang disebut dalam poster berjudul Huru-Hara Akhir Zaman karya Amin Muhammad Jamaludin yang laku itu. Selebaran itu sendiri sarat dengan aneka macam ramalan dan takwil penyelewengan makna) juga Bukan Bendera ISIS di Iraq Suriah. hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ihwal gejala hari kiamat. Hendaknya kaum muslimin tidak lekas terpana dengan takwil semacam itu. Sebagaimana pula hal ini tidak memiliki arti mengingkari hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kejadian kiamat.
As-Sindi mengatakan: “Yang nampak, cerita itu merupakan arahan keadaan Al-Mahdi yang dijanjikan. Oleh alasannya itu, penulis (Ibnu Majah) menyebutkan hadits ini dalam bagian ini (bagian keluarnya Al-Mahdi).”
Ibnu Katsir rahimahullahu menyampaikan: “Dan orang-orang dari timur mendukung (Al-Mahdi), menolongnya dan menegakkan agamanya, serta mengokohkannya. Bendera mereka berwarna hitam, dan itu merupakan busana yang mempunyai kewibawaan, alasannya adalah bendera Rasulullah berwarna hitam yang dinamai Al-Iqab.” (An-Nihayah fil Malahim, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Beliau juga menyampaikan: “Maksudnya, Al-Mahdi yang terpuji yang dijanjikan keluarnya di akhir zaman asal munculnya yakni dari arah timur, dan diba’iat di Ka’bah mirip yang disebutkan oleh nash hadits.” (idem, 1/17)
Tentang kawasan bai’atnya telah diisyaratkan oleh hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seseorang dibai’at di antara rukun (Hajar Aswad) dan Maqam (Ibrahim).” (HR. Ibnu Hibban no. 6827, Ahmad, dan Al-Hakim; dan beliau menshahihkannya)
Proses Munculnya Al-Imam Al-Mahdi
Munculnya Al-Imam Al-Mahdi bukan kolam sulap batil, yang seolah muncul tanpa alasannya adalah dan tiba-datang. Namun hadirnya pasti mengikuti sunnatullah pada alam ini, yaitu lewat proses yang menuju ke arah sana.
Menjelaskan hal itu, Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menyampaikan: “…Nabi menunjukkan kabar gembira perihal akan datangnya seseorang dari keluarganya dan beliau menyebutkannya dengan sifat-sifat yang menonjol. Di antara yang sifat paling penting ialah bahwa beliau berhukum dengan Islam dan menebarkan keadilan di antara manusia.
Kaprikornus, pada hakikatnya dia tergolong para mujaddid yang Allah Subhanahu wa Ta’ala munculkan di penghujung tiap 100 tahun, sebagaimana telah shahih berita (ihwal hal ini) dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini (eksistensi mujaddid di tiap satu periode) juga bukan memiliki arti tidak perlu berupaya mencari ilmu dan mengamalkannya untuk memperbarui agama. Sehingga, akan keluarnya Al-Mahdi tidaklah bermakna bermalas-malasan hasilnya, serta tidak bersiap atau beramal untuk menegakkan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi. Bahkan sebaliknya (bederma) itulah yang benar, karena Al-Mahdi tidak mungkin upayanya lebih dari Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selama 23 tahun berbuat untuk mengokohkan pilar-pilar Islam dan menegakkan negaranya.
Maka kira-kira apa yang mau dilaksanakan Al-Mahdi seandainya dia timbul dan mendapati kaum muslimin dalam keadaan terpecah, berkelompok-kalangan dan ulama mereka (timbul) –kecuali sedikit dari mereka– (karena) orang-orang telah mengakibatkan mereka sebagai para pemimpin. Tentu (Al-Mahdi) tidak akan mampu menegakkan negara Islam kecuali sesudah mempersatukan kalimat mereka dan menyatukan mereka dalam satu barisan serta dalam satu bendera.
Dan ini –tanpa diragukan– membutuhkan waktu yang panjang, Allah Maha Tahu tentangnya. Syariat serta akal, keduanya mengharuskan agar orang-orang yang tulus dari golongan muslimin mengerjakan kewajiban ini. Sehingga manakala Al-Mahdi keluar, tiada kebutuhan kecuali tinggal menggiring mereka kepada kemenangan. Kalaupun belum keluar, maka mereka pun telah melaksanakan kewajiban mereka dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ
“Dan katakanlah: ‘Beramallah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat amalan kalian itu’.” (At-Taubah: 105) [Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 4/42-43]
SYUBHAT PENGKRITIK HADITS
Sangat disayangkan sekali, aqidah mulia ini sudah digugat oleh sebagain kalangan, diantaranya adalah Syaikh Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah dalam Tafsir Al-Manar 9/499-504, Muhammad Farid Wajdi rahimahullah dalam Dairah Ma’terpelajar Al-Qarni Al-‘Isyrin 10/480, Ahmad Amin rahimahullah dalam Dhuha Islam 3/237-241, Muhammad Al-Ghozali rahimahullah dalam Musykilat fi Thariq Hayat Islamiyyah hal. 139 Umar Hubaisy rahimahullah dalam Fatawahal. 334-335
Kesimpulan kritikan mereka selaku berikut:
1. Hadits-haditsnya tidak ada yang shahih
2. Ucapan Imam Ibnu Khuldun
3. Hadits-haditsnya karangan para politisi kelompok Syi’ah
4. Haditsnya tidak diriwayatkan Imam Bukhari Muslim
5. Haditsnya saling bertentangan
6. Membendung para pengaku Mahdi yang dusta
7. Menyebabkan manusia tidak berusaha
MENJAWAB SYUBHAT
Sekarang kami mengajak para pembaca untuk mengikuti bersama kami sanggahan atas kritikan-kritikan tersebut:
Hadits-haditsnya tidak ada yang shahih
Jawab: Siapakah yang menyampaikan demikian?! Apakah mereka ahli hadits?! Ataukah ahli kalam dan filsafat yang tidak mengetahui ilmu hadits?!! Tak perlu kita memperpanjang obrolan lagi, alasannya kami kira klarifikasi di atas sudah cukup bagi pencari kebenaran.
Ucapan Imam Ibnu Khuldun
Seringkali para pengkritik berhujjah dengan keterangan Ibnu Khuldun dalam kitabnya yang masyhur itu dan menipu umat dengannya.
Jawab: Alasan ini tidak mampu diterima alasannya adalah dua karena:
Pertama: Ibnu Khuldun bukanlah ahli hadits. Oleh alasannya adalah itulah para ahli hadits mengingkari dan membantah keterangannya tersebut. Diantaranya Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan, ia berkata sesudah menukil ucapan Ibnu Khuldun: “Masalahnya tak mirip yang beliau terangkan. Dan kebenaran lebih utama untuk disertai”, Syaikh Adzim Abadi dan Al-Mubarakfuri mengatakan: “Dia jatuh dalam kesalahan dan jauh dari kebenaran”.
Syaikh Al-Allamah Ahmad Syakir rahimahullah berkata:
“Ibnu Khuldun tidak faham kaidah ahli hadits “Al-Jarh Muqaddam ‘ala Ta’dil” (Celaan lebih didahulukan daripada pujian). Seandainya dia mengenali dan memahami kaidah tersebut, pasti ia tidak akan berucap mirip ini. Atau mungkin ia tahu tetapi sengaja melemahkan hadits-hadits ihwal Al-Mahdi sebab situasi politik pada masanya”. Kemudian ia menjelaskan bahwa informasi Ibnu Khuldun banyak menampung kesalahan”.
Syaikh Al-Albani rahimahullah juga berkata:
“Ibnu Khuldun telah melakukan kesalahan yang amat fatal tatkala melemahkan kebanyakan hadits-hadits tentang Mahdi. Hal itu tak ajaib, karena memang ilmu hadits bukanlah bidangnya”.
Kedua: Sekalipun Ibnu Khuldun menilai bahwa pada umumnya hadits perihal Mahdiadalah cacat, tetapi ia tidak melemahkan seluruhnya. Perhatikan ucapan dia usai memaparkannya: “Inilah beberapa hadits yang diriwayatkan oleh para imam ihwal kehadiran Al-Mahdi di akhir zaman. Sebagaimana anda lihat sendiri tidak ada yang selamat dari cacat kecuali sedikit atau sedikit sekali”.
Oleh sebab itulah Imam Muhammad Nasiruddin Al-Albani berkata dalam Ash-Shahihah 4/40: “Barangsiapa menisbatkan pada Ibnu Khuldun bahwa ia melemahkan seluruh hadits wacana Al-Mahdi, sangat dia sudah berdusta baik lupa maupun sengaja”.
Hadits-haditsnya karangan para politisi kalangan Syi’ah dan seluruh sanadnya tak luput dari seorang rawi Syi’ah.
Jawaban: Alasan ini sungguh rapuh sekali sebab:
Pertama: Menyatakan secara mutlak mirip itu tidak benar dan cuma praduga semata yang tidak ada buktinya karena empat hadits yang telah aku sebutkan di atas, tak ada seorang rawi-pun dalam sanadnya yang diketahui termasuk golongan Syi’ah. Benar, memang ada beberapa hadits perihal Mahdi yang dikarang oleh Syi’ah namun para mahir hadits telah menerangkan secara rincian dan jelas tentangnya sehingga mampu terbedakan. “Adanya hadits-hadits tentang Mahdi yang artifisial sebab karangan politisi Syi’ah atau sejenisnya tidaklah memiliki arti kita mengingkari hadits shahih wacana Mahdi” sebagaimana dikatakan oleh Ustadz Muhammad Hidhir Husain (Syaikh Al-Azhar dahulu).
Kedua: Taruhlah memang semua hadits perihal Al-Mahdi tak luput dari rawi Syi’ah, maka hal itu tidaklah merusak keabsahan hadits alasannya adalah pertengkaran madzhab bukanlah syarat absahnya suatu hadits sebagaimana diterangkan dalam kitab-kitab mustholah hadits. Oleh akibatnya, Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari beberapa rawi Syi’ah dan kalangan-kalangan lainnya.
Haditsnya tidak diriwayatkan Imam Bukhari Muslim
Jawaban:
Pertama: Apakah hadits-hadits shahih cuma terhimpun dalam Shahih Bukhari dan Muslim saja?!! Tak ada satupun ulama yang menyampaikan demikian, sebab banyak juga hadits-hadits shahih yang terhimpun dalam kitab-kitab Sunan, Musnad, Mu’jam dan ensiklopedi hadits lainnya. Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata: “Sesunggunya Bukhari dan Muslim tidaklah mengeluarkan seluruh hadits shahih dalam kitabnya. Buktinya keduanya telah menshahihkan beberapa hadits dalam selain kitab shahihnya tersebut sebagaimana Tirmidzi dan lainnya menukil dari Bukhari bahwa dia menshahihkan beberapa hadits yang tidak ada dalam kitab shahihnya, namun dalam kitab sunan”.
Kedua: Sebenarnya dalam Shahih Bukhari Muslim ada beberapa hadits yang menawarkan kode tentang Al-Mahdi seperti:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟!
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bagaimana kalian apabila Isa bin Maryam turun pada kalian dan imam kalian dari kalian?!”.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. قَالَ: فَيَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمْ: تَعَالَ صَلِّ لَنَا. فَيَقُوْلُ: لاَ, إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَرَاءُ, تَكْرِمَةُ اللهِ عَلَى هَذِهِ الأُمَّةِ
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berperang di atas al-haq dan tegar (menang) sampai hari akhir zaman. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maka Isa bin Maryam turun, kemudian amir mereka mengatakan: Ayo, majulah menjadi imam shalat kami. Isa menjawab: Tidak, sesungguhnya sebagian kalian yakni pemimpin pada sebagian yang lain, kemulian Allah atas umat ini”.
Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan rahimahullah sesudah membawakan beberapa hadits yang berbagai dalam kitabnya Al-Idha’ah hal. 144, beliau mengakhirinya dengan hadits Jabir di atas lalu berkomentar: “Memang benar dalam hadits ini tidak ada kata “Al-Mahdi” secara terang, tetapi tidak ada maksud lain dari hadits ini dan hadits-hadits sejenisnya melainkan adalah Al-Mahdi yang dinanti-nanti sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadits dan atsar yang banyak sekali”.
Hal tersebut karena “hadits itu saling menafsirkan satu sama lainnya”. Diantara hadits yang menjelaskannya yaitu selaku berikut:
عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: يَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمْ الْمَهْدِيْ: تَعَالَ صَلِّ لَنَا. فَيَقُوْلُ: لاَ, إِنَّ بَعْضَهُمْ أَمِيْرُ بَعْضٍ, تَكْرِمَةُ اللهِ هَذِهِ الأُمَّةَ
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tatkala Isa bin Maryam turun, amir mereka Al-Mahdi mengatakan: Kemarilah, imami kami dalam shalat. Isa menjawab: Tidak, sebetulnya sebagian mereka adalah pemimpin atas yang lain, kemulian Allah pada umat ini”.
Haditsnya saling berlawanan
Jawaban:
Anggapan ini tertolak alasannya adalah Ta’arudh (pertentangan) antara hadits barulah dianggap bila memang haditsnya sama-sama shahih, tetapi jikalau yang satu shahih dan satunya dha’if maka terang tidak dianggap sebagaimana dikenali oleh setiap orang yang belajar ilmu hadits. Sebagai teladan hadits dari Ummu Salamah di atas: “Al-Mahdi ialah dari keturunanku dari anak keturunan Fathimah”. Dengan hadits Utsman bin Affan secara marfu’:
الْمَهْدِيْ مِنْ وَلَدِ الْعَبَّاسِ عَمِّيْ
Al-Mahdi dari keturunan anak Abbas, pamanku.
Bagaimana mampu dipertentangkan, sedangkan hadits Ummu Salamah sanadnya shahih dengan hadits maudhu’ yang diriwayatkan Imam Daruqutni dalam Al-Afrad no. 26, Ad-Dailami 4/84 dan Ibnu Jauzi dalam Al-Wahiyat: 1431 dan pada sanadnya tedapat rawi berjulukan Muhammad bin Walid Al-Qurasyi, sedangkan ia pendusta.
Kaprikornus fikiran kontradiksi tersebut hanyalah muncul dari hadits-hadits yang tidak shahih ihwal Mahdi. Sedangkan hadits-hadits yang shahih, maka tiada pertentangan sedikitpun.
Membendung para pengaku Mahdi yang dusta
Jawaban:
Pertama: Sesungguhnya Imam Mahdi yang dikhabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki ciri-ciri yang terperinci sebagaimana penjelasan dalam hadits-hadits di atas seperti keluar di kiamat, laki-laki, keturunan hebat bait, namanya Muhammad bin Abdullah, berdahi lebar, berhidung mancung, menegakkan agama dan keadilan, senang memberi dan shalih, mengimami Isa bin Maryam dalam shalat. Dengan demikian, bila ada yang mengaku Mahdi sedangkan tidak sesuai dengan ciri-ciri tersebut, maka memiliki arti dia ialah pendusta.
Kedua: Para ulama sudah membantah para pengaku Mahdi dusta tersebut. Jadi, benar kami oke dengan kalian dalam mengingkari para pengaku Mahdi secara dusta seperti Juhaiman (Saudi Arabia) mirip halnya Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani, seorang dajjal shoghir India yang mengaku selaku Nabi Isa kemudian mengaku selaku Nabi. Namun mirip inikah cara kita membendung para pendusta tersebut?!! Apakah kita mengingkari aqidah yang shahih hanya alasannya adanya pengaku dusta tersebut?!! Kalau demikian caranya, kita akan bertabrakan dengan kaidah kita sendiri. Coba pikirkan, apa kita juga akan mengingkari adanya ilmu dan ulama sebab adanya orang-orang bodoh yang mengaku sok berilmu?!! Dan apabila ada sebagian yang mengaku sebagai Tuhan mirip Fir’aun dan Dajjal, apakah cara membendungnya dengan mengingkari adanya Tuhan?!! Tidak, sekali-kali tidak!! Demikian pula kita beriman tentang Imam Mahdi yang hakiki dan mendustakan para pengaku Mahdi yang imitasi.
Takhtimah
Sesungguhnya dogma hadirnya Imam Mahdi tergolong aqidah yang ditetapkan dalam hadits-hadits mutawatir yang wajib bagi setiap muslim untuk mengimaninya alasannya hal itu termasuk kasus ghaib, sedangkan beriman dengan ghaib yakni sifat orang-orang yang beriman sebagaimana firman Allah:
ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ ِفيهِ هُدَى لِلْمُتَّقِينَ . الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Kitab (Al-Quraan) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (yakni) mereka yang beriman terhadap yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (QS. Al-Baqarah: 2-3).
Dan tidak ada yang mengingkari aqidah ini kecuali orang yang jahil atau angkuh. Saya memohon terhadap Allah supaya mewafatkan kita dalam beriman terhadapnya serta aqidah-aqidah shahih yang lain.
Inilah buah keimanan kepada Hari Akhir. Bagi seorang mukmin, ia akan mengarahkan setiap langkahnya dalam kehidupan di dunia ini guna kehidupan di akhiratnya kelak. Dirinya mengharap dan selalu berusaha semoga di Hari Akhir nanti tak muncul penyesalan sebagaimana digambarkan ayat berikut:
أَنْ تَقُوْلَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللهِ وَإِنْ كُنْتُ لَمِنَ السَّاخِرِيْنَ. أَوْ تَقُوْلَ لَوْ أَنَّ اللهَ هَدَانِي لَكُنْتُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ. أَوْ تَقُوْلَ حِيْنَ تَرَى الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُوْنَ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ
“Agar jangan ada orang yang mengatakan: ‘Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan keharusan) terhadap Allah, sedangkan saya bahwasanya tergolong orang-orang yang memperolok-olok (agama Allah)’. Atau, agar jangan ada yang berkata: ‘Kalau sekiranya Allah memberi petunjuk kepadaku tentulah saya termasuk orang-orang yang bertakwa.’ Atau, biar jangan ada yang berucap ketika menyaksikan adzab: ‘Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan tergolong orang-orang yang berbuat baik’.” (Az-Zumar: 56-58)
Penyesalan tinggallah penyesalan. Kala Hari Akhir itu tiba, maka tiada guna lagi penyesalan. Semua petaka itu terjadi alasannya adalah diri larut dalam hawa nafsu, menjauh dari nilai-nilai syariat. Setiap keterangan yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya ditentangnya. Dia berupaya menampik apa yang telah dikabarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya dengan argumentasi ‘tidak rasional’ atau ‘tidak masuk nalar’. Seakan-akan nilai Islam cuma sebatas kapasitas akalnya. Sesuatu yang di luar akalnya, ditolak dan ditentangnya meski itu berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Keimanan tiada lagi tertancap di hatinya. Dia sombong dan mendustakan informasi-informasi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
بَلَى قَدْ جَاءَتْكَ آيَاتِي فَكَذَّبْتَ بِهَا وَاسْتَكْبَرْتَ وَكُنْتَ مِنَ الْكَافِرِيْنَ
“(Bukan demikian) bantu-membantu telah tiba keterangan-keterangan-Ku kepadamu lalu kamu mendustakannya dan kau menyombongkan diri dan adalah kau tergolong orang-orang yang kafir.” (Az-Zumar: 59)
Bagi seorang muslim, beliau harus mengedepankan keimanannya. Termasuk dalam mengimani gejala yang bakal muncul menjelang terjadinya Hari Kiamat. Satu di antara gejala itu yakni akan munculnya Al-Mahdi.
Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa Al-Mahdi akan timbul pada akhir zaman, sebelum Nabi ‘Isa ‘alaihissalam turun. Dia seorang laki-laki keturunan ahlul bait. Melalui dia, Allah Subhanahu wa Ta’ala kokohkan agama. Dia akan berkuasa selama tujuh tahun. Pada masanya bumi ditaburi dengan keadilan sebagaimana kelaliman dan kezhaliman sempat meliputi bumi sebelumnya. Umat merasakan lezat di bawah kekuasaannya dan belum pernah ada kenikmatan yang dirasakan mirip itu. Bumi mengeluarkan tetumbuhan, langit mengguyuri dengan hujan. Kala itu, harta diberikan tanpa batas.
Wallohu A’lam Bishshowab