Klarifikasi Efektivitas Iklan

Efektivitas Iklan
Suatu iklan dapat dibilang efektif, jika tujuan dari periklanan tersebut mampu tercapai atau terlaksana. Purnama (2001 : 159) menyatakan bahwa : “Tujuan dari pembuatan iklan harus dapat mengumumkan, membujuk dan mengingatkan pembeli tentang produk yang disediakan oleh perusahaan melalui media iklan tersebut”.
Handoko (1998 : 103) menyatakan bahwa ada beberapa patokan dalam menganggap efektivitas, yaitu :

  • Kegunaan,
  • Ketepatan dan Objektivitas,
  • Ruang lingkup,
  • Efektivitas biaya,
  • Akuntabilitas, dan
  • Ketepatan waktu.

Agar memiliki kegunaan bagi perusahaan dalam pelaksanaan fungsi-fungsi penjualan, maka sebuah periklanan mesti fleksibel, stabil, berkelanjutan dan sederhana serta mudah untuk dipahami. Hal ini memerlukan analisa, peramalan dan pengembangan perjuangan periklanan dengan menimbang-nimbang segala sesuatu pengerjaan iklan selaku proses yang berkelanjutan.

Kegiatan iklan mesti dievaluasi untuk mengetahui apakah terang, gampang dimengerti, dan akurat dan sempurna pada sasarannya. Berbagai keputusan dan kegiatan perusahaan cuma efektif kalau didasarkan atas isu yang sempurna. Periklanan juga perlu memperhatikan prinsip-prinsip kelengkapan (comprehensiveness), kepaduan (unity) dan konsistensi.

Efektifitas ongkos menyangkut duduk perkara waktu, perjuangan dan fatwa emosional dari pencapaian iklan tersebut. Kemudian periklanan juga mesti memperhatikan aspek tanggungjawab atas pelaksanaan iklan tersebut dan tanggungjawab atas implementasi aktivitas periklanan tersebut. Sehingga segala acara periklanan yang telah dijalankan akan tepat waktu sesuai dengan yang dijadwalkan. Apabila tujuan periklanan tersebut mampu tercapai, dengan terlebih dulu mengadakan penyeleksian media yang sesuai serta mengadakan penyusunan anggaran untuk kegiatan periklanan tersebut, maka sebuah iklan mampu dikatakan efektif.

Selain itu efektivitas iklan menurut Subroto (2008:76) bisa di­ukur dengan mengetahui proses yang dilaku­kan oleh audience pada ketiga perta­nyaan, ialah brand, communi­cator dan execution.

Communicator berbicara wacana figure yang digunakan utuk mengkomunikasikan produk dan ini tidak senantiasa orang namun bisa figure lain seperti hewan atau kartun. Da­lam tahap inilah opsi antara artis atau bu­kan artis timbul. Penggunaan artis mempunyai keunggulan untuk familiarity‑nya, sehingga produk produk gres mudah sekali menda­patkan tingkat awareness. Tetapi ada juga resiko menenggelamkan produknya sebab communicatornya lebih menonjoI. Resiko lain yakni overused alasannya satu artis meng­iklankan banyak merek sehingga akhirnya semua merek malahan tidak menerima keuntungannya.

Berbicara wacana penyeleksian gambar warna, huruf, perpindahan frame, jalan kisah, dan lain‑lain. Eksekusi juga sangat menentukan keberhasilan iklan alasannya adalah akan diresponse pribadi oleh audience. Bebe­rapa tahun yang lalu BCA menciptakan satu iklan yang konsepnya seder­hana dan communicatornya juga bukan selebritis, tetapi alasannya eksekusinya sungguh elok mendapatkan response yang manis. Sebaliknya pemilihan Communicator yang sangat bagus dari produk yang sangat bagus akan kurang baik akibatnya jika eksekusi iklan dilaksanakan tidak baik. Iklan BRI yang memakai uang ratusan ribu sebagai pesawat kertas kemudian terbang‑layang di aneka macam fasilitas BRI bahwasanya anggun tetapi eksekusinya sangat tidak mendukung.

Yang ketiga ialah produk/merek itu sendiri. Ketika melihat sebuah iklan, kon­sumen mempunyai pandangan tertentu terhadap produk yang dilklankan. Melihat iklan sham­poo contohnya penonton akan dibawa pada sebuah anutan bahwa shampoo tersebut mampu membuat rambut menjadi hitam sehing­ga kulit paras yang sama menjadi lebih putih. Respon terhadap produk ini penting sebab bantu-membantu disinilah kunci keber­hasilan iklan, yaitu mengganti attitude au­diencenya perihal produk yang diiklankan.

Ketiga jenis response di atas bermuara pada dua hal ialah ad‑likability, ialah ting­kat kesukaan pada iklan dan product likabi­lity, yakni tingkat kesukaan pada produknya sendiri. Dua likability ini jadinya bermuara pada preferensi dan buying intention.

  Bagaimana Jenjang Manajemen Dapat Bekerja Sama Satu Sama Lainnya

Dengan demikian performance iklan tidak cukup kalau cuma menerima ad-­likeability dan tidak mampu mendapatkan prod­uct likability. Lomba iklan favorit melalui banyak sekali penghargaan yang berbi­cara satu dimensi, ad‑likeability saja, mung­kin akan menjadi mempesona kalau juga diukur dimensi yang lain, bahkan jika mungkin sampai dampaknya mendorong minat beli konsumen. Kalau cuma satu dimensi saja, bisa saja iklan dibentuk sangat baik dan dengan kreatifitas yang sangat tinggi serta visualisasinya mempesona tetapi ternyata penjualan produknya tetap saja jeblok. Kalimat ini pastinya jangan diartikan bah­wa iklan yang baik harus selalu mendorong pemasaran, alasannya adalah hal ini bermakna bahwa pembuatan iklan kembali kepada advertis­ing objective yang terang dan terukur