Ada fakta pahit yg harus diakui. Ada kejadian nyata yg tak dinyana, tetapi tidak mungkin dipungkiri. Bahwa baik & buruk, kesemuanya yakni pembelajaran bagi umat insan. Apalagi bagi mereka yg beragama Islam & beriman; semua kejadian yaitu pelajaran yg amat berharga. Mahal.
Bahwa Islam adalah agama yg mulia merupakan fakta tak terpungkiri. Bahwa Nabi Muhammad merupakan contoh sepanjang zaman yakni positif & tiada tandingnya. Sayangnya, tak semua umat Islam mampu memperlihatkan kemuliaan pedoman langit ini. Faktanya, tak semua umat Muhammad mampu mengejawantahkan sunnah-sunnah Nabinya yg mulia.
Kita sering mendengar, bahkan menyaksikan dgn indra sendiri, betapa banyak orang berjubah & busana islami lainnya, tapi perbuatannya jauh dr nilai-nilai Islam yg mulia. Misalnya, fakta bahwa seorang laki-laki berjuluk ‘ustadz’, tetapi berlaku kasar pada istri & anak-anaknya. Bahkan, ia main perempuan.
Lainnya, sekumpulan pria berpakaian serbaputih terpanggil ‘kiyai’, di perkumpulan pekanannya, justru melaksanakan langkah-langkah tiada terpuji; gosip atau ghibah. Entah sadar atau tidak, bermula dr hal kecil, di perkumpulannya itu membahas kejelekan orang lain yg memang tiada disukai tatkala ahlinya mengetahui pembicaraan tersebut.
Menarik, ketika diingatkan, mereka pandai berargumentasi. Padahal, dosa ghibah itu disepakati oleh para ulama sebagai suatu tindakan haram. Tiada pertikaian terkait aturan perbuatan ini. Bahkan, al-Qur’an menyebutnya selaku memakan bangkai saudaranya. Menjijikkan, tapi banyak disenangi.
Karenanya, Islam itu menyeluruh. Islam amat menekankan pada tiga aspek utama; hati, ucapan, & perbuatan. Harus selaras. Tidak boleh bertolak belakang.
Maka, meneladani yg paling baik yakni apa yg ada pada diri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam & generasi setelahnya. Utamanya mereka yg sudah menjalani hidup dlm taqwa & wafat dgn husnul khatimah.
Meskipun, terhadap semua orang yg masih hidup, kita diperbolehkan meneladani. Sebab pesan yang tersirat memang berasal dr banyak lokasi. Ambil yg baik, & abaikan keburukannya. Artinya, kalau memang mempunyai susukan, ingatkan dgn cara yg santun. Jangan dibiarkan.
Yang tak kalah pentingnya, jangan sekali pun melaksanakan penyamarataan. Sebab, sebaik-baiknya orang niscaya ada salahnya, & seburuk-buruknya insan pasti ada baiknya.
Persis seperti nasihat Nabi tatkala salah seorang sahabatnya dinasihati setan, ia berkata, “Dia ialah pendusta, tetapi semalam berkata benar.”
Semoga Allah Ta’ala mempertahankan kita dr segala jenis ketergelinciran. Aamiin. [Pirman/Wargamasyarakat]