close

Kisah Umar bin Khattab Taklukkan Sungai Nil, Hapus Tradisi Tumbal

Kisah Umar bin Khattab ini diriwayatkan oleh Abdul Hakim dlm Futuha Mishra (Sejarah Penaklukan Mesir). Juga dicantumkan Muhammad Abdul Aziz al Halawi dlm Fatawa wa Aqdhiyah Amiril Mu’minin Umar ibn al Khattab (Fatwa & Ijtihad Umar bin Khattab).

Kisah Menaklukkan Sungai Nil

Kisah ini terjadi tatkala Amr bin Ash berhasil menaklukkan Mesir. Saat memasuki bulan Bu’unah (salah satu bulan dlm kalender yg berlaku di Mesir waktu itu), penduduk datang menghadapnya.

“Wahai Gubernur, sesungguhnya Sungai Nil kami ini memiliki tradisi yg airnya tak akan mengalir kecuali dgn tradisi tersebut.”

“Tradisi apakah itu?”

“Jika telah melalui tanggal 12 bulan Bu’unah, kami akan mengambil seorang anak gadis dr orangtuanya. Kami akan membujuk orangtua itu semoga mau merelakan anak gadisnya selaku tumbal. Lalu kami rias gadis itu dgn busana & pelengkap yg menawan, lalu kami lemparkan ia ke Sungai Nil.”

Amr bin Ash terkejut mendengar tradisi tumbal itu. Tradisi syirik sekaligus pembunuhan keji. Masalah aqidah sekaligus duduk perkara nyawa insan.

“Sesungguhnya tradisi ini tak ada dlm Islam. Islam menghapus segala tradisi leluhur sebelumnya yg berlawanan dgn ajaranNya,” demikian jawaban tegas Amr bin Ash.

Sesuai instruksi Amr bin Ash, mereka menahan diri melakukan tradisi tumbal itu. Mereka bersabar selama tiga bulan; Bu’unah, Abib & Masra. Namun air Sungai Nil tak pula mengalir mirip umumnya.

Tidak menerima air yakni problem besar bagi penduduk. Karenanya mereka berencana pindah dr situ.

Mengetahui kesusahan penduduk & harapan mereka untuk pindah, Amr bin Ash mengirim surat pada khalifah Umar bin Khattab. Ia menceritakan kejadian yg terjadi & meminta isyarat Umar.

“Engkau benar,” jawab Umar bin Khattab lewat surat. “Sesungguhnya Islam menghapus seluruh tradisi yg jelek. Bersama surat ini, kukirimkan pula kepadamu lembar kertas. Jika telah sampai kepadamu, lemparkan lembaran itu ke Sungai Nil.”

Sebelum melempar kertas itu ke Sungai Nil, Amr bin Ash membuka & membaca isinya. “Dari hamba Allah Umar Amirul Mukminin pada Sungai Nil penduduk Mesir, amma ba’du. Jika kamu-sekalian mengalir semata-mata lantaran dirimu sendiri, maka janganlah mengalir! Akan tetapi, kalau yg mengalirkanmu yaitu Allah Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa, maka kami memohon kepadaNya untuk mengalirkanmu.”

Amr bin Ash melemparkan kertas itu ke Sungai Nil sempurna sehari sebelum rencana keberangkatan penduduk pindah ke daerah lain. Keesokan harinya, pagi-pagi sebelum mereka berangkat, Sungai Nil sudah mengalir hingga sedalam enam belas hasta. Penduduk Mesir pun bergembira, tak jadi pindah ke wilayah yang lain.

Demikianlah kisah Umar bin Khattab ini. Tidak hanya Sungai Nil kembali mengalir, yg lebih utama yaitu terhapusnya tradisi tumbal dr kehidupan mereka.

Baca juga: Sholat Dhuha

Ibrah Kisah Umar bin Khattab

Ada banyak ibrah yg bisa kita petik dr kisah ini, antara lain:

1. Tumbal ialah salah satu bentuk kemusyrikan

Memberikan tumbal, atau berqurban pada selain Allah, merupakan salah satu perbuatan syirik yg dosanya sungguh besar hingga tak diampuni Allah. Baik tumbal untuk sungai, tumbal untuk gunung, tumbal untuk pembangunan jembatan & lain-lain. Tidak peduli apakah tumbal itu besar mirip sapi, atau kecil mirip ayam. Apalagi jika tumbalnya yaitu insan.

Dalam suatu hadits yg diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah mensabdakan bahwa ada pria yg masuk nirwana karena lalat, ada pula yg masuk neraka lantaran lalat. Tatkala teman mengajukan pertanyaan, beliau menjelaskan bahwa mereka melalui suatu perkampungan penyembah berhala. Orang yg melalui perkampungan itu harus berkorban atau memberi sesaji. Karena tak memiliki apa-apa, seorang laki-laki kesannya berkorban dgn lalat. Dengan sebab itu ia masuk neraka. Sedangkan laki-laki kedua, ia tak mau berkorban meskipun dgn lalat. Laki-laki ini dibunuh oleh para penyembah berhala, kemudian ia masuk nirwana.

2. Mencegah kesyirikan yakni keharusan setiap muslim

Amr bin Ash telah menawarkan contoh yg sempurna. Begitu mengetahui bahwa tradisi yg dimaksudkan oleh penduduk Mesir ialah tradisi syirik, ia pribadi mencegahnya. Mencegah kesyirikan ialah keharusan setiap muslim, utamanya pemimpin umat yg mempunyai otoritas.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dgn tangannya (otoritas/kekuasaan). Apabila tak bisa, hendaklah ia mengubah hal itu dgn lisannya. Apabila tak mampu, hendaknya ia mengganti dgn hatinya & inilah selemah-lemah akidah.” (HR. Muslim)

3. Pemimpin itu memberi solusi yg manhaji

Kisah Umar bin Khattab ini memastikan pada kita, bahwa pemimpin negara mempunyai kewajiban menuntaskan permasalahan rakyatnya. Dan itulah yg dicontohkan oleh Umar bin Khattab. Ia menawarkan solusi yg manhaji, sesuai dgn manhaj Islam, tak bertentangan dgn aqidah Islam, tak berlawanan dgn Al Alquran & Sunnah.

Maka yg dilakukan Umar dlm kisah ini, ia menggantungkan impian cuma pada Allah. Ia berdoa cuma pada Allah. Ia berusaha menuntaskan dua hal sekaligus; menghentikan kemusyrikan dgn menghapus tradisi tumbal & memajukan kemakmuran dgn kembali mengalirnya Sungai Nil.

Pemimpin-pemimpin mirip inilah yg dipuji Allah:

الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ

“(yaitu) orang-orang yg bila Kami teguhkan kedudukan mereka di tampang bumi niscaya mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf & menangkal dr tindakan yg mungkar; & pada Allah-lah kembali segala urusan” (QS. Al Hajj: 41)

Sering kali yg diperhatikan pemimpin di zaman sekarang hanya masalah perekonomian & kesejahteraan materi. Sedangkan dlm menjaga aqidah kadang abai. Terkadang ada yg lebih parah, kemakmuran rakyat pun tak diamati, hanya mementingkan kekuasaannya sendiri & kepentingan golongannya sendiri.

4. Karamah Umar bin Khattab

Kisah Umar bin Khattab ini pula memperlihatkan karamahnya. Sekaligus menujukkan kedekatannya dgn Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hanya dgn selembar kertas berisi komunikasi pada Sungai Nil & doa pada Allah, Allah menjadikan Sungai Nil kembali mengalir.

Banyak karamah Umar bin Khattab yg lain. Misalnya beberapa kali ayat Al Alquran turun bersesuaian dgn usulan Umar bin Khattab, ia pernah memperlihatkan instruksi pada pasukan yg sedang berperang di akrab gunung padahal Umar waktu itu sedang khutbah di Madinah, & lain-lain.

5. Sungai & alam semesta yakni makhlukNya

Kisah Umar bin Khattab ini pula menguatkan kesadaran kita bahwa Sungai Nil & sungai-sungai yang lain, gunung, hutan & seluruh alam semesta ini ialah makhlukNya. Maka janganlah takut pada sesama makhluk. Jangan berdoa & berlindung pada sesama makhluk. Namun, berdoalah pada Allah sang Pencipta segala makhluk. Berlindunglah hanya kepadaNya.

Karenanya walaupun surat yg ditulis Umar berisi komunikasi pada Sungai Nil, doanya hanya pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Baca juga: Doa Setelah Sholat

Jika ada yg tak beres dgn sawahnya, hendaklah petani berdoa pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika ada masalah dgn kebunnya, hendaklah pekebun berdoa pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika ada masalah dgn bumi kita yg makin sering gempa, hendaklah berdoa pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. [Muchlisin BK/Wargamasyarakat]

  Mengapa Utsman bin Affan Disebut Dzun Nurain