Namanya Akmal, sebut saja demikian. dia laki-laki idaman wanita di golongan penggagas cowok islam. Bagaimana tidak, postur tubuhnya tinggi, good looking & tiap kali berbicara di depan publik di lembaga nasional selalu memukau & menciptakan muslimah berdecak takjub. Maklum, jabatannya tak main-main di organisasi kepemudaan islam, sekretaris jenderal.
Di sebuah organisasi daerah dia terjun, Akmal menaruh hati dgn seorang muslimah. Parasnya tak begitu cantik namun menarik. Si wanita yg ditaksir tersebut ternyata pula suka dgn Akmal. Sebut saja wanita itu dgn nama Ratna.
Suatu kali Ratna membutuhkan uang,untuk menolong keluarganya yg sedang alami kesusahan. Entah kenapa kesulitan uang itu hingga telinga Akmal. Karena Ratna bab dr pengurus organisasi, Akmal merasa ada sedikit rasa ingin menolong, mengenang peran serta si akhwat tersebut pula besar kepada jamaah.
Ratna pun mendapatkan tunjangan tersebut, dgn sedikit memaksakan diri. Apalagi yg menolong Kak Akmal—demikian panggilan Akmal di mata para pencetus yg usianya lebih muda—yang sudah sejak lama Ratna meletakkan hati padanya. Ternyata ‘rasa’ gila itu pula berkembang di dlm hati Akmal. Akmal pula ada hati.
Singkat dongeng Akmal bermaksud & memberanikan diri main ke rumah orangtua Ratna. Mendengar kabar dr Akmal tersebut, hati akhwat mana yg tak berbunga-bunga & dipenuhi harapan-harapan indah yg menari di pelupuk mata. Bagai penari di taman bunga.
“Serius, Kak?” Ratna meminta keyakinan.
Akmal mengiyakan penuh kepercayaan. Ia menyampaikan ingin silaturahim & sekalian menjenguk orangtua Ratna yg sedang sakit. Tentang utang duit, Akmal tak terlalu mempermasalahkan.
Di mata Ratna, mendadak Akmal seperti pangeran berkuda. Yang menunggangi kudanya dr Jawa ke Luar Jawa. Gagah & gentleman. Tidak banyak mengumbar kata-kata manis atau sejenis rayuan gombal udang. Ya, rayuan gombal udang, sekali dirayu dgn kata-kata gombal, pipi pribadi memerah seperti udang matang & badan merunduk. Bayangkan, dr Pulau Jawa ke Luar Pulau Jawa itu lumayan jauh sekali, ‘sesuatu’ sekali jika ada ikhwan berjuang demikian.
Sampai di rumah orangtua Ratna, Akmal disambut hangat oleh ayah ibu Ratna. Akmal begitu santun, tutur katanya lembut. Sepertinya ibu & bapak ikut jatuh hati juga. Tak ada harapan yg disampaikan oleh Akmal pada orangtua Ratna, tetapi kedatangannya telah menjadi isyarat pembuka yg gampang dibaca siapapun yg mengetahui proses ke jenjang lebih serius.
Ada kesempatan -kesempatan yg tertanam di hari Ratna. Semoga Allah mempermudah, gampang-mudahan Allah menjodohkan gue dgn Akmal.
Teman-teman satu organisasi pun mengenali bahwa Akmal sudah mengunjungi orangtua Ratna, mereka hanya mampu mendoakan gampang-mudahan lekas terlaksana ke jenjang walimah meski tidak sedikit yg sinis pula seakan tak rela jikalau seorang Kak Akmal jatuh ke akhwat yg biasa-umumsaja seperti Ratna.
Seiring berjalannya waktu, desas-desus berembus di antara para pelopor dakwah. Akmal telah khitbah. Akmal akan menikah. Namun yg menjederkan & membuat kepala seperti disambar petir.
Akmal tak sedang mengkhitbah Ratna.
Akmal tak akan menikah dgn Ratna.
Akmal ternyata telah khitbah seorang akseptor baru kajian. Seorang hijaber yg katanya baru mencar ilmu Islam. Secara fisik & paras, Ratna jauh sekali. Si hijaber ini bisa dibilang mirip versi bahkan camera face.
Tahu kebenaran itu, pertahanan airmata Ratna jebol. Hati wanita mana yg tak hancur berkeping-keping melihat ikhwan yg sudah menanam prospek di hati tiba-tiba memilih yg lain. Hanya menjadi korban pemberi harapan palsu (PHP). Akmal tak lebih cuma seorang pengumbar rayuan gombal udang. Orangtua Ratna pula sungguh kecewa, kemudian untuk apa si pria itu main jauh-jauh dr Jawa ke Luar Jawa?!
Undangan pernikahan Akmal pun beredar & hingga ke tangan Ratna. Secarik kertas seruan yg tak ubahnya berbahan dasar arang yg telah terpercik api, siap menyembur ke ulu hati Ratna.
Untunglah, ada sahabat yg mengingatkan Ratna yg tak berhenti dlm naungan duka. “Bersyukurlah, Ratna. Allah tak menjodohkanmu dgn laki-laki brengsek itu.” (pm)
*Berdasarkan Kisah Nyata