Apa balasannya jikalau mesti dipaksa dgn sesuatu yg tak pernah kita kehendaki? Tak hanya yg dibutuhkan namun yg diimpikan sampai usaha yg kita impikan bagaikan bangunan yg roboh balasan pemboman.
Adalah Marshila Silalahi (Yuki Kato) yg mengalaminya. Anak seorang nelayan yg tinggal di sekitar Danau Toba itu mempunyai mimpi melanjutkan sekolah ke sebuah Sekolah Menengan Atas swasta favorit di Medan. Akan namun, apa daya, ia malah terganjal oleh dua hal. Tidak lolos cobaan masuk, yg kedua Mamak (Elma Thiana) yg ingin memasukkanya ke pesantren. Shila yg sedang rapuh hatinya lantas mengadu pada Bapak (Tabah Penemuan). Ternyata kali ini Bapak sependapat dgn Mamak. Shila yg menganggap Bapak senantiasa pro dgn dirinya, kini ia merasa kecewa pada Bapak. Sakit hati– sesudah kecewa dgn Allah yg tak mengabulkan doanya. Hubungan Shila & Bapak menjadi renggang. Cukup lama.
Perpisahan adalah hal yg menyakitkan. Termasuk harus berpisah dr rumah & berpindah ke kehidupan baru berjulukan pesantren. Kehidupan pesantren yg super padat kesibukan, sarat kedisiplinan, & condong mengekang menciptakan Shila merasakan kebosanan. Tak betah. Meski begitu Shila masih menyimpan mimpi.
Di asrama, ia bertemu dgn teman-sahabat yg berbeda tabiat yakni Manda (Febby Blink), Aisyah (Sivia Blink) & Icut (Vebby Palwinta). Dengan mereka Shila memperoleh makna persahabatan yg sebenarnya. Pahit, getir, manis & hujanan airmata. Tapi masih saja, Shila punya cita-cita untuk hengkang dr ‘penjara suci’ itu. Ia menciptakan list agar mampu kabur.
Persahabatan Shila and the gank berlangsung unik, mereka punya “belanga air mata”, sebuah wadah imajinatif bagi mereka menyimpan semua air mata sedih & bahagia. Lika-liku kehidupan & persahabatan mereka apakah terjaga sampai belanga air mata sarat atau justru malah pecah? Apalagi dgn kedatangan duo santriwan berjulukan Abu (Rizky Febian) & Rifqy (Fachri Muhammad) yg memberi sumbangsih terhadap belanga itu.
Film yg disutradarai Raymond Handaya ini memang beda. Film wacana kehidupan anak remaja yg gres berkembang gede memang banyak diangkat, tapi dr sisi islami khususnya kehidupan pesantren jarang diangkat. Boleh dikatakan, jikalau kehidupan pesantren untuk dewasa lelaki itu film Negeri 5 Menara, maka kehidupan pesantren untuk cukup umur perempuan ialah film ini, Cahaya Cinta Pesantren (CCP).
Di dlm film ini kita akan banyak memperoleh kesibukan-kesibukan khas pesantren, dr mulai bangkit tidur, mencuci, makan, sholat sampai tidur “pelor” serta para santriwati maupun santriwan yg kena eksekusi yg tak ada di kehidupan luar. Maklum, sang produser memang berkecimpung di dunia ini jadi hafal benar. Ya, produsernya adalah pimpinan Program Pembibitan Penghafal Alquran (PPPA) Daarul Qurán Ustaz Yusuf Mansur. Tak ayal kita akan menemukan banyak label di film yg berhubungan dgn produk Ustaz Yusuf Mansur.
Banyak kejutan dlm film ini, satu diantaranya akting dr Wirda Mansur, putri sulung Yusuf Mansur & akting penyanyi yg pula anak pelawak Sule, Rizky Febian. Penonton pula dimanjakan dgn sinematografi yg indah serta kaya logat dr para pemain. Lokalitas masih kental dgn eksistensi nenek Shila yg tangisannya sangat dibutuhkan saat upacara akhir hayat.
Kejanggalan tak terlalu banyak ditemukan dlm film yg ngepop ini, satu diantaranya yaitu Shila masih mengenakan celana panjang meski sudah berada di pesantren. Keseluruhan film ini memang layak ditonton oleh siapapun tergolong remaja putri yg sedang puber & baper. Film yg sungguh menyegarkan seperti makan buah mangga petikan dr halaman pesantren! [Paramuda/Wargamasyarakat]