Kisah Duka Dari Palestina

 Nota perdamaian telah di gulingkan paska Perang Dunia II Cerita Duka dari Palestina

Nota perdamaian sudah di gulingkan paska Perang Dunia II. Menghasilkan produk yang bernama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hukum internasional, pengadilan internasional, sanksi internasional. Tujuan di adakanya lembaga itupun jelas, mempertahankan perdamaian serta memperlihatkan hukuman kepada mereka yang melanggar.

Anehnya, meski lembaga itu menerima legitimasi dari penduduk internasional, mengapa Israel yang sudah memorak-morandakan Palestina, tidak tersentuh oleh semua forum tersebut?. Apakah benar lembaga-forum tersebut hanyalah suatu permainan politik global dari negara-negara adikuasa, tergolong di dalamnya yakni Israel?
Asumsi itu timbul karena, meski konflik Israel-Palestina ini sudah berlangsung cukup panjang, tetapi tidak satupun dunia internasional yang bersimpati menawarkan hukuman terhadap Israel. Bahkan, dikala kita baca gerak-gerik PBB di dalam menyelaisaikan konflik Israel-Palestina, hanya menjadi “macan opong” yang tidak mempunyai nyali dikala menghadapi Israel. Bukti konkret dari itu semua yaitu masih terjadinya agresi militer Israel ke Palestina hingga hari ini.
Kata “Peperangan” nampaknya sangat susah dihapus dalam kamus kehidupan ini, termasuk dalam kamus kehidupan rakyat Palestina. Semenjak negeri ini memplokamirkan kemerdekaanya hingga akil balig cukup akal ini, Rakyat Palestina masih di hatui rasa khawatir akhir peperangan yang tidak kunjung usai melanda negerinya. Bahkan, dari hari-kehari kondisinya semakin memperhatinkan. Berbagai macam penyakit akibat radiasi bom mulai manjangkiti belum dewasa Palestina, mereka banyak yang mati dengan tidak berguna, atau ketika mereka hidup, nasib mereka tergadaikan dan terlantar. Sungguh suatu opsi hidup yang sungguh membingungkan bagi belum dewasa Palestina.
Novel yang berjudul Palestine’s Children, Kisah Perjuangan Hidup Anak-Anak Palestina karya Ghassan Kafani ini, menceritakan cerita-cerita yang memilukan, menyayat hati bahkan miris dari usaha belum dewasa Palestina. Inilah potret buram dari penyembelihan hak asasi manusia paling dasyat di abad 20 ini. Penyembelihan hak asasi insan itu terjadi di Bumi Palestina. Anehnya, meski penyembelihan hak asasi ini sudah berjalan cukup lama, dunia internaisonal seakan bungkam. Cerita murung Palestina yang di liput media juga tak ubahnya hiburan publik dan komediti semata.
Perang Israel-Palestina telah mengakibatkan kerisauan bagi rakyat Palestina. Banyak bawah umur Palestina yang yatim alasannya adalah dosa yang tidak pernah mereka kerjakan, demikian juga ibu-ibu menjanda alasannya adalah suaminya mati dalam pertempuran yang tidak pernah mereka inginkan dan kehendaki. Suara isak tangis, bunyi orang sakit yang mendengis, serta suara-bunyi yang menjamah hati menambah kesedihan dan suasana menyekam di bumi Palestina.
Perjuangan belum dewasa Palestina yang di certitakan Ghassan Hanafi dalam novel ini sangat luar bisa. Di tengah perang yang berkecamuk, di tengah gemuruh bom yang menggoncang perkampungan mereka, tetapi semangat hidup mereka masih tetapi tinggi. Anak-anak Palestina seakan tidak pernah letih, tidak pernah putus asa berjuang melawan haus, lapar bahkan melawan akhir hayat yang ketika-waktu mengancam jiwa mereka.
Israel boleh merusak dan membasmi orang-orang Palestina. Tetapi Israel tidak akan mampu menyurutkan cita-cita kemerdekaan Palestina. Keyakinan itulah menyusup dan mengalir dalam darah belum dewasa Palestina dan seluruh rakyat Palestina. Keyakinan rakyat Palestina itu di teguhkan dengan karya Ghassan Hanafi dalam novelnya ini.
Terkisah dalam novel ini ada seorang ibu di kamp yang dengan gembira mendelegasikan putra-putra mereka untuk begabung dengan para serdadu, ada juga seorang dokter yang dengan besar hati membatu para korban hingga ikut menjadi korban keganasan tentara Israel, ada juga seorang anak yang meminjam senapan ayahnya untuk ikut berjuang bareng dengan serdadu-serdadu lainya. Kisah-cerita usaha bawah umur Palestina itu ditulis oleh Ghassan Hanafi dengan bernas dan lincah dalam novelnya ini. (hal 49-95)
Dilahirkan di Acre tahun 1956, Ghassan Hanafi menghabiskan sisa hidupnya menjadi guru di kamp-kamp pengungsian sembari menulis beberapa karya sastra. Karya Sastra yang di tulis Hanafi beraneka ragam. Ada yang berupa cerpen, laporan jurnalistik serta novel. Semua karya-karyanya itu lahir dari buah pengalaman, pergulatannya sendiri bersama anak-anak Palestina. Tidak pelak lagi jika Ghassan Hanafi dijuluki selaku penulis pertama Palestina yang di dalam goresan pena-tulisannya menyuarakan perlawan serta menjinjing misi usaha serta menunjukkan semangat kepada seluruh rakyat Palestina.
Hanafi memang menamakan karya sastranya dengan karya perlawanan. Sebenarnya ada banyak karya-karya Hanafi yang terkumpul dikala menjadi guru bersama anak-nak Palestina. Ada si Bocah Pergi ke Kamp, Senjata-Senjata di Kamp, bahkan dalam karyanya Aalam Laysa Lana (A Word Which is Not Ours) menceritakan penulis sendiri terbunuh bersama keponakannya. Nah, novel yang berjudul Palestine’s Children, Kisah Perjuangan Hidup Anak-Anak Palestina ini merupakan adonan dari karya-karya Ghassan Kanafi tersebut. Karena kedekatan Hanafi dengan bawah umur Palestina inilah yang menciptakan novel ini menjadi hidup dan meyentuh perasaan, membangkitkan serta mengharukan hati para pembacanya.
________________________________________
Sumber: Kompas
Judul buku : Palestines Children, Kisah Perjuangan Hidup Anak-Anak Palestina
Persensi: Danuji Ahmad
Penulis : Ghassan Kanafi
Penerbit :Navila, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, 2011
Tebal buku :299 halaman