Kisah Dari Seorang Sahabat Ihwal Menanti Hiu Terbang

MENUNGGANG “HIU TERBANG”

Cerita dari seorang sahabatnya Nezar Patria.

“Aku butuh adrenalin,” ujar Irwandi Yusuf. Ia merasa hidupnya lebih bertenaga bila berada dalam kondisi ancaman. Sebelum menjadi gubernur di Aceh-jabatan yang tak pernah dia impikan, Irwandi begitu dekat dengan bermacam situasi menegangkan. Ia pernah melakukan pekerjaan di bawah tanah sebagai juru bicara militer GAM. Pada mulanya, tak satu pun wartawan kenal dengan laki-laki yang memakai banyak nom de guerre ini.

Kadang beliau muncul selaku Teungku Agam, lain kali beliau pakai nama Isnandar. Kepada media abnormal, ia bersungguh-sungguh mengantaremail berisi pernyataan militer gerakan bersenjata itu. Di setiap simpulan email dia memberi salam dengan nama Jean Marrie. Belakangan, peranannya pun terungkap. Irwandi adalah satu dari tiga tokoh GAM paling dicari di Aceh selain Muzakkir Manaf, dan Sofyan Dawod.

Ia lolos dari ajal ketika tsunami memukul penjara Keudah, Banda Aceh, tempat ia mendekam sebagai tahanan. Setelah timbul sebagai anggota tim perunding GAM di Helsinki, sejarah mencatat namanya sebagai Gubernur Aceh (2007-2012) melalui suatu pemilu sengit, dan berdarah. Ia maju sendiri, dan bukan sebagai kandidat pilihan dari para pemimpin senior gerakan itu. Jejak pertandingan politik antar kawan itu masih tersisa sampai hari ini.

Tahun 2012 Ia tak lagi memimpin Aceh, tapi dia punya kesibukan lain: menunggang “hiu terbang”. Mendapat lisensi selaku pilot pesawat bermesin tunggal, Irwandi larut dengan mainan barunya, pesawat ultra ringan bermerk Shark. Pesawat seharga kendaraan beroda empat Harrier itu didapat di negeri pembuatnya Slovakia, ketika itu parkir di sebuah hangar sekolah pilot di Bandung. Ia rencana membawanya ke Aceh. “Urusannya begitu rumit, terlalu banyak meja yang mesti saya lewati,” ujarnya bersungut.
Penampilan pesawat itu cukup meyakinkan. Berbobot sekitar 290 kilogram, dengan bangku tandem, ia bisa melesat dengan kecepatan 300 kilometer per jam. Di bab kokpit, Irwandi menambahkan serangkaian instrumen lain: pelacak pesawat sekitar, GPS, dan akseptor ‘homing signal’. Panjang pesawat itu sekitar tujuh meter, dan bentangan sayap sekitar delapan meter. Hidung pesawat dan juga sirip belakangnya dirancang layaknya seekor hiu. Di angkasa kendaraan itu mirip hiu melayang.

  14 Tahun Hening Tanpa Keadilan, Oleh: Felix Rodriguez

Ia memang butuh adrenalin. Dulu jantungnya kerap berdetak kencang saat bersiasat melawan tentara. Lalu, dia juga dag-dig-dug dikala memacu kendaraan beroda empat di jalan tol, atau menaklukan jalur offroad berbahaya dengan jip kesayangannya. “Aku kini merasa terlalu bau tanah untuk offroad,” ujar lelaki yang saat itu berusia 55 tahun itu.

Ia lalu menentukan pesawat ultra ringan itu selaku caranya menaklukan tantangan membelah langit biru. Apa yang dipikirkannya saat terbang bersama sang hiu? “Aku begitu kerdil,” kata Irwandi. Di ketinggian 6000 kaki, dia melihat dunia dalam tiga dimensi. Juga menyaksikan diri sendiri sebagai makhluk kecil di bentangan mahalebar langit, dan luasnya bumi. Semua mesti dipertimbangkan dengan baik dan cermat. Terbang bukan sekadar pengalaman fisik namun rupanya juga spiritual. “Setiap kali selamat mendarat, saya tidak pernah berhenti bersyukur” katanya.

Saat mendapatkan pesawat itu di Slovakia, dia pernah menerbangkannya ke Jerman sebelum pesawat itu dipaketkan agar bisa diantarke Indonesia. Di kursi penumpang, yang memang cuma tunggal, duduk istrinya, Darwati. Pada hari itu langit Slovakia cerah, dan kian biru ketika melewati perbatasan. Di bawah sana terlihat ekor barisan pegunungan Alpen.

Pucuk gunung yang hijau terlihat diselubungi tumpahan salju putih. Irwandi melirik wajah istrinya. Pucat bercampur bahagia. Takut? “Awalnya begitu. Tapi kini istri saya senantiasa bertanya kapan beliau mampu ikut terbang lagi”.

Setiap kali menyelesaikan satu episode terbang, ia merasa telah melaksanakan tugas penting, dan melelahkan. Seperti melalui sebuah tugas besar, yang setelahnya membuat kita mesti rehat sejenak mensyukuri apa yang sudah dilalui dengan baik. “Rasanya plong, mirip baru saja mengangkat beban besar,” ungkapnya.

  Waspada ! Firehouse Of Falsehood

Ketika itu Ia memang sudah melepas beban besar selaku seorang gubernur dari tempat yang sempat bergejolak lebih dari tigapuluh tiga tahun. Tapi sekarang namanya kembali disebut-sebut selaku calon gubernur. Apakah dia akan maju bertarung kembali?

Cerita dari Seorang Sahabat Tentang Menunggu Hiu Terbang

Irwandi tak segera menjawab. Saat aku ngopi bersamanya di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, dia menyalakan rokok kretek dan mengisapnya pelan begitu mendengar pertanyaan itu. Asap rokok merebak, dan seperti gumpalan awan yang biasa ditembusnya ketika menunggangi hiu terbang.

“Aku tak mampu hidup tanpa adrenalin”.
Hening. Saya menyeruput kopi. Lalu kami kembali bercerita perihal soal lain.